Anda di halaman 1dari 6

Ujian Tengah Semester

Soal : Analisis kasus-kasus yang terjadi pada pejabat negara di Indonesia (termasuk
ASN). terkait konflik kepentingan. Data terkait kasus-kasus Saudara bisa mencari dari
berbagai media yang jekas sumbernya. Untuk menganalisis Saudara harus menggunakan
teori-teori yang sudah Saudara pelajari selama kuliah yang ada dalam literatur (tidak hanya
teori Etika). Saudara juga bisa menambahkan jawaban Saudara dengan bahan tayang, bahan
Role Model, film Pendek/video , Data dan Grafik.

Jawab:

Konsep dasar korupsi

Korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah berarti: buruk, rusak,
suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok (melalui
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).

Sedangkan Pengertian korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.

Konsep Dasar Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan menjadi persoalan utama dalam upaya seorang ASN menjaga
netralitasnya dalam bekerja, terlebih lagi dalam pelayanan kepada masyarakat. Hal itu, sesuai
dengan ungkapan Asisten Komisioner KASN Sumardi saat memberikan paparan sosialisasi
netralitas ASN di Kantor Bupati Penajam Paser Utara, Rabu, (2/5).

"Misalnya, ada seorang ASN yang bertugas di dinas pelayanan terpadu kabupaten
memiliki pilihan politik A, kemudian datang seorang warga yang ingin mengurus
perizinan dan diketahui punya pilihan politik B. Nah, ini bisa menimbulkan konflik
Kepentingan di dalam diri ASN untuk tidak menyelesaikan tugasnya dalam pelayanan
masyarakat karena tidak netral.
(Sumber :https://www.kasn.go.id/details/item/271-konflik-kepentingan-persoalan-utama-netra
litas-asn)

Contoh kasus konflik kepentingan

1. Kasus korupsi e KTP

Semua orang mungkin setuju jika korupsi itu tindakan yang merugikan berbagai
kalangan dan tentunya menghambat tercapainya suatu tujuan. Begitu juga korupsi
yang dilakukan para koruptor dalam pelaksanaan program e-KTP.Dari beberapa
sumber yang kami dapatkan, anggaran pelaksanaan program e-KTPadalah sebesar Rp.
5,9 triliun. Dikutip dari nasional.kompas.com,Pihak pemenang tender dalam proyek
e-KTP ini adalah Konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI)
Konsorium proyek ini terdiri dari PNRI sertalima perusahaan BUMN dan swasta,
yakni Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LENIndustri, PT Sucofindo, PT Quadra
Solution, dan PT Sandipala Artha Putra.Anggaran sebesar Rp. 5,9 triliun tersebut
dikorupsi sebesar Rp. 2,3 triliun.Anggaran yang dikembalikan sebesar Rp. 250 miliar.
Namun, pihak yangmengembalikan dana tersebut identitasnya masih di rahasiakan
oleh KPK. KPKhanya menginformasikan dana tersebut : Rp. 220 miliar dari 5
korporasi dan 1konsorium, Rp. 30 miliar dari perorangan (14 orang)

2. Kasus Korupsi e KTP (Anggota Pansus Terkait Kasus e-KTP, ICW: Ada Konflik
Kepentingan)

Jakarta - Sejumlah anggota Pansus hak angket terhadap KPK terkait dengan kasus korupsi
e-KTP. Pegiat antikorupsi dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Donald Fariz menilai
akan ada konflik kepentingan dalam proses angket itu.

"Pihak-pihak pansus disebut-sebut dalam kasus e-KTP. UU dan Kode Etik KPK diatur KPK
dilarang bertemu dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus yang ditangani KPK,"
ungkap Donald saat berbincang dengan detikcom, Jumat (9/6/2017).

Ada pun yang terkait dengan proses hukum kasus korupsi e-KTP adalah ketua pansus, Agun
Gunanjar (Golkar), kemudian dua anggotanya. Yakni Masinton Pasaribu (PDIP) dan
Bambang Soesatyo (Golkar).

Agun yang kini bertugas di Komisi I DPR disebut dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP.
Dalam surat dakwaan, KPK menyebut ada nama Agun ketika Andi Agustinus (Andi
Narogong) membagikan uang itu di ruang kerja (almarhumah) Mustokoweni pada kurun
waktu September-Oktober 2010.

Disebutkan dalam surat dakwaan itu, Agun menerima USD 1 juta saat menjadi Ketua Komisi
II di periode DPR tahun 2009-2014. Politikus Golkar ini juga suda beberapa kali diperiksa
KPK sebagai saksi.

Kemudian nama Masinton dan Bambang Soesatyo (Bamsoet) terkait karena namanya disebut
saat persidangan. Keduanya bersama 4 anggota Komisi III lainnya disebut mengancam
Miryam, anggota Fraksi Hanura yang menjadi tersangka dalam kasus e-KTP. Penyidik KPK,
Novel Baswedan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor menyebut Miryam mengaku
mendapat ancaman dan tekanan dari mereka sehingga mencabut BAP nya.

Untuk itu, Donald menyebut ini jadi alasan kuat agar KPK tidak datang apabila dimintai
kehadirannya. Sebab tuntutan dalam pansus adalah agar KPK membuka rekaman
pemeriksaan Miryam untuk membuktikan benar ada atau tidaknya pengakuan soal ancaman
itu.

"Itu jadi alasan kuat agar KPK tidak datang. Karena sejumlah anggota pansus disebut dalam
kasus e-KTP. Contoh seperti KPK kemarin menolak Amien Rais," tuturnya.

Donald juga menilai keterlibatan nama-nama yang terkait dalam kasus e-KTP dalam pansus
karena ada conflict of intereset. Dia menyatakan memang tampak ada tendensi pansus angket
dibentuk DPR dengan maksud tertentu.

"Tentu saja ada konflik kepentingan, ada tendensi yang mengarah ke kasus-kasus strategis,"
sebut Donald.

Agun sudah membantah ikut terlibat dalam kasus yang merugikan negara hingga lebih dari
Rp 2 triliun itu. Masinton dan Bamsoet juga sudah memastikan tidak pernah menekan atau
mengancam Miryam. Miryam juga telah membuat pernyataan tertulis bahwa dirinya tidak
pernah ditekan oleh para koleganya tersebut.

(Sumber:https://news.detik.com/berita/d-3525275/anggota-pansus-terkait-kasus-e-ktp-icw-ad
a-konflik-kepentingan)

3. Ada konflik kepentingan di kasus e-KTP

JAKARTA. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, ada konflik kepentingan Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam kasus korupsi e-KTP.

Menurut Fahri, Agus memiliki kepentingan, terutama sebagai mantan Ketua Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

"Ada indikasi konflik kepentingan antara Agus Rahardjo sebagai mantan Ketua LKPP dengan
Kemendagri. Dalam hal ini kepentingan Agus Rahardjo sangat tampak," ucap Fahri di
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/3).

Fahri mengaku bahwa dia mendapatkan informasi langsung dari beberapa pihak yang sudah
diperiksa KPK dan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah sejak awal mengetahui
kasus tersebut.
Selain itu, ia juga membaca sejumlah dokumen, termasuk dakwaan KPK serta tiga laporan
BPK (2012, 2013 dan Juli 2014).

Fahri merasa kasus tersebut janggal. Sebab, audit BPK pada 2014 lalu menyatakan bahwa
DPR dan pemerintah periode lalu bersih.

"Tapi begitu Agus menjadi Ketua KPK, kasus ini dijadikan kasus korupsi," kata Fahri.

Ia menambahkan, berdasarkan dari keterangan yang didapatkannya, Agus juga memiliki


kepentingan terhadap pengusaha, termasuk bertemu dengan mantan Mendagri Gamawan
Fauzi.

"Dia tahu kasus ini, terlibat kasus ini, bahkan terlibat dalam melobi salah satu konsorsium.
Meskipun itu adalah konsorsium BUMN," tuturnya.

Fahri bahkan meminta agar Agus mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, dengan posisi
seperti sekarang, Fahri menilai akan ada konflik kepentingan yang menyebabkan pengusutan
kasus e-KTP dapat menyimpang.

"Sebelum ini mengalir menjadi conflict of interest lanjutan, saya kira dia harus
mengundurkan diri terlebih dahulu. Biarkan proses ini berjalan tanpa intervensi," kata politisi
asal Nusa Tenggara Barat itu.

Adapun kasus e-KTP kini tengah berjalan di pengadilan. Sejumlah nama besar disebut dalam
dakwaan yang dibacakan jaksa KPK pada persidangan perdana, Kamis (9/3) lalu, baik dari
unsur eksekutif maupun legislatif.

Fahri Hamzah juga sempat mengusulkan adanya hak angket kasus e-KTP atas sejumlah
kejanggalan dalam pengusutan kasus tersebut.

Menurut dia, perlu dilakukan investigasi menyeluruh agar publik mendapatkan kejelasan atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul. (Nabilla Tashandra)

(Sumber : https://nasional.kontan.co.id/news/fahri-ada-konflik-kepentingan-di-kasus-e-ktp)

Analisis konflik kepentingan dalam Kasus Korupsi e KTP mrnggunakan


Pendekatan Ekonomi Politik Berbasis Kekuasaan
Dalam buku “Teori

Teori Ekonomi Politik” karangan James A. Caporaso dan David P. Levine, ada tiga jenis
kekuasaan: kekuasaan untuk mencapai tujuan dengan mengalahkan alam, kekuasaan terhadap
orang lain dan kekuasaan bersamaoranglain. Dalam kasus korupsi e-KTP, dari tiga jenis
kekuasaan tersebut yang paling selaras dengan usaha para pelaku korupsi e-KTP adalah
kekuasaan bersama orang lain. Dalam hal ini para stakeholder proyek e-KTP yang memiliki
kekuasaan dan sama-sama memiliki tujuan untuk mengalirkan dana proyek e-KTP untuk diri
mereka sendiri, saling bekerja sama menyusun strategi bagaimana supaya mereka bisa
mark-up dana proyek e-KTP. Mereka bersama-sama menyusun proyek e-KTP sebelum
adanya tender. Mulai dari konsorsium dan perusahaan-perusahaan mana yang akan
dimenangkan tendernya serta tugas dari masing-masing perusahaan, dan juga besarnya
mark-up yang akan dilakukan.Para pemilik kekuasaan tersebut bersama-sama melakukan hal
tersebut hingga pengajuan proposal ke DPR. Mereka merancang semua melalui pertemuan
pertemuan informal yang mereka atur bersama tempat dan waktunya. Hal inisangat selaras
dengan teori kekuasaan bersama orang lain dimana bila ingin mencapai tujuan yang kita
inginkan kita harus bekerja sama dengan orang lain .

Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini juga membuktikan teori bahwa kekayaan dapat
memberikan kekuasaan, semakin banyak kekayaan yang kita miliki, semakin besar pula
kekuasaan kita. Terlihat bagaimana sang pengusaha Andi Narogong pemilik perusahaan yang
sudah terbiasa menjadi rekanan Kemendagri menyiapkan uang sejumlah 4 juta dolar AS
untuk diantarkan kegedung DPR lantai 12 untuk kemudian dibagikan ke pimpinan Komisi II,
AnggotaBanggar Komisi II dan pimpinan Banggar. Tidak hanya itu, Andi Narogong
dankonsorsium juga memberikan uang kepada panitia tender beberapa kali mulai Juli2010 -
Februari 2011. Andi Narogong memberi uang Rp10 miliar kepada Irmansebagai Pelaksana
Tugas (Plt) Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).Tidak lain tujuan semua ini
adalah supaya usulan anggaran yang telah merekasusun disetujui oleh Komisis II DPR RI.
Dan pada akhirnya Komisi II DPR RI menyetujui proposal anggaran yang mereka rancang,
tender pun dimenangkanoleh Konsorsium PNRI. Semua ini membuktikan bahwa kekayaan
bisa memberikan kekuasaan, termasuk memberikan kekuasaan mempengaruhi orang-orang
yang berkuasa. Para anggota DPR yang memiliki kekuasaan pun dapat dipengaruhi untuk
melakukan sesuatu yang diminta oleh si pemilik kekayaan.Pendekatan ekonomi politik
berbasis kekuasaan menekankan pada pentingnya kekuasaan pada hubungan ekonomi. Dalam
ekonomi politik, fokusnya adalah interaksi antara kekuasaan dengan fenomena ekonomi. Di
kasus korupsi proyek e-KTP ini, terlihat bahwa kekuasaan itu ada dan berperan besar dalam
ekonomi politik. Para pemilik kekuasaan/jabatan seperti anggota DPR dan juga anggota dari
kemendagri mendapatkan kekuasaan dari jabatannya. Pimpinan perusahaan dan konsorsium
memperoleh kekuasaan dari kekayaannya.

Kemudianterdapat hubungan timbal balik akibat dari kekuasaan yang mereka miliki.
Inimembuktikan bahwa kekuasaan dalam hubungan ekonomi politik itu
sangat penting. Itulah mengapa pendekatan ekonomi politik berbasis pada kekuasaan berbeda
dengan pendekatan neoklasik yang lebih meminimalisir kekuasaan.

Daftar Pustaka :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 1995, h. 527

(Sumber : https://nasional.kontan.co.id/news/fahri-ada-konflik-kepentingan-di-kasus-e-ktp)
(Sumber:https://news.detik.com/berita/d-3525275/anggota-pansus-terkait-kasus-e-ktp-icw-ad
a-konflik-kepentingan)
(Sumber :https://www.kasn.go.id/details/item/271-konflik-kepentingan-persoalan-utama-netra
litas-asn)

Anda mungkin juga menyukai