Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PERBANGKAN SYARIAH

HAMBATAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENGHADAPI


PANDEMI COVID 19

Oleh:

Nama : Ina Kuntari

Nim : 43118120205

Pembimbing : Dr.Sudjono,M.Acc.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MERCUBUANA

2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai HAMBATAN PERBANKAN
SYARIAH DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID 19.
Atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan terima kasih.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.Sudjono,M.Acc selaku dosen Mata
Kuliah Perbankan Syariah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan
sesuai dengan bidang studi.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikin dengan makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami
selanjutnya.

Jakarta,16 Mei 2022

Ina Kuntari

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………5

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................5

1.2 Batasan Masalah.................................................................................................10

1.3 Rumusan Masalah ..............................................................................................10

1.4 Tujuan.................................................................................................................11

1.5 Manfaat............................................................................................................. 12

BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………………………13

2.1 Pengertian Bank syariah………………………….…………………………….13

2.2.Peranan Bank Syariah Bagi Perekonimian ...................................................... 14


2.3.Perkembangan Bank syariah di Indonesia........................................................ 15

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Damapak Covid 19 terhadap bank syariah……………………………………17
3.2 strrategi perbankan syariah dalam menghadapi covid 19……………………..19
3.3 7 strategi perbankan syariah saat covid 19…………………………………….20

BAB IV PENUTUP........................................................................................................21

4.1 Kesimpulsn……………………………………………………………………..21
4.2 Saran....................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan dampak pada perekonomian, tak
terkecuali sektor perbankan. Dampak epidemi ini menyebabkan beberapa negara
mengalami krisis ekonomi bahkan resesi (Wu & Olson, 2020). Di Indonesia sendiri,
penyebaran covid-19 termasuk tinggi. Dilansir dari situs WHO pada 14 Februari 2021,
Indonesia menduduki peringkat ke-19 sebagai negara dengan kasus terbanyak. Dengan
total kasus 1.210.784.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan kepanikan dalam sektor ekonomi dan
keuangan. Dilansir dari situs BPS (Badan Pusat Statistik), PDB Indonesia pada kuartal III
minus 3,49 % (year on year/yoy). Hal ini diakibatkan diberlakukannya pembatasan sosial
dan penerapan subsidi atau bantuan langsung tunai yang menyebabkan anggaran yang
dikeluarkan lebih banyak dibandingkan pemasukan, yang akhirnya akan memperbesar
hutang negara seperti mengeluarkan obligasi global demi menstabilkan perekonomian
Indonesia (Syukra, Ridho, 2020).
Berdasarkan Laporan Bank Indonesia dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha.
Kondisi kegiatan usaha pada masa awal pandemi Covid-19 menunjukkan penurunan yang
curam (Gambar 1). Pada triwulan II-2020 terindikasi dari Saldo bersih Tertimbang (SBT)
di angka -33,75%, turun lebih dalam dibandingkan triwulan I-2020 yaitu -5,56%.
Penurunan terjadi pada seluruh sektor ekonomi yang didominasi oleh sektor hotel dan
restoran, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa. Melandanya
pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan permintaan dan gangguan pasokan.

Gambar 1.

Grafik Perkembangan Kegiatan Usaha

Sumber : SKDU (Bank Indonesia, 2020).

Kondisi perekonomian Indonesia selama masa pandemi Covid-19 berdasarkan laporan


Survei Konsumen oleh Bank Indonesia berada pada zona pesimis. Dengan indikator IKK
v
(Indeks Keyakinan Konsumen), IKE (Indeks Kondisi Ekonomi) dan IEK (Indeks
Ekspektasi Konsumen), laporan survei menunjukkan bahwa pada masa sebelum pandemi
kondisi perekonomian masih berada pada dalam zona optimis, namun menurun secara
drastis ketika pandemis Covid-19 melanda Indonesia. Seperti yang ditunjukkan oleh
Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2.

Grafik Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber : Survei Konsumen (BI, 2020)

Memasuki tahun 2020 tren Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus mengalami
penurunan hingga jatuh drastis, memasuki zona pesimis pada bulan April, 2020.
Penurunan terjadi dikarenakan menurunnya indeks pembentuknya yaitu IKE (Indeks
Kondisi Ekonomi) yang turun ke level pesimis, 62,8 dan IEK (Indeks Ekspektasi
Konsumen) walaupun masih pada zona optimis, 106,8. Penurunan pandangan optimisme
para konsumen tentang kondisi ekonomi saat itu disebabkan adanya darurat bencana
nasional Covid-19, yang mana mempengaruhi indeks penghasilan dan ketersediaan
lapangan kerja. Penurunan Optimisme IKK ini ditafsirkan akan mempengaruhi
perkembangan dana pihak ketiga, dikarenakan konsumen beranggapan lebih baik
menyimpan uangnya dibandingkan melakukan belanja konsumsi atau investasi. Namun
seiring berjalannya waktu IKK mengalami kenaikan kembali, seperti pada bulan
Desember 2020, indeks mengalami perbaikan menuju zona optimis.
Hal ini ditengarai oleh kelancaran program pemulihan ekonomi nasional dan pengadaan
vaksinasi Covid-19 yang semakin mendorong optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi Indonesia.
Dalam sektor perbankan, baik bank konvensional maupun bank syariah, sama-sama
menghadapi tantangan pandemi covid-19 ini (Disemadi & Shaleh, 2020; Labonte & Scott,
2020; dan Mardhiyaturrositaningsih & Mahfudz, 2020). Hadirnya pandemi Covid-19 telah
menjadi ancaman dan peluang bagi kinerja perbankan Indonesia. Pandemi Covid-19
menjadi ancaman karena sektor perbankan akan mengalami beberapa kemungkinan risiko
yang muncul, seperti risiko kredit macet, risiko penurunan aset, risiko pasar dan
sebagainya yang kemudian risiko tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja dan
profitabilitas perbankan (Wahyudi, 2020).
vi
Potensi kegagalan kredit dan pembiayaan bagi hasil juga akan meningkat. Dikarenakan
pada sektor riil pendapatan berkurang operasional dan penjualan yang terganggu, tetapi
tetap terjadi pengeluaran meskipun tidak sepenuhnya dan mengalami kerugian yang
berbeda-beda (Hadiwardoyo, 2020). Pandemi Covid-19 telah melemahkan kapasitas
perbankan, terutama pihak debitur, lemahnya kinerja para debitur akan meningkatkan
potensi risiko kredit yang mana akan mengganggu kestabilan kinerja perbankan (Disemadi
& Shaleh, 2020).

Gambar 3.
Grafik Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit

DPK 53,1 95,4 87,1 73,3 11,6 44,0 80,8 88,0


Kredit 57,8 78,3 68,3 70,6 23,7 -33,9 50,6 25,4

Sumber : Survei Perbankan (BI, 2020)


Dari grafik diatas (Gambar 3), Survei Perbankan oleh Bank Indonesia mengindikasi
adanya perubahan berupa penurunan pada dana pihak ketiga dan kredit pada masa awal
Covid-19. Penurunan DPK paling rendah pada triwulan 1 2020, ditunjukkan dari Saldo
Bersih Tertimbang yaitu sebesar 11,6 %. Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),
Halim Alamsyah menyatakan terjadinya kepanikan pada masa awal pandemi yang mana
banyak pemilik dana mengalokasikan dananya ke aset yang lebih aman (Pratama, 2020).
Namun seiring berjalannya waktu, pertumbuhan DPK pada triwulan 2,3 dan 4 tahun 2020,
menunjukkan pertumbuhan yang positif, ditunjukkan oleh Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
pada triwulan IV, yaitu sebesar 88,0% .
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan DPK pada tahun 2021 akan
mengalami pertumbuhan positif sebesar 68%, meskipun lebih kecil daripada tahun
sebelumnya, yaitu 88,0% (Bank Indonesia, 2020).
Kemudian pertumbuhan kredit grafik dari Gambar 3, menunjukkan bahwa pada masa awal
vii
pandemi Covid-19 juga mengalami penurunan, tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang
pada triwulan I sebesar , 23,7% lalu triwulan II 2020 sebesar, -33,9 %. Penurunan
pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh jenis penggunaan kredit (Tabel 1). Dimana yang
paling rendah terjadi pada penggunaan kredit investasi triwulan II 2020, terindikasi pada
SBT sebesar - 75,1% , diikuti kredit konsumsi -68,6% lalu kredit modal kerja -19,5%.
Tabel 1.
Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan

Rincian Kredit2019 2020


I II III IV I II III IV
Modal Kerja 68,2 61,0 65,8 65,0 16,7 (19,5) 68,1 25,6
Investasi 74,7 77,3 63,2 70,3 15,1 (75,1) 28,6 (10,6)
Konsumsi 30,4 54,3 45,9 75,8 (7,6) (68,6) 42,7 0,9
Sumber : Survei Perbankan (Bank Indonesia, 2020)

Kondisi pertumbuhan kredit sempat kembali membaik pada triwulan III dan triwulan IV,
namun belum bisa secara stabil menyamakan besar angka pertumbuhan kredit pada saat
sebelum pandemi Covid-19. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyatakan bahwa
minimnya pertumbuhan kredit selama pandemi Covid-19 dikarenakan minimnya
permintaan kredit dari masyarakat dan dunia usaha yang tak lepas dari lesunya
perekonomian akibat pembatasan mobilitas demi menekan penyebaran virus corona,
sekaligus juga perbankan tengah fokus melakukan restrukturisasi kredit untuk
menciptakan stimulus kredit ke masyarakat (Pertumbuhan Kredit, 2020).
Penyaluran kredit dan kredit bermasalah memiliki dampak besar bagi kinerja perbankan.
Hal ini dikarenakan aktiva produktif merupakan pos utama dalam arus kas suatu
perbankan. Kualitas aktiva produktif dan non performing loan, merupakan indikator utama
dalam penilaian kinerja perbankan, maka dari itu apabila terjadi peristiwa krisis yang
mengganggu kelancaran kredit, hal tersebut akan mempengaruhi penghapusan penyisihan
aktiva pada asset (Putri dan Dharma, 2016).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memberlakukan dual system banking, yang
mana bank dengan sistem konvensional dan syariah beroperasi bersama-sama. Di
Indonesia bank konvensional menjadi penguasa dalam pemberian layanan perbankan
kepada masyarakat. Berdasarkan OJK (2020) perbankan umum konvensional di Indonesia
berjumlah 109 bank. Namun bank umum konvensional di Indonesia mengalami penurunan
jumlah dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2018 berjumlah 115 bank dan tahun 2019
berjumlah 110 bank. Sedangkan pada perbankan syariah, sejak rilisnya bank syariah
pertama di Indonesia pada tahun 1998, yaitu Bank Muamalat, jumlah bank umum syariah
di Indonesia telah mengalami peningkatan. Tercatat sampai tahun 2020 jumlah bank
umum syariah berjumlah 14 bank (OJK, 2020).
Berdasarkan laporan OJK dinyatakan bahwa selama pandemi Covid-19 berlangsung,
terdapat kenaikan market share dari perbankan syariah dan penurunan pada perbankan
konvensional
Tabel 2.
Market Share Perbankan
Market Share Perbankan Tahun 2020
Maret Juni September
Bank Konvensional 94,01% 93,82% 93,76%
Bank Syariah 5,99% 6,18% 6,24%
Sumber : OJK, 2020

Berkembangnya market share perbankan syariah di Indonesia didukung besarnya


viii
arus investasi dan potensi jumlah muslim di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Ketua
Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, masa pandemi ini menjadi momentum bagi
ekonomi dan keuangan syariah dalam membantu pemulihan ekonomi nasional dengan
peran yang lebih besar (Sitanggang, 2020). Ditambah lagi perhatian pemerintah terhadap
ekonomi dan keuangan syariah, seperti yang dikatakan Menteri Keuangan, Sri Mulyani
bahwa saat ini pemerintah sedang fokus untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan
syariah secara terintegrasi (Santoso, 2021)
Hadirnya perbankan dengan sistem syariah beriringan dengan berjalannya
perbankan dengan sistem konvensional selalu menarik untuk dikomparasikan. Adanya
target yang besar dan alternatif yang ditawarkan membuat perbankan dengan sistem
syariah menjadi salah satu sektor industri keuangan global yang tumbuh paling pesat di
beberapa negara, hal ini menjadi penting secara sistemik dan di banyak negara lainnya
karena terlalu besar untuk diabaikan (Hasan dan Dridi, 2010). Bahkan menurut
Muhammad (2005). Banyaknya bank konvensional
yang membuka unit syariah sebagai akibat dari munculnya bank syariah dengan skema
bagi hasil yang menimbulkan kekhawatiran bagi bank konvensional. Untuk menentukan
unit mana yang lebih unggul dan lebih efisien bagi masyarakat, tingkat output keuangan
unit syariah yang difokuskan pada perbankan dan tingkat output keuangan di unit
konvensional juga harus dibandingkan (Putri dan Dharma, 2016).
Terdapat penelitian-penelitian yang meneliti kinerja perbankan dalam pusaran
krisis, baik krisis yang disebabkan pandemi Covid-19 maupun krisis keuangan terdahulu
seperti subprime mortgage. Penelitian Effendi dan Prawidya (2020), yang meneliti pada
perbankan syariah di Indonesia. Mereka menemukan profitabilitas perbankan syariah
mengalami penurunan selama Covid-19. Bertolak belakang dengan penelitian Penelitian
Sutrisno, et.al. (2020) menemukan efek pandemi covid-19 terhadap profitabilitas
perbankan syariah tidak signifikan. Lalu Rahman, et.al, (2020) yang meneliti dampak
pandemi Covid-19 pada perbankan di Bangladesh.
Mereka menemukan bahwa kasus kematian akibat Covid-19 dan pelaksanaan
lockdown memiliki dampak negatif terhadap kinerja perbankan.di Bangladesh, baik bank
konvensional maupun bank syariah.
Kemudian penelitian yang mengkomparasikan kinerja perbankan syariah dan perbankan
konvensional selama krisis, seperti Hasan dan Dridi (2010) melakukan penelitian
komparatif antara kinerja Bank Syariah dan Bank Konvensional selama krisis global.
Mereka menemukan bahwa profitabilitas kedua bank lebih rendah dibandingkan sebelum
krisis namun rata-rata profitabilitas bank syariah dengan bank konvensional sama. Lalu
pada perkembangan pembiayaan dan kredit antar kedua jenis bank menunjukkan
penurunan selama krisis, namun setidaknya bank syariah mengalami dua kali lebih besar
pertumbuhan kredit dan aset dibanding bank konvensional. Lalu El- Said dan Ziemba
(2009), yang menulis artikel mengenai Stress Testing Islamic Finance, menyatakan setuju
bahwa memang perbankan syariah menghindari segala eksposur subprime mortgage,
tetapi perbankan syariah harus memperhatikan bahwa mereka juga berada dalam pusaran
krisis global. Berada dalam pusaran krisis global juga akan mempengaruhi perbankan
syariah, bukan

karena memiliki eksposur langsung ke instrument derivative, tetapi transaksi akad-akad


yang dilakukan berdasarkan dukungan aset atau properti yang menjadi jaminan. Kemudian
juga penelitian dari Elhanass, et.al, (2021), yang mana meneliti kestabilan dan performa
pada 116 perbankan global selama pandemi. Dalam hasil penelitiannya menunjukkan
adanya signifikansi dari dampak pandemi Covid-19 terhadap performa dan kestabilan
bank, baik dari segi penelitian antar regional, ukuran bank, tingkat risiko bank, klasifikasi
pendapatan negara serta jenis bank (konvensional dan syariah). Penelitian mereka
ix
menyatakan walaupun dampak pandemi ini bersignifikan negatif, hasil penelitian juga
menunjukan ketahanan bank syariah yang lebih baik dibandingkan bank konvensional
pada posisi profitabilitas.
Krisis akibat pandemi ini memang sampai sekarang belum menyebabkan krisis moneter
pada perbankan di Indonesia, baru hanya menimbulkan resesi pada perekonomian di
Indonesia. Namun hal ini tidak bisa dianggap sepele, karena krisis akibat pandemi ini
ditaksir lebih berat dibandingkan krisis-krisis sebelumnya, seperti yang dikatakan ekonom
senior yang juga mantan Menteri Menteri Keuangan Indonesia, Muhammad Chatib Basri,
pemerintah tidak bisa mengatasi krisis dampak pandemi ini dengan kebijakan yang sama
seperti ketika mengatasi krisis keuangan sebelumnya. Pada krisis subprime mortgage
misalnya, pemerintah hanya perlu mengatasinya dengan menjaga daya beli masyarakat
dan ekonomi domestik, namun pada krisis akibat pandemi ini pemerintah disamping harus
menjaga daya beli masyarakat dan ekonomi domestik tetapi juga harus
mempertimbangkan aspek kesehatan warga negara (Hamdani, 2020).
Berdasarkan data-data dan pernyataan-pernyataan diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kinerja Perbankan di
Indonesia untuk mengetahui signifikansi dampak Covid-19 terhadap perbankan dan juga
penelitian ini melakukan komparasi antara terhadap perbankan konvensional dan
perbankan syariah yang mana bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sistem perbankan
mana yang paling optimal selama pandemi ini sehingga bisa menjadi informasi terutama
kepada masyarakat terkait keputusan menabung dan investasi di perbankan. Penelitian ini
juga masih

tergolong baru dan perlu dilakukan secara lebih lanjut mengingat pandemi Covid- 19 ini
masih berlangsung.

1.2. Batasan Masalah

Penelitian ini mengkaji mengenai dampak pandemi Covid-19 pada kinerja perbankan di
Indonesia. Adapun aspek yang diteliti dalam penelitian ini yaitu dana pihak ketiga,
kualitas aset, kredit / pembiayaan dan profitabilitas dari perbankan konvensional dan
perbankan syariah. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan yang
dipakai adalah pendekatan deskriptif komparatif yang mengambil data berupa data
sekunder dari laporan keuangan perbankan agregat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari
bulan Januari 2019 sampai bulan Desember 2020.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, berikut adalah rumusan masalah yang akan
dibahas dari pengkajian analisis dampak pandemi Covid-19 terhadap perbankan umum di
Indonesia :
1.Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara DPK bank konvensional
sebelum masa pandemi Covid-19 dan selama masa pandemi Covid-19?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas aset bank konvensional
sebelum pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kredit bank konvensional sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?
x
4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara profitabilitas bank konvensional
sebelum pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?

5. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara DPK bank syariah sebelum pandemi
Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?

6. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas aset bank syariah sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?

7. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pembiayaan bank syariah sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?

8. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara profitabilitas bank syariah sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19?

9. Jenis perbankan manakah dengan kondisi perkembangan dana pihak ketiga yang lebih
baik selama masa pandemi Covid-19?

10. Jenis perbankan manakah dengan kondisi perkembangan kualitas aset yang lebih baik
selama masa pandemi Covid-19?

11. Jenis perbankan manakah dengan kondisi perkembangan kredit / pembiayaan yang
lebih baik selama masa pandemi Covid-19

12. Jenis perbankan manakah dengan kondisi perkembangan profitabilitas yang lebih baik
selama masa pandemi Covid-19?

1.4.Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, berikut ini merupakan tujuan dari
penelitian ini, antara lain :

1. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara DPK bank konvensional sebelum
masa pandemi Covid-19 dan selama masa pandemi Covid-19

2. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara kualitas aset bank konvensional
sebelum pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

3. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara kredit bank konvensional sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

4. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara profitabilitas bank konvensional


sebelum pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

5. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara DPK bank syariah sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

6. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara kualitas aset bank syariah sebelm
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

xi
7. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara pembiayaan bank syariah sebelum
pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

8. Mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara profitabilitas bank syariah


sebelum pandemi Covid-19 dan selama pandemi Covid-19

9. Mengetahui jenis perbankan dengan kondisi perkembangan dana pihak ketiga yang
lebih baik selama masa pandemi Covid-19

10.Mengetahui jenis perbankan dengan kondisi perkembangan kualitas aset yang lebih
baik selama masa pandemi Covid-19

11.Mengetahui jenis perbankan dengan kondisi perkembangan kredit / pembiayaan yang


lebih baik selama masa pandemi Covid-19

12.Mengetahui jenis perbankan dengan kondisi perkembangan profitabilitas yang lebih


baik selama masa pandemi Covid-19.

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini bagi berbagai pihak adalah sebagai
berikut :
1.Bagi Regulator
Regulator disini dimaksudkan adalah Pemerintah, Bank Indonesia dan OJK, dimana
dengan adanya hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam membantu evaluasi terhadap
regulasi dalam mendongkrak kinerja perbankan di Indonesia akibat dampak covid-19,
sehingga nantinya dapat dievaluasi, apakah kebijakan yang dikeluarkan dalam
menghadapi pandemi Covid-19 sudah efektif atau tidak.

2.Bagi Manajemen Perbankan


Hasil penelitian diharapkan mampu membantu membuat keputusan operasional atau
kebijakan keuangan yang efektif bagi para pengelola bank dalam hal mengevaluasi
kinerja bank selama masa pandemi covid-19 ini.

3.Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, dengan adanya penelitian ini mereka dapat mengetahui bank mana yang
baik dan stabil untuk dititipkan hartanya. Juga beberapa bank baik baik dari dari bank
umum konvensional maupun bank umum syariah sudah ada yang melakukan public
offering. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi positif dalam hal berinvestasi, agar dapat membuat keputusan yang tepat bagi
investor dalam menanamkan modalnya pada, bank dari sektor mana yang baik untuk di
investasi.

xii
BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN BANK SYARIAH


Bank islam selanjutnya disebut bank syariah, adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank
tanpa bunga, adalah lembaga perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan
berlandaskan pada alquran dan al-hadist. Bank Islam adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip
syariat Islam.
Antonio dan Perwataat madja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank
Islam bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’at islam. Bank islam adalah
(1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat islam (2) bank yanng tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al quran dan hadist. Sementara
bank yang beroperasi sesuai prinsip syariat islam adalah bank yang mengikuti
ketentuan-ketentuan syariat islam, khusus yang menyangkut tata cara bermuamalat
secara Islam. Lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktekpraktek yang
dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatankegiatan
investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah masalah
riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu
tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini. Suatu hal yang menggembirakan
bahwa belakangan ini para ekonom muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna
menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan
keuangan yang lebih sesuai dengan etika Islam. Upaya ini dilakukan dalam upaya untuk
membangun model teori ekonomi yang bebas bunga dan pengujiannya terhadap
partumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan.

xiii
Oleh karena itulah, maka mekanisme perbankan bebas bunga, yang disebut bank
syariah didirikan. Perbankan syariah didirikan berdasarkan pada alasan filosofis maupun
praktik. Secara filosofis, karena dilarangnya pengambilan riba dalam transaksi
keuangan maupun non keuangan. Secara praktis, karena sistem perbankan berbasis
bunga atau konvensional mengandung beberapa kelemahan, sebagai berikut :
1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis Dalam
bisnis, hasil dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam sudah
berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang disetujui walaupun
perusahaannya mungkin rugi. Meskipun perusahaan untung, bisa jadi bunga
yang harus dibayarkan melebihi keuntungannya. Hali ini jelas bertentangan
dengan norma keadilan dalam Islam.
2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan
Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif masyarakat secara
keseluruhan, selain dengan pengangguran sebagian besar orang. Lebih dari itu,
beban utang makin menyulitkan upaya pemulihan ekonomi dan memperparah
penderitaan seluruh masyarakat.
3. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya
membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya. Demi
keamanan, mereka hanya mau menjaminkan dana bagi bisnis yang sudah benar-
benar mapan atau kepada orang yang sanggup menjamin keamanan
pinjamannya. Sisa uangnya disimpan dalam bentuk surat berharga pemerintah.
Semakin banyak pinjaman yang hanya diberikan kepada usaha yang sudah
mapan dan sukses, sementara orang yang punya potensi tertahan untuk memulai
usahanya. Ini menyebabkan tidak seimbangnya pendapatan dan kesejahteraan,
juga bertentangan dengan semangat Islam.
4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha
kecil Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik dan produk
baru karena punya cadangan dana sebagai sandaran bila ternyata ide barunya itu
tidak berhasil. Sebaliknya, usaha kecil tidak dapat mencoba ide baru karena
untuk mereka harus pinjaman dana berbunga dari bank. Bila gagal, tidak ada

xiv
jalan lain bagi mereka kecuali harus membayar kembali pinjaman berikut
bunganya dan bangkrut. Hal ini terjadi juga pada para petani. Jadi bunga
merupakan rintangan bagi pertumbuhan dan juga memperburuk keseimbangan
pendapatan.
5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali
bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendaptan bunga mereka
Setiap rencana bisnis yang diajukan kepada mereka selalu diukur dengan kriteria
ini. Jadi, bank yang bekerja dengan sistem ini tidak mempunyai insentif untuk
membantu suatu usaha yang berguna bagi masyarakat dan para pekerja. Sistem
ini menyebabkan misallocation sumber daya dalam masyarakat Islam.

B. PERAN BANK SYARIAH BAGI PEREKONOMIAN


Sistem Lembaga Keuangan atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai aturan
yang menyangkut aspek keuangan dalam sistem mekanisme keuangan suatu negara,
telah menjadi instrumen penting dalam memperlancar jalannya pembangunan suatu
bangsa. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu saja menuntut
adanya sistem baku yang mengatur dalam kegiatan kehidupannya. Termasuk di
antaranya kegiatan keuangan yang dijalankan oleh setiap umat. Hal ini berarti bahwa
sistem baku termasuk dalam bidang ekonomi. Namun, di dalam perjalanan hdup umat
manusia, kini telah terbelenggu dalam sistem perekonomian yang bersifat sekuler.

C. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH INDONESIA

Khusus di bidang perbankan, berdirinya De Javasche Bank pada tahun 1872,


telah menanamkan nilai-nilai sistem perbankan yang sampai sekarang telah
mentradisi dan bahkan sudah mendarah daging di kalangan masyarakat
Indonesia, tanpa kecuali umat Islam. Rasanya sulit untuk menghilangkan tradisi
yang semacam itu, namun apakah hal itu akan berlangsung terus menerus ?
Upaya apakah yang mungkin dapat dijadikan sebagai suatu alternatif solusinya ?

Suatu kemajuan yang cukup menggembirakan, menjelang abad XX terjadi


kebangkitan umat Islam dalam segala aspek. Dalam sistem keuangan, berkembang
pemikiran-pemikiran yang mengarah pada reorientasi sistem keuangan, yaitu dengan

xv
menghapuskan instrumen utamanya : bunga. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan
mencapai kesesuaian dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam yang
mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran dan kebajikan.

Keberadaan perbankan Islam di tanah air telah mendapatkan pijakan kokoh


setelah lahirnya Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 yang direvisi melalui
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, yang dengan tegas mengakui keberadaan dan
berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank Islam. Dengan demikian, bank ini adalah yang
beroperasi dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan
syariat dalam melakukan kegiatan usaha bank.

Berbicara tentang peranan sesuatu, tidak dapat dipisahkan dengan fungsi dan
kedudukan sesuatu itu. Diantara peranan bank Islam adalah :

a) memurnikan operasional bank syariah sehingga dapat meningkatkan


kepercayaan masyarakat ;
b) meningkatkan kesadaran syariat ummat islam sehingga dapat memperluas
segment dan pangsa pasar perbankkan syariah.
c) Menjalin kerja sama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama,
khususnya di Indonesia, sangat dominan bagi kehidupan umat Islam.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan bank maupun


non-bank yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan, umumnya tidak dapat
menjangkau lapisan masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penanggungan risiko dan biaya operasi,
juga dalam identifikasi usaha dan pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha.
Ketidakmampuan lembaga keuangan ini menjadi penyebab terjadinya kekosongan pada
segmen pasar keuangan di wilayah pedesaan. Akibatnya 70 % sampai dengan 90 %
kekosongan ini diisi oleh lembaga keuangan non-formal, termasuk yang ikut beroperasi
adalah para rentenir dengan mengenakan suku bunga yang tinggi. Untuk menanggulangi
kejadian-kejadian seperti ini perlu adanya suatu lembaga yang mampu menjadi jalan

xvi
tengah. Wujud nyatanya adalah dengan memperbanyak mengoperasionalkan lembaga
keuangan berprinsip bagi hasil, yaitu : Bank umum syariah, BPR syariah dan Baitul Mal
wa Tamwil.
Adanya bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan
oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank Islam dapat menjadi mitra dengan
nasabah, sehingga hubungan bank Islam dengan nasabah tidak dapat lagi sebagai
kreditur dan debitur tetapi menjadi menjadi hubungan kemitraan.
Secara khusus peran bank syariah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-
aspek berikut :
1. Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi
fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Di
samping itu, bank syariah perlu mencontoh keberhasilan sekret dagang Islam,
kemudian ditarik keberhasilannya untuk masa kini (nasionalis, demokratis,
religius, ekonomis).
2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya,
pengelolaan bank syariah harus didasarkan pada visi misi ekonomi kerakyatab
dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
3. Memberikan return yang lebih baik, artinya investasi dibank syariah tidak
memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan
kepada investor. Oleh karena itu nasabah pembiayaan akan memberikan return
yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional. Di samping itu,
nasabah pembiayaan akan memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan
yang diperolehnya. Oleh karena itu, pengusaha harus bersedia memberikan
keuntungan yang tinggi kepada bank syariah
4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syariah
mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat Dengan
demikian spekulasi dapat ditekan.
5. Mendorong pemerataan pendapat artinya bank syariah bukan hanya
mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat.

xvi
i
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dampak Covid-19
Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi dunia.
Pandemic
Covid-19 adalah tantangan bagi dunia bisnis, termasuk industri jasa keuangan perbankan.
Berdasarkan data statistik perbankan Syariah pada Januari 2020, jumlah jaringan
kantor Bank Umum Syariah adalah 1.922 cabang yang tersebar di berbagai wilayah di
Indonesia yang didominasi oleh Pulau Jawa. Sejalan dengan wilayah terbanyak ditemukan
Covid-19 yaitu di pulau Jawa (Statistik Perbankan Syariah, Januari 2020). Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar Kantor Bank Syariah berada di zona merah.28 1.
Pengertian Covid-19 COVID-19 atau dikenal pula dengan corona virus merupakan
penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia. Pertama kali ditemukan di
Kota Wuhan Tiongkok dan saat ini telah menyebar ke berbagai negara.Kondisi tersebut
menyebabkan terganggunya aktifitas perekonomian tidak hanya di Tiongkok, tapi juga
secara global (Bank Indonesia, 2020).Berbeda dengan penyakit menular lainnya seperti
HIV/AIDS, SARS, flu burung atau Avian Influenza dan MERS, Covid-19 dapat menular
dengan cepat melalui interaksi secara langsung (dikeramaian, menyebarnya pengeluaran
bersin, dan bersentuhan).
Berdasarkan laporan Bank Indonesia diketahuia bahwa hingga tanggal 29 Februari
2020, jumlah kasus infeksi COVID-19 tercatat sebanyak 85.207 kasus dengan
kematian 2.924 orang. COVID19 sendiri telah tersebar di 60 negara. Adapun negara
lain selain Tiongkok (93,01%) yang mengalami dampak cukup besar adalah Korea
Selatan (3,44%), Italia (1,04%), Jepang (1,10%) dan Iran 0,46%. WHO menjelaskan
coronavirus menjadi bagian dari keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit
yang terjadi pada hewan ataupun manusia. Manusia yang terjangkit virus tersebut akan
menunjukkan tandatanda penyakit infeksi saluran pernapasan mulai dari flu sampai
yang lebih serius, seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS) atau sindrom pernapasan akut berat. Coronavirus sendiri
jenis baru yang ditemukan manusia sejak muncul di Wuhan, China pada Desember 2019,
dan diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2).
xvi
ii
Sehingga, penyakit ini disebut dengan Coronavirus Disease-2019 (Covid-19). WHO
mengumumkan Covid-19 menjadi nama resmi dari virus Corona yang berasal dari Wuhan,
China. Nama tersebut diberikan Dirjen WHO Tedros
Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss pada Selasa, 11 Februari 2020. Singkatan
Covid-19 juga memiliki rincian, seperti "co" berarti corona, "vi" mengacu ke virus,
"d" untuk diase, dan merupakan tahun wabah penyakit pertama kali diidentifikasi pada
31 Desember 2019. Tedros menjelaskan nama tersebut dipilih untuk menghindari
stigmatisasi, sebagaimana panduan penamaan virus yang dikeluarkan WHO pada 2015.
Nama virus atau penyakit itu tidak akan merujuk pada letak geografis, hewan,
individu, atau kelompok orang. Sebelumnya, WHO memberikan nama sementara
untuk virus Corona ini dengan sebutan 2019-nCoV. Sedangkan Komisi Kesehatan
Nasional China menyebut sementara Novel Coronavirus Pneumonia (NCP). Memiliki
nama penting untuk mencegah penggunaan nama lain yang bisa tidak akurat atau
menstigmatisasi. Juga memberi format standar untuk digunakan terhadap wabah
coronavirus di masa depan. Nama COVID-19 memiliki makna atau pengertian yang
baku, yaitu :
a) CO, sesuai jenis virus itu yaitu corona
b) VI, merupakan makna dari virus
c) D, merupakan singkatan dari desease atau Penyakit
d) 19, merupakan tahun ketika ditemukan dan mulai terjadinya wabah virus ini.

2. Strategi Perbankan Syariah dalam menghadapi Covid-19

Beberapa sektor usaha terdampak oleh wabah pandemi virus korona (Covid 19),
termasuk di dalamnya adalah sektor perbankan syariah.Oleh karena itu, agar sektor
perbankan syariah dapat tetap eksis di tengah pandemi virus korona, maka perbankan
syariah harus melakukan mitigasi risiko secara cermat, serta menggunakan strategi
kreatif menghadapi kondisi yang serba tidak menentu saat ini.Wabah pandemi
Covid-19 memaksa individu/kelompok/institusi/negara, untuk mengubah pola hidup
dan perilakunya selama ini. Jika individu/ kelompok/institusi/negara, tidak melakukan
perubahan, maka dengan sendirinya perubahan tersebut yang akan melindasnya,
tanpa terkecuali di dalamnya sektor usaha perbankan syariah itu sendiri. Jika bank
syariah ingin keluar dari kondisi keterpurukan, maka sepatutnya bank syariah tidak dapat
menggunakan metode atau cara-cara lama dalam memasarkan layanan produk dan
xix
jasanya. Corona telah mendekonstruksi tatanan/sistem perbankan yang sudah berjalan
selama ini. Virus ini sangat mematikan yang mana sampai saat ini jumlah kematian yang
diakibatkan Covid-19 di Indonesia mencapai angka kematian 1.959 orang pada
tanggal 10 Juni 2020 yang menyebar hampir seluruh pelosok negeri, dengan
dampak yang sangat buruk dari virus ini mengakibatkan aktivitas kita menjadi terbatas
yang hanya bisa berdiam diri di rumah guna mematuhi arahan dari pemerintah
untuk memutus rantai penyebaran dari Virus Corona atau Covid19. Beberapa sektor
usaha terdampak oleh wabah pandemi virus corona (Covid19), termasuk di dalamnya
adalah sektor
perbankan syariah.Oleh karena itu, agar sektor perbankan syariah dapat tetap eksis di
tengah pandemi virus corona, maka perbankan syariah harus melakukan mitigasi resiko
secara cermat, serta menggunakan strategi kreatif menghadapi kondisi yang serba
tidak menentu saat ini. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bank syariah adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga, tetapi beroperasi dengan sistem bagi
hasil dan margin. Dalam Bank Syariah diterapkan bagi hasil sesuai kesepakatan
porsi di awal akad dan akan dijalankan hingga akhir perjanjian. Besar laba di
bank syariah bergantung pada keuntungan yang di dapat dari pihak bank. “rasionya
akan meningkat seiring peningkatan keuntungan bank syariah
tersebut.
3. Tujuh strategi bank Syariah dalam menghadapi covid-19
Adapun strategi bank syariah yang dapat dilakukan di tengah pandemi, yaitu melalui : a.
Pertama, bank harus mengelola mitigasi risiko dengan tepat. Bank harus punya peta
navigasi baru untuk dapat
menghadapi krisis yang ada. Proses mapping debitur untuk proses restrukrisasi
harus segera jalan dan jelas sehingga cashflow bank terlihat setelah melakukan
treatment. Dengan begitu, bank mengetahui posisi Strengths Weakness-Opportunities-
Threats (SWOT) untuk dapat membuat revisi
Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan memperhatikan kondisi karena Korona. b. Kedua,
bank harus fokus pada industri yang prospek untuk dibiayai.Bank harus tebang
pilih pada sektor usaha yang eksis dan berkembang di tengah merebaknya wabah
Korona. Adapun, menurut riset Dcode EFC (2020), sektor usaha (potential winner)
tersebut adalah sektor; agribisnis, telekomunikasi, ritel ecommerce, farmasi, produk
pembersih & alat kesehatan. Dan, untuk sektor-sektor yang
terkapar merugi ataupun sektorsektor yang terpuruk sehingga tidak mempunyai prospek
xx
sama sekali untuk bangkit, maka sebaiknya tidak menjadi pilihan bank atas
pembiayaan kreditnya terlebih dahulu. Harapannya, bank tidak lagi bekerja dengan
membawa beban kredit macet atas ekspansi kredit barunya. c. Ketiga, digital banking.
Layanan produk dan jasa harus dikonversi menjadi digital banking. Proses tersebut
harus berjalan bertahap dan inisiasinya dilakukan secara terus
menerus. Namun, tidak semua produk dan jasa harus menggunakan digital banking,
terdapat bisnis inti yang masih membutuhkan fungsi oleh unsur manusia. Beberapa
fungsi yang melibatkan unsur manusia, sehingga keberadaannya tidak dapat digantikan
oleh digital banking. Salah satu peran tersebut adalah aktivitas pendampingan dan
konsultasi bisnis. Sebagai contoh, misalnya ketika nasabah bank yang bisnisnya
terganggu akibat Covid-19, maka ia akan mendapatkan pendampingan dan konsultasi
bisnis dari tenaga pemasar bank. Bank memiliki Relationship Manager (RM) yang
tersebar di seluruh Indonesia. Peran RM ini akan mendampingi sekaligus sebagai
konsultan apabila nasabah mengalami masalah dalam operasional bisnisnya. d. Keempat,
inovasi dan kreativitas bank. Corona menuntut bank harus semakin
berinovasi.Misalkan, bank saat ini tidak hanya menuntut pembayaran angsuran dan
bunga kredit oleh debiturnya.Namun, bank juga harus memikirkan untuk dapat
membantu nasabah, melalui penjualan produknya. Seperti diketahui, imbauan pemerintah
agar masyarakat melakukan physical distancing maupun social distancing
mempengaruhi penjualan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).Menyiasati
hal tersebut, bank dapat membantu pelaku UMKM binaannya untuk terhubung
denganekosistem sehingga mampu berjualan secara online.
Contohnya adalah dengan create UMKM Go Online. UMKM Go Online
merupakan platform digital yang bertujuan untuk memfasilitasi UMKM binaan Bank
dalam memperluas jangkauan penjualan produk mereka. Para pelaku UMKM yang
berminat masuk dalam UMKM Go Online cukup melalui proses tahapan-tahapan
mudah. Nasabah wajib melengkapi data dan mendaftarkan usahanya terlebih dahulu
dengan mengakses microsite UMKM Go Online di website bank lewat tautan portal
bank.

xxi
xxi
i
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita pelajari lebih mendalam dari pengertian, peranan dan perkembangan
bank syariah din Indonesia dapat di simpulkan bahwa masa depan perbankan syariah
Indonesia sangat cerah. Hal ini terlihat dari semakin bertambahnya jumlah (unit)
perbankan syariah dari tahun ke tahun.Perbankan syariah dapat di kembagkan debagai
salah salah satu sistem perbankan alternatif selain sistem perbankan yang umum
(konvensional). Jika dibandingkan dengan jumlah nasabah dan simpanan dari perbankan
yang umum (konvensional) cenderung tidak meningkat (stagnan), maka masih sangat
terbuka kemungkinan perbangkan syariah untuk mendapatkan kenaikan jumlah nasabah
maupun simpanan mereka.Aturan yang berlaku dalam perbankan syariah adalah adanya
sistem bagi hasil yang tidak seberat jika kita mengikuti aturan dalam perbankan umum
(komvensional yang sering memberatkan kalangan pengusaha.Perbangkan syariah
menawarkan berbagai produk baik tabungan maupun yang lainnya. Sehingga harapan
dari kalangan usaha kecil dan menengah untuk memperoleh modal untuk memajukan
usaha mereka bisa terlaksana dengan baik. Perbangkan syariah tidak memberikan
pinjaman untuk kegiatan haram dan spekulasi.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Sebagai manusia, kami pun
tak luput dari kesalahan dan tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan. Tapi,
semoga saja yang kita pelajari ini bermanfaat, dengan harapan bisa menambah
Pengetahuan dan Keilmuan bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan untuk menjadi koreksi kedepan.

xxi
ii
DAFTAR PUSTAKA

Mudrajad Kuncoro dan Suharjono, 2002, Manajemen Perbankan : Teori dan Aplikasi,
Edisi Pertama, Yogyakarta : BPFE
Muhamad, 2000, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta : UII Press.
Hafizah, G. D. Peran Ekonomi Dan Keuangan Syariah Pada Masa Pandemi
COVID-19. Jurnal Likuid,1(9), 1689-99.
(2020).

Hafizd, J. Z. Peran Bank Syariah Mandiri (BSM).Bagi Perekonomian Indonesia Di


Masa Pandemi Covid-19, 5(2). (2020).

Hardilawati, W. L.. Startegi Bertaham UMKM Di Tengah Pandemi Covid-19.


Jurnal akuntans Dan EKONOMIK, 10(1), 89-98. (2020)

al, D. A. Keuangan Sosial Islam Dalam Menghadapi Wabah Covid-19. Jurnal


Perbankan Syariah, 1(02), 4. (2020).

al, T. M. Peran Pegadaian Syariah Dalam Literasi Keuangan Syariah. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 6(02), 239-245. (2020).

Azwar. Dipetik januari 11, 2021, dari Kemenku: (04 , 05 2020).


https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan- opini/solusi-ekonomi-dan-keuangan-
islam-saat-pandemi- covid-19/

Azwar iskandar, B. T. Peran Ekonomi Da Keuangan Sosial Islam Saat Pandemi


Covid-19. Jurnal Sosial Dan Budaya Syar- I, 7(7), 625-38. (2020).

xxi
v

Anda mungkin juga menyukai