Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN BANK INDONESIA DALAM

MENANGGAPI PEREKONOMIAN AKIBAT PANDEMI COVID-19


Arya Karisma, Gilang Restu Ramadhan, Hanna Yasinna Aryanda
Jurusan Akuntansi, Fakultas Hukum dan Bisnis, Universitas Duta Bangsa Surakarta
Jl. Pinang Cemani, Sukoharjo, telp. (0271) 7470050, Kode Pos 57552
e-mail: aryakarisma1616@gmail.com, gilangrestu321@gmail.com, hanna.yasinna@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia bahkan di dunia dihebohkan dengan muncul virus jenis baru yang disebut sebagai
Virus Corona atau dalam sebutan ilmiahnya disebut sebagai Covid-19. Metode Penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan
deskriptif argumentatif. Realisasi TKD sampai dengan Maret 2020 lebih rendah Rp13,94 triliun atau
sekitar 7,69% bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2019. Menkeu
mengungkapkan pendapatan negara dan hibah pada akhir Triwulan I 2020 telah mencapai Rp375,95
triliun. Pertama yang perlu dilakukan pemerintah ialah mempercepat pengobatan dan pencegahan
penularan yang lebih luas. Sesuai UU Mata Uang (UU No. 7 Tahun 2011), perencanaan, pencetakan,
dan pemusnahan uang kartal (uang kertas dan logam), melalui koordinasi BI dengan Kementerian
Keuangan dengan jumlah sesuai dengan prakiraan kebutuhan masyarakat. Komitmen Pemerintah
untuk menjaga keberlanjutan keuangan negara guna mewujudkan keselamatan dan
kesejahteraan masyarakat ditunjukkan dengan upaya-upaya Pemerintah untuk mengelola
fiskal dengan sebaik-baiknya.

Kata Kunci: Virus Corona, Covid-19, TKD

ABSTRACK

Indonesia even in the world is horrendous with the emergence of a new type of virus called
the Corona Virus or scientific designation called Covid-19. The research method used in this
research is to use qualitative descriptive analysis and argumentative descriptive analysis. The
realization of TKD up to March 2020 was Rp13.94 trillion or around 7.69% lower compared to the
realization of TKD in the same period in 2019. The Minister of Finance revealed that state revenues
and grants at the end of the First Quarter of 2020 had reached Rp375.95 trillion. The first thing the
government needs to do is accelerate the treatment and prevention of wider transmission. In
accordance with the Currency Law (Law No. 7 of 2011), planning, printing, and destroying currency
(banknotes and coins), through the coordination of BI with the Ministry of Finance in accordance
with the estimated needs of the community. The commitment of the Government to maintain the
sustainability of state finances in order to realize the safety and welfare of the people is demonstrated
by the Government's efforts to manage fiscal well.

Keywords: Corona Virus, Covid-19, TKD


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Corona virus adalah sekumpulan virus dari subfamili Orthocronavirinae dalam
keluarga Coronaviridae dan ordo Nidovirales. Kelompok virus ini yang dapat
menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, termasuk manusia. Pada manusia,
corona virus menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang umumnya ringan, seperti
pilek, meskipun beberapa bentuk penyakit seperti: SARS, MERS, dan COVID-19
sifatnya lebih mematikan. Dalam kondisi saat ini, virus corona bukanlah suatu wabah
yang bisa diabaikan begitu saja. Jika dilihat dari gejalanya, orang awam akan
mengiranya hanya sebatas influenza biasa, tetapi bagi analisis kedokteran virus ini
cukup berbahaya dan mematikan. Saat ini di tahun 2020, perkembangan penularan
virus ini cukup signifikan karena penyebarannya sudah mendunia dan seluruh negara
merasakan dampaknya termasuk Indonesia.1
Mengantisipasi dan mengurangi jumlah penderita virus corona di Indonesia
sudah dilakukan di seluruh daerah. Diantaranya dengan memberikan kebijakan
membatasi aktifitas keluar rumah, kegiatan sekolah dirumahkan, bekerja dari rumah
(work from home), bahkan kegiatan beribadah pun dirumahkan. Hal ini sudah menjadi
kebijakan pemerintah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sudah dianalisa
dengan maksimal tentunya. Hampir seluruh kegiatan dirumahkan, dan kebijakan ini
disebut dengan lockdown. Lockdown dapat membantu mencegah penyebaran virus
corona ke suatu wilayah, sehingga masyarakat yang berada di suatu wilayah tersebut
diharapkan dapat terhindar dari wabah yang cepat menyebar tersebut.
Dalam rangka menghadapi Virus Corona, Presiden menerbitkan beberapa
produk peraturan perundang-undangan (legislasi) dan regulasi, dan salah satunyya
adalah Perpu No.1 tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease
2019 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan
perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.2

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dipaparkan sesuai dengan latar belakang yang telah
dijelaskan adalah:
1. Bagaimana akselerasi belanja dibulan Maret hingga saat ini?
2. Apakah pendapatan negara masih mampu tumbuh positif di akhir triwulan?

1
Yunus, Nur Rohim, Annisa Rezki. 2020. “Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi
Penyebaran Corona Virus Covid-19” Sosial dan Budaya, 7(3), hal. 227 – 238.
2
Iswanto. 2020. “Perlukan Perpu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dalam Penanganan
Corona Virus Disease 2019” Ilmu Hukum, 1(3), hal. 280 – 288.
3. Apa kebijakan pemerintah dalam menanggapi perekonomian akibat pandemi
Covid-19?
4. Apa kebijakan Bank Indonesia dalam menanggapi perekonomian akibat
pandemi Covid-19?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari jurnal ini, yaitu:
1. Mengetahui keadaan akselerasi belanja bulan Maret hingga saat ini
2. Mengetahui pertumbuhan pendapatan negara di akhir triwulan
3. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam menanggapi perekonomian akibat
pandemi Covid-19
4. Mengetahui kebijakan Bank Indonesia dalam menanggapi perekonomian akibat
pandemi Covid-19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

COVID-19 atau corona adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh


virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu,
hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia.3
Kebijakan pemerintah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang ditujukan
untuk publik dalam pengertian yang seluas-luasnya (negara, masyarakat dalam
berbagai status serta untuk kepentingan umum), baik itu dilakukan secara langsung
maupun tidak secara langsung yang tercermin pada berbagai dimensi kehidupan
publik. Oleh karena itu, kebijakan publik sering disebut sebagai kebijakan publik.4
Kebijakan moneter adalah seperangkat kebijakan ekonomi yang dibuat untuk
mengatur ukuran serta tingkat pertumbuhan pasokan uang di dalam perekonomian
negara. Kebijakan ini adalah tindakan yang terukur untuk membantu mengatur
variabel makro ekonomi, seperti inflasi ataupun pengangguran. Kebijakan ini
dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penyesuaian suku bunga, mengubah jumlah
uang tunai yang berada di pasar, serta pembelian atau penjualan sekuritas pemerintah.
Kebijakan ini diambil oleh bank sentral atau Bank Indonesia dengan tujuan
memelihara dan mencapai stabilitas nilai mata uang yang dapat dilakukan antara lain
dengan pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan penetapan suku
bunga.5

4
Aditama, Refika. 2012. “Studi Kebijakan Pemerintah” (http://perpustakaan.kasn.go.id/index.php?
p=show_detail&id=175&keywords=, Diakses tanggal 17 April 2020).

5
Amalia, Dina. 2019. “Pengertian, Tujuan, dan Instrumen Kebijakan Moneter”
(https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-tujuan-dan-instrumen-kebijakan-moneter/, Diakses tanggal 17
April 2020).
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
literatur. Merupakan metode pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku dan
situs-situs internet yang mendukung dan menunjang dalam pembuatan TAS dan
penyusunan laporan, sekaligus dijadikan sebagai landasan dalam penulisan laporan
TAS. Mengingat materi dan penelitian yang masih belum memadai maka penulis
akan mendeskripsikan hasil penelitian melalui beberapa sumber dan mengambil
kesimpulan dari beberapa artikel maupun jurnal terkait.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Akselerasi Belanja Indonesia Bulan Maret 2020
Dalam beberapa bulan terakhir dikuartal pertama tahun 2020 terjadi beberapa
fluktuasi ekonomi secara global, baik itu dari sektor keuangan hingga nilai tukar
emas yang terus melonjak tinggi. Menkeu menyampaikan Realisasi Belanja
Pemerintah Pusat sampai dengan Maret 2020 tumbuh sebesar 6,58% (yoy) dari
tahun sebelumnya. Karena adanya Covid-19 dan adanya prioritas yang lebih
ditujukan kepada kesehatan, bansos, dan pemulihan ekonomi diperkirakan belanja
modal akan mengalami perlambatan. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi
realisasi Belanja Pemerintah Pusat dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana
Desa (TKDD).6 Meningkatnya kinerja realisasi Belanja Pemerintah Pusat tersebut
utamanya dipengaruhi oleh kinerja realisasi belanja modal sebesar Rp11,95 triliun
dan bantuan sosial sebesar Rp47,17 triliun. Realisasi belanja modal hingga Maret
2020 mengalami peningkatan sebesar 32,06% (yoy), sedangkan realisasi bantuan
sosial tumbuh sebesar 27,61% (yoy) jika dibandingkan tahun sebelumnya sebagai
upaya Pemerintah untuk melaksanakan program-program jaring pengaman sosial.
Peningkatan kinerja realisasi belanja tersebut mencerminkan komitmen
Pemerintah untuk melakukan percepatan belanja produktif serta peningkatan
pelayanan, termasuk melindungi masyarakat miskin dan rentan. Realisasi TKDD
sampai dengan Maret 2020 mencapai Rp174,50 triliun yang meliputi Transfer ke
Daerah (TKD) sebesar Rp167,30 triliun dan Dana Desa Rp7,20 triliun. Realisasi
TKDD sampai dengan Maret 2020 lebih rendah sekitar Rp16,82 triliun atau
8,79% (yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Secara
umum hal ini terutama disebabkan belum optimalnya penyaluran dana TKDD
sampai dengan Triwulan I 2020 karena adanya proses pemenuhan persyaratan
penyaluran TKDD oleh Pemerintah Daerah.
6
Iksan Burhanuddin, Chairul, Muhammad Nur Abdi. 2020. “Ancaman Krisis Ekonomi
Global dari Dampak Penyebaran Virus Corona (Covid-19)” Ilmu Ekonomi, 17(1), hal. 710 –
718.
Realisasi TKD sampai dengan Maret 2020 lebih rendah Rp13,94 triliun atau
sekitar 7,69% bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun
2019. Rendahnya realisasi TKD tersebut terutama disebabkan karena: (1)
Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) hanya sekitar 38,39% dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. (2) Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) hanya
sekitar 6,10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini
terutama disebabkan karena adanya penyaluran DAU yang berbasis kinerja,
sehingga penyaluran hanya dapat dilakukan setelah Menkeu (c.q Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan) menerima laporan belanja pegawai dari daerah
sebagaimana amanah dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 139 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Otonomi Khusus. Sementara itu, realisasi penyaluran Dana Desa sampai dengan
Maret 2020 sebesar Rp7,20 triliun. Secara spesifik, kinerja penyaluran TKDD
sampai dengan Maret 2020 juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu dampak
mewabahnya pandemi Covid-19 di ibukota dan berbagai daerah di Indonesia,
sehingga turut mempengaruhi implementasi penyaluran TKDD di daerah karena
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih terfokus pada penanganan
dampak akibat Covid-19 tersebut.
Pada dasarnya pemotongan TKDD tersebut digunakan untuk penanganan
Covid-19 secara terkoordinasi di Pemerintah Pusat, antara lain untuk pengadaan
Alat Pelindung Diri (APD), pembayaran insentif dan santunan kematian tenaga
medis, berbagai jenis bantuan sosial, dan insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Dengan demikian, uang pemotongan tersebut pada dasarnya
juga kembali kepada masyarakat di daerah. Selain itu, telah dikeluarkan pula Surat
Keputusan Bersama Menkeu dan Menteri Dalam Negeri yang isinya mengatur
penyesuaian APBD. Hal ini utamanya agar daerah melakukan penghematan di
seluruh aspek (belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal) dan
merealokasinya untuk fokus kepada belanja penanganan Covid-19 serta bantuan
sosial dan insentif untuk mengatasi dampak ekonomi di daerah. Dalam
pelaksanaan bantuan sosial ini, harus dilakukan koordinasi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pencapaian sasarannya.
2. Pertumbuhan Pendapatan Negara
Menkeu mengungkapkan pendapatan negara dan hibah pada akhir Triwulan I
2020 telah mencapai Rp375,95 triliun. Capaian pendapatan negara tersebut
tumbuh 7,75% (yoy) jauh lebih baik dibandingkan pertumbuhan di bulan Februari
lalu sebesar minus 0,5% (yoy). Namun demikian, kita melihat refleksi penerimaan
negara di bulan Maret yg tumbuh 7,7% terlihat cukup baik dibandingkan tahun
lalu yang tumbuh 4,46%, meskipun basis supporting-nya bukan basis ekonomi
secara luas. Hal ini menunjukkan dukungan berbagai sumber pendapatan negara
dalam upaya memperkuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di
tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Realisasi Pendapatan Negara
yang bersumber dari Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) masing-masing secara nominal telah mencapai Rp279,89 triliun dan
Rp95,99 triliun. Sementara itu, realisasi dari Hibah pada periode yang sama baru
mencapai Rp0,08 triliun. Penerimaan Perpajakan dan PNBP tumbuh masing-
masing sebesar 0,43% dan 37% (yoy). Sementara itu, secara keseluruhan
pertumbuhan komponen penerimaan Pajak hingga akhir bulan Maret 2020 masih
bersumber dari pajak atas konsumsi rumah tangga, meskipun penerimaan pajak
juga masih dibayangi tekanan akibat tren pelemahan industri manufaktur dan
aktivitas perdagangan internasional, serta pelemahan aktivitas ekonomi akibat
penyebaran Covid-19.
Kemudian, seiring adanya aturan terkait Work From Home (WFH) baik untuk
sektor pemerintah maupun sektor swasta, maka mulai terjadi perlambatan kegiatan
usaha di akhir bulan Maret 2020 yang berpotensi menurunkan penyerahan dalam
negeri yang kemudian akan menekan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam
Negeri (PPN DN) di bulan April 2020. Kondisi tersebut kemungkinan akan
berlanjut dan semakin terkontraksi di bulan Mei, mengingat di bulan April
sebagian daerah sudah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
di beberapa wilayah terdampak. Sejalan dengan penerapan WFH dan PSBB
tersebut, Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan berupa relaksasi
pembayaran PPh Pasal 29 OP dan pelaporan SPT PPh OP, yang mana berimbas
pada belum optimalnya realisasi penerimaan PPh Pasal 29 OP. Lebih lanjut,
penerimaan Kepabeanan dan Cukai secara nominal utamanya masih didukung
oleh penerimaan dari Cukai dan Bea Masuk (BM). Dilihat dari pertumbuhannya,
penerimaan Kepabeanan dan Cukai tumbuh mencapai 23,60% (yoy), yang
terutama berasal dari pertumbuhan penerimaan Cukai yang tercatat sebesar
36,50% (yoy). Di sisi lain, realisasi penerimaan Bea Keluar (BK),
pertumbuhannya secara kumulatif masih tumbuh negatif 32,56% (yoy).7
Realisasi PNBP sampai dengan Triwulan I Tahun 2020 tumbuh positif sebesar
36,80 % dibandingkan periode yang sama tahun 2019 (Rp70,16 triliun). Secara
lebih terperinci, pencapaian realisasi triwulan ini terutama bersumber dari PNBP
SDA migas tercatat sebesar Rp28,64 triliun (22,5% dari APBN 2020) atau tumbuh
7,42% (yoy). Penerimaan PNBP nonmigas sampai akhir Maret mengalami
penurunan sebesar 22,41%. Sementara itu, capaian pendapatan dari Kekayaan
Negara yang Dipisahkan hingga Maret 2020 menunjukkan pertumbuhan
907.314,82% dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Demikian juga dengan
pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) hingga Maret 2020 mencatatkan
pertumbuhan positif 37,17% dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yaitu
dari Rp9,38 triliun menjadi Rp12,87 triliun.

B. Pembahasan
1. Kebijakan Pemerintah dalam Menanggapi Pandemi Covid-19

7
Puspasari, Rahayu. 2020. “Pemerintah Waspada Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Ekonomi Indonesia”
(https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-pemerintah-waspada-dampak-pandemi-covid-
19-terhadap-ekonomi-indonesia/., Diakses tanggal 17 April 2020).
Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dilakukan untuk menanggapi
perekonomian di Indonesia akibat adanya pandemi Covid-19, antara lain:
a) Percepatan Pengobatan
Pertama yang perlu dilakukan pemerintah ialah mempercepat pengobatan
dan pencegahan penularan yang lebih luas. Pemerintah harus menerapkan
kebijakan at all cost seperti pengadaan alat kesehatan penunjang
pemeriksaan, ruang isolasi, dan Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu,
menggratiskan biaya pemeriksaan baik yang terbukti maupun tidak,
ataupun hal-hal yang bersifat pencegahan seperti pembagian masker murah
dan sebagainya.
b) Penurunan harga listrik dan BBM
Untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan
perputaran roda ekonomi, pemerintah dituntut untuk dapat mengurangi
beban biaya yang secara langsung dalam kendali pemerintah, diantaranya
tarif dasar listrik, BBM, dan air bersih.
c) Relaksasi Pajak
Kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi Pajak Penghasilan baik
pekerja industri manufaktur (penghapusan PPh 21 selama enam bulan)
ataupun pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan PPh Impor
22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) semestinya diperluas. Pasalnya,
perlambatan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri
manufaktur, tetapi juga sektor-sektor lainnya.
d) Pemberian BLT
Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah dengan
memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang
mengalami penurunan pendapatan dan mengalami Pemutusan Hubungan
Kerja. Penyaluran BLT juga perlu diikuti dengan ketepatan data penerima
bantuan dan perbaikan mekanisme dan kelembagaan dalam penyalurannya
sehingga dana BLT tidak salah sasaran dan diterima oleh seluruh
masyarakat yang semestinya mendapatkannya. Ini belajar dari
pengalaman penyaluran bantuan sosial selama ini yang belum terdistribusi
secara merata khususnya bagi masyarakat yang justru membutuhkan.
e) Jaga Pasokan dan Distribusi Pangan
Penyaluran BLT perlu didukung oleh kebijakan untuk menjamin
kelancaran pasokan dan distribusi barang khususnya pangan. Di saat
seperti ini, potensi panic buying dan penimbunan sangat besar, sehingga
pengamanan aspek distribusi perlu diperketat.
f) Pemberian Relaksasi Kredit UMKM
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memberlakukan kebijakan yang
mendorong lembaga keuangan untuk melakukan rescheduling dan
refinancing utang-utang sektor swasta, selain untuk UMKM, juga untuk
usaha-usaha yang menghadapi risiko pasar.
g) Kebijakan Baru
Membuka peluang untuk membuat terobosan kebijakan baru. Di sisi
fiskal, opsi pelebaran defisit anggaran melebihi yang batas yang
ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara diperlukan di tengah
semakin banyaknya kebutuhan belanja negara untuk memberikan insentif
kepada perekonomian.8

2. Kebijakan Bank Indonesia dalam Menanggapi Pandemi Covid-19


Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dilakukan untuk menanggapi
perekonomian di Indonesia akibat adanya pandemi Covid-19, antara lain:
1. Mekanisme pengedaran uang kartal
Sesuai UU Mata Uang (UU No. 7 Tahun 2011), perencanaan, pencetakan,
dan pemusnahan uang kartal (uang kertas dan logam), melalui koordinasi
BI dengan Kementerian Keuangan dengan jumlah sesuai dengan prakiraan
kebutuhan masyarakat. Keseluruhan proses pengolahan uang sesuai
dengan tata kelola dan diaudit oleh BPK. Oleh karena itu, pandangan
bahwa BI akan melakukan pencetakan uang dalam upaya mitigasi covid-
19 adalah tidak sesuai dengan best practice kebijakan moneter yang
prudent dan BI tidak akan melakukan langkah kebijakan tersebut.
2. Operasi Moneter dalam Pengendalian Uang Giral & Likuiditas Pasar
Uang dan Perbankan
Sesuai mandat, BI mengendalikan inflasi dan mestabilkan nilai tukar
Rupiah, sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi dan juga mendorong
pertumbuhan ekonomi. Langkah yang dilakukan oleh BI adalah melalui
penetapan suku bunga acuan dan pelaksanaan operasi moneter (OM)
untuk mengelola likuiditas di pasar uang dan perbankan sejalan dengan
langkah kebijakan BI dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah. Pelaksanaan
OM, salah satunya dengan cara OM ekspansi dan OM kontraksi melalui
transaksi repo dengan underlying SBN yang dimiliki.
3. Kebijakan QE Bank Indonesia
Salah satu bentuk QE berupa injeksi likuitas ke perbankan dengan jumlah
secara total telah mencapai sekitar Rp503,8 trililun, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Periode Januari – April 2020 sebesar Rp386 triliun, yang bersumber
dari pembelian SBN di pasar sekunder dari investor asing sebesar
Rp166,2 triliun, term repo perbankan sebesar Rp137,1 triliun, swap
valuta asing sebesar Rp29,7 triliun, dan penurunan Giro Wajib
Minimun (GWM) rupiah di bulan Januari dan April 2020 sebesar
Rp53 triliiun.
b. Periode Mei 2020 sebesar Rp117,8 triliun, yang bersumber dari
penurunan GWM rupiah sebesar Rp102 triliun dan tidak mewajibkan
8
Sindonews.com. 2020. “7 Kebijakan Ekonomi Untuk Hadapi Pandemi Covid-19”
(https://www.google.com/amp/s/ekbis.sindonews.com/beritaamp/1571716/33/7-kebijakan-ekonomi-untuk-
hadapi-pandemi-covid-19, Diakses tanggal 17 April 2020).
tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi
Makroprudensial (RIM) sebesar Rp15,8 Triliun.
4. Nilai tukar Rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat kearah
Rp15.000 di akhir tahun.
Pada pagi ini (9/4) Rupiah dibuka pada level Rp16.200 per dolar AS, dan
data terakhir sore ini saat media briefing ditransaksikan pada level
Rp15.930 per dolar AS. Nilai tukar Rupiah menguat sesuai dengan
mekanisme pasar yang dinamis, sehingga tidak terlepas dari peran pelaku
pasar dan eksportir yang ikut menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Penguatan tersebut mengurangi kebutuhan Bank Indonesia untuk
melakukan stabilisasi nilai tukar. Penguatan nilai tukar Rupiah ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Nilai tukar Rupiah secara fundamental masih undervalue sehingga
akan cenderung menguat
b. Keyakinan pasar terhadap langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
oleh Pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam penanganan
COVID–19 dan dampaknya, baik dari sisi fiskal, moneter maupun
kredit
c. Kondisi risiko di global berangsur-ansur membaik,meskipun masih
relatif tinggi. Salah satu indikatornya yaitu indeks volatilitas pasar
keuangan (Volatility Index/VIX) yang membaik. VIX berada pada
level 18,8 sebelum adanya pandemi COVID-19 dan saat terjadi
kepanikan di pasar keuangan global sekitar minggu kedua-ketiga
Maret 2020 VIX berada pada level tertinggi yaitu 82.
5. Cadangan devisa diprakirakan akan meningkat
Cadangan devisa diprakirakan akan meningkat menjadi sekitar 125 miliar
dolar AS dari sebelumnya sebesar 121 miliar dolar AS pada akhir Maret
2020. Hal tersebut dikarenakan penerbitan global bond senilai 4,3 miliar
dolar AS oleh Pemerintah. Jumlah cadangan devisa lebih dari cukup untuk
pembiayaan impor, pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan untuk
melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah.
6. Kerja sama repurchase agreement line (repo line) dengan Bank Sentral
Amerika Serikat (The Federal Reserve) senilai USD60 miliar telah siap
untuk sewaktu-waktu digunakan
7. Perkembangan harga-harga di pasar terkendali dan rendah
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan 46 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah,
menunjukan bahwa harga-harga di pasar terkendali dan rendah.
Pemantauan harga pada minggu kedua April 2020 menunjukkan inflasi
akan berada di sekitar 0,20% (mtm) atau 2,80% (yoy).9
9
Ruangmedia.com. 2020. “Perkembangan Terkini Perekonomian dan Langkah BI dalam Hadapi Covid-19”
(https://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/Pages/Perkembangan-Terkini-Perekonomian-dan-Langkah-
BI-dalam-Hadapi-COVID-19-6-Mei-2020.aspx. Diakses tanggal 17 April 2020).
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Indonesia bahkan di dunia dihebohkan dengan muncul virus jenis baru yang
disebut sebagai Virus Corona atau dalam sebutan ilmiahnya disebut sebagai Covid-
19. Kinerja penyaluran TKDD sampai dengan Maret 2020 juga dipengaruhi oleh
faktor lain yaitu dampak mewabahnya pandemi Covid-19 di ibukota dan berbagai
daerah di Indonesia, sehingga turut mempengaruhi implementasi penyaluran TKDD
di daerah karena Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih terfokus pada
penanganan dampak akibat Covid-19 tersebut. Refleksi penerimaan negara di bulan
Maret terlihat cukup baik dibandingkan tahun lalu yang tumbuh, meskipun basis
supporting-nya bukan basis ekonomi secara luas. Hal ini menunjukkan dukungan
berbagai sumber pendapatan negara dalam upaya memperkuat Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Komitmen Pemerintah untuk menjaga keberlanjutan keuangan negara guna
mewujudkan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat ditunjukkan dengan upaya-
upaya Pemerintah untuk mengelola fiskal dengan sebaik-baiknya melalui peningkatan
pendapatan negara secara optimal, pengelolaan utang yang pruden dan terus berupaya
melakukan perbaikan kinerja penyerapan anggaran. Hal ini diarahkan agar
pelaksanaan APBN dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkeadilan bagi
seluruh lapisan masyarakat.

1.2 Saran
Dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, harus dilakukan koordinasi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pencapaian
sasarannya dan agar dapat terealisasi dengan benar dan tepat. Bank Indonesia juga
perlu melakukan koordinasi dengan pihak pemerintahan agar kebijakannya berjalan
dengan benar dan tepat. Selain itu, pemerintah maupun Bank Indonesia harus mampu
membuat prioritas untuk melakukan setiap kebijakannya tersebut.
Penelitian ini masih dalam taraf kajian analisis deskriptif terkait dampak Virus
Corona pada perekonomian global. Lebih lanjut penelitian lainnya dapat melihat
dampak virus corona ditengah masyarakat dengan menyandingkannya dengan aspek
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

[1]
Yunus, Nur Rohim, Annisa Rezki. 2020. Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai
Antisipasi Penyebaran Corona Virus Covid-19. Sosial dan Budaya, 7(3), 227 –
238.
https://www.researchgate.net/profile/Nur_Yunus2/publication/340103987_Kebijakan
_Pemberlakuan_Lock_Down_Sebagai_Antisipasi_Penyebaran_Corona_Virus_Covid-
19/links/5e8734ce4585150839ba0cce/Kebijakan-Pemberlakuan-Lock-Down-Sebagai-
Antisipasi-Penyebaran-Corona-Virus-Covid-19.pdf

[2]
Iswanto. 2020. Perlukan Perpu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019. Ilmu Hukum, 1(3), 280 – 288.
http://journal.umpo.ac.id/index.php/LS/article/view/2770/1487

[4]
Aditama, Refika. 2012. Studi Kebijakan Pemerintah.
http://perpustakaan.kasn.go.id/index.php?p=show_detail&id=175&keywords=.
(Diakses tanggal 17 April 2020).

[5]
Amalia, Dina. 2019. Pengertian, Tujuan, dan Instrumen Kebijakan Moneter.

https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-tujuan-dan-instrumen-
kebijakan-
moneter/. (Diakses tanggal 17 April 2020).

[6]
Iksan Burhanuddin, Chairul, Muhammad Nur Abdi. 2020. Ancaman Krisis Ekonomi
Global dari Dampak Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Ilmu Ekonomi,
17(1),
710 – 718.
https://www.researchgate.net/publication/340487613_ANCAMAN_KRISIS_
EKONOMI_GLOBAL_DARI_DAMPAK_PENYEBARAN_VIRUS_CORONA_
COVID-19

[7]
Puspasari, Rahayu. 2020. Pemerintah Waspada Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap
Ekonomi Indonesia.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-pemerintah-waspada-
dampak-pandemi-covid-19-terhadap-ekonomi-indonesia/. (Diakses tanggal 17 April
2020).

[8]
Sindonews.com. 2020. 7 Kebijakan Ekonomi Untuk Hadapi Pandemi Covid-19.
https://www.google.com/amp/s/ekbis.sindonews.com/beritaamp/1571716/33/7-
kebijakan-ekonomi-untuk-hadapi-pandemi-covid-19. (Diakses tanggal 17 April
2020).
[9]
Ruangmedia.com. 2020. Perkembangan Terkini Perekonomian dan Langkah BI dalam
Hadapi Covid-19.
https://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-
terbaru/Pages/Perkembangan-Terkini-Perekonomian-dan-Langkah-BI-dalam-
Hadapi-
COVID-19-6-Mei-2020.aspx. (Diakses tanggal 17 April 2020).

Anda mungkin juga menyukai