CROSBY)
OLEH
ARI BUDI SANTOSO
NIM : 502210055
Dosen Pengampu :
Abstrak
Beberapa tokoh menyajikan konsep mutu untuk dunia perusahaan yang kemudian banyak
para ilmuwan yang mengadopsinya untuk dunia pendidikan. Konsep mutu Deming yang
terkenal adalah plan, do, check, analyze. Sedangkan konsep mutu Juran yang terkenal
adalah trilogi Juran yaitu perencanaan kualitas, pengendalian kualitas, dan perbaikan
kualitas. Semua konsep tersebut jika dapat diterapkan dalam dunia pendidikan akan
memiliki dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan. Para tokoh seperti Philip
Crosby pun menawarkan beberapa strategi untuk meningkatkan mutu. Hal tersebut dapat
diadopsi bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitasnya. Crosby menawarkan
konsep Zero Defect yang dijabarkan lagi dalam empat belas langkah untuk diaplikasikan
dalam setiap organisasi ataupun lembaga pendidikan agar dapat mengatur dan
meningkatkan mutu lembaga pendidikan. Setiap manajer atau pimpinan lembaga
pendidikan seharusnya selalu berinovasi dan mengembangkan lembaga pendidikannya
agar peserta didik dapat bersaing di era globalisasi.
A. Latar Belakang
Bagi setiap lembaga ataupun institusi, meningkatkan mutu merupakan agenda
utama dan juga menjadi tugas yang paling penting. Ada sebagai yang lain
menganggap mutu hanya sebagain konsep yang penuh teka-teki. Mutu dianggap
sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam
pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan
orang lain, sehingga tidak aneh jika terdapat beberapa pakar yang tidak memiliki
seimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan intitusi yang baik.
Masa saat ini, salah satu tantangan penting yang dihadapai semua institusi
adalah bagaimana mengelola sebuah mutu itu sendiri. Terutama dalam dunia
persaingan global dan industry massal. Dalam dunia industry bisnis mutu adalah
nilai jual yang menjadi prioritas utama. Mutu merupakan satu-satunya pembeda
yang dibutuhkan oleh konsumen. Mutu tidak hanya ada dalam institusi-institusi
bisnis, tapi juga mejadi kebutuhan institusi pendidikan. Hal ini ditunjukkan agar
intitusi pendidikan mampu bertahan dalam dunia persaingan yang sangat
kompetitif, serta mampu mendidik akademik-akademik dengan reputasi yang
sangat positif.
Dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan pendapat dari seorang tokoh
mutu terkenal (P. Crosby) yang harus kita ketahui, agar kita bisa mengetahui
bagaimana pendapatnya tentang mutu dan cara mengimplementasikan dalam
sebuah institusi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Philip B. Crosby?
2
2. Bagaimana konsep dasar dari mutu ?
3. Bagaimana pemikiran Philip B. Crosby tentang mutu?
Pembahasan
3
k. The Absolutes of Leadership, 1997
l. Quality and Me: Lessons of an Evolving Life, 1999
Philip B. Crosby mendapatkan gelar sarjana dari Ohio College of
Podiatric Medicine, gelar kehormatan sarjana hukum dari Wheeling College
dan Rollins College, dan gelar kehormatan Doctor of Corpo-rate
Management dari University of Findlay. Philip B. Crosby adalah seorang
filsuf yang memiliki lebih dari 40 tahun pengalaman dalam manajemen. Dia
mengajarkan manajemen bagaimana menyebabkan organisasi mereka,
karyawan mereka, pemasok mereka, dan diri mereka sendiri untuk menjadi
sukses.1
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan
pencegahan, yang menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara
statistik (acceptable quality level). Dia juga dikenal dengan Quality Vaccine
dan Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement.
B. Konsep Mutu
4
Tiga penulis penting tentang mutu adalah Edwar Deming, Joseph Juran
dan Philip B Crosby. Ketiganya berkonsentrasi pada mutu dalam industry
produksi, meskipun demikian ide-ide mereka juga dapat diterapkan dalam
industry jasa. Memang tidak satupun dari mereka yang memberikan
pertimbangan tentang isu-isu mutu dalam pendidikan. Namun kontribusi mereka
terhadap gerakan mutu begitu besar dan memang harus diakui bahwa explorasi
mutu akan mengalami kesulitan tanpa merujuk pada pemikiran mereka.
Dari pemikiran Edwar Deming, Joseph Juran dan Philip B Crosby, perlu
disadari bahwa pendekatan mereka memiliki keterbatasan dan kekurangan,
khususnya seperti yang dikembangkan dalam konteks industry. Walaupun
demikian, mereka betul-betul memberikan pencerahan dan petunjuk yang jelas.
Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari mereka dan tentu saja dapat diterapkan
dalam pendidikan. Seperti yang kelak akan kita ketahui, ada banyak hal yang
meleengkapi antara metode, baik dalam pemikiran maupun dalam kesimpulan
umum tokoh-tokoh tersebut.
2
P.B. Crosby, Quality is Free, The Art Of Making Quality Certain, (New York: MCGRaw-Hill
Book CO, 1986), 86
5
bahwa standar-standar metode tanpa cacat hanya bisa diperoleh setelah melalui
tingkat kegagalan yang tinggi.3
Pendekatan lain dari mutu adalah “Zero Defect” atau tanpa cacat yang
dikemukakan oleh Philip B. Crosby atau membuatnya benar sejak pertama kali
(make it right the first time) yang dijabarkan ke dalam 14 elemen proses
perbaikan mutu.4 Empat belas elemen tersebut dapat dikembangkan untuk
meningkatkan mutu pendidikan sebagai berikut:
a. Komitmen Manajemen (Manajement Commitmen)
Hal ini adalah hal yang krsusial menuju sukses dan merupakan
poin yang disepakati oleh semua para ahli mutu. Inisiatif mutu harus
diarahkan dan dipimpin oleh manajemen senior. Crosby menekankan
bahwa komitmen ini harus dikomunikasikan dalam sebuah statemen
kebijakan mutu yang harus singkat, jelas dan dapat dicapai.
b. Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team)
Membangu tim peningkatan mutu (Quality Improvement Team)
diatas dasar komitmen sangat dibutuhkan, karena setiap fungsi dalam
organisasi menjadi control potensial bagi kerusakan dan kegagalan mutu,
maka setiap bagian organisasi harus berpartisipasi dalam upaya
peningkatan mutu. Tim peningkatan mutu memiliki tugas mengatur dan
mengarahkan program yang akan diimplementasikan melalui organisasi
dengan tanggungjawab tim dalam setiap departemen yang harus diterima
dan didukung oleh manajemen senior. Tugas penting dari tim
peningkatan mutu adalah untuk menentukan bagaimana
menspesifikasikan kegagalan peningkatan mutu.
c. Pengukuran Mutu (Quality Measurement)
Hal ini dibutuhkan untuk mengukur ketidak sesuaian yang saat ini
atau yang akan muncul, dengan cara evaluasi dan perbaikan. Bentuk-
bentuk pengukuran ini berbeda antara organisasi produksi dan organisasi
layanan, dan bentuk-bentuk tersebut bergantung pada data inspeksi,
laporan pemeriksaan, dan data control dan data umpan balik dari
pelanggan.
d. Mengukur Biaya Mutu (The Cost of Quality)
Biaya mutu terdiri dari biaya kesalahan, biaya kerja ulang, biaya
pembongkaran, biaya inspeksi, dan biaya pemeriksaan. Mengidentifikasi
biaya mutu dan memberikan perhatian yang lebih terhadapnya adalah hal
yang penting untuk dilakukan.
e. Membangun Kesadaran Mutu (Corrective Actions)
Yaitu langkah untuk menumbuhkan kesadaran setiap orang dalam
organisasi tentang biaya mutu dan keharusan untuk
3
Edward Sallis, Total Quality Management in Education (Manajemen Mutu Pendidikan),
Yogyakarta, 2012. 110-112
4
Teguh Sriwidadi, Manajemen Mutu Terpadu, (UBINUS Jakarta: Jurnal The Winners, Vol. 2 No.
2, September 2001), 107-115
6
mengimplementasikan program yang dicanangkan tim peningkatan mutu.
Hal ini memerlukan pertemuan atau rapat yang teratur antara pihak
manajemen dan karyawan untuk mendiskusikan masalah-masalah
spesifik dan bertujuan mengatasinya. Kesadaran mutu harus menjadi
kunci dasar dan dihubungkan dengan urutan peristiwa yang konstan.
f. Kegiatan Perbaikan (Corrective Actions)
Para pengawas harus bekerjasama dengan para staf untuj
memperbaikai mutu yang rendah. Metodologi yang sistematis diperlukan
untuk mengatasi masalah. Crosby menganjurkan pembenukan tim tugas
dengan agenda kegiatan yang disusun dengan hati-hati yang didiskusikan
secara serius dalam serangkaian pertemuan teratus.
Untuk menentukan masalah mana yang harus ditangani terlebih
dahulu, Crosby menganjurkan untuk menggunakan aturan Pareto, aturan
ini menyatakan bahwa 20% proses menyebbabkan munculnya 80%
masalah. Masalha yang besar harus ditangani pertama kali, kemudian
diikuti dengan masalah berikutnya dan seterusnya.
g. Perencanaan Tanpa Cacat (Zero Defects Planning)
Crosby berpendapat bahwa program tanpa cacat harus
diperkenalkan dan dipimpin oleh tim peningkatan mutu yang
bertanggungjawab terhadap implementasinya. Seluruh staf harus
menandatangani kontrak formal untuk mewujudkan tanpa cacat dalam
tugas dan kerja mereka.
h. Pelatihan Pengawas (Supervisor Training)
Pelatihan ini adalah penting bagi para manajer agar mereka
memahami peranan dalam proses peningkatan mutu dan pelatiohan ini
bisa dilakukan melalui program pelatihan formal. Pelatihan ini juga
penting pagi para staf yang melaksanakan peranan manajemen
menengah.
i. Menyelenggarakan Hari Tanpa Cacat (Zero Defects Day)
Hal ini merupakan kegiatan sehari penuh yang memperkenalkan
ide tanpa cacat. Pada dasarnya, ini adalah sebuah pesta untuk menyoroti
dan merayakan penerapan metode tanpa cacat dan untuk menekankan
komitmen manajemen terhadap metode tersebut.
j. Penyusunan Tujuan (Goal Setting)
Begitu kontrak kerja untuk melaksanakan tanpa cacat telah dibuat
dan ide-ide tersebut telah diluncurkan dalam hari tanpa cacat, maka
adalah sangat penting untuk merencanakan aksi yang lengkap. Tujuan
yang hendak dituju oleh tim harus spesifik dan terukur.
k. Penghapusan Sebab Kesalahan (Error-Cause Removal)
Langkah ini harus dimaksudkan agara para staf dapat
mengkomunikasikan kepada menejemen tentang situasi-situasi tertentu
yang mempersulit implementasi metode tanpa cacat. Hal ini dapat diraih
7
dengan mendesain sebuah bentuk standar yang sesuai dengan garis
manajemen. Semua bentuk tersebut harus menerima jawaban dalam
periode waktu tertentu. Penting untuk memberikan apresiasi kepada
mereka yang berpartisipasi dalam latihan-latihan peningkatan mutu.
l. Pengakuan (Recognition)
Empat belas hal yang dikemukakan oleh Crosby tentunya akan sangat
sulit dilakukan oleh lembaga pendidikan jika tidak ada komitmen yang kuat oleh
seluruh pihak stakeholder yang ada dalam lembaga tersebut. Merencanakan dan
menjaga hal yang sedemikian rupa tentunya disamping harus diawali dari
manajer yang visioner, juga harus terus membina dan mengevaluasi secara
bertahap guna tercapainya program di lembaga. Beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk memotivasi para anggota di lembaga pendidikan, mulai dari
slogan yang diadakan di lembaga sampai kepada pelatihan mengajar ataupun
peningkatan kompetensi akan membantu anggota untuk mewujudkan program
lembaga. Program yang sudah direncanakan bersama seharusnya terus menerus
diadakan sehingga membudaya dalam lembaga, jika sudah membudaya maka
kesadaran untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan akan selalu terjaga.
D. Kesimpulan
5
Ibid, 11-118
8
Kualitas pendidikan sangat diperlukan dalam peningkatan sumber daya
manusia yang bermutu dan siap bersaing dalam era globalisasi, hal tersebut
menuntut para manajer atau pimpinan lembaga pendidikan untuk selalu berinovasi
dalam me-manage lembaganya masing-masing agar terus terjaga eksistensinya
dalam dunia pendidikan. Manajemen peningkatan mutu yang ditawarkan Philip
Crosby diantaranya dapat dijadikan panduan untuk mengembangkan mutu
pendidikan. Philip Crosby terkenal dengan Zero Defect-nya yang artinya tanpa
cacat. Hal ini memberikan tawaran bagi pengemban lembaga pendidikan untuk
berusaha memberikan yang terbaik dengan mengurangi segala kesalahan atau
kegagalan yang terjadi di dalam melaksanakan tugas masing-masing. Konsep
tersebut kemudian dikembangkan lagi menjadi 14 poin yang dapat dijadikan
acuan dalam peningkatan mutu lembaga pendidikan. Baik Philip Crosby maupun
tokoh-tokoh mutu sebelumnya menjelaskan bahwa peran seorang pemimpin
sangat menentukan kemajuan dari kualitas lembaga pendidikan. Maka untuk
melaksanakan konsep oleh para tokoh tersebut diperlukan pemimpin yang
mempunyai semangat transformatif kualitas pendidikan yang lebih baik ke
depannya.
Daftar Pustaka
Diakses dari http://www.philipcrosby.com/25years/crosby
Crosby, P.B. Quality is Free, The Art Of Making Quality Certain, (New York: MCGRaw-
Hill Book CO, 1986)
Sallis, Edward, Total Quality Management in Education (Manajemen Mutu Pendidikan),
Yogyakarta
Sriwidadi, Teguh Manajemen Mutu Terpadu, (UBINUS Jakarta: Jurnal The Winners,
Vol. 2 No. 2, September 2001)