Anda di halaman 1dari 31

MODUL NILAI KURS

TEKNIK PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Modul ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Perdagangan Internasional
yang diampu oleh Ibu Endang Hatma Juniwati, SE., M.Si

Disusun oleh:
Denna Maulina Rahmatillah (205144038)
Sania Nisa Aryani (205144058)

Kelas : 4B Keuangan Syariah

JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2023
A. Pengertian Nilai Kurs

Secara umum, kurs adalah nilai atau harga mata uang sebuah negara yang
diukur dalam mata uang negara lain. Definisi yang lebih lengkap mengenai kurs
(Exchange Rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu
merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Berikut
beberapa definisi dari kurs menurut para ahli:
● Menurut ahli ekonomi Fabozzi dan Franco, pengertian kurs adalah jumlah satu
mata uang yang bisa ditukar per unit mata uang lain, atau harga satu mata
uang dalam mata uang lain.
● Sedangkan menurut Ekananda, pengertian kurs adalah harga mata uang suatu
negara relatif terhadap mata uang negara lain. Nilai mata uang punya peranan
penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs
memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke
dalam satu bahasa yang sama.
● Nilai tukar suatu mata uang atau kurs adalah nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap negara asing lainya (Thobarry, 2009).
● Abimanyu (2004) menjelaskan nilai tukar (kurs) adalah harga mata uang suatu
negara yang dapat berubah terhadap mata uang negara lain sesuai dengan
permintaan dan penawaran dari kedua mata uang tersebut.
● Menurut Salvator, kurs atau nilai tukar, juga disebut nilai tukar antara dua
mata uang di berbagai negara. Dengan kata lain, nilai tukar dapat diartikan
sebagai harga satu unit mata uang asing yang dinyatakan dalam mata uang
lokal.
● Menurut Mankiw Kurs adalah tingkat harga yang disepakati oleh penduduk
kedua negara untuk berdagang satu sama lain. Nilai tukar sering juga disebut
valuta asing. Ini adalah nilai tukar antara mata uang satu negara dengan negara
lain. Mankiw (2007) membedakan dua pengertian kurs, pertama adalah kurs
nominal yang diartikan sebagai nilai relatif dari dua mata uang antar negara.
Kedua adalah kurs riil yang dianggap sebagai harga barang-barang dari kedua
negara secara relatif
B. Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil

Nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate) (Mahyus Ekananda, 2015: 178).
● Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata
uang antara dua negara di pasar keuangan, dinyatakan dalam nilai mata uang
domestik per mata uang asing (misalnya, 1 USD= Rp. 9.800). Nilai tukar
nominal adalah, besar kecilnya nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran mata uang itu sendiri.
● Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari suatu barang di
antara dua negara. Nilai tukar riil menunjukan suatu nilai tukar barang di suatu
negara dengan negara lain (term of trade). Dengan kata lain nilai tukar riil
adalah daya beli mata uang kita di luar negeri.
Nilai tukar nominal menyatakan nilai tukar domestik per nilai tukar asing.
Nilai tukar nominal yang umum adalah nilali tukr bilateral di mana terdapat dua
negara, misal Rupiah per Dollar US. Sedangkan nilai tukar riil adalah nilai tukar
nominal yang telah disesuaikan dengan tingkat harga. Secara spesifik, hubungan
antara nilai tukar nominal dan nilai tukar riil dapat ditunjukkan secara matematika
dengan formula berikut ini (Batiz, International Finance and Open Ecomony
Macroeconomics, 1994, p.261):

Dimana er adalah nilai tukar riil, e


adalah nilai tukar nominal, P* adalah tingkat
harga luar negeri (inflasi), dan P adalah
tingkat harga dalam negeri (inflasi). Nilai
tukar riil dapat mengukur secara penuh daya
saing suatu negara karena ukuran daya saing
tidak hanya dari perubahan nilai tukar
nominal, tetapi juga berdasarkan perubahan
harga. Oleh karena itu, nilai tukar riil dapat
digunakan untuk menggambarkan
bagaimana produk domestik berkompetisi
dengan produk luar negeri dalam hal daya
saing harga.
Persamaan di atas mengimplikasikan bahwa apabila nilai tukar riil terapresiasi,
maka harga produk domestik relatif lebih mahal dan harga produk luar negeri menjadi
lebih murah. Sebaliknya, apabila nilai tukar riil terdepresiasi, maka harga produk
domestik menjadi lebih murah dan harga produk luar negeri menjadi lebih mahal. Hal
ini menjadikan nilai tukar riil sebagai tolok ukur daya saing produk ekspor suatu
negara dalam hal harga di pasar global.
Berikut contoh perhitungan nilai kurs riil, Indikator inflasi yang biasanya
digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Misalnya, jika pada 2010, IHK
Amerika Serikat dan Indonesia sama dengan 100, dan kursnya adalah Rp14.000/USD.
Empat tahun kemudian, kurs adalah Rp12.000/USD. Di Amerika Serikat, IHK telah
meningkat menjadi 110 sementara di Indonesia, IHK telah meningkat menjadi 112.
Dengan demikian, kita menghitung kurs riil sebagai:
12.000 x (110/112) = Rp11.786/USD.

Mengapa kurs riil rupiah lebih rendah daripada kurs nominal? Ini karena
inflasi Indonesia lebih tinggi daripada inflasi di Amerika Serikat

➢ Inflasi di Amerika Serikat = [(110/100)-1] * 100% = 10%


➢ Inflasi di Indonesia = [(112/100)-1] * 100% = 12%

Konsep kurs riil menjadi dasar untuk menghitung paritas daya beli (purchasing
power parity atau PPP). PPP menekankan bahwa kurs nominal akan menyesuaikan
untuk memastikan bahwa barang identik memiliki harga yang sama di berbagai
negara. Dengan demikian, variasi kurs tidak mendistorsi perbandingan.

C. Teori-Teori Nilai Kurs


Teori nilai tukar secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu teori nilai tukar
tradisional yang didasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli sekaligus
menjelaskan pergerakan nilai tukar dalam jangka panjang dan teori nilai tukar modern
yang memusatkan perhatian pada pasar modal dan dan arus permodalan internasional
dan juga menjelaskan gejolak nilai tukar dalam jangka pendek.
1. Teori Nilai Tukar (Kurs) Tradisional
Pendekatan teori nilai tukar (kurs) ini juga sering disebut dengan
pendekatan elastisitas dalam nilai tukar (kurs). Hal tersebut karena pendekatan
teori ini bertumpu pada arus perdagangan dan paritas daya beli dengan tujuan
mengetahui jalur aliran nilai tukar (kurs) untuk jangka panjang.
Model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang
dari dua negara ditentukan oleh besar-kecilnya perdagangan barang dan jasa
yang berlangsung di antara kedua negara tersebut. Menurut pendekatan ini
kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai ekspor dan
impor dari suatu negara. Jika impor negara tersebut lebih besar ketimbang
ekspornya (defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami
penurunan nilai mata uang (depresiasi). Depresiasi nilai tukar akan
mengurangi impor dan akan menaikkan tingkat ekspor sebagai pemulihan
neraca perdagangan. Karena kecepatan proses penyesuaian tersebut ditentukan
oleh seberapa responsif atau elastis ekspor dan impor terhadap perubahan
harga kurs, maka pendekatan ini juga dikatakan sebagai pendekatan elastisitas
(elasticity approach).
a. Pendekatan Teori Nilai Tukar (Kurs) Tradisional secara Absolut
Menjabarkan rumus nilai tukar (kurs) antara dua mata uang dengan
rasio dari tingkat harga umum dua negara terkait. Sehingga
menciptakan rumus:
Exy = Px/Py

Exy : Nilai tukar antara mata uang negara X dengan negara Y


Px : TIngkat harga umum di Negara X
Py : Tingkat harga umum di Negara Y

b. Pendekatan Teori Nilai Tukar (Kurs) Tradisional secara Relatif


Menjabarkan rumus nilai tukar (kurs) dengan perbandingan perubahan
tingkat harga dua negara terkait. Sehingga menciptakan rumus:
Exy1 =[(Px1/Px0)/(Py1/Py0)] Exy0

Exy1 : Perubahan Nilai tukar antara mata uang negara X dengan


negara Y pada periode 1
Px1 : Tingkat nilai tukar negara X pada periode 1
Px0 : Tingkat nilai tukar negara X pada Periode dasar
Py1 : Tingkat nilai tukar negara Y pada periode 1
Py0 : Tingkat nilai tukar negara Y pada Periode dasar
Exy0 : Perubahan nilai tukar antara mata uang negara X dengan negara
Y pada periode dasar.

2. Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity Teori, PPP) untuk
Menjelaskan Proses Pembentukan Kurs
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1556 oleh Martin De
Azpilcueta Navarro. Teori PPP didasarkan pada hukum satu harga (one law
price) yang menyatakan bahwa nilai tukar mata uang pada mata uang lain
didasarkan pada tingkat harga pada kedua negara tersebut. Misalnya di
Indonesia harga 5 kg beras Rp 18.000 sedangkan di Amerika harga 5 kg beras
U$D 2, artinya 2 dolar sama dengan 18.000 rupiah. Oleh karena itu, kurs
antara Indonesia (rupiah) dengan Amerika (U$D) apabila disesuaikan dengan
daya beli adalah Rp 9.000 per satu dolar. Teori ini terdapat dua versi yaitu
versi absolut dan versi relatif.
a. Versi Absolut
Dalam versi absolut menganggap U$D 1 sama dengan Rp 9.000. Jika
pemerintah menetapkan kurs sebesar Rp7000 per U$D, maka nilai
rupiah dikatakan overvaluation dan dolar dikatakan undervaluation.
Sebaliknya jika pemerintah menetapkan kurs sebesar Rp10.000 per
U$D, maka nilai rupiah dikatakan undervaluation dan dolar
overvaluation. Karena dalam versi absolut teori PPP ini dilihat kurang
realistis, maka muncul versi lain untuk menjelaskan teori PPP dengan
memperhitungkan biaya transport, tarif dan kuota barang yang disebut
sebagai versi relatif.
b. Versi relatif
Dalam versi relatif menganggap kedua barang tersebut tidaklah
realistis apabila hanya disesuaikan pada satu harga, karena pada
kenyataannya barang tersebut apabila dikirim ke negara yang berbeda
mempunyai biaya (transport, tarif dan kuota) dan biaya tersebut
berbeda-beda pada setiap negara. Versi relatif kemudian
memperhitungkan biaya tersebut selain dari pada penyesuaian dalam
hukum satu harga.

3. Pendekatan Moneter Terhadap Pembentukan Kurs dan Lonjakan Kurs

Pendekatan teori nilai tukar (kurs) ini menjelaskan perubahan yang terjadi
pada nilai tukar (kurs) didasarkan pada arus modal dan pasar modal dengan
tujuan menganalisis aliran nilai tukar (kurs) untuk jangka pendek yang bersifat
tidak terprediksi.

Pendekatan moneter (monetary approach) mempostulasikan atau menyatakan


bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok atau
total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing negara.
Penawaran di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau diciptakan
secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang bersangkutan.
Namun sebaliknya, permintaan uang akan sangat ditentukan oleh tingkat
pendapatan riil oleh negara tersebut, atau tingkat harga-harga umum yang
berlaku serta suku bunga. Sehingga menciptakan rumus:

Exy = Px/Py = (Msx/Msy) x [L(Ry, Yy)/Rx, Yx)]

Exy : Nilai tukar antara mata uang negara X dengan negara Y

Px : Tingkat harga umum di Negara X

Py : Tingkat harga umum di Negara Y

Msx : Tingkat penawaran negara X

Msy : Tingkat penawaran negara Y

L [(Ry, Yy)/(Rx, Yx)] : Tingkat permintaan negara X dan Y yang


menurunkan tingkat bunga ( R ) serta meningkatkan
output ( Y )

Pendekatan teori nilai tukar (kurs) ini menjelaskan perubahan yang terjadi
pada nilai tukar (kurs) didasarkan pada arus modal dan pasar modal dengan
tujuan menganalisis aliran nilai tukar (kurs) untuk jangka pendek yang bersifat
tidak terprediksi.
4. Pendekatan Keseimbangan Portofolio Terhadap Pembentukan Kurs

Perbedaan lain dari keseimbangan portofolio ini adalah penekanan bahwa kurs
sesungguhnya terbentuk dalam proses penyamaan dan penyeimbang stok atau
total permintaan dan total penawaran aset-aset finansial seperti saham dan
obligasi dalam setiap negara.

D. Sistem Nilai Kurs


Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di
perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)
Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya
stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal
dua macam kurs mengambang, yaitu:
a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di
dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas
moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan
karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual Valas untuk
mempengaruhi pergerakan kurs.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate)
Pada sistem ini, suatu Negara mengaitkan nilai mata uangnya dengan suatu
mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan
mata uang negara partner dagang yang utama menambatkan ke suatu mata
uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang
menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak
mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain
mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs)
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata
uangnya secara periodic dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu
pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara
dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama
dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari
kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang
tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies)
Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata
uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini
adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang
dimasukkan dalam keranjang umumnya ditentukan oleh peranannya dalam
membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi
bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi
sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang
yang berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate)
Suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan
menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam
jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau
diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

E. Perubahan Nilai Kurs


Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan
berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu
negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena
tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar
(market mechanism) dan umumnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa
terjadi karena empat hal, yaitu:

a. Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional


berbagai terhadap mata uang asing lainya, yang terjadi karena tarik
menariknya kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market
mechanism).
b. Appresiasi (appreciation), adalah peningkatan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik
menariknya kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market
mechanism).
c. Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap
berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara. Kondisi devaluasi bisa terjadi karena adanya
kebijakan moneter yang menetapkan satu patokan kurs terhadap mata uang
asing. Pada dasarnya, kebijakan devaluasi adalah sebagai langkah untuk
memperbaiki keadaan ekonomi yang ada di suatu negara. Kebijakan devaluasi
biasanya akan dilakukan untuk bisa merespon kondisi ekonomi yang memang
sudah memberikan negara sehingga diperlukan suatu penyesuaian dengan
devaluasi. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, devaluasi
merupakan penurunan nilai mata uang lokal yang dilakukan dengan sengaja
terhadap mata uang asing maupun emas. Adanya devaluasi bertujuan untuk
memperbaiki kondisi ekonomi yang ada di suatu negara
d. Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara. Selain itu, pendapat lain menyatakan jika revaluasi
adalah kebijakan penyesuaian nilai mata uang ke arah atas secara resmi pada
suatu negara terhadap baseline yang dipilih. Di mana baseline tersebut bisa
memiliki cakupan pada tingkat upah, harga emas maupun mata uang asing.
Kebijakan revaluasi bisa dikeluarkan pemerintah dengan tujuan untuk
memperbaiki kondisi ekonomi suatu negara. Dengan begitu, bisa juga
diartikan adanya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga
nilai mata uang dalam negeri agar tetap stabil.

F. Kurva Permintaan dan Penawaran Kurs


Kurva permintaan dan penawaran kurs (exchange rate) digunakan untuk
menjelaskan bagaimana harga mata uang asing (kurs) ditentukan di pasar valuta asing.
Kurva permintaan menggambarkan seberapa banyak mata uang asing yang ingin
dibeli oleh pelaku pasar pada berbagai tingkat harga (kurs), sementara kurva
penawaran menggambarkan seberapa banyak mata uang asing yang ditawarkan untuk
dijual pada tingkat harga yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang
kedua kurva ini:
Kurva permintaan kurs adalah grafik yang menunjukkan jumlah mata uang
asing yang akan dibeli oleh pelaku pasar pada berbagai tingkat harga (kurs). Beberapa
faktor yang memengaruhi kurva permintaan kurs meliputi:

a. Harga mata uang asing: Semakin rendah harga mata uang asing, semakin
tinggi permintaan akan mata uang tersebut, karena menjadi lebih murah bagi
pelaku pasar untuk membeli mata uang asing dan melakukan perdagangan
internasional.
b. Faktor ekonomi dan politik: Perkembangan ekonomi, kondisi politik, dan
stabilitas suatu negara dapat memengaruhi permintaan mata uangnya. Negara
yang memiliki kondisi ekonomi yang kuat dan politik yang stabil cenderung
memiliki permintaan yang lebih tinggi terhadap mata uangnya.
c. Suku bunga: Tingkat suku bunga nasional dapat memengaruhi permintaan
mata uang. Tingkat suku bunga yang lebih tinggi di suatu negara cenderung
menarik investor asing yang ingin mendapatkan keuntungan dari bunga yang
lebih tinggi.

Kurva permintaan nilai tukar mata uang menggambarkan hubungan antara


jumlah mata uang yang diminta oleh pelaku pasar (misalnya, importir, investor asing,
turis) dan nilai tukar mata uang tersebut. Kurva permintaan ini didasarkan pada
prinsip hukum permintaan, yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu
barang, semakin tinggi jumlah yang diminta. Dalam konteks nilai tukar mata uang,
"harga" merujuk pada nilai tukar mata uang tersebut.
Kurva penawaran kurs adalah grafik yang menunjukkan jumlah mata uang
asing yang akan ditawarkan untuk dijual oleh pelaku pasar pada berbagai tingkat
harga (kurs). Beberapa faktor yang mempengaruhi kurva penawaran kurs meliputi:

a. Harga mata uang asing: Semakin tinggi harga mata uang asing, semakin
banyak mata uang tersebut akan ditawarkan oleh pelaku pasar, karena mereka
dapat mendapatkan lebih banyak keuntungan dengan menjual mata uangnya
pada tingkat harga yang lebih tinggi.
b. Intervensi bank sentral: Bank sentral suatu negara dapat mempengaruhi kurva
penawaran kurs dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing. Jika bank
sentral membeli mata uang asing, ini akan meningkatkan penawaran kursnya,
sedangkan jika mereka menjual mata uang asing, ini akan mengurangi
penawaran kursnya.
c. Faktor eksternal: Peristiwa global, seperti krisis keuangan internasional atau
perubahan dalam perdagangan internasional, dapat memengaruhi penawaran
mata uang asing.

Keseimbangan antara kurva permintaan dan kurva penawaran kurs


menentukan harga atau kurs akhir yang diterima di pasar valuta asing. Di titik
keseimbangan ini, jumlah mata uang yang diminta sama dengan jumlah yang
ditawarkan, dan itulah kurs yang diperdagangkan di pasar. Perubahan dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran akan memindahkan
kurva-kurva ini dan mengubah harga atau kurs tukar mata uang.

G. Faktor Penyebab Perubahan Nilai Kurs

Naik turunnya kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa
dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah atau bisa juga dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran valuta asing. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi
nilai kurs:

1. Kegiatan Ekspor dan Impor

Meningkatnya impor oleh negara terhadap pelbagai barang dan jasa dari luar
negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar
transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya
permintaan terhadap valuta asing di pasar valuta asing. Meningkatnya impor,
juga memungkinkan tereduksinya kemampuan ekspor nasional negara yang
bersangkutan, sehingga akan mengurangi supply terhadap valuta asing di
dalam negerinya.

2. Tingkat Suku Bunga

Jika suatu negara memiliki tingkat suku bunga yang tinggi, maka investasi di
negara tersebut akan lebih menarik. Hal ini dapat meningkatkan permintaan
terhadap mata uang negara tersebut dan meningkatkan nilai kurs. Sebaliknya,
jika suatu negara memiliki tingkat suku bunga yang rendah, maka investasi di
negara tersebut akan kurang menarik dan dapat menurunkan permintaan
terhadap mata uang negara tersebut. Sehingga, nilai kurs akan turun.

3. Tingkat Inflasi

Dasar hukum ekonomi mengatakan bahwa harga yang naik akan membuat
permintaan yang menurun, dan ketika harga turun maka permintaan akan naik.
Apabila tingkat inflasi pada suatu negara tinggi, maka nilai mata uang lokal
akan rendah, pun sebaliknya. Hal tersebut akan mengakibatkan kecenderungan
untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang lokal. Menurut teori (purchasing
power parity theory / PPP theory), jika tingkat inflasi domestik lebih tinggi
dari tingkat inflasi negara asing, maka nilai mata uang domestik mengalami
depresiasi, sedangkan mata uang asing terapresiasi. (Atmadja, 2002:71)

4. Jumlah Uang Beredar

Dalam pendekatan moneter, yang mendasarkan pada pengembangan konsep


teori kuantitas uang, jumlah uang beredar (money supply) memegang peran
penting dalam perekonomian suatu negara. Berlebihannya jumlah beredar
dalam perekonomian suatu negara akan dapat memberikan tekanan pada nilai
tukar mata uangnya terhadap mata uang asing. (Atmadja, 2002:71)

5. Neraca Pembayaran

Perdagangan internasional membutuhkan pembayaran, pembayaran ini


melibatkan pertukaran mata uang. Oleh karena itu, neraca perdagangan
mempengaruhi nilai tukar mata uang domestik. Jika ekspor melebihi impor
(surplus perdagangan), permintaan untuk mata uang domestik meningkat.
Akibatnya, mata uang domestik terapresiasi. Sebaliknya, ketika ekonomi
domestik mengalami defisit perdagangan (impor melebihi ekspor), nilai tukar
akan cenderung terdepresiasi. Defisit berarti bahwa negara membutuhkan
lebih banyak mata uang asing untuk membayar barang impor daripada yang
dikumpulkan dari ekspor.

Pertanyaannya adalah apakah nilai tukar mempengaruhi neraca perdagangan,


atau apakah neraca perdagangan mempengaruhi nilai tukar? Ekonom
menjelaskannya melalui Kurva J.. Defisit perdagangan awalnya menyebabkan
depresiasi mata uang domestik karena impor lebih besar daripada ekspor.
Depresiasi akan berlanjut sampai barang dan jasa dalam negeri cukup murah
untuk orang asing, sehingga meningkatkan ekspor.
Ketika harga barang domestik menjadi lebih murah karena depresiasi, ekspor
akan meningkat. Sebaliknya, impor cenderung turun karena harga barang
asing menjadi lebih mahal. Jika ini terjadi, defisit perdagangan akan berkurang
dan mengarah pada surplus, sampai harga barang domestik menjadi lebih
mahal bagi orang asing. Hasil sebaliknya juga berlaku ketika ada surplus
perdagangan. Surplus pada akhirnya mengarah pada apresiasi, yang membuat
harga barang domestik lebih mahal dan harga barang impor lebih murah.
Apresiasi mengurangi surplus karena ekspor akan cenderung melemah, dan
impor cenderung meningkat. Akibatnya, nilai tukar pada akhirnya akan
mengarahkan neraca perdagangan suatu negara menuju keseimbangannya. Itu
akan terjadi hanya ketika nilai tukar bergerak bebas. Untuk alasan ini,
beberapa ekonom lebih menyukai nilai tukar fleksibel daripada nilai tukar
tetap.

6. Kebijakan Pemerintah

Beberapa kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi nilai kurs antara


lain:

a) Kebijakan moneter: Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank


sentral suatu negara dapat mempengaruhi nilai kurs. Misalnya, jika
bank sentral menaikkan suku bunga, maka hal ini dapat
meningkatkan permintaan terhadap mata uang negara tersebut dan
mempengaruhi nilai kurs

b) Kebijakan fiskal: Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah


suatu negara juga dapat mempengaruhi nilai kurs. Misalnya, jika
pemerintah menaikkan pajak ekspor, maka hal ini dapat
menurunkan permintaan terhadap mata uang negara tersebut dan
mempengaruhi nilai kurs

c) Intervensi pasar: Pemerintah suatu negara dapat melakukan


intervensi pasar dengan membeli atau menjual mata uang asing
untuk mempengaruhi nilai kurs. Misalnya, jika pemerintah ingin
menaikkan nilai kurs, maka pemerintah dapat membeli mata uang
asing dan menjual mata uang lokal

d) Kebijakan perdagangan: Kebijakan perdagangan yang dilakukan


oleh pemerintah suatu negara juga dapat mempengaruhi nilai kurs.
Misalnya, jika pemerintah membuka pasar untuk produk impor,
maka hal ini dapat menurunkan nilai kurs karena meningkatkan
penawaran mata uang lokal

H. Dampak Perubahan Nilai Kurs

Banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang aktif dalam melakukan


kegiatan ekspor dan impor saat menjalankan usahanya. Untuk melancarkan usaha
tersebut, maka diperlukan mata uang sebagai alat transaksi. Salah satu mata uang
yang digunakan di dunia internasional adalah mata uang Dollar Amerika. Oleh karena
itu, kestabilan nilai kurs dollar terhadap rupiah menjadi sangat penting bagi
perusahaan yang aktif dalam kegiatan ekspor dan impor tersebut.

Resiko yang diakibatkan oleh adanya perubahan nilai tukar pada mata uang
asing sendiri disebut dengan risiko nilai tukar atau risiko perubahan kurs. Jika terjadi
risiko perubahan kurs pada perusahaan yang bergerak di dunia Internasional maka
akan berdampak pada profitabilitas, arus kas bersih, dan nilai pasar perusahaan.
Dalam perdagangan internasional pertukaran barang dan jasa menyebabkan
pertukaran mata uang dengan mata uang lain dalam melakukan pembayaran saat
melakukan transaksi bisnis. Adanya perbedaan transaksi dengan mata uang dapat
menimbulkan risiko keuangan bagi perusahaan akibat adanya perubahan kurs mata
uang. Nilai mata uang yang ditunjukan dalam kurs mata uang dari waktu ke waktu
mengalami fluktuasi sehingga terjadi perubahan pada arus kas yang digunakan. Nilai
mata uang setiap negara yang selalu berfluktuasi satu sama lainnya menyebabkan
ketidakpastian bagi perusahaan yang terlibat dalam perdagangan internasional.
Fluktuasi nilai tukar berkaitan erat dalam perdagangan internasional karena nilai suatu
komoditi ekspor dinilai dengan satu satuan mata uang asing.

1. Dampak dari Penurunan Nilai Kurs

Dampak depresiasi nilai tukar tidak hanya dirasakan oleh individu yang
bepergian ke luar negeri, tetapi juga berpengaruh pada nilai ekspor dan impor
dalam perdagangan internasional. Depresiasi mata uang dapat memberikan
beberapa dampak bagi negara yang mengalaminya, antara lain:

a. Meningkatkan daya saing ekspor: penurunan nilai mata uang dapat


membuat produk ekspor menjadi lebih murah bagi negara lain, hal ini
akan memberikan dorongan peningkatan permintaan produk lokal oleh
para warga asing, sehingga bisa menaikkan kegiatan ekspor dalam
negeri.
b. Meningkatkan harga impor: penurunan nilai mata uang dapat membuat
harga impor menjadi lebih mahal, karena nilai tukar mata uang
domestik menurun terhadap mata uang asing. Sehingga kegiatan impor
akan berkurang dan diharapkan mampu mengubah pola pikir
masyarakat untuk menggunakan produk lokal dibandingkan dengan
menggunakan produk luar.
c. Meningkatkan inflasi: Jika depresiasi mata uang disertai dengan
tingkat inflasi yang tinggi, hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga
barang dan jasa di dalam negeri.
d. Meningkatkan beban utang: Jika suatu negara memiliki utang dalam
mata uang asing, depresiasi mata uang dapat meningkatkan beban
utang tersebut, karena nilai tukar mata uang domestik menurun
terhadap mata uang asing
e. Meningkatkan devisa negara: Ketika produk lokal mampu bersaing di
pasar internasional dan banyak dijadikan pilihan oleh warga asing,
maka kondisi tersebut menjadikan aktivitas ekspor dalam negeri
semakin meningkat. Di mana peningkatan aktivitas ekspor ini bisa
memberikan dampak positif suatu negara. Lalu, nantinya devisa dalam
negeri akan meningkat seiring bertambahnya aktivitas ekspor.

2. Dampak dari Peningkatan Nilai Kurs

a. Biaya ekspor yang lebih mahal: meningkatnya nilai tukar dapat


menyebabkan harga produk ekspor menjadi lebih mahal di pasar
internasional. Sehingga pihak luar negeri akan mengurangi jumlah
impor dari Indonesia. Dan hal ini menyebabkan pemasukan dalam
negeri dari perdagangan internasional cenderung menurun. Contohnya
seperti industri manufaktur, karena harga produk ekspor yang lebih
mahal maka kegiatan ekspor produk manufaktur berkurang. Hal ini
dapat menghambat pertumbuhan sektor tersebut dan berdampak pada
lapangan kerja.
b. Biaya impor yang lebih murah: Sebaliknya, meningkatnya nilai tukar
dapat membuat harga produk impor menjadi lebih murah. Hal ini dapat
menguntungkan perusahaan pengimpor barang dan meningkatkan daya
beli dalam negeri. Namun, biaya impor yang cenderung turun,
sehingga memungkinkan konsumen untuk membeli lebih banyak
barang dari luar negeri. Sehingga produk domestik menjadi kurang
diminati.
c. Peningkatan daya beli masyarakat: peningkatan nilai tukar dapat
menyebabkan harga produk luar negeri turun, sehingga masyarakat
dapat memanfaatkan momen ini untuk membeli barang. Hal ini dapat
mendorong konsumsi domestik dan pertumbuhan ekonomi.

I. Mitigasi Risiko Perubahan Nilai Kurs

Dari munculnya risiko perubahan kurs maka perusahaan harus mampu


menemukan solusi akibat dari adanya masalah tersebut. Berikut beberapa mitigasi
risiko yang bisa dilakukan oleh perusahaan yang terlibat dalam kegiatan perdagangan
internasional:

1. Kebijakan Pemerintah

Sebagai warga negara, Kita bisa mendorong pemerintah dan Bank


Indonesia untuk tetap waspada menjaga nilai rupiah terhadap dollar Amerika
serikat (AS), dengan sejumlah langkah langkah yang dilakukan agar nilai
rupiah tetap stabil menghadapi tekanan eksternal dan internal saat ini. Seperti
dengan meningkatkan volume intervensi di pasar valuta asing, dengan
membeli surat berharga di pasar sekunder. Berikut kebijakan yang telah
diambil Bank Indonesia untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar:

● BI akan meningkatkan intervensi strategis di pasar domestic non


deliverable forward (DNDF), pasar spot, serta pasar Surat Berharga
Negara (SBN). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan resiko fluktuasi
negatif harga Rupiah.
● BI juga akan menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta
asing bank umum konvensional dan syariah. Dari semula 8% menjadi
4%. Kebijakan ini mulai berlaku pada 16 Maret 2020. Penurunan rasio
GWM mata uang asing ini dipercaya akan meningkatkan likuiditas
valas di perbankan hingga US$3,2 miliar.
● BI juga akan menurunkan GMW rupiah sebesar 50 basis poin (bps)
yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan
pembiayaan ekspor impor. Dengan penurunan GWM rupiah ini,
diharapkan dapat memberikan stimulus kepada kegiatan ekspor impor
karena adanya pembiayaan yang lebih murah.
● BI akan memperluas jenis transaksi underlying bagi investor asing
sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka memberikan
perlindungan nilai atas kepemilikan rupiah. Para investor asing yang
ingin menjual SBN dalam rekening rupiah dapat digunakan kembali
dalam transaksi underlying pembelian DNDF.
● BI tegaskan investor global dapat menggunakan bank kustodi global
dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia
2. Instrumen Derivatif Lindung Nilai (Hedging)
Dengan adanya risiko fluktuasi nilai tukar, manajemen perusahaan
yang memiliki transaksi internasional berusaha untuk menghindari maupun
mengurangi kerugian dari fluktuasi nilai tukar tersebut. Adapun tindakan yang
dilakukan pihak manajemen salah satunya dengan melakukan teknik lindung
nilai atau disebut dengan hedging. Hedging berasal dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu “hedge” yang artinya pagar. Kata hedging ini telah menjadi
bagian dari perbendaharaan kata dalam manajemen keuangan terutama dalam
hal yang berkaitan dengan pembatasan dan pengendalian risiko keuangan.
Menurut Madura (2006) hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi sebuah perusahaan dari exposure nilai tukar. Exposure terhadap
fluktuasi nilai tukar adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi
oleh fluktuasi nilai tukar. lindung nilai atau hedging adalah cara, metode atau
pendekatan yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
valuta asing. Jadi, lindung nilai bermaksud untuk “memindahkan” risiko
dengan mengunci harga tertentu untuk transaksi di masa depan.

Aktivitas lindung nilai (hedging) dapat dilakukan dengan


menggunakan instrumen derivatif, derivatif merupakan kontrak perjanjian
antara dua pihak untuk menjual dan membeli sejumlah barang (baik
komoditas, maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang
dengan harga yang telah disepakati pada saat ini. Dalam pengertian yang lebih
khusus, derivatif merupakan kontrak finansial antara 2 (dua) atau lebih
pihak-pihak guna memenuhi janji untuk membeli atau menjual
assets/commodities yang dijadikan sebagai obyek yang diperdagangkan pada
waktu dan harga yang merupakan kesempatan bersama antara pihak penjual
dan pihak pembeli.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/10/PBI/2018,


sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah,
serta meningkatkan pelaksanaan transaksi lindung nilai bagi pelaku pasar,
diperlukan pengembangan pasar valuta asing domestik melalui pengayaan
instrumen lindung nilai. Pengayaan instrumen tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan alternatif lindung nilai di pasar valas domestik, yaitu dengan
memperbolehkan Bank untuk melakukan transaksi domestic non-deliverable
forward. Dengan adanya Transaksi Domestic Non-Deliverable Forward di
pasar valuta asing domestik, diharapkan dapat memberikan keyakinan
(confidence) bagi pelaku pasar, baik eksportir dan importir maupun investor
asing yang memiliki aset Rupiah, untuk melakukan lindung nilai atas risiko
nilai tukar. Selain itu, dengan kebijakan ini diharapkan juga dapat mengurangi
tekanan pada pasar spot. Untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian, seluruh
transaksi domestik Non Deliverable Forward ini wajib memiliki Underlying
Transaksi.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/19/PBI/2016, untuk


mencapai pasar keuangan yang likuid dan efisien salah satunya diperlukan
adanya upaya pengembangan pasar valuta asing domestik yang dilakukan
secara komprehensif dan menyeluruh. Upaya komprehensif dimaksud dapat
dilakukan melalui pengayaan variasi instrumen sehingga menjadi alternatif
bagi pelaku pasar dalam melakukan lindung nilai di pasar valuta asing
domestik, dalam rangka pengelolaan utang luar negeri korporasi non-bank.

J. Kurs Jual, Kurs Beli dan Kurs Tengah


Perbedaan antara kurs jual, kurs beli, dan kurs tengah terletak pada peran dan
fungsinya dalam pasar valuta asing:

a. Kurs Jual (Bid Rate):


Kurs jual adalah harga yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan
kepada pelanggan saat mereka ingin membeli mata uang asing. Ini adalah
harga di mana bank atau lembaga keuangan bersedia membeli mata uang dari
pelanggan atau investor. Kurs jual biasanya lebih rendah daripada kurs tengah
dan mencerminkan harga yang lebih rendah yang ditawarkan kepada
konsumen yang ingin menukarkan mata uang domestik mereka dengan mata
uang asing.
b. Kurs Beli (Ask Rate):
Kurs beli adalah harga yang ditawarkan oleh bank atau lembaga keuangan
kepada pelanggan saat mereka ingin menjual mata uang asing. Ini adalah
harga di mana bank atau lembaga keuangan bersedia membeli mata uang asing
dari pelanggan atau investor. Kurs beli biasanya lebih tinggi daripada kurs
tengah dan mencerminkan harga yang lebih tinggi yang diberikan kepada
konsumen yang ingin menukarkan mata uang asing mereka dengan mata uang
domestik.
c. Kurs Tengah (Mid Rate):
Kurs tengah adalah kurs referensi yang ditetapkan oleh bank sentral atau
lembaga keuangan nasional sebagai patokan untuk menentukan nilai tukar
resmi suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Ini adalah kurs yang
digunakan dalam perjanjian perdagangan internasional, penetapan kebijakan
ekonomi, dan penghitungan indeks mata uang. Kurs tengah adalah nilai
rata-rata antara kurs jual dan kurs beli. Karena itu, kurs tengah cenderung
berada di antara kurs jual dan kurs beli.

Perbedaan ini mencerminkan peran masing-masing kurs dalam transaksi mata


uang dan menunjukkan bagaimana bank atau lembaga keuangan menghasilkan
keuntungan dari perbedaan antara kurs jual dan kurs beli. Kurs tengah, di sisi lain,
digunakan sebagai acuan resmi untuk mengukur nilai tukar suatu mata uang dan
memiliki peran yang lebih penting dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan
internasional.

K. Transmisi Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter bank sentral berdampak pada berbagai aktivitas
perekonomian dan keuangan hingga akhirnya mencapai tujuan akhir yang telah
ditentukan, dan proses ini dikenal dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter
(Warjiyo, 2004). Tingkat inflasi yang rendah dan konsisten merupakan salah satu
upaya kebijakan moneter untuk menjaga dan menstabilkan stabilitas nilai tukar
Rupiah. Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI-7 Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) sebagai instrumen utama untuk mempengaruhi kegiatan
perekonomian dengan tujuan akhir untuk memenuhi sasaran inflasi guna mencapai
tujuan tersebut. Namun demikian, diperlukan waktu (time lag) dalam proses transmisi
kebijakan moneter untuk mencapai tujuan inflasi melalui berbagai jalur. Terdapat jeda
waktu yang berbeda untuk setiap saluran yang digunakan untuk menyampaikan
kebijakan moneter.
Pada umumnya bank akan menyesuaikan suku bunga perbankannya sebagai
respons terhadap perubahan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Namun reaksi
perbankan terhadap penurunan suku bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
akan lebih lambat jika bank memandang risiko perekonomian cukup signifikan.
Sebaliknya, penurunan suku bunga kredit dan peningkatan permintaan kredit tidak
serta merta dapat diimbangi dengan peningkatan penyaluran kredit jika bank
melakukan upaya gabungan untuk memperkuat permodalan. Dari sisi permintaan, jika
perekonomian diperkirakan melemah, penurunan suku bunga kredit perbankan belum
tentu dapat diimbangi dengan peningkatan permintaan konsumen terhadap kredit.

L. Penentuan Kurs Menggunakan Floating Exchange Rate dengan Fixed Exchange


Rate pada Pasar
Perbedaan utama antara floating exchange rate (kurs mengambang) dan fixed
exchange rate (kurs tetap) terletak pada cara nilai tukar mata uang ditentukan dan
diatur di pasar valuta asing:
a. Floating Exchange Rate
1) Penentuan nilai tukar pasar dalam sistem floating exchange rate, nilai
tukar mata uang ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan
dan penawaran di pasar valuta asing. Nilai tukar dapat berubah setiap
saat berdasarkan faktor-faktor seperti permintaan, penawaran, berita
ekonomi, dan peristiwa global.
2) Ketergantungan pada Pasar: Sistem ini sangat bergantung pada
kekuatan pasar valuta asing. Pemerintah dan bank sentral biasanya
memiliki sedikit campur tangan dalam menetapkan nilai tukar mata
uang, meskipun mereka dapat melakukan intervensi jika diperlukan
untuk menjaga stabilitas.
3) Volatilitas: Nilai tukar mata uang yang mengambang dapat sangat
fluktuatif. Ini berarti bahwa mata uang bisa mengalami perubahan nilai
yang signifikan dalam waktu singkat, tergantung pada faktor-faktor
pasar yang berubah-ubah.
4) Fleksibilitas: Sistem kurs mengambang memberikan fleksibilitas bagi
pasar untuk menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan kondisi ekonomi
dan keuangan yang berubah. Ini dapat membantu negara mengatasi
krisis ekonomi dan menjaga daya saing ekspor-impor.

b. Fixed Exchange Rate (Kurs Tetap):


1) Penentuan Nilai Tukar: Dalam sistem kurs tetap, nilai tukar mata uang
ditetapkan secara resmi oleh pemerintah atau bank sentral dan diikat
pada tingkat tetap terhadap mata uang lain atau aset tertentu, seperti
emas. Nilai tukar tidak dapat berfluktuasi secara bebas di pasar.
2) Intervensi Pemerintah: Pemerintah dan bank sentral bertanggung jawab
untuk menjaga nilai tukar tetap sesuai dengan tingkat yang telah
ditetapkan. Mereka dapat melakukan intervensi aktif di pasar valuta
asing dengan membeli atau menjual mata uang mereka sendiri untuk
menjaga nilai tukar tetap.
3) Stabilitas: Sistem kurs tetap biasanya memberikan stabilitas nilai tukar
dan mengurangi volatilitas. Ini bisa menguntungkan perdagangan
internasional dan investasi asing.
4) Keterbatasan Fleksibilitas: Kurs tetap seringkali membatasi
kemampuan negara untuk menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan
kondisi ekonomi. Hal ini dapat menyebabkan masalah jika ada
ketidakcocokan antara nilai tukar yang ditetapkan dan kondisi ekonomi
aktual.
Sistem kurs yang digunakan oleh suatu negara dapat memiliki dampak yang
signifikan pada ekonominya. Negara-negara dapat memilih untuk menggunakan salah
satu sistem ini atau mengadopsi campuran dari keduanya, yang dikenal sebagai sistem
kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate), di mana nilai tukar
dibiarkan berfluktuasi dalam kisaran tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah atau
bank sentral. Setiap sistem memiliki keuntungan dan risiko masing-masing, dan
pemilihan sistem kurs sangat tergantung pada tujuan ekonomi dan kebijakan
pemerintah.

M. Kebijakan Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Terhadap Kurs


Kebijakan Bank Indonesia (BI) terhadap penetapan kurs mata uang adalah
salah satu aspek penting dalam pengelolaan ekonomi Indonesia. Menurut pasal 7
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
tercantum dalam beberapa perubahan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan, tujuan utama
kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah untuk mencapai
stabilitas nilai Rupiah, menjaga stabilitas sistem pembayaran, dan berkontribusi dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan. Yang dimaksud dengan “stabilitas nilai Rupiah” adalah nilai tukar
dan stabilitas harga produk dan jasa.
Gagasan tentang nilai Rupiah yang stabil mencakup nilai tukar Rupiah yang
stabil dan harga produk dan jasa yang stabil. Secara umum, inflasi yang rendah dan
konsisten menjadi barometer stabilitas harga barang dan jasa. Sementara itu, nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain menjadi tolok ukur kestabilan nilai tukar
Rupiah. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sangat bergantung
pada kestabilan nilai Rupiah dalam hal inflasi yang rendah dan stabil serta kestabilan
nilai tukar Rupiah. Stabilitas nilai tukar rupiah sangat penting dan tidak terpisahkan
dari upaya mendorong tercapainya inflasi yang rendah dan stabil.
Sejak 1 Juli 2005, Bank Indonesia telah menggunakan kerangka kebijakan
moneter yang dikenal dengan Inflation Targeting Framework (ITF) untuk mencapai
tujuan tersebut. Tujuan utama dalam kerangka ini adalah untuk mengurangi inflasi.
Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneternya, Bank Indonesia terus
melakukan perbaikan. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan Bank Indonesia
menghadapi dinamika dan kesulitan yang ditimbulkan oleh perekonomian yang
berubah secara dinamis. Bank Indonesia, yang mengawasi kebijakan moneter di
Indonesia, berperan penting dalam menjaga nilai Rupiah dan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berikut adalah penjelasan tentang
kebijakan BI terhadap penetapan kurs mata uang:
1. Floating Exchange Rate System:
Pada tahun 1997, Indonesia beralih dari sistem nilai tukar tetap (fixed
exchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate).
Dalam sistem nilai tukar mengambang ini, kurs mata uang Rupiah (IDR)
ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran di pasar
valuta asing. BI tidak lagi menetapkan nilai tukar secara tetap terhadap mata
uang asing tertentu.
2. Intervensi Pasar Valuta Asing:
Meskipun mengadopsi sistem nilai tukar mengambang, BI tetap memiliki
kewenangan untuk melakukan intervensi dipasar valuta asing jika diperlukan.
Intervensi ini biasanya dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah
atau untuk mengendalikan volatilitas yang berlebihan. BI dapat membeli atau
menjual mata uang asing untuk mempengaruhi kurs Rupiah.
3. Stabilitas Ekonomi:
Salah satu tujuan utama BI dalam menetapkan kebijakan kurs mata uang
adalah menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Kebijakan ini termasuk dalam
upaya untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya saing ekspor-impor, dan
menjaga stabilitas sektor keuangan.
4. Penggunaan Cadangan Devisa:
BI menggunakan cadangan devisa sebagai alat untuk mendukung kebijakan
nilai tukar. Cadangan devisa yang mencukupi dapat digunakan untuk
memperkuat Rupiah dalam situasi volatilitas eksternal atau untuk membeli
mata uang asing jika diperlukan.
5. Keterbukaan dan Transparansi:
BI berusaha untuk menjaga keterbukaan dan transparansi dalam penetapan
kurs mata uang. Informasi tentang kurs Rupiah dan kebijakan terkait dapat
diakses oleh masyarakat dan pelaku pasar keuangan.
6. Evaluasi dan Penyesuaian:
BI secara teratur mengevaluasi kebijakan kurs mata uangnya dan dapat
melakukan penyesuaian jika diperlukan. Penyesuaian dapat dilakukan untuk
mengatasi perubahan dalam kondisi ekonomi dan keuangan global atau dalam
rangka mencapai tujuan kebijakan tertentu.
7. Keterkaitan dengan Kebijakan Moneter:
Kebijakan kurs mata uang seringkali terkait erat dengan kebijakan moneter BI.
Nilai tukar yang stabil dan dapat diprediksi penting dalam perencanaan
kebijakan moneter, termasuk pengendalian suku bunga.
Kebijakan BI terhadap penetapan kurs mata uang bertujuan untuk mencapai
stabilitas ekonomi, menjaga daya saing ekspor-impor, dan mengendalikan volatilitas
nilai tukar. Meskipun Indonesia telah beralih ke sistem nilai tukar mengambang, BI
tetap memiliki peran penting dalam memantau dan, jika perlu, mengintervensi pasar
valuta asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Keterbukaan, transparansi,
dan evaluasi terus-menerus adalah elemen kunci dari kebijakan ini.

N. Peran Kurs dalam Kegiatan Perekonomian


Kurs jual dan kurs beli memainkan peran penting dalam perdagangan
internasional. Kurs jual yang lebih tinggi dapat mendorong ekspor karena produk
domestik menjadi lebih murah bagi konsumen asing, sementara kurs beli yang lebih
rendah dapat mendorong impor. Ini mempengaruhi neraca perdagangan suatu negara
dan dapat memiliki dampak signifikan pada ekonomi nasional.
Kurs tengah, yang ditetapkan oleh bank sentral atau lembaga keuangan
nasional, memainkan peran penting dalam kebijakan ekonomi suatu negara. Bank
sentral dapat memanipulasi kurs tengah untuk mencapai berbagai tujuan, termasuk
mengendalikan inflasi, mengatur tingkat suku bunga, dan menjaga stabilitas ekonomi.
Keputusan terkait dengan kurs tengah juga dapat mempengaruhi daya saing ekspor
dan impor, serta arus modal internasional.
Kurs jual, kurs beli, dan kurs tengah adalah elemen penting dalam sistem
keuangan global yang memiliki dampak luas dalam ekonomi suatu negara.
Memahami konsep ini adalah kunci bagi pelaku pasar keuangan, pengambil
kebijakan, dan ekonom untuk mengelola risiko dan mengambil keputusan yang tepat
dalam lingkungan perdagangan mata uang yang kompleks dan dinamis. Melalui
analisis yang mendalam tentang kurs ini, kita dapat memahami lebih baik bagaimana
mereka mempengaruhi ekonomi global dan bagaimana mereka dapat digunakan untuk
mencapai tujuan ekonomi dan keuangan tertentu.

O. Sebab Akibat dari Fluktuatifnya Nilai Tukar Dollar Amerika


Nilai kurs dollar (atau kurs mata uang asing lainnya) dapat berubah dengan cepat dan
sering karena berbagai faktor yang mempengaruhi pasar valuta asing. Setelah krisis
keuangan AS tahun 2008, pemerintah AS mulai menerapkan sejumlah langkah
ekonomi untuk memperkuat perekonomiannya. Sejak tahun 2013, pemerintah AS
telah menerapkan strategi tapering off, yang mencakup kenaikan suku bunga di
negara tersebut. Kebijakan ini memperkuat nilai dolar dan mengurangi pasokan dalam
skala dunia. - Ada perang dagang antara AS dan Tiongkok. AS, yang memiliki
perekonomian terbesar di dunia dan berdagang dengan hampir semua negara,
menjadikan Tiongkok sebagai mitra dagang terbesarnya.
Mengingat Amerika Serikat dan Tiongkok merupakan dua negara dengan
perekonomian terbesar di dunia, sejumlah peristiwa yang terjadi selama Perang
Dagang tidak hanya berdampak pada kedua negara tersebut namun juga
negara-negara lain di seluruh dunia. Selain itu, bank sentral AS menaikkan suku
bunga beberapa kali setiap tahunnya untuk memerangi inflasi nasional, meskipun hal
ini meningkatkan biaya peminjaman uang. karena IMF—sebuah organisasi berbasis di
AS yang menawarkan bantuan keuangan dan menggunakan nilai mata uang
AS—terkena dampaknya.

Beberapa alasan utama mengapa nilai kurs dolar dapat berfluktuasi dengan cepat
termasuk:
a. Permintaan dan Penawaran: Pasar valuta asing adalah pasar yang sangat
likuid, di mana mata uang diperdagangkan dalam jumlah besar setiap hari.
Perubahan dalam permintaan dan penawaran mata uang secara instan
mempengaruhi nilai tukar. Jika banyak pelaku pasar ingin membeli dolar
Amerika Serikat (USD), maka nilai dolar dapat meningkat karena permintaan
yang tinggi.
b. Berita Ekonomi dan Politik: Berita ekonomi, politik, dan peristiwa global
dapat memiliki dampak signifikan pada nilai tukar dolar dan mata uang
lainnya. Misalnya, pengumuman data ekonomi seperti angka lapangan kerja,
pertumbuhan ekonomi, atau inflasi bisa menyebabkan perubahan besar dalam
nilai tukar. Peristiwa politik, seperti pemilihan umum atau kebijakan
pemerintah yang baru, juga dapat memengaruhi nilai tukar mata uang.
c. Intervensi Bank Sentral: Bank sentral negara-negara tertentu memiliki
kebijakan untuk campur tangan di pasar valuta asing untuk menjaga stabilitas
mata uang mereka. Intervensi ini dapat melibatkan pembelian atau penjualan
mata uang mereka sendiri, yang secara langsung memengaruhi nilai tukar.
Bank sentral sering kali melakukan intervensi jika mereka percaya nilai tukar
mata uangnya terlalu kuat atau terlalu lemah.
d. Fluktuasi Harga Komoditas: Negara-negara yang memiliki ekonomi yang
sangat tergantung pada ekspor komoditas, seperti minyak atau logam, dapat
mengalami fluktuasi nilai tukar yang signifikan ketika harga komoditas
berubah. Ini karena perubahan harga komoditas memengaruhi pendapatan
ekspor mereka dan oleh karena itu permintaan terhadap mata uang mereka.
e. Spekulasi dan Perdagangan Berita: Banyak pelaku pasar valuta asing,
termasuk spekulan dan trader, mencoba memanfaatkan fluktuasi nilai tukar
dengan melakukan perdagangan berdasarkan ekspektasi pergerakan harga di
masa depan. Berita dan rumor tentang pergerakan mata uang tertentu dapat
memicu aksi spekulatif yang dapat memengaruhi nilai tukar.
f. Algoritma Perdagangan Otomatis: Perdagangan valuta asing semakin dikuasai
oleh algoritma perdagangan otomatis yang dapat melakukan transaksi dalam
hitungan detik berdasarkan parameter yang telah diprogramkan. Ini dapat
mempercepat perubahan nilai tukar dalam hitungan detik.
g. Liquidity Provider: Penyedia likuiditas seperti bank besar dan lembaga
keuangan dapat memberikan likuiditas di pasar valuta asing, tetapi mereka
juga dapat menarik likuiditas mereka dengan cepat jika terjadi gejolak yang
signifikan di pasar.
Kombinasi dari faktor-faktor di atas menjadikan pasar valuta asing sangat
dinamis dan cenderung berubah dengan cepat. Hal ini membuatnya menjadi salah satu
pasar keuangan yang paling volatil di dunia. Trader dan investor di pasar valuta asing
harus memahami dan memantau berbagai faktor ini untuk membuat keputusan yang
cerdas dalam perdagangan mata uang.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/default.aspx
https://www.bi.go.id/id/statistik/informasi-kurs/transaksi-bi/default.aspx
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10459
https://ipief.umy.ac.id/wp-content/uploads/2020/02/6.-Kebijakan-Moneter-di-Indonesia-1.pdf
https://datacenter.ortax.org/ortax/kursbi/list
https://cerdasco.com/nilai-tukar/
https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126929-6721-Faktor-faktor%20yang-Literatur.pdf
https://123dok.com/article/teori-teori-nilai-tukar-nilai-exchange-pengertian-pengertia.dzxe4o
dq

https://haloedukasi.com/nilai-tukar#Teori_dalam_Nilai_Tukar_Kurs

https://www.kompasiana.com/adelliacindra8924/5fcffca9d541df7637360e23/opini-risiko-per
ubahan-kurs

https://www.kajianpustaka.com/2017/09/jenis-sistem-faktor-penyebab-perubahan-kurs.html

Anda mungkin juga menyukai