International Fisher Effect (IFE) dicetuskan oleh Irving Fisher tahun 1930-an dimana
model nilai tukar ini didasarkan atas suku bunga nominal bebas risiko saat ini dan di masa depan
serta model ini digunakan untuk memprediksi dan memahami pergerakan harga mata uang saat
ini dan di masa depan. Agar bebas risiko dari modal, negara-negara tersebut harus menganut
Penggunaan model suku bunga murni daripada model inflasi disebabkan oleh asumsi
Fisher yang mengatakan bahwa perubahan suku bunga riil tidak dipengaruhi oleh perubahan
ekspektasi tingkat inflasi karena arbitrase yang akan menjadikan keduanya sama dari waktu ke
waktu ( r = i - inflation ). Selain itu, penggunaan suku bunga nominal yang juga
mengikutsertakan inflasi diperhitungkan dalam proyeksi pasar untuk harga mata uang ( i = r +
IFE dalam jangka pendek tidak dapat diandalkan karena nilai tukar, suku bunga nominal
dan inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik secara ekonomi maupun non-ekonomi. Namun,
dalam jangka panjang IFE dapat diandalkan karena dapat memperkirakan besaran nilai tukar spot
di masa depan serta dapat mengilustrasikan hubungan yang diharapkan antara suku bunga,
inflasi, dan nilai tukar. Kurs spot masa depan yang diharapkan dihitung dengan mengalikan kurs
spot (domestic/foreign) dengan rasio suku bunga asing terhadap suku bunga domestik. Seiring
berjalannya waktu, perkembangan IFE saat ini tidak dapat diandalkan seperti dahulu, terutama
jika negara menerapkan kerangka kebijakan target inflasi (ITF) yang mana suku bunga
Teori mengenai efek Fisher internasional (menyangkut 2 negara) akan dibuktikan dari
perhitungan yang telah kami lakukan. Sebagai contoh analisis teori dengan data, Rupiah
Indonesia sebagai mata uang domestik, dan Dollar Amerika Serikat sebagai mata uang luar
negeri. Dalam data yang terlampir telah tersaji data inflasi, tingkat bunga nominal dan riil dari
masing-masing negara yang dikeluarkan oleh bank sentral, depresiasi/apresiasi Rupiah dan
Dollar, kurs rupiah paritas, dan paritas ekuivalen (Rp/$). Data tersebut diambil pada tahun
Q1.2010 sampai Q1.2023. Sebagai contoh analisis singkat, penulis akan menggunakan tahun
2011.
Pada tahun Q1.2011, kurs ($/Rp) mengalami apresiasi (4.66) dan sebaliknya kurs (Rp/$)
mengalami depresiasi (-4.45). Hal tersebut diakibatkan oleh ekspektasi inflasi yang akan naik
dari kuartal sebelumnya, realitanya inflasi naik di negara asing dan domestik mengalami
penurunan. Perubahan inflasi tersebut diakibatkan dari perbedaan suku bunga antar dua negara.
Hal tersebut dibenarkan dalam Sartono (2012), bahwa International Fisher Effect menjelaskan
adanya arbitrase antara pasar keuangan dalam bentuk aliran modal internasional menunjukkan
bahwa perbedaan suku bunga antar dua negara merupakan predicator uang tidak bias (unbiased
predictor) untuk perubahan kurs spot masa depan. Perubahan inflasi tersebut membuat perubahan
perilaku ekonomi, yang mana berkaitan dengan perbedaan suku bunga berdampak pada kurs
maka para investor tentu menginginkan pengembalian (return) yang sama. Oleh karena itu,
ditetapkannya kurs paritas (teori PPP). Penetapan kurs paritas perlu dilakukan (kurs tidak boleh
melebihi kurs paritas) guna nilai tukar mata uang tetap pada batasnya sehingga dapat menjaga
perubahan tingkat bunga dan inflasi serta return yang tidak beda jauh. Seperti perhitungan yang
dilakukan kurs paritas sebesar Rp9,067. Demikian juga yang dikatakan oleh Sartono (2012),
bahwa IFE berhubungan erat dengan teori PPP karena tingkat suku bunga seringkali
Salah satu konsep paritas suku bunga yang dikenal adalah Covered Interest Parity (CIP).
Covered Interest Parity atau paritas suku bunga tertutup adalah kondisi yang menunjukkan
hubungan antara kurs spot, kurs forward, dan suku bunga (Krugman dan Obstfeld, 1991). Dalam
dua negara yang berbeda, CIP memiliki hubungan antara suku bunga, nilai mata uang spot, dan
forward yang seimbang, terutama untuk mata uang-mata uang terkuat di dunia seperti Dollar.
Konsep CIP ini mengharuskan adanya manfaat yang sama dari surat berharga dalam mata uang
suatu negara dengan surat berharga dalam mata uang negara lain (Krugman dan Obstfeld, 1991).
Kondisi CIP ini tidak memberikan peluang seseorang atau kelompok untuk melakukan
arbitrase. Perilaku arbitrase dianggap sebagai praktik untuk memperoleh keuntungan dari
perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar uang negara. Praktik ini membuat kondisi CIP
tidak seimbang, karena para pelaku di pasar valuta asing berusaha untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka melakukan praktik arbitrase dengan cara mengamati
perubahan kurs dengan memperhitungkan pergerakan suku bunga dari simpanan mata uang satu
negara dengan negara lain. Sehingga untuk mempertahankan kondisi CIP, kurs spot, dan kurs
forward dari simpanan-simpanan yang berjangka waktu sama harus dijaga agar tetap seimbang.
Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan ini, perbedaan suku bunga yang terjadi dalam CIP
direspon cepat oleh kurs, atau expected exchange rate. Dengan adanya respon cepat dari kurs,
sehingga sistem portofolio tidak berlaku dalam CIP karena dianggap kurang menguntungkan.
Teori dan analisis di atas dapat dibuktikan dari perhitungan yang telah dilakukan. Sebagai
contoh, Rupiah Indonesia sebagai mata uang domestik, dan Dollar Amerika Serikat sebagai mata
uang luar negeri. Dalam data yang terlampir telah tersaji data inflasi, interest rate nominal dan
riil dari masing-masing bank sentral, depresiasi/apresiasi Rupiah dan Dollar, kurs rupiah CIP, dan
paritas ekuivalen. Data tersebut diambil pada tahun 2010 kuartal 1 sampai 2023 kuartal 1.
Pada tahun 2011 suku bunga domestik sebesar 6.5% (r), sedangkan suku bunga Amerika
Serikat sebesar 0.25% (r*). Apabila pendapatan dibelanjakan untuk membeli surat berharga
domestik, maka satu tahun kemudian manfaat yang akan diperoleh sebesar (1 + r) satuan uang
domestik. Namun apabila pendapatan dibelanjakan pada surat berharga di luar negeri, maka
manfaat yang akan diperoleh harus diperhitungkan dengan menggunakan nilai kurs mata uang
domestik terhadap mata uang luar negeri (kurs spot), sehingga manfaatnya (1 + r*)/S satuan
uang domestik. Satu tahun kemudian diharapkan bahwa kurs terjadi sebesar F (kurs forward).
Simpanan pada surat berharga luar negeri akan lebih menarik apabila nilai manfaatnya lebih
besar dari suku bunga domestik, begitupun sebaliknya, simpanan pada surat berharga domestik
akan lebih menarik apabila nilai manfaatnya lebih besar dari suku bunga luar negeri (Krugman
Namun pada faktanya CIP ini menutup peluang praktik arbitrase, yang mana perbedaan
suku bunga yang menyebabkan perbedaan besarnya manfaat pembelian surat berharga pada mata
uang domestik dan mata uang luar negeri selalu direspon cepat oleh kurs atau expected exchange
rate. Dapat dilihat pada data yang terlampir, bahwa pada kuartal 1 tahun 2011, Rupiah
mengalami apresiasi sebesar 4.7% terhadap USD, dan USD mengalami depresiasi terhadap
Rupiah sebesar 4.5%. Perbedaan suku bunga nominal di kedua negara bersangkutan direspon
cepat oleh kurs, sehingga paritas tingkat suku bunga ditetapkan sebesar Rp9.290 (1/kurs rupiah
paritas tingkat bunga) agar suku bunga nominal tidak melebihi kurs paritas. Perubahan dan
perilaku ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Krugman dan Obstfeld bahwa untuk
mempertahankan kondisi CIP, kurs spot dan kurs forward dalam simpanan-simpanan yang
berjangka waktu sama harus bergerak seimbang. Menurutnya, konsep CIP ini telah mampu
menjelaskan kedekatan arah pergerakan kurs spot dan kurs forward untuk mata uang-mata uang
Lampiran :
https://bit.ly/DataPerhitunganFisherEffectdanCIP
DAFTAR PUSTAKA
Barone, Adam. 2022. Introduction to The International Fisher Effect. Diakses pada 8 Juni 2023
di https://www.investopedia.com/articles/economics/10/international-fisher-effect.asp.
Kardoto, Hadi., Mudrajad Kuncoro. (2002). Analisis Kurs Valas Dengan Pendekatan
BPFE-Yogyakarta.
Syafrudin. (1994). Analisis Paritas Suku Bunga, Studi Kasus Di Indonesia: 1978.I - 1991.IV.