Anda di halaman 1dari 30

BAB IV

TEORI PERILAKU KONSUMEN

Teori perilaku (behaviour) konsumen, yang biasanya hanya disingkat teori


konsumen mencoba menerangkan perilaku konsumen dalam membelanjakan
pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, yang dapat berupa
barang-barang konsumsi ataupun jasa-jasa konsumsi. Kesimpulan-kesimpulan yang
dapat dihasilkan oleh teori konsumen antara lain ialah bagaimana reaksi konsumen
dalam kesediaannya membeli suatu barang; terhadap berubahnya harga barang yang
bersangkutan, terhadap berubahnya cita rasa yang dimilikinya. Dengan demikian
jelaslah kiranya bahwa teori konsumen tersebut merupakan dasar teoritik kurva
permintaan akan barang-barang dan jasa-jasa konsumsi.
Fungsi utama daripada barang-barang dan jasa–jasa konsumsi ialah memenuhi
kebutuhan langsung pemakainya. Pemakai barang-barang dan jasa-jasa konsumsi
pada umumnya adalah rumah-rumah tangga keluarga. Dalam kedudukannya sebagai
pemakai barang-barang dan jasa-jasa konsumsi mereka disebut konsumen.
Terpenuhinya kebutuhan seorang konsumen menimbulkan kepuasan bagi
konsumen tersebut. Dengan demikian kiranya, muda difahami mengapa para pemikir
ekonomi mengatakan bahwa konsumsi barang-barang dan jasa-jasa menghasilkan
kepuasan atau satisfaction, yang sering Pula disebut guna atau utility.

4.1 Asumsi Teori Konsumen

Seperti telah diuraikan sebelumnya teori-teori ekonomi didasarkan kepada


asumsi-asumsi tertentu. Demikian pula halnya dengan teori konsumen, juga
didasarkan kepada asumsi-asumsi umum, yaitu :
a) Asumsi rasionalitas ;
Konsumen senantiasa berusaha menggunakan pendapatan, yang jumlahnya
terbatas untuk memperoleh kombinasi barang-barang dan jasa-jasa konsumsi yang
menurut perkiraanya akan mendatangkan kepuasan maksimum.

38
b) Asumsi perfect knowledge ;
Konsumen mempunyai pengetahuan yang sempurna atau perfect knowledge,
khususnya pengetahuan mengenai macam barang-barang dan jasa-jasa konsumsi
yang tersedia di pasar, harga daripada masing-masing barang-barang dan jasa-jasa
tersebut, besarnya pendapatan yang ia peroleh, dan juga cita rasa yang ia miliki.

4.2. Pendekatan Teori Konsumen

Teori konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu; 1). Pendekatan


Kardinal atau Pendekatan fungsi Kegunaan (The Utility Approach) dan 2).
Pendekatan Ordinal atau Pendekatan Kurva Indiferen (Indeference Curve Approach).

4.2.1 Pendekatan Kardinal


Pendekatan kardinal menggunakan asumsi bahwa guna atau kepuasan
seseorang tidak hanya dapat diperbandingkan, akan tetapi juga dapat diukur. Oleh
karena menurut kenyataan kepuasan seseorang tidak dapat diukur maka asumsi
tersebut dengan sendirinya dapat dikatakan tidak realistik. Inilah yang biasanya
ditonjolkan sebagai kelemahan daripada teori konsumen yang menggunakan
pendekatan guna kardinal, yang terkenal pula dengan sebutan teori konsumen dengan
pendek atan guna marginal klasik atau classical marginal utility approach.

a. Asumsi
Disamping berlakunya asumsi umum dalam teori konsumen, secara
khusus pendekatan kardinal juga menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Asumsi Constant Narjinal Utility of Money;
Asumsi ini sangat diperlukan, jika unit moneter (uang) digunakan untuk
mengukur utiliti. Artinya, marjinal utiliti dari setiap satuan rupiah adalah
konstan. Misalnya tambahan konsumsi uang dari 4 rupiah ke 5 rupiah
menambah utility sebesar 5 utilis, maka marjinal utiliti uang dari 100 ke 101
satuan juga menambah utiliti sebesar 5 utils (MU 1 = MU2 = MUn, pada setiap
satuan rupiah)

39
2. Demenishing Marginal Utiliti;
Utiliti yang diperoleh tiap unit barang semakin berkurang. Dengan perkataan
lain semakin banyak jumlah barang yang dikonsumsikan semakin berkurang
marjinal utilitinya.
3. Total Utiliti bersifat Additive;
Total utiliti dari sekeranjang barang tergantung pada jumlah individual
komoditi-komoditi. Jika ada “n” komoditi didalam suatu bundel dengan jumlah
Xl, X2,...,Xn, total utilitinya adalah :
U = f (Xl, X2,X3,…………Xn) .....................................................................( 4.1)
Perilaku konsumen dengan mudah dapat diasumsikan additive,
U = U2(Xl) + U2(X2) + U3(X3) + ... + Un(Xn) ............................................... (4.2)
4. Cardinal Utility
Utiliti dari masing-masing barang dapat diukur dan dapat dinyatakan secara
kardinal. Jika utiliti uang (sebagai unit moneter) dapat diukur, maka konsumen
dapat menentukan kapan ia membeli barang dan kapan ia tidak membeli
barang, jika utiliti barang tersebut lebih besar daripada utiliti uang.
Asumsi berikutnya yang dipakai oleh pendekatan marginal utility ialah
bahwa semakin banyak satuan barang Q yang dikonsumsi oleh seorang konsumen
semakin kecil atau semakin menurun marginal utility (guna batas) barang Q yang
diperoleh si konsumen, bahkan akhirnya menjadi negative. Keadaan ini disebut
sebagai hukum marginal utility yang menurun atau the law of diminishing
marginal utility. Hukum ekonomi ini terkenal juga dengan sebutan Hukum
Gossen I. Dalam dunia yang nyata, boleh dikatakan bahwa pada umumnya
memang demikian. Pengecualian memang ada, akan tetapi tidak banyak.
Pendekatan kardinal menggunakan asumsi bahwa guna atau kepuasan
seseorang tidak hanya dapat diperbandingkan, akan tetapi juga dapat diukur. Oleh
karena menurut kenyataan kepuasan seseorang tidak dapat diukur maka asumsi
tersebut dengan sendirinya dapat dikatakan tidak realistik. Inilah yang biasanya
ditonjolkan sebagai kelemahan daripada teori konsumen yang menggunakan
pendekatan guna kardinal, yang terkenal pula dengan sebutan teori konsumen
dengan pendekatan guna marginal klasik atau classical margina lutility approach.

40
Marginal Utility ini dapat dilihat bahwa berlakunya hukum Gossen I
terwujud dalam bentuk menurunnya nilai marginal utility MU, yang angka-
angkanya terdapat dalam kolom 5 sebagai akibat daripada bertambahnya Q pada
kolom 2, pada Tabel 4.1.

b. Keseimbangan Konsumen (Pendekatan Kardinal)


Tujuan dari seorang konsumen yang rasional adalah untuk
memaksimumkan utility yang diperoleh dari penggunaan pendapatan. Pada saat
tujuan ini dapat dicapai, maka konsumen dikatakan berada dalam keseimbangan.
Teori kardinal bertitik tolak pada anggapan bahwa nilai guna utiliti
(kepuasan) yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsikan barang atau jasa
dapat diukur. Konsumen dianggap mampu memberikan satuan angka numerik
bagi utiliti yang diperoleh dalam mengkonsumsikan barang. Istilah “util"
digunakan sebagai unit ukuran kepuasan atau util. Sebagai contoh, coklat pertama
menghasilkan 20 util kepuasan, coklat kedua 50 util, dst-nya. Pemberian angka
utiliti seperti ini disebut kardinal.
Utiliti marjinal yang selanjutnya disingkat MU adalah perbandingan antara
tambahan jumlah util (nilai guna) yang diperoleh konsumen karena pertambahan
satu unit atau jumlah barang yang dikonsumsikan. Utiliti marjinal konsumen
makin menurun dengan makin besarnya jumlah konsumsi.
Misalnya konsumen ingin membeli coklat, yang harga per buahnya Rp 6.
Berapa buah coklat yang akan dikonsumsi konsumen? Untuk menjawabnya kita
harus tahu dahulu nilai coklat itu bagi konsumen yang diasumsikan setara dengan
rupiah. Seandainya pola konsumsi konsumen seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1.
di bawah ini.
Bagi konsumen coklat pertama nilai kegunaannya (TU) = 20 util lebih
besar dibanding dengan uang dikeluarkan hanya Rp 6, karena itu konsumen ingin
menambah konsumsi coklat menjadi dua. Coklat yang kedua memberikan
tambahan kegunaan (MU) lebih besar dari yang pertama, yaitu 30 util, berarti
kegunaan total (TU) menjadi 50 util.

41
Tabel 4.1 Total Utility dan Marginal Utility
Jumlah Uang yang Total Marginal
Harga
Barang Q Dikeluarkan Utility Utility
Barang (Rp)
(Unit) (Rp) (Util) (Util)
(1) (2) (3) (4) (5)
6 0 0 0 0
6 1 6 20 20
6 2 12 50 30
6 3 18 75 25
6 4 24 95 20
6 5 30 110 15
6 6 36 120 10
6 7 42 126 6
6 8 48 126 0
6 9 54 121 -5
6 10 60 109 -12

Konsumen ingin menambah konsumsi coklat menjadi tiga, yang memberi


TU 75 util dan MU 25 util. Walaupun telah terjadi penurunan MU, namun bagi
konsumen masih lebih meguntungkan. Karena tambahan guna (MU = 25 util)
masih lebih besar dari tambahan pengeluarannya (Rp 6). Selama tambahan guna
(MU) lebih besar dari tambahan pengeluaran konsumen (P), akan lebih
menguntungkan bagi konsumen jika terus melakukan tambahan konsumsi coklat.
Setelah coklat ke 7, penambahan konsumsi coklat tidak lagi menambah
total guna (TU), bahkan akan dapat menurunkan TU, karena MU akan < 0
(negatif). Pergerakan angka-angka dalam tabel dapat diterjemahkan ke dalam
bentuk grafik di bawah ini. Pada awalnya kurva TU menaik tajam, seiring naiknya
nilai MU. Pada saat konsumsi coklat 2 nilai MU maksimum yaitu 30 util, untuk
selanjutnya menurun membuat slope kurva TU makin mendatar.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa konsumen akan berhenti
mengonsumsi coklat yang ke-7, memberi TU maksimum 126 util, dan MU 6 util.
Setelah itu konsumen menambah coklat yang dikonsumsi, tindakan itu tidak lagi
menambah TU, bahkan akan mengurangi. Konsumen berhenti mengonsumsi pada
saat harga coklat Rp 6 sama dengan nilai MU 6 util.
MU = P ................................................................................................. (4.1)

42
Px
126
110 TU

50

30
20
TU Maks (MU=0)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Q
Gambar 4.1 Kurva Marginal Total Utility dan Marginal Utility

Prinsip ini berlaku untuk semua barang, sehingga konsumen akan


mencapai kepuasan maksimum atau keseimbangan pada saat :
MUx = Px ...............................................................................................(4.2)
P/MU
30
20
15
10
E Px= MU =6
6

0 2 4 6 7 8 Q

Gambar 4.2 Keseimbangan Konsumen (Pendekatan Marginal Utility)


Secara matematik dapat diturunkan sebagai berikut :
Misalkan fungsi utility : U = f(Qx)
Total pengeluaran konsumen sebesar : PxQx
Karena utiliy konsumen dapat diukur dengan uang (U), maka problema
konsumen adalah maksimasi selisih antara total utility dengan total pengeluaran
(U – PxQx). Nilai persamaan ini, akan maksimum bila turunan pertama fungsi
tersebut sama dengan nol.

43
∂U ∂Qx
- Px = 0 ............................................................. (4.3)
∂Qx ∂Qx

∂U
= Px ............................................................ (4.4)
∂Qx

Karena ∂U/∂Qx = MUx (Marginal Utility dari barang X), maka persamaan
di atas dapat ditulis :

MUx = Px ......................................................................... (4.5)


Keseimbangan konsumen pada konsumsi satu macam barang atau jasa
tercapai pada saat tambahan utility (MUx) yang disebabkan tambahan konsumsi
barang sama dengan harga (Px) barang konsumsi.

4.2.2. Pendekatan Ordinal

Sebaliknya teori konsumen yang menggunakan pendekatan ordinal


menggunakan asumsi yang lebih realitik. Dengan menggunakan konsepsi kurva tak
acuh teori konsumen yang menggunakan pendekatan guna ordinal tersebut tidak lagi
perlu menggunakan asumsi bahwa kepuasan atau guna seseorang dapat diukur.
Sebaliknya kemungkinannya untuk tetap dapat diperbandingkan tinggi rendahnya
kepuasan seseorang, dengan dipergunakannya konsepsi kurva tak acuh (indifference
curve), masih dapat dipenuhi.
Kurva Indiferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi
konsumen dua macam barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi
seorang konsumen. Suatu kurva indiferensi atau sekumpulan kurva indiferensi yang
disebut peta indiferensi atau indifference map, dihadapi oleh hanya seorang
konsumen. Misalnya si Togar mengkonbinasikan konsumsi makan bakso dengan
lontong. Untuk keperluan pemahaman, kita mengasumsikan bahwa informasi dari
kurva indiferensi dapat diterjemahkan dalam persamaan kuantitatif. Misalnya nilai
kegunaan (kepuasan) Togar dari mengosumsi makan bakso dengan lontong perbulan
dapat ditulis sebagai.
U = X.Y .................................................................................................. (4.6)

44
Di mana :
U = Tingkat kepuasan
X = Makan bakso (mangkok per bulan)
Y = Makan lontong (mangkok per bulan)

Untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu, beberapa kombinasi yang


mungkin dicantumkan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 : Kombinasi Makan Bakso dengan Makan Lontong yang
Memberikan Tingkat Kepuasan Sama bagi Togar.

Makan Bakso Makan Lontong Tingkat Kepuasan


(Mangkok per bulan) (Mangkok per bulan) (Util)

25 4 100
20 5 100
10 10 100
5 20 100
4 25 100

Jika kombinasi itu disajikan dalam kurva akan diperoleh kurva indiferensi
(IC) seperti ditunjukkan oleh gambar 4.3.
Bakso (Y)
25

20

15

10 U =X.Y

5
4 IC

0 45 10 15 20 25 Lontong (X)

Gambar 4.3 : Kurva Indiferensi (Indifference Curve)

45
1. Asumsi –asumsi Kurva Indiferensi
a) Turun dari kiri atas ke kanan bahwa (downward sloping) dan Cembung ke arah
titik origin ) (convex to origin),
Y

Y1

Y2
Y3
IC

0 X1 X2 X3
Gambar 4.4: Marginal Rate of Substitution (MRS)

Di dalam gambar di atas pada awalnya jumlah Y yang ingin


dikorbankan untuk memperoleh tambahan satu unit X adalah OY 1 - OY2.
Sehingga besarnya MRSyx adalah –(OY1-OY2/OX1 - OX2). Pada saat ingin
menambah 1 unit X lagi (dari OX2 ke OX3), jumlah Y yang ingin dikorbankan
menjadi lebih kecil (OY2-OY3), sehingga nilai MRSyx berubah. Jumlah Y
yang ingin dikorbankan menurun, karena jumlah Y yang dimiliki makin
sedikit.

b) Tidak saling memotong,


Y Y

A A

IC3 B IC2
B
IC2 C IC1
C
IC1
0 X 0 X
(a) (b)
Gambar 4.5: Kurva Indiferens Tidak Saling Berpotongan (a) dan Berpotongan (b)

46
Pada Gambar 2.5 (b). IC1 dan IC2 berpotongan di titik B, berarti IC1=IC2.
Di titik C, IC2>IC1; pada hal di titik A, IC 1>IC2. Keadaan ini tidak sesuai dengan
asumsi transitivitas yang mengatakan : Bila A > B, dan B > C, maka A > C.
Asumsi transitivitas hanya terpenuhi bila IC1 dan IC2 tidak saling berpotongan
seperti Gambar 4.5 (a).
c) Semakin jauh dari titik origin, semakin tinggi tingkat kepuasannya (asumsi
ordinal utility).
Y
IC4
IC2 IC3
IC1

0 X

Gambar 4.6: Kurva Indiferensi Semakin Jauh dari Titik Origin


Tingkat Kepuasannya Semakin Tinggi

Pada Gambar 4-6 di atas ; Kepuasan yang ditujukkan oleh kurva IV yang
semakin jauh dari titik origin adalah semakin tinggi (IC 1>IC2>IC3>IC4). Walaupun
IC4 posisinya 2 kali lebih jauh dari IC1, tapi tidak dapat dikatakan bahwa kepuasan
yang ditunjukkan oleh IC4 dua kali lebih tinggi dari kepuasan pada IC 1. Yang
dapat dikatakan adalah kepuasan pada IC4 lebih besar (tinggi) dari kepuasan pada
IC1.
2. Kurva Garis Anggaran (Budget Line Curve)
Garis anggaran (budget line) adalah kurva yang menunjukkan kombinasi
dua macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama besar.
Misalkan lagi, hanya ada dua barang yang dikonsumsi konsumen, yaitu X dan Y,
dibeli dalam jumlah Qx dan Qy. Harga masing-masing barang ini di pasar adalah Px
dan Py per unit. Panghasilan yang dimiliki konsumen dimisalkan sebesar M per
periode waktu tertentu. Jumlah pengeluaran untuk pembelian barang X (Qx.Px)

47
ditambah dengan pengeluaran untuk Y (Qy. Py) tidak boleh lebih besar dari
penghasilan yang tersedia, yaitu sebesar M. secara aljabar dapat dituliskan :

M ≥ Qx . Px + Qy. Py ............................................................................ (4.7)

Ketidaksamaan ini dapat dilukiskan ke dalam sebuah bidang komoditi X-Y.


Pertama-tama bentuk ketidaksamaan tersebut diubah terlebih dahulu kedalam bentuk
persamaan :

M = Qx.Px + Qx.Py ............................................................................... (4.8)

Persamaan ini merupakan persamaan garis lurus. Bila Y ditulis kin pada sumbu
vertikal, maka ;

Qy = 1/Py M - Px/Py Qx, .......................................................................... (4.9)

Di mana 1/Py.M menunjukkan titik potong garis persamaan dengan sumbu


vertikal (ordinate intercept). sedang -Px/Py menunjukkan nilai kemiringan (slope)
garis anggaran. Jadi, ini berarti nilai kemiringan garis tersebut adalah minus
perbandingan dari harga-harga barang. Untuk melihat hubungan ini, perhatikan
jumlah X yang dapat dibeli bila Y sama sekali tidak dibeli konsumen. Jumlah ini
ditunjukkan oleh OB dalam gambar. 4-7. Selama garis yang menggambarkan
persamaan tersebut mempunyai nilai kemiringan negatif, maka nilai kemiringan
tersebut ditentukan oleh :

OA -1 /PxM - Px
= = ............................................................. (4.10)
OB 1/ PyM Py

Garis dalam Gambar 4-7 itu sering disebut dengan garis anggaran belanja
(budget line). Garis anggaran belanja adalah garis yang menghubungkan titik
kombinasi komoditi yang dapat dibeli dengan sejumlah penghasilan yang tertentu
besarnya. Nilai kemiringan garis ini adalah minus perbandingan harga komoditi.

48
Y

A=M/Py

M = PxQx + PyQy

0 B =M/Px X
Gambar 4.7. Garis Anggaran Belanja

a. Pergeseran Suatu Garis Anggaran Belanja Akibat Perubahan Pendapatan


Pergeseran garis anggaran dapat terjadi disebabkan oleh : a) Perubahan
pendapatan (anggaran) konsumen, dan b) Perubahan harga barang (harga barang
X atau barang Y).
Pertama misalnya ada perubahan (peningkatan) pendapatan konsumen dari
M menjadi M1 (M1 > M), sedang tingkat harga barang dianggap tidak berubah
(Px dan Py konstan). Dengan adanya kenaikan pendapatan ini, konsumen
sekarang dapat membeli lebih banyak Y, dan/atau lebih banyak X. Jika
konsumen hanya membelanjakan pendapatannya untuk membeli barang Y maka,
jumlah Y maksimum yang dapat dibeli naik dari M//Py menjadi M1/Py, atau dari
OA menjadi OA1 (Gambar 4-8).
Begitu juga halnya, jika konsumen hanya membelanjakan pendapatannya
untuk membeli barang X ; maka, jumlah X maksimum yang dapat dibeli naik
M/Px menjadi M1/Px atau dari OB menjadi OB1 Selama tingkat harga per unit
dari X dan Y tetap, berarti nilai kemiringan garis anggaran belanja tersebut tidak
berubah. Jadi, adanya kenaikan penghasilan konsumen, harga barang tetap,
secara grafis terlihat pergeseran garis anggaran belanja ke kanan dan sejajar
dengan garis mula-mula. Begitu juga sebaliknya, bila penghasilan konsumen
menjadi semakin kecil. Secara grafis hal ini akan terlihat pada pergeseran garis
tersebut ke kiri dan sejajar juga.

49
Y
A1

0 B =M/Px B1=M1/Px

Gambar 4.8. Pergeseran Garis Anggaran Belanja


Bila Hanya Penghasilan Konsumen
Naik

b. Pergeseran Suatu Garis Anggaran Belanja Akibat Perubahan Harga


Gambar 4-9 menunjukkan apa yang terjadi terhadap garis anggaran belanja
bila harga X per unit mengalami kenaikan, sedang harga Y (Py) dan penghasilan
konsumen (M) tetap tidak berubah. Misalkan harga X naik dari Px menjadi Px1.
Selama Py dan M tidak berubah, berarti ordinate intercept tetap tidak berubah.
yaitu OA. Tetapi nilai kemiringan garis tersebut berubah dari -P x/Py menjadi
-Pxl/Py selama Px1 > Px. maka berarti -Pxl/Py > -Px/Py dengan kata lain, nilai
kemiringan garis anggaran belanja dapat juga diterangkan dengan cara sebagai
berikut:
Pada tingkat harga Px, jumlah maksimum X yang dapat dibeli adalah
sebanyak M/Px atau ditunjuk oleh jarak OB. Bila harga berubah (naik) menjadi
Px1 (PX1 >Px) , maka jumlah X maksimum yang dapat dibeli adalah M/Px1 (M/Px>
M/Px1), atau sebesar OB1.
Jadi, adanya kenaikan harga X secara grafis terlihat pada berputarnya garis
anggaran belanja searah jarum jam dengan sumbu tetap sama, yaitu ordinate
intercept. Sebaliknya, jika terjadi penurunan harga. X, hal-hal yang lain tetap
sama, berakibat berputarnya garis anggarant dengan arah kebalikan perputaran
jarum jam (counterdockwise).

50
Y
A

0 B1 =M/Px1 B=M/Px

Gambar 4.9 Pergeseran Garis Anggaran Belanja


Bila Hanya Harga X naik,
4.2 Keseimbangan Konsumen

Kondisi keseimbangan adalah kondisi dimana konsumen telah


mengalokasikan seluruh pendapatan untuk konsumsi. Uang yang ada (jumlahnya
tertentu) dipakai untuk mencapai tingkat kepuasan tertinggi (maksimalisasi
kegunaan), atau tingkat kepuasan tertentu dapat dicapai dengan anggaran paling
minim (minimalisasi biaya). Secara grafis kondisi keseimbangan tercapai pada saat
kurva garis anggaran (menggambarkan tingkat kemampuan) bersinggungan dengan
kurva indiferensi (menggambarkan tingkat kepuasan).
Anggapan dasar dalam hal ini adalah setiap konsumen selalu berusaha
dengan penghasilan tertentu mendapatkan tingkat kepuasan yang sebesar-besarnya.
Ini artinya konsumen harus memilih seuntai komoditi yang paling menguntungkan
dari yang ada dalam ruang anggaran belanjanya (the most preferred bundle of
goods).
Perhatikan Gambar 4.10 di bawah ini ; daerah OAB adalah ruang komoditi
(the most preferred bundle of goods), yaitu : Kumpulan titik-titik kombinasi
(untaian) barang X dan Y yang dapat dibeli konsumen sesuai dengan pendapatan
(anggaran) yang tersedia, atau kombinasi jumlah Y dan X, yang memenuhi
pertidaksamaan berikut :

Qx.Px + Qx.Py ≤ M ............................................................................ (4.11)

51
Kepuasan di titik C, D, F adalah sama, karena berada dalam satu IC yang
sama yaitu IC1. Pengeluaran konsumen dititik F lebih kecil, jika dibanding dengan
pengeluaran di titik C dan D. Bagi konsumen lebih menguntungkan jika memilih
titik F; karena dititik F konsumen mampu mendapatkan kepuasan yang sama di titik
C dan D dengan pengeluara yang lebih sedikit. Titik F bukanlah kepuasan
maksimum bagi konsumen, karena pendapatan (anggaran) yang dimilikinya masih
ada sisa. Oleh karenanya dia masih mampu meningkatkan kepuasannya dari IC1.
Y
A

Qye E
F IC

D IC1

0 Qxe B X

Gambar 4.10 Keseimbangan Konsumen

Pengeluaran (anggaran) konsumen untuk membeli kombinasi jumlah


barang X dan jumlah barang Y di titik C, D, E adalah sama, sebesar pendapatan yang
tersedia. Kepuasan di titik E lebih besar dari kepuasan dititik D dan C, karena titik E
berada pada kurva IC dan titik D dan C berada pada IC 1, kepuasan pada IC lebih
besar dari IC1 karena lebih jauh dari titik O. Tititk E adalah titik kombinasi barang X
dan Y yang memberikan kepuasan maksimum bagi konsumen, karena pada titik ini
anggaran yang tersedia bagi konsumen telah di alokasikan dengan baik. Pada titik
keseimbangan ini ; jumlah barang X yang dikonsumsi (dibeli) adalah sebesar Q xe dan
jumlah barang Y sebesar Qye, dengan anggaran sebesar M.

4.3 Perubahan Penghasilan/Pendapatan Konsumen

Perubahan penghasilan konsumen (dalam arti nominal), harga tetap tidak


berubah, pada umumnya berakibat perubahan jumlah barang yang dibeli. Untuk jenis
barang "normal" atau "superior", kenaikan penghasilan konsumen akan mendorong

52
naiknya konsumsi. Sebaliknya pengurangan penghasilan konsumen akan mendorong
berkurangnya konsumsi kedua jenis barang tersebut.
Y

BL3
BL2
ICC
BL1
QY3 E3
E2
QY2 IC3
E1 IC2
QY1
IC1

0 QX1 QX2 QX3 X

Gambar 4.10 Kurva Penghasilan Konsumsi (ICC)

Gambar 4.10, memperlihatkan pergeseran garis anggaran konsumen ke


kanan sebagai akibat adanya peningkatan pendapatan konsumen. Garis anggaran
konsumen mula-mula adalah BL1 dan keseimbangan konsumen berada di titik E1 ;
masing-masing jumlah barang X dan Y yang dibeli konsumen Q X1 dan QY1.
Kemudian akibat adanya peningkatan pendapatan konsumen, garis anggaran
konsumen bergeser menjadi BL2 dan keseimbangan berada di titik E2 ; masing-
masing jumlah barang X dan Y yang dibeli konsumen meningkat menjadi Q X2 dan
QY2.
Jadi dengan adanya peningkatan pendapatan konsumen maka titik
keseimbangan konsumen juga bergeser. Garis yang menghubungkan berbagai titik
keseimbangan konsumen ini disebut kurva penghasilan konsumsi (Income
consumption curve). Kurva penghasilan konsumsi adalah kurva yang
menghubungkan titik-titik keseimbangan konsumen pada berbagai tingkat
penghasilan dimana tingkat harga barang tidak berubah. Kurva ini mempunyai nilai
kemiringan positif bila kedua barang termasuk jenis "normal” atau “superior”.

53
4.4 Perubahan Harga Barang

Reaksi konsumen terhadap adanya perubahan harga barang dipandang lebih


penting dibandingkan dengan reaksi konsumen akan adanya perubahan penghasilan.
Dalam bagian Ini, analisa akan didasarkan pada suatu anggapan bahwa penghasilan
konsumen dari juga harga nominal Y tetap tidak berubah. Yang berubah hanyalah
harga nominal dari X. Dalam hal ini kita dapat menganalisa akibat yang ditimbulkan
oleh perubahan harga ini terhadap jumlah barang yang dibeli konsumen tanpa
membicarakan akibat perubahan penghasilan konsumen secara serentak.
Dalam Gambar 4-11 harga barang X mengalami penurunan dari tingkat
harga yang ditunjukkan oleh nilai kemiringan garis LM menjadi LM' dan akhirnya
berubah lagi menjadi LM". Pada ketiga tingkat harga tersebut konsumen berada
dalam keseimbangan masing-masing di titik P, Q, dan R, dengan tingkat kepuasan
sebesar yang dicerminkan oleh kurva indifference I, II, dan III. Garis yang
menggabungkan ketiga titik keseimbangan konsumen tersebut namanya kurva harga
konsumsi (Price Consumption Curve).
Kurva harga konsumsi adalah kurva yang menghubungkan titik-titik
keseimbangan konsumen pada berbagai tingkat perbandingan harga, dimana
penghasilan konsumen tetap.

PCC (Price Consumption Curva)

Gambar 4.11. Kurva Harga Konsumen

Kurva permintaan konsumen individual terhadap suatu, barang dapat


ditentukan dari kurva harga konsumsi ini, seperti halnya kurva Engel yang dapat
ditentukan dari kurva penghasilan konsumsi. Kurva permintaan dari suatu barang

54
menghubungkan sejumlah keseimbangan jumlah barang yang dibeli konsumen dan
tingkat harga pasar, dimana penghasilan konsumen dan harga nominal barang lain
dianggap tidak berubah.
Bila harga X sebesar yang ditunjukkan oleh nilai kemiringan garis LM,
maka Jumlah Y yang dibeli konsumen sebanyak xl. Pasangan harga dan tingkat
konsumsi ini dilukiskan menjadi satu, titik dalam gambar 4.11. Begitu juga halnya,
bila harga X turun menjadi setingkat yang ditunjukkan garis LM', maka jumlah yang
dibeli, bertambah menjadi Ox2. Pasangan harga dan tingkat konsumsi, ini dapat Juga
dilukiskan menjadi titik yang lain dalam gambar 4.11 titik keseimbangan konsumen
pada berbagai tingkat harga alternatif.
Dari titik-titik yang dilukiskan dalam gambar 4.11 ini kalau dihubungkan
dengan suatu saris akan diperoleh kurva permintaan. Bentuk dari kurva ini
menunjukan suatu prinsip yang penting yaitu hukum permintaan (law of demand).
Jumlah barang yang diminta konsumen berubah secara berlawanan arah dengan
perubahan harga dengan anggapan penghasilan dan harga nominal barang-barang
lain tetap.
Tingkat intensitas perubahan jumlah barang yang diminta konsumen akibat
adanya perubahan harga adalah berbeda-beda. Konsep penting yang sangat
membantu dalam mempelajari ini adalah elastisitas harga (price elasticity demand)
atau disebut juga dengan elastisitas permintaan (elasticity of demand) seperti yang
telah dibahas pada bab sebelumnya.
Px

Permintaan (x)
0 Qx1 Qx2 Qx3 X

Gambar 4.12 Kurva Permintaan Barang X

55
56
4.5 Efek Penggantian dan Efek Penghasilan
Perubahan harga nominal suatu barang mengakibatkan dua hal terhadap
Jumlah yang diminta konsumen. Pertama, adanya perubahan harga relatif.
Perubahan harga secara relatif ini (harga-harga dan barang yang lain tetap)
mendorong konsumen mengubah penggunaan barang Yang satu dengan barang
lain.
Jadi, perubahan harga relatif sendiri mendorong efek penggantian
(substitution effect). Efek penggantian menyebabkan konsumen mengganti
barang yang harganya relatif mahal, setelah adanya perubahan harga, dengan
barang yang harganya relatif lebih murah. Misalnya, bila harga daging sapi naik
(hal-hal yang lain tetap sama), konsumen akan mengganti daging sapi tersebut
dengan daging kambing, sehingga akibatnya jumlah daging sapi yang dibeli
konsumen menjadi semakin sedikit.
Kedua, perubahan harga nominal suatu barang (penghasilan nominal
konsumen tetap sama) mengakibatkan berubahnya penghasilan riil atau Jumlah
komoditi yang dapat dibeli oleh konsumen. Dengan kata lain tingkat guna
total/kepuasannya juga berubah. Perubahan penghasilan riil konsumen mungkin
berpengaruh, mungkin tidak terhadap pola konsumsi konsumen. Ini tergantung
pada Peta preferensinya. Pada setiap kemungkinan perubahan penghasilan rill
konsumen mendorong efek penghasilan (Income effect) terhadap jumlah barang
yang diminta. Misalnya, dengan naiknya harga daging sapi maka penghasilan rill
konsumen turun. Akibatnya konsumen merasa lebih miskin dan cenderung untuk
mengurangi pembeliannya. Dengan menggunakan analisa kurva indifference
dimungkinkan untuk menentukan besarnya efek penghasilan konsumen akibat
adanya perubahan harga nominal suatu barang.
a. Efek Penggantian dan efek penghasilan untuk Kasus Barang Normal atau
Superior.
Bila harga suatu barang berubah, harga barang-barang lain dan penghasilan
nominal konsumen tetap, maka konsumen bergerak dari satu titik
keseimbangan ke titik keseimbangan yang lain. Dalam keadaan normal, bila
harga suatu barang turun maka akan sertambah jumlah yang dibeli.
Sebaliknya, bila harga naik maka jumlah Yang dibeli akan berkurang.

57
perubahan jumlah barang yang diminta dari satu posisi keseimbangan ke
posisi keseimbangan Yang lain disebut efek total (total-effect).
Efek total dari suatu perubahan harga adalah seluruh perubahan jumlah yang
diminta konsumen sebagaimana konsumen bergerak dari satu titik
keseimbangan ke titik keseimbangan Yang lain. Masalah ini dilukiskan
dalam gambar 2.15. Tingkat perbandingan harga mula-mula ditunjukkan
oleh nilai kemiringan garis anggaran belanja LM. Konsumen berada dalam
keseimbangan di titik P dalam kurva indifference II. membeli X sebanyak
Ox1. Bila harga X naik, seperti ditunjukkan oleh garis LM', maka konsumen
berada dalam posisi keseimbangan Yang baru Yaitu R dalam kurva
indifference I. Pada keseimbangan Yang baru ini ia membeli X sebanyak
Ox3 unit.
Efek total ditunjukkan oleh Pergerakan dari Pke R. atau oleh Pengurang
jumlah yang diminta dari Oxl ke Ox2. Jadi efek total besarnya Oxl - Ox3 =
xlx3. Ini disebut efek total negatif karena jumlah barang yang diminta
konsumen berkurang sebanyak xlx3 unit.
Gambar 4.15
Efek Penggantian dan efek Penghasilan untuk Barang Normal atau Superior
dalam Kasus Harga Naik

Seperti diuraikan dimuka efek total ini terdiri dari dua hal yaitu efek
penggantian dan efek pendapatan. Bila harga x naik. maka konsumen merasa
pendapatan riilnya turun, sebagaimana ditunjukkan oleh pergeseran dari
kurva indifference II ke kurva indifference I. Misalkan naiknya harga barang

58
ini disertai tambahnya penghasilan nominal konsumen untuk
mengkompensir turunnya penghasilan riil. Dalam hal ini berarti konsumen
dengan tingkat harga yang baru (yang sudah mengalami kenaikan) tetap
berada dalam kurva indifference II. Secara grafis, besarnya nilai kompensasi
(compensatory payment) ini ditunjukkan oleh garis anggaran belanja fiktif
dengan nilai kemiringan perbandingan harga baru yang bersinggungan
dengan kurva II .
Garis putus-putus CC’ adalah garis anggaran belanja fiktif Yang
bersinggungan dengan kurva indifference II di titik Q. Garis ini sejajar
dengan garis anggaran belanja LM'. Jadi mencerminkan perbandingan harga
yang baru juga. Efek penggantian ditunjukkan oleh pergeseran dari posisi
keseimbangan khayalan (imaginary equilibrium position) di titik Q. Kedua
titik keseimbangan ini semuanya berada dalam kurva indifference yang
mana. Efek ini besarnya adalah xlx2 unit, yaitu perbedaan antara Ox1 dan
Ox2.
Efek penggantian adalah perubahan jumlah barang yang diminta sebagai
akibat perubahan harga relatif sesudah perubahan penghasilan riil konsumen
dikompensir. Dengan kata lain efek penggantian adalah perubahan jumlah
barang yang diminta akibat adanya perubahan harga, bila perubahan tersebut
dibatasi pada pergerakan sepanjang kurva indifference mula-mula. Jadi
dalam hal ini penghasilan riil dianggap tetap.
Penentuan efek penggantian hanya dibatasi pada pergerakan sepanjang kurva
indifference mula-mula. Padahal efek total dari adanya perubahan harga,
penghasilan nominal konsumen dan harga-harga barang lain tetap, selalu
ditunjukkan oleh pergeseran dari kurva indifference yang satu ke kurva yang
lain. Selisih antara kedua hal inilah yang disebut dengan efek penghasilan.
Efek penghasilan dari adanya perubahan harga suatu barang adalah
perubahan jumlah yang diminta konsumen akibat adanya perubahan
pendapatan riil semata-mata, dimana harga-harga barang lain dan
penghasilan nominal konsumen tetap.
Dalam Gambar 2.15, bila harga X naik seperti ditunjukkan oleh perputaran
garis anggaran belanja dari LM ke LM' konsumen berada pada titik

59
keseimbangan baru dalam kurva indifference I. Gerakan dari P ke Q
sepanjang kurva indifference II adalah efek penggantian.
Sekarang misalkan penghasilan riil konsumen turun dari tingkat yang
ditunjukkan oleh garis anggaran belanja fiktif CC' ke garis LM” Gerakan
dari posisi keseimbangan khayalan dalam kurva indifference II ke posisi
keseimbangan baru R pada kurva indifference I adalah efek pendapatan.
Selama garis CC' dan LM' sejajar, maka pergeseran ini berarti tidak
mencerminkan adanya perubahan harga relatif. Hal ini merupakan masalah
perubahan penghasilan riil.
Jadi besarnya efek penghasilan adalah x2x3 unit yaitu perbedaan antara Ox2
dan Ox3.
Efek penggantian dan efek penghasilan untuk barang normal/superior dalam
kasus harga turun dilukiskan oleh gambar 2.16.
Gambar 4.16
Efek Penggantian dan Efek Penghasilan untuk
Barang Normal atau Superior dalam Kasus
Harga Turun

Posisi keseimbangan konsumen mula-mula adalah titik P dalam, kurva


Indifference I. Perbandingan harga X dan Y ditunjukkan oleh garis anggaran
belanja mula-mula, yaitu LM. Harga X mengalami penurunan menjadi
sebesar yang dicerminkan oleh nilai kemiringan garis LM'. Konsumen
merasakan penghasilan riilnya naik, bergerak ke posisi ke6e!mbangan dalam
kurva indifference II.

60
Dalam kasus ini benarnya kompensasi penghasilan agar konsumen tetap
berada dalam kurva indifference I dengan tingkat perbandingan harga yang
mula-mula adalah sebesar selisih dari garis anggaran LM' dan garis anggaran
khayalan CC'. Garis khayal CC' ini sejajar dengan garis anggaran belanja
LM' dan menyinggung kurva indifference I di titik Q. Gerakan dari titik Q
sepanjang kurva indifference mula-mula adalah menggambarkan efek
penggantian dan besarnya adalah xlx2 yaitu selisih antara Ox1 dan Ox2.
Dengan membandingkan gambar 2.15 dapat disimpulkan bahwa, efek
penggantian selalu negatif dalam arti perubahan jumlah barang yang diminta
konsumen selalu berlawanan arah dengan perubahan harga. Kenaikan harga
X mendorong berkurangnya jumlah X yang diminta bila penghasilan rill
konsumen dianggap tidak berubah. Dengan memisahkan penghasilan rill
konsumen ini naik sebesar pergeseran dari garis anggaran belanja fiktif CC'
ke garis LM', maka posisi keseimbangan konsumen berubah dari titik Q ke
titik R. Gerakan ini dari titik Q ke titik R ini menunjukan besarnya efek
penghasilan, karena gerakan ini tidak mengubah Perbandingan harga relatif
dari tingkat harga yang baru. Efek ini besarnya adalah x3x3 atau selisihnya
antara Ox2 dan Ox3.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk barang-barang normal
atau superior efek penghasilan memperkuat efek penggantian. Bila harga
turun berarti penghasilan riil konsumen naik dan untuk barang normal atau
superior hal ini berarti jumlah barang yang diminta konsumen akan naik.
Tetapi turunnya harga juga menaikan jumlah yang diminta karena efek
penghasilan Jadi efek penghasilan maupun efek penggantian bekerja dalam
arah yang sama. Untuk kasus barang normal atau superior jumlah yang
diminta selalu berakibat secara berlawanan arah dengan perubahan harga.
a. Efek penggantian dan Efek Penghasilan untuk Kasus Barang Inferior dan
Giffen.
Barang inferior adalah barang Yang arah perubahan jumlah
permintaannya berlawanan dengan perubahan penghasilan rill konsumen.
Adanya kenaikan penghasilan rill konsumen mengurangi. Jumlah yang

61
diminta dan berkurangnya penghasilan rill akan memperbesar jumlah yang
diminta.
Kenaikan penghasilan rill konsumen ini mungkin disebabkan oleh
naiknya penghasilan nominal dimana harga barang tetap, atau turunnya
harga barang dimana penghasilan nominal tetap. Gambar 2.17 (a)
melukiskan naiknya penghasilan dari setingkat Yang dicerminkan oleh garis
anggaran belanja LM menjadi LW. Kedua garis ini sejajar berarti perubahan
harga relatif tidak terjadi naiknya penghasilan rill konsumen dari LM ke
L’M’ ini dapat berasal dari naiknya Penghasilan nominal konsumen dimana
harga tetap, atau perubahan harga X dan Y dalam proporsi yang sama
dimana penghasilan konsumen tetap.
Dengan adanya perubahan ini posisi keseimbangan konsumen
bergeser dari titik P dalam kurva indifference I ke titik Q dalam kurva
indifference II. Sebagai akibat naiknya penghasilan riil konsumen pada
tingkat harga relatif tetap, jumlah X yang diminta turun dari Ox1 menjadi
Ox2'. Kurva penghasilan konsumsi dalam tingkat penghasilan riil membelok
ke kiri dari dari titik P ke titik Q. Dalam kurva penghasilan konsumsi
mungkin berbentuk seperti garis APQB. Jadi, efek penghasilan untuk kasus
barang normal penghasilan riil pada tingkat perbandingan harga tetap
mendorong turunnya jumlah yang diminta, dan sebaliknya. Pada umumnya,
efek penghasilan penggantian adalah cukup besar untuk menutup efek
penghasilan yang negatif ini. Tetap dalam kasus yang lain, yaitu kasus
barang giffen (Giffen’s Paradox), efek penghasilan lebih kuat dari efek
penggantiannya. Untuk kasus barang giffen ini, turunnya harga mendorong
sertambahnya jumlah yang dan naiknya harga mendorong sertambahnya
jumlah yang diminta. Harga X mula-mula dicerminkan oleh nilai kemiringan
garis LM. Dengan anggapan penghasilan nominal dan harga nominal Y tetap
sama, dimisalkan harga X turun menjadi sebesar yang dicerminkan oleh nilai
kemiringan garis LM’.
Posisi keseimbangan konsumen bergeser dari P dalam kurva
indifference I ke titik Q kurva indifference II. Dalam tingkat harga sebesar

62
ini kurva harga konsumsi adalah PQ, dan bentuk keseluruhan dari kurva ini
mungkin seperti kurva APQB.
Jadi, dalam kasus barang Giffen, kurva harga konsumsi membelok ke
kiri pada daerah tertentu.
Gambar 4.17
Barang Inferior dan Barang Giffen

Barang Giffen menunjukan barang yang jumlah permintaannya,


berubah dengan perubahan harga. Sedang barang inferior adalah barang yang
jumlah permintaannya berubah secara berlawanan dengan perubahan
penghasilan riil konsumen. Jadi, barang Giffen pasti termasuk barang
inferior. tetapi tidak semua barag inferior termasuk barang Giffen. Harga
barang Giffen yang permintaannya bertentangan dengan hukum permintaan.
Gambar 2.16 melukiskan X adalah barang inferior dan bukan barang
Giffen. Dalam grafik ini efek penggantian masih cukup besar untuk
mengimbangi efek penghasilan yang negatif. Sehingga efek totalnya masih
tetap berlawanan arah dengan berubahnya harga nominal. Gerakan dari titik
P ke Q adalah efek penggantian, sedang gerakan dari titik Q ke R adalah efek
penghasilan.
Jadi, kedua efek ini mempunyai arah yang berlawanan dimana efek
penggantiannya masih lebih kuat dari efek penghasilan. (Dalam kasus Ini
kedua efek tersebut saling berlawanan arah dimana efek penghasilan lebih
kuat dari efek penggantian).

63
Gambar 4.18
Efek Penghasilan dan Efek Penggantian
untuk kasus barang inferior yang
bulan termasuk barang Giffen

Barang inferior dan barang giffen ini yang disebut juga barang tidak
normal, adalah suatu jenis barang yang dalam permintaannya tidak
mengikuti hukum permintaan. Sebagai contoh misalnya Jagung sebagai
pengganti beras, apabila terjadi penurunan harga jagung orang tidak akan
menambah permintaan akan jagung begitu Juga sebaliknya, sementara itu
kalau berdasarkan hukum permintaan yang mengatakan apabila harga
suatu barang turun maka permintaan akan naik dan sebaliknya (slope
negatif), lain halnya beras maka hukum permintaan berlaku kepada
permintaannya karena beras merupakan salah satu barang normal dimana
apabila harga beras turun maka permintaan akan naik dan sebaliknya.
4.6 Permintaan Pasar
Diatas sudah diuraikan panjang lebar mengenai cara penurunan kurva
permintaan individual, baik berdasarkan pendekatan ordinal maupun kardinal.
Dari kedua pendekatan tersebut akhirnya diperoleh suatu dalil atau preposition
yang berbunyi kurva permintaan individual suatu barang berbentuk miring dari
kiri atas ke kanan bawah. Artinya jumlah barang yang, diminta konsumen
berubah secara berlawanan arch dengan perubahan harga. Perkecualian dari dalil
ini adalah hanya satu, yaitu Giffen’s paradox, tetapi masih perlu disangsikan
(belum tentu) bahwa kurva permintaan Pasar (market demand curve) dari barang
tersebut juga menunjukkan sifat yang sama. Disini akan dibicarakan mengenai
peralihan dari kurva permintaan individual ke kurva permintaan pasar terhadap
suatu komoditi tertentu, juga sekaligus akan dibicarakan sifat-sifat khusus dari

64
kurva permintaan pasar yaitu dengan menggunakan beberapa konsep seperti
penerimaan batas (margial revenue), elastisitas harga (direct price elasticity),
elastisitas silang (price cross elasticity) dan elastisitas pendapatan (income
elasticity).
Fungsi permintaan seorang konsumen terhadap suatu komoditi tertentu
diperoleh dengan proses maksimisasi kepuasan untuk sejumlah penghasilan
yang tertentu besarnya. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa dalam proses
maksimisasi terdahulu kepuasan konsumen, fungsi preferensi individual
memegang peranan yang sangat penting (ingest preferensi konsumen tercermin
pada peta indifference atau scedul guna batas). Tetapi sebenarnya preferensi
konsumen tersebut bukanlah satu-satunya kekuatan yang menentukan
permintaan seseorang. Ada 4 faktor penentu lain yang mempengaruhi fungsi
permintaan individual terhadap individual tertentu. Empat faktor tersebut
adalah :
a. Harga barang itu. sendiri. Sesuai dengan hukum permintaan, jumlah barang
yang diminta berubah secara berlawanan dengan perubahan harga. Cara lain
untuk mengekspresikan prinsip ini adalah kurva permintaan mempunyai nilai
kemiringan negatif. Perubahan harga secara nominal menyebabkan harga
pergerakan sepanjang fungsi permintaan tertentu, dan Pergerakan tersebut
ditunjukkan oleh perubahan jumlah yang diminta secara berlawanan. Hukum
ini dilukiskan dalam gambar 2.21. Harga dilukiskan pada sumbu tegak dan
Jumlah yang diminta konsumen Pada sumbu datar. Bila harga turun dari
sumbu 0P1 menjadi 0P2, maka Jumlah barang Yang diminta naik dari OQ 1,
menjadi OQ2. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergerakan sepanjang kurva
permintaan DD', yaitu dari titik E1, ke E2. Jadi perubahan harga barang itu
sendiri mengakibatkan berubahnya jumlah Yang diminta (quantity
demanded), kurva permintaan tetap tidak berubah.
b. Penghasilan (dalam arti uang) konsumen. Faktor ini merupakan faktor yang
paling penting dalam permintaan suatu barang. Pada umumnya, semakin
besar penghasilan semakin besar pula permintaan (artinya semakin besar
penghasilan semakin jauh dan semakin ke kanan letak kurva permintaan).

65
Gambar 4.19
Pergeseran Faktor-faktor Penentu Permintaan
Harga Harga

Dalam gambar 2.21b, DD' adalah kurva permintaan sebelum ada perubahan
penghasilan. Sekarang misalkan penghasilan konsumen naik. Akibatnya
permintaan akan naik, yaitu Pergeseran ke kanan menjadi DU, DU" Dan bila
penghasilan konsumen turun dari tingkat semula, maka permintaan akan
turun atau bergeser ke kiri menjadi D',dD’d. Dalam hal ini Perlu diperhatikan
bahwa bila permintaan naik, harga tetap tidak berubah, maka jumlah yang
diminta konsumen juga naik. Bila harga OP dan Permintaan naik dari DD -
menjadi DUD'U, maka jumlah yang diminta naik dari OH menjadi OQ U. Jadi,
perubahan penghasilan konsumen mengakibatkan pergeseran permintaan
(shift in demand).
c. Selera (taste). Selera atau pola preferensi konsumen pada umumnya berubah
dari waktu ke waktu. Naiknya intensitas keinginan seseorang terhadap suatu
barang tertentu pada umumnya berakibat naiknya jumlah permintaan
terhadap barang tersebut misalnya pada musim penghujan, selera seorang
terhadap payung semakin tinggi, hal ini akan mendorong naiknya permintaan
terhadap payung. Begitu sebaliknya turunnya selera konsumen terhadap
suatu barang akan berakibat turunnya jumlah permintaan.
d. Harga barang-barang lain yang ada kaitannya dalam penggunaan. kaitan
baring antara barang-barang konsumsi pada umumnya mempunyai
penggunaan antara satu dengan yang lain barang konsumsi pada umumnya
mempunyai kaitan Yang satu dengan yang lain, kaitan kedua barang
konsumsi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu saling

66
mengganti (substituted relation) dan saling melengkapi (complementary
relation). 2 Barang dikatakan mempunyai hubungan saling mengganti bila
naiknya harga, salah satu barang, mengakibatkan naiknya permintaan
terhadap, barang lain. Gambar 2.21b, melukiskan permintaan akan daging
sapi. Pada tingkat harga, daging babi tertentu, kurva permintaan daging sapi
adalah DD'. Bila harga daging babi naik, maka permintaan akan daging sapi
naik menjadi DUD’U. Bila harga daging sapi tetap, tidak berubah (misalkan
sebesar OP), maka jumlah daging sapi yang diminta naik dari OQ menjadi
OQu. sama halnya bila harga daging babi turun, maka permintaan akan
daging sapi turun (akan bergeser ke kiri) menjadi D dDd' dan jumlah yang
diminta akan berkurang menjadi OQd Hubungan yang seperti ini akan
berlaku juga untuk 2 macam barang yang lain yang mempunyai kaitan
Penggunaan saling mengganti. Hubungan yang sebaliknya untuk 2 macam
barang yang mempunyai hubungan saling melengkapi. Sekarang misalkan
gambar 2.21b, tersebut adalah kurva permintaan akan raket badminton.
Barang Yang mempunyai kaitan Saling melengkapi dalam hal Ini adalah
shuttle-cock. Bila harga shuttle-cock naik maka semakin sedikit prang Yang
main badminton, berarti permintaan akan raket badminton Juga akan
menurun (meski harga raket badminton itu tidak berubah). Jadi dengan turun
harga shuttle-cock permintaan akan raket badminton DD’ menjadi DdDd'.
Keempat faktor tersebut yaitu harga, penghasilan, selera dan harga barang-
barang yang berkaitan secara bersama-sama menentukan tingkat permintaan
dan jumlah barang yang diminta untuk setiap barang bagi masing-masing
individu. Dalam sub-sub berikut ini akan dibicarakan penggabungan kurva-
kurva permintaan individu untuk mendapatkan kurva permintaan pasar
terhadap suatu komoditi tertentu.
Jadi Permintaan pasar terhadap komoditi tertentu merupakan penjumlahan
secara horizontal dari seluruh permintaan konsumen individual. Dengan kata
lain, jumlah barang yang diminta di suatu pasar Pala tingkat harga adalah
penjumlahan dari seluruh jumlah yang diminta konsumen pada tingkat harga
tersebut.

67

Anda mungkin juga menyukai