Anda di halaman 1dari 5

Mata Kuliah

MANAJEMEN PERPAJAKAN

BEBAN NON PAJAK YANG TIMBUL DALAM


PERENCANAAN PAJAK

Dosen : Enny Noegraheny H.,SP ,MM.

Kelompok 2

Akuntansi Pajak A (Pagi)

NAMA KELOMPOK: NPM

1. Devi Riyani (201608204)


2. Eka Damayanti (201608158)
3. Jihan Zahidah (201608170)
4. Lira Amalia (201608162)
5. Rifah Afifah (201608193)
SYMMETRIC UNCERTAINTY, PROGRESSIVE TAX RATES, AND RISK TAKING

(KETIDAKPASTIAN SIMETRIS, TARIF PAJAK PROGRESIF, DAN PENGAMBILAN


RESIKO)

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui
manajemen pajak.

Penghematan pajak tersebut bagi perusahaan dapat dilakukan :

1. Pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dianggap sebagai biaya/beban dalam


menjalankan atau melakukan kegiatan usaha
2. Pajak sebagai unsur pengurang laba
3. Meminimalkan pembayaran pajak tersebut, untuk mengoptimalkan besarnya laba
4. Meningkatkan efisiensi dan daya saing maka pengusaha wajib menekan biaya
seoptimal mungkin

A. Symmetric Uncertainty (Ketidakpastian Simetris)

i
Symmetric Uncertainty

Dalam rangkaian tindakan, investor harus merencanakan kembali setiap hasil dan percaya
bahwa hasil yang direncanakan tersebut menghasilkan bagi perusahaan.

Perkiraan ketidakpastian atas kewajiban pajak saat ini (atau aset pajak kini) dapat dilaporkan
dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan, jika manajemen menghadapi
ketidakpastian yang signifikan dalam memperkirakan kewajiban pajak perusahaan atau aset.
Saat perusahaan melaporkan ketidakpastian pajak yang signifikan, itu merupakan sinyal
bahwa perusahaan sedang menghadapi risiko pajak tertentu. Risiko ini terjadi karena
tingginya kemungkinan ketidaksesuaian antara beban pajak yang dilaporkan dengan pajak
yang harus dibayarkan.

Hubungan antara perusahaan yang mengungkapkan cadangan pajak laporan keuangan dan
penggunaan tax planning atau perencanaan pajak sebagai mekanisme prinsip untuk
mengurangi jumlah pajak yang mereka bayarkan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat
kemungkinan bahwa penghindaran pajak terkait dengan pelaporan ketidakpastian yang
signifikan atas perkiraan pajak dalam laporan tahunan. Perusahaan yang merekam
ketidakpastian dalam estimasi pajak akan mengurangi keinformatifan laba akuntansi
mengenai laporan rekonsiliasi penghasilan kena pajak dalam laporan keuangan mereka. Hal
ini tentu saja dapat mempengaruhi keputusan investor. Ketidakpastian atas estimasi pajak
merupakan penentu potensi penghindaran pajak perusahaan.

Asimetri Informasi

Kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan informasi antara principal dan agen. Asimetri
informasi timbul karena agen berada dalam posisi mengetahui lebih banyak mengenai
informasi perusahaan dibandingkan dengan principal. Sebagai tambahan, asimetris
informasi juga berpotensi timbul karena pemilik tidak dapat mengamati semua kegiatan
manajer. Kegiatan tersebut mungkin berbeda dari kegiatan yang disukai oleh pemilik karena
manajer mempunyai perangkat preferensi yang berbeda atau manajer sengaja lalai dalam
melaksanakan tugasnya bahkan menipu pemilik.

B. TARIF PAJAK PROGRESIF

Sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang- undang pajak penghasilan 2008, pajak
penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negri, termasuk perusahaan perorangan
dalam tahun pajak nya dihitung dari kelipatan jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp
1.000,- sebagai berikut :
i. Sebesar Rp50,00 atau 5% dari setiap Rp1.000,00 PKP yang pertama s.d yang ke 50,00
ii. Sebesar Rp150,00 atau 15% dari setiap Rp1.000,00 PKP ke 50,001 s.d yang ke 250,00
iii. Sebesar Rp250,00 atau 25% dari setiap Rp1.000,00 PKP ke 250,001 s.d yang ke
500,00
iv. Sebesar Rp300,00 atau 30% dari setiap Rp1.000,00 PKP ke 500,001 dan selebihnya

Sebagai akibatnya, rata-rata jumlah penghasilan kena pajak tahunan yang sama besarnya
tidak menjamin rata-rata beban dan jumlah pajak terutang yang juga sama besarnya.
Stabilisasi penghasilan, pada dasarnya merupakan upaya untuk membuat jumlah
penghasilan kena pajak dan oleh karena itu juga beban atau pajak yang terutang pada setiap
tahun pajak menjadi satu dengan atau mendekati jumlah rata-rata pada setiap tahun
pajaknya. Minimisasi beban dan/ atau jumlah pajak yang terutang juga dapat
diinterpretasikan sebagai upaya untuk memperoleh penghematan pajak, maka tidak
seharusnya mengabaikan fakta bahwa uang mempunyai nilai waktu

C. RISK TAKING (PENGAMBILAN RISIKO)

Yaitu nilai utama dalam melakukan investasi. Untuk menjadi seorang investor harus berani
mengambil sebuah resiko demi mencapai sebuah kesuksesan dan mempunyai jiwa yang
pantang menyerah tanpa berhenti untuk selalu mencoba.

Risiko perusahaan yang timbul karena investasi :

1. Risiko Inflasi
Keadaan inflasi meningkat akan mengurangi adanya kekuatan daya beli mata uang rupiah
sehingga risiko ini juga bisa dikatakan sebagai risiko daya beli.
Risiko ini memiliki potensi yang merugikan daya beli masyarakat terhadap investasi
dikarenakan adanya kenaikan rata-rata dari harga konsumsi.
Contoh, laju inflasi yang sudah diprediksi tidak sehat bisa berpotensi lebih besar lagi ketika
pemerintah memberlakukan kebijakan yang tidak tepat seperti menaikkan harga
BBM.
Jika BBM dinaikkan Rp 1.000 per liter saja, maka laju inflasi yang sedang tidak sehat bisa
tambah memburuk atau meningkat.

2. Risiko Penghasilan (reinvestasi)


yaitu resiko terhadap penghasilan-penghasilan suatu sset keuangan yang harus di
investasikan kambali pada sset yang berpendapatan lebih rendah (resiko yang
memaksa investor menempatkan pendapatan yang diperoleh dari bunga kredit atau
surat-surat berharga ke investasi yang berpendapatan rendah akibat turunnya
tingkat bunga)
3. Risiko Keuangan
Risiko yang berkaitan langsung dengan keputusan perusahaan dalam
menggunakan hutang untuk pembiayaan modalnya. Maka dari itu semakin besar
hutang digunakan, semakin besar pula risiko yang akan dibebani.

4. Risiko Politik

TAX PLANNING ATAS RISK SHARING DAN HIDDEN ACTION

RISK SHARING (PEMBAGIAN RISIKO)

Perusahaan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko (sharing of risk) kepada pihak
lain. Membagi risiko (risksharing) dilakukan bila terdapat kemungkinan akan terjadi kerugian
ataupun besarnya kerugian yang dialami relatif besar. Kita dapat melakukan kerja sama
dengan orang lain untuk membagi risiko tersebut. Makin besar dan kompleks proyek, maka
mitra yang dibutuhkan makin banyak.

Risk Sharing melibatkan/bermitra dengan pihak lain untuk berbagi tanggung jawab atas
aktivitas yang memiliki risiko. Banyak perusahaan yang memiliki proyek internasional
mengurangi jenis risiko seperti politik, tenaga kerja dll dengan cara membuat kerjasama
dengan perusahaan yang berada di negara tersebut. Dan apabila sebuah risiko terjadi, maka
perusahaan mitra akan menanggung beberapa atau bahkan semua dampak negatif dari
kejadian tersebut. Tetapi perusahaan mitra juga akan mendapatkan keuntungan dari sebuah
proyek apabila proyek tersebut sukses.

Anda mungkin juga menyukai