Anda di halaman 1dari 4

Sapto Dwi Nurdyanto

Ijin memberikan tanggapan Diskusi

1. Jelaskan bagaimana Anda memahami konsep paritas suku bunga dan paritas daya beli.

Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory)


Salah satu teori yang menjelaskan hubungan antara tingkat harga atau inflasi dengan
pergerakan nilai tukar adalah teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity Theory). Teori
paritas daya beli ini merupakan salah satu teori yang paling sering dikatakan bahwa nilai tukar
antara dua negara seharusnya sama dengan rasio dari tingkat harga di kedua negara tersebut.
Sehingga jatuhnya daya beli domestik pada suatu mata uang (meningkatnya tingkat harga
domestik atau meningkatnya inflasi) akan diikuti oleh depresiasi pada mata uang negara
tersebut di pasar uang luar negeri. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya yaitu daya beli
domestik mengalami kenaikan (tingkat inflasi turun/terjadi deflasi) maka akan diikuti pula oleh
apresiasi pada mata uangnya.
Teori PPP ini terbagi menjadi dua yaitu versi absolut dan versi relatif. Teori PPP versi
absolut sering dikaitkan dengan teori Law of One Price walaupun sebenarnya ada perbedaan
antara keduanya. Teori Law of One Price lebih diterapkan pada satu jenis barang saja
sedangkan teori PPP diterapkan pada tingkat harga secara keseluruhan yaitu dengan
menggunakan sekeranjang barang dan jasa. Sementara versi relatif dari teori PPP muncul
karena banyaknya kelemahan dalam versi absolut yaitu berupa asumsiasumsi yang tidak
realistis yaitu tidak adanya biaya transportasi dan bebas dari hambatan perdagangan. Dalam
kenyataannya, biaya transportasi maupun hambatan perdagangan tidaklah dapat diabaikan .
Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan
valuta asing. Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi
perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat, suku bunga,
kontrol pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau perkiraan masyarakat mengenai
kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan datang juga turut mempengaruhi perubahan
dalam nilai tukar mata uang (Madura, 1997:108- 114).
Paritas Suku Bunga (Interest Rate Parity)
Konsep lain menjelaskan perilaku kurs adalah melalui konsep paritas suku bunga
(Interest Rate Parity). Konsep ini pada pokoknya menyatakan, bahwa dalam sistem devisa
bebas, tingkat bunga di negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain,
setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang negara yang satu
terhadap negara yang lain (Karagöz & Saraç,2016)
Konsep paritas suku bunga sangat penting karena konsep tersebut menghubungkan
variabel kurs dan suku bunga yang fluktuasinya dapat mempengaruhi perekonomian. (Jiang et
al., 2013).Fluktuasi kurs dan suku bunga dapat mempengaruhi aliran modal di suatu negara.
Ide dasarnya adalah bahwa dengan memperhatikan tingkat depresiasi nilai mata uang domestik
terhadap mata uang luar negeri dan selama suku bunga domestik lebih besar dari suku bunga
luar negeri, maka tidak akan terjadi pelarian modal ke luar negeri. Sebaliknya, pelarian modal
ke luar negeri akan terjadi bila suku bunga domestik lebih kecil dari suku bunga luar negeri.
Paritas Suku Bunga Tertutup, paritas suku bunga tertutup menunjukkan hubungan
antara kurs spot, kurs forward, dan suku bunga. Para pelaku di pasar valuta asing berusaha
untuk memperoleh keuntungan karena adanya perubahan kurs dengan memperhitungkan
pergerakan suku bunga dari simpanan matauang yang satu dengan yang lain.
Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup, Suatu bentuk paritas suku bunga yang lebih kuat
ditunjukkan oleh kondisi paritas suku Bunga tidak tertutup (Baillie dan McMahon, 1989, hal.
163). Konsep Ini menjelaskan bahwa nilai tukar kedepannya akan ditentukan oleh besaran
perbedaan suku bunga antar negara mata uang yang diperbandingkan. Hubungan – hubungan
yang terjadi dalam paritas suku bunga tidak tertutup, secara implisit mengasumsikan pasar
valuta asing yang efesien di mana kurs forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai
kurs spot yang akan terjadi masa yang akan datang, di mana kepastian tentang hubungan antara
kurs spot dengan kurs forward tersebut erat kaitannya dengan konsep efesiensi pasar valuta
asing.

2. Bagaimana implikasi adanya paritas (disparitas) suku bunga dan daya beli terhadap
keputusan manajer keuangan perusahaan multinasional?

Teori paritas daya beli (purchasing power parity-PPP) menyatakan bahwa keseimbangan
kurs akan menyesuaikan dengan besaran perbedaan tingkat inflasi diantara dua Negara. Teori
paritas daya beli menerangkan hubungan sempurna antara tingkat inflasi relative diantara dua
Negara dengan kurs mereka. Bentuk relative PPP mempertimbangkan kemungkinan pasar
yang tidak sempurna seperti biaya transportasi, bea masuk, dan kuota. Versi ini menyatakan
bahwa karena adanya ketidaksempurnaan pasar, harga sejumlah produk pada Negara yang
berbeda tidak selalu sama jika diukur dalam mata uang yang sama.
Namun bentuk ini menyatakan bahwa tingkat perubahan harga barang kurang lebih akan
sama jika diukur dalam mata uang yang sama, selama biaya transportasi dan batasan
perdagangan lainnya tidak berubah. Jika dua Negara menghasilkan produk yang merupakan
substitusi satu sama lain, permintaan produk tersebut akan berubah saat terjadi perbedaan
tingkat inflasi. Jika Inflasi mata uang asal (Ih) lebih besar dari inflasi mata uang asing (If) dan
nilai tukar mata uang kedua Negara tersebut tidak berubah, maka daya beli konsumen atas
barang asing lebih besar dibandingkan daya beli atas barang lokal.
Pada kasus ini tidak terjadi PPP. Jika Inflasi mata uang asal (Ih) lebih kecil dari inflasi
mata uang asing (If) dan nilai tukar mata uang kedua Negara tersebut tidak berubah, maka daya
beli konsumen atas produk local lebih besar dibandingkan daya beli atas produk asing. Pada
kasus ini juga tidak terjadi PPP. Teori PPP menyatakan bahwa nilai tukar tidak tetap tetapi
akan berubah untuk mempertahankan paritas daya beli.
Paritas daya beli dapat diuji dengan menilai kurs “riil” diantara dua mata uang sepanjang
waktu. Kurs riil merupakan kurs nilai tukar aktual setelah disesuaikan dengan dampak inflasi
pada dua negara bersangkutan. Kurs tidak akan mendekati tingkat rata-rata tertentu dan
karenanya tidak dapat dianggap konstan pada jangka panjang. Berdasarkan kondisi ini,
gagasan PPP tidak berlaku karena pergerakan kurs riil bukan merupakan penyimpangan
sementara dari suatu nilai keseimbangan.
Teori dampak fisher internasional (international fisher effect-IFE) ini menggunakan
tingkat suku bunga sebagai pengganti perbedaan inflasi, untuk menjelaskan mengapa kurs
berubah sepanjang waktu, namun teori ini sangat terkait dengan teori PPP karena suku bunga
sering kali sangat terkait dengan tingkat inflasi. Menurut dampak fisher, tingkat suku bunga
bebas risiko nominal mencakup tingkat pengembalian riil dan taksiran inflasi. Jika investor
dari seluruh negara menginginkan pengembalian yang sama, perbedaan tingkat suku bunga
antar negara mungkin merupakan akibat dari perbedaan taksiran inflasi.
Teori PPP menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar disebabkan oleh perbedaan tingkat
inflasi. Jika suku bunga riil antar negara sama, maka perbedaan suku bunga nominal
diakibatkan oleh perbedaan taksiran inflasi.
Teori IFE menyatakan bahwa mata uang asing dengan suku bunga yang relatif tinggi
akan terdepresiasi karena suku bunga nominal yang tinggi mencerminkan taksiran inflasi. Suku
bunga nominal juga turut membentuk risiko gagal bayar (default) atas investasi. Sedangkan
mata uang asing akan terapresiasi ketika suku bunga asing lebih kecil dibandingkan suku bunga
negara asal,
sehingga pengembalian atas sekuritas asing akan sama dengan pengembalian atas
sekuritas di negara asal. Karena IFE berdasarkan paritas daya beli, maka teori ini juga tidak
berlaku secara konsisten. Karena kurs dapat dipengaruhi oleh faktor faktor selain inflasi, maka
kurs tidak selalu berubah sesuai dengan perbedaan inflasi.
Teori IFE menyatakan bahwa seorang investor yang secara periodik berinvestasi pada
sekuritas berbasis bunga asing secara rata-rata akan memperoleh pengembalian yang sama
dengan investasi domestik. Artinya nilai tukar mata uang negara dengan suku bunga tinggi
akan terdepresiasi untuk mengompensasi keuntungan dari suku bunga yang diterima dari
investasi asing. Namun terdapat
bukti bahwa selama beberapa periode IFE tidak berlaku. Karenanya, investasi pada
sekuritas asing jangka pendek mungkin menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan investasi domestik. Namun jika suatu perusahaan berusaha untuk
memperoleh pengembalian yang lebih tinggi ini, perusahaan menanggung risiko bahwa mata
uang yang digunakan pada sekuritas
asing tersebut akan terdepresiasi terhadap mata uang asal investor selama periode
investasi. Pada kasus tersebut, sekuritas asing akan menghasilkan pengembalian yang lebih
rendah dibandingkan sekuritas domestik, meskipun sekuritas ini memiliki suku bunga yang
lebih tinggi.

Daftar Pustaka
Ivan Haryanto, D. W. (2000). Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan
Konsep Paritas Daya Beli. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 2, 14-28.

Robiatul Adhawiyah, M. I. (2018). PENGARUH PARITAS DAYA BELI, PARITAS SUKU


BUNGA TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DAN DOLLAR AMERIKA SERIKAT.
IQTISHODUNA Vol. 14 No. 1, 55-70.

Ivan Haryanto. Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan Konsep Paritas
Daya Beli. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 2, September 2000: 14 – 28.

Anda mungkin juga menyukai