Anda di halaman 1dari 2

INTERNATIONAL FISHER EFFECT THEORY

Irving Fisher menyatakan tingkat bunga nominal (i) di setiap Negara akan sama
dengan real rate of return ( r) di tambah dengan tingkat (I) yang akan diharapkan.
Dirumuskan:
i=r+I

Menurut teori IFE, tingkat bunga di dua Negara yang berbeda (mis AS dan jepang)
dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat inflasi yang diharapkan (expected
inflation)
Seperti rumus di bawah ini:

 Tingkat bunga di USA = i ($) = r ($) + I ($)


 Tingkat bunga di Jepang = i (Y) = r (Y) + I (Y)

- Teori IFE pada dasarnya hampir sama dengan teori IRP yang menggunakan
perbedaan tingkat bunga untuk menerangkan mengapa terjadi perubahan
kurs valas

- Tapi teori IFE erat kaitannya dengan teori PPP karena tingkat bunga sangat
erat kaitannya dengan tingkat inflasi. Hingga dapat dikatakan bahwa:
Perbedaan tingkat bunga yang terjadi antara beberapa Negara
disebabkan oleh perbedaan tingkat inflasi

- Relatif tingginya tingkat inflasi di Indonesia (sekitar 8%) dibandingkan


dengan di luar negeri seperti USA (sekitar 3 %) merupakan penyebab
utama dari depresiasi rupiah terhadap USD yang mencapai sekitar 5% per
tahun.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Madura dan Nosari (1992) serta
Thomas (1985), ternyata teori IFE tidak selalu tepat atau dapat dibuktikan
kebenarannya karena adanya factor-faktor lain selain dari inflasi. Dengan kata
lain, perubahan kurs valas tidak selalu sesuai dengan perbedaan tingkat inflasi.

Beberapa faktor lain tersebut misalnya:


- Kontrol pemerintah, Posisi BOP, Money Supply dan pertumbuhan GDP
Sejak berlakunya system nilai tukar mengambang (floating rate system) maka
tidak ada satupun dari ketiga teori keuangan internasional (IRP,PPP, dan IFE)
yang dapat digunakan untuk meramalkan atau mem-forecast kurs valas dalam
setiap kondisi

Namun masih tetap terdapat suatu dasar hubungan ekonomi tertentu yang disebut
parity conditions

Dari analisis parity condition dapat dikemukakan beberapa catatan penting yang
perlu diperhatikan oleh para investor ataupun speculator yang ingin memperoleh
keuntungan dari investasi jangka pendeknya yaitu sbb:
1. berusaha untuk melakukan investasi atau memiliki piutang dalam valas
yang tingkat bunganya raltif tinggi dan cenderung akan apresiasi
2. Sebaliknya menerima investasi atau meminjam atau memiliki utang dalam
valas yang tingkat relative bunganya rendah dan cenderungt akan
depresiasi

Dari analisis parity condition dapat diketahui mengapa tingkat bunga bank saat
sebelum krisis moneter pada akhir juli 1997 padaumumnya realtif tinggi di
Indonesia, yaitu sekitar 15% untuk tabungan/deposito dan lebih dari 20% untuk
kredit. Jawabannya adalah karena bank harus megantisipasi tingkat inflasi yang
relative tinggi sekitar 8 % dan depresiasi rupiah sekitar 5% per tahun

Untuk itulah pemerintah selalu berusaha untuk menurunkan dan mengendalikan


tingkat inflasi yang rendah atau satu digit agar tingkat bunga bank dapat
diturunkan sehingga gilirannya dapat mendorong investasi yang akhirnyta
bermuara pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Anda mungkin juga menyukai