Latar Belakang
Salah satu hal yang menandai pergerakan meluasnya globalisasi adalah semakin bebasnya pasar
dunia, hambatan perdagangan mulai berkurang dan semakin tidak berarti. Transaksi melewati batas
negara merupakan hal yang relatif mudah dan bukan hal yang luar biasa. Sehingga volume
perdagangan internasional pun semakin meningkat.
Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta asing.
Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi perubahan tersebut,
misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat, suku bunga, kontrol pemerintah atas
perekonomian, termasuk harapan atau perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi
perekonomian di masa yang akan dating juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai tukar
mata uang (Madura, 1997:108-114).
Lebih jauh, adanya perbedaan daya beli mata uang suatu negara dengan negara lainnya akan
memberikan kesempatan luas bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya,
yang dikenal dengan istilah international arbitrage. Pada prinsipnya para international arbitrageurs
berusaha “membeli komoditi dengan harga serendah mungkin untuk kemudian dijual dengan harga
setinggi mungkin,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang arbitrageurs akan
mengharapkan perbedaan nilai tukar antar mata uang tetap tinggi dan tidak stabil.
Akibat diatas mendorong adanya pemberlakuan hukum satu harga atau the law of one price dimana
perdagangan barang dan jasa, termasuk komoditi lainnya antar Negara haruslah memiliki biaya
transaksi yang sama nilainya di seluruh dunia. Oleh sebab itu, nilai tukar antara mata uang domestik
dan komoditi domestik haruslah sama dengan nilai tukar antara mata uang domestik dengan
komoditi luar negeri, dengan kata lain, satu unit mata uang dalam negeri seharusnya memiliki nilai
daya beli yang sama di seluruh dunia (Salvatore, 1997:44).
Menurut pengamatan para ahli dan praktisi, kurs valas selalu mengikuti suatu pola empiric tertentu.
Pola ini kemudian diformulasikan dalam hubungan ekonomi yang dikenal dengan nama international
parity condition (syarat-syarat paritas internasional). Seberapa besar variabel-variabel fundamental
ekonomi dalam mempengaruhi fluktuasi kurs valas akan dikaji dengan beberapa model kurs valas
dengan pendekatan moneter yang telah dipakai oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan
menggunakan teori-teori yang ada dalam international parity condition (syarat-syarat paritas
internasional) (Kuncoro, 1996:179).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat paritas internasional?
2. Teori-teori apa saja yang terdapat dalam syarat-syarat paritas intrnasional?
3. Bagaimana hubungan syarat-syarat paritas internasional dalam mempengaruhi kurs valas?
4. Bagaimana mekanisme syarat-syarat paritas internasional?
C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Pengertian syarat-syarat paritas internasional.
2. Teori-teori dalam syarat-syarat paritas internasional.
3. Mekanisme syarat-syarat paritas internasional.
D. Prosedur Makalah
Dalam memperoleh data yang diperlukan untuk penyusunan makalah ini penulis menggunakan
metode studi literature yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang
akan dikaji.
BAB II
SYARAT-SYARAT PARITAS INTERNASIONAL
A. Pengertian
Nilai tukar mata uang suatu negara akan berbeda dengan nilai mata uang asing lainnya ini
disebabkan oleh kondisi paritas (perbedaan daya beli) atau secara teori ekonomi, perubahan nilai
tukar, tingkat harga dan tingkat suku bunga dikaitkan dengan situasi makro negara tersebut hal ini
merupakan kondisi paritas internasional. Syarat-syarat paritas (parity condition) adalah kondisi-
kondisi yang mempengaruhi harga mata uang negara-negara. International parity condition (syarat-
syarat paritas internasional) merupakan suatu pola empirik yang mempengaruhi perubahan kurs
valas suatu negara yang diformulasikan dalam hubungan ekonomi (Kuncoro, 179:1996).
Faktor-faktor umum bagi syarat-syarat paritas adalah penyesuaian atas berbagai macam “harga”,
yaitu: suku bunga (harga dari mata uang domestik), kurs (harga valas) dan inflasi (indikator tingkat
harga umum di suatu negara). Menurut teori moneter modern, inflasi merupakan akibat logis dari
ekspansi jumlah uang beredar yang melebihi pertumbuhan output riil, yang pada akhirnya
menurunkan daya beli uang (depresiasi mata uang domestik). Hubungan antara pertumbuhan
jumlah uang beredar, inflasi, suku bunga dan kurs valas didasari anggapan bahwa uang adalah
netral, artinya perubahan jumlah uang tidak mempunyai dampak terhadap variabel riil. Dengan
demikian, walaupun perubahan jumlah uang yang beredear akan mempengaruhi harga dan kurs,
namun perubahan tersebut tidak mempengaruhi tingkat pertukaran barang-barang domestik
dengan luar negeri maupun tingkat pertukaran barang saat ini dengan masa mendatang (Kuncoro,
181:1996).
3. Hipotesis Kurs Forward yang Tidak Bias (Unbiased Forward Rate Hypothesis/UFR)
Hipotesis Kurs Forward yang Tidak Bias (Unbiased Forward Rate Hypothesis/UFR) atau sering disebut
juga sebagai Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga digunakan
untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak tertutup, diasumsikan
pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai kurs spot
pada masa yang akan datang (Syafrudin, 1994:53).
Hipotesa kurs forward yang tidak bias (UFR) menekankan pentingnya menggunakan informasi kurs
forward seefektif mungkin untuk memprediksi kurs spot di masa yang akan datang. Asumsinya, para
pelaku ekonomi memiliki harapan yang rasional dan di pasar valas terdapat efisiensi waktu.
Hipotesis ini mengatakan bahwa harapan pasar terhadap variabel ekonomi fundamental yang
mempengaruhi kurs dicerminkan oleh kurs forward. Memang seringkali kurs forward memprediksi
kurs spot masa mendatang terlalu tinggi atau terlalu rendah, namun rata-rata kurs forward kurang
lebih sama dengan kurs spot masa mendatang. Oleh karena itu, kurs forward dipandang sebagai alat
prediksi bagi kurs spot masa mendatang, atau:
set+1 = ft atau set+1 – st = ft – st 2.5
di mana set+1 adalah harapan kurs spot masa mendatang; ft adalah kurs forward; stt+1 adalah kurs
spot saat ini; hurup kecil berarti dinyatakan dalam logaritma natural (Kuncoro, 1996:187-188).
Pada gambar diatas, yen diperkirakan menguat 4% terhadap dollar AS. Kurs spot sebesar ¥156/$
diprediksi berubah menjadi ¥150/$ dalam satu tahun mendatang dengan menggunakan PPP
(hubungan A), paritas Fisher internasional (hubungan C), dan kurs forward (hubungan E). Laju inflasi
diramalkan untuk Jepang sebesar 3% dan AS sebesar 7%, sehingga diperoleh angka ramalan ¥150/$
(PPP versi relatif). Bila perbedaan dalam suku bunga nominal digunakan (paritas Fisher interna