Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH UJIAN AKHIR SEMESTER

Krisis Perbankan di Indonesia Pada Tahun 1997-1998

Dosen Pengampu : Muhammad Irfan Islami, SE., M.S.E.

Kelas Ekonomi Uang dan Bank AA

Disusun oleh:
Kharisma Rahmadhani (205020107111028)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa penulis
kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW besertapara keluarga, sahabat dan para
pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada ternilai manakala penulis makalah yang berjudul
“Krisis Perbankan di Indonesia Pada Tahun 1997-1998 ”.

Makalah yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Ekonomi Uang dan Bank pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
A. Definisi Krisis Keuangan dan Perbankan 6
B. Penyebab Terjadinya Krisis Keuangan dan Perbankan 7
C. Krisis Perbankan di Indonesia 8
BAB III 9
ANALISIS 9
A. Mengapa Krisis Subprime Mortgage 2008 dampaknya tidak sebesar pada Krisis
1997/1998? 9
B. Dampaknya kepada Indonesia 10
BAB IV 12
PENUTUP 12
Kesimpulan 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I

PENDAHULUAN

Krisis perbankan yang terjadi di setiap negara memiliki efek berbahaya perekonomian
secara umum dan sistem keuangan spesial Krisis perbankan Indonesia tidak bisa lepas dari
krisis ekonomi terjadi pada pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi di Indonesia diawali
dengan krisis mata uang Asia, yaitu Nilai tukar Thai Bath turun 27,8 persen pada triwulan
ketiga tahun 1997 dan sesudahnya Dengan melemahnya kurs yang diperoleh ringgit dan
rupiah. Selain itu, krisis tersebut juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu minimnya
perlindungan utang swasta, sistem kontrol yang lemah dan Kesepakatan perbankan dan
hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Kondisi stagflasi dan Perekonomian Indonesia khususnya ditandai oleh
ketidakstabilan selama tahun 1998. Demikian diungkapkan efisiensi keuangan sebagaimana
tercermin dalam pertumbuhan ekonomi selama triwulan ketiga tahun 1998 menunjukkan
kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar -17,01 persen (y.y. - y.o.y). Kapan Sementara itu,
inflasi (yoy) tercatat. 11,6 persen pada akhir tahun 1997, peningkatan yang tajam menjadi
82,4 persen pada kuartal ketiga tahun 1998 menyebabkan penurunan daya beli dan harga
kesejahteraan sosial dan ekspansi Kantong Kemiskinan (BI, 1998). Secara umum, keadaan
perbankan di Indonesia Pada tahun 1997 pertumbuhannya pesat tinggi. Evolusi Dana pihak
ketiga (DPK) yang berpengalaman juga cepat naik sebesar 26,94 persen pada tahun 1997 atau
meningkat dari Rp 281,718 miliar 1996 menjadi Rp 357,613 miliar. Pengembangan DPK di
sektor perbankan menunjukkan peningkatan penggunaan dana publik cepat Pada saat yang
sama pengembangan pinjaman Sektor perbankan juga tetap kuat di real estat. Di sisi lain,
masalahnya Perbankan nasional mulai berkembang pada masa industri Industri perbankan
berkembang pesat, yaitu event prertumbuhan kredit jangka panjang pada tahun 1996 Nilainya
naik menjadi Rp 27,597 miliar Rp 30,802 miliar Ditambahkan ke ini adalah efisiensi bisnis
industri perbankan juga melemah. Itu menjadi lebih buruk Efisiensi bisnis digambarkan
dengan rasio pengeluaran Hasil Bisnis dan Operasi Pertumbuhan berlanjut hingga kuartal
pertama tahun 1998. Kondisi ini menunjukkan adanya biaya operasional hasil operasi tetap
tidak berubah atau bahkan menurun. Pengembangan beberapa indikator perbankan
menunjukkan kerentanan bank yang tinggi tanggapan Nasional terhadap guncangan terjadi
dalam bisnis. seorang kandidat bank nasional rentan, gejolak nilai tukar rupiah menyebabkan
beberapa bank masalah likuiditas (mismatch) sangat besar.
Selai itu melemahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan kewajiaban dalam valutan
asing di perbankan meningkat. Berikaut inai adalah beberapa faktor utamnayamnya :

Hal ini diperburuk dengan kondisi debitur yang juga mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajiban valuta asing kepada perbankan. Besarnya kesulitan likuiditas pada
akhirnya telah memicu terjadinya krisis pada perbankan nasional. Batasan apakah suatu
negara sedang mengalami krisis perbankan atau tidak, sampai sejauh ini belum ada standar
atau pun patokan yang bersifat baku. Studi empiris yang dilakukan oleh DemirgucKunt dan
Detragiache (1998), tentang determinan krisis perbankan, menggariskan bahwa suatu periode
keterpurukan perbankan dapat dikategorikan sebagai krisis apabila memenuhi minimal satu
dari empat kondisi sebagai berikut:
1. Rasio aset tertekan terhadap total aset melebihi 10 dalam sistem perbankan
Persentase.
2. Biaya penyelamatan bank minimal hingga 2 persen dari produk domestik bruto.
3. Masalah perbankan menyebabkan nasionalisasi bank.
4. Dana ditarik secara besar-besaran (bank rush) atau pembekuan dana nasabah
(simpanan pembekuan) atau asuransi simpanan publik ditetapkan secara seragam oleh
pemerintah.
Dari ciri-ciri tersebut, apabila dikaitkan dengan kondisi perbabkan di Indonesia maka
dapat dikatakan perbankan Indonesia sudah dalam kategori krisis. Hal ini tercermin dari
kondisi-kondisi sebagai berikut (Indira dan Mulyawan, 1998): Pertama, pada bulan Mei 1998,
rasio aktiva produktif yang non performing terhadap total asset mencapai 23,8 persen
(dengan proporsi pada setiap bank: 22,5 persen bank devisa, 21,4 persen bank persero, 14,2
persen bank asing, 21 persen bank campuran, 9,5 persen BPD, 11,4 persen bank non devisa).
Kedua, estimasi biaya penyelamatan bank diperkirakan mencapai kurang lebih Rp320
Triliun, yang berarti lebih kurang 51 persen dari total PDB pada tahun 1999. Ketiga, pada
bulan Agustus 1998, pemerintah mengumumkan beberapa bank dinasionalisasikan, dan
keempat masyarakat rentan terhadap isu, sehingga terjadi trust dana masyarakat secara
besarbesaran, terutama selelah Kebijakan penutupan 16 Bank November 1997.
Dari apa yang sudah ada pada penjelasan situasi krisis perbankan di Indonesia
tersebut menunjukkan bahwa Insiden itu mendahului krisis perbankan fluktuasi dan
ketidakstabilan ekonomi makro menyebabkan melemahnya mata uang domestik secara
signifikan dan meningkatkan tingkat tinggi bunga dan inflasi menjelang acara tersebut krisis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Krisis Keuangan dan Perbankan

Pada dasarnya, stabilitas keuangan adalah menghindari krisis dalam sistem


keuangan krisis keuangan) (Farlane, 1999 dan Sinclair, 2001). Secara khusus,
stabilitas sistem keuangan Stabilitas lembaga keuangan dan pasar yang membentuk
sistem keuangan (Crockett, 1997). Industri perbankan dari beberapa ahli ekonomi
dianggap sebagai ekonomi kelangkaan perhatian khusus karena dinilai mudah
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan operasional perbankan merupakan bagian
integral dari sistem pembayaran (Kaufman, 1997). Itulah sifat perbankan bagian dari
sistem pembayaran ini telah menyebabkan masalah di industri perbankan dampak
negatif terhadap perekonomian jauh melebihi efek negatifnya kematian perusahaan
biasa. Dalam hal itu, masalah yang muncul adalah efek bola salju kegagalan bank
yang menyebabkan crash Bank dan perusahaan lain yang hubungan bisnis dengan
bank.
Beberapa analis mengutarakan alasan-alasan yang mendukung pernyataan bahwa
industri perbankan sebagai industri memerlukan perhatian khusus. Alasan-alasan
tersebut antara lain adalah bahwa industri perbankan memiliki:
1. Rasio kas terhadap aset yang rendah;
2. Rasio modal terhadap aset yang rendah; dan
3. Rasio dana jangka pendek terhadap total deposit yang tinggi.

Mengingat keadaan di atas, penarikan besar-besaran yang terlibat dalam waktu


singkat menyebabkan munculnya Masalah likuiditas di industri perbankanyang
kemudian mendorong bank untuk melakukannya dengan cara apa pun yang
memungkinkan menanggapi penggalangan dana publik, termasuk upaya untuk
menjual aset murah di sana. Kondisi ini terjadi Rasa sakit dalam sistem perbankan dan
membawa lebih lanjut berkontribusi terhadap penurunan profitabilitas akhirnya
berujung pada kebangkrutan. Kegagalan masing-masing bank tidak terlalu
mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Tapi kalau salah terjadi di seluruh
sektor perbankan, yaitu putusnya hubungan antar bank Dikhawatirkan dampak
fundamental ekonomi yang tidak stabil akan semakin parah terhadap kondisi
ekonomi. Ada tiga alasan utama mengapa stabilitas sistem keuangan dan perbankan
banyak mendapat perhatian (BI, 2003). Pertama, sistem keuangan dan perbankan
Lingkungan yang stabil menciptakan lingkungan yang stabil Dukungan untuk
deposan dan investor untuk melembagakan Pembiayaan, termasuk keuntungan
masyarakat, khususnya nasabah kecil. Kedua, sistem keuangan dan perbankan yang
stabil sangat menggembirakan perantara keuangan yang efisien, untuk pada akhirnya
mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, stabilitas sistem keuangan
mempromosikan operasi pasar dan meningkatkan alokasi sumber daya dalam
perekonomian. Di sisi lain, ketidakstabilan sistem keuangan dan perbankan dapat
menimbulkan akibat yang berbahaya, yaitu tingginya biaya keuangan yang harus
dikeluarkan. diberikan untuk menyelamatkan lembaga keuangan dan perbankan yang
bermasalah dan bangkrut PDB akibat krisis perbankan.

B. Penyebab Terjadinya Krisis Keuangan dan Perbankan

Krisis keuangan dan perbankan dapat dipicudengan berbagai risiko yang


timbul dari unsur-unsur yang terkait dengan sistem keuangan. Unsur-unsur tersebut
saling terkait satu sama lain antara mereka sendiri, antara lain:
(1) Lingkungan Ekonomi Makro stabil
(2) Lembaga keuangan yang dikelola
(3) Pasar keuangan yang efisien;
(4) Kerangka pemantauan stabilitas pemeliharaan yang kuat; dan
(5) Sistem pembayaran yang aman dan andal. (Farlane, 1999) Menurut Fisher (1997)
krisis keuangan dan Perbankan bisa karena faktor internal dan eksternal di dalam
sistem perekonomian negara.
Ada tiga hal mendasar yang dapat menjelaskan latar belakang peristiwa
tersebut Krisis: Pertama, meskipun tidak ada hubungan antara Deregulasi dan krisis
keuangan, sistem perbankan di Banyak negara menghadapi banyak masalah setelah
pemerintah mencanangkan kebijakan deregulasi, terutama saat kerangka regulasi
Framework) dan sistem pemantauan stabilitas operasional tidak dapat beradaptasi
persyaratan deregulasi.
Kedua, regulator perbankan tidak memahami isi produk keuangan, meskipun
pasar keuangan berkembang dengan produk yang memiliki tingkat risiko inheren
yang sangat tinggi. Atau dapat dikatakan bahwa perkembangan sektor keuangan
khususnya perbankan bergerak secara geometris sedangkan kapasitas regulator
bergerak secara hitung.
Ketiga, pemerintah telah menerapkan liberalisasi sektor keuangan tanpa
memastikan sistem keuangan domestik dalam keadaan sehat dan stabil serta kebijakan
ekonomi makro berjalan efektif. Argumen lain tentang terjadinya krisis keuangan dan
perbankan dikemukakan oleh Krugman (1998). Menurut Krugman, krisis keuangan
dan perbankan di Asia disebabkan oleh kenaikan harga aset yang tidak terkendali
(asset price bubbles), yang kemudian mengalami penurunan nilai (crash).

C. Krisis Perbankan di Indonesia

Terutama situasi krisis perbankan di Indonesia diawali dengan krisis nilai


tukar rupiah terhadap dolar AS pada pertengahan 1997. Kenaikan nilai tukar
menyebabkan inflasi yang menyebabkan kenaikan suku bunga akhirnya
mempengaruhi sektor perbankan, dunia perusahaan dan sektor ekonomi secara
keseluruhan. Lingkaran permasalahan ekonomi Indonesia dapat dirinci dalam gambar
berikut:
BAB III

ANALISIS

A. Mengapa Krisis Subprime Mortgage 2008 dampaknya tidak sebesar pada Krisis
1997/1998?

Pada dasarnya yang saya ketahui bahwanya Sepuluh tahun lalu, Lehman
Brothers yang berusia 158 tahun, bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat
(AS), dinyatakan bangkrut sehingga memicu krisis keuangan global. Bagaimana
Indonesia bisa bertahan? Ini perkiraannya. Lehman Brothers Holding Incorporation
adalah bank investasi dengan lebih dari 25.000 karyawan di seluruh dunia.
Perusahaan ini adalah salah satu perusahaan yang dikritik oleh Warren Buffett karena
turunannya sejak tahun 2003. "Dalam pandangan kami, produk derivatif adalah
senjata pemusnah massal sektor keuangan, menyimpan bahaya yang belum terlihat
tapi berpotensi membunuh," ujarnya dalam tulisannya ke para pemegang saham
perusahaan investasinya Berkshire Hathaway.

Pada tahun yang sama, harga rumah turun 1,7 persen, atau paling tinggi
dalam 11 tahun, menurut National Association of Realtors. Sebanyak 3,9 juta rumah
tetap tidak terjual di AS dan konstruksi rumah baru turun 28%. Saat itu, pasar mengira
situasi ini akan terkoreksi jika The Fed kembali memangkas suku bunga. Apa yang
tidak mereka lihat adalah badai besar sedang terjadi di pasar derivatif, yaitu subprime
mortgage (QPR kategori dua).

Lehman Brothers, yang didirikan oleh tiga bersaudara Henry, Mayer dan
Emanuel Lehman, adalah salah satu yang menjual hipotek "beracun" yang dikemas
sebagai sekuritas baru, yaitu derivatif. Awalnya, efek ini dibuat sebagai alat lindung
nilai pasar perumahan, sejenis dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) yang
menggabungkan sekuritas dari berbagai aset sehingga risiko satu atau lebih aset
disfungsional dikompensasi oleh aset lain yang dimiliki. melakukannya dengan baik

Namun, karena semua aset tersebut memburuk, Lehman mengalami kesulitan.


Ketika mereka bangkrut dan mengajukan kebangkrutan pada tanggal 15 September
2008, saham perusahaan turun 93% menjadi 26 sen AS per unit.

Investor juga khawatir sekuritas subprime berpindah tangan dengan ribuan


pihak saling membungkam karena underlying asset (harga properti) turun jauh di
bawah harga sekuritas derivatif tersebut di pasar saham. Spekulasi telah melampaui
nilai fundamentalnya. Secara keseluruhan, Dow Jones ditutup turun 4,4% untuk hari
itu, atau turun 504 poin. Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga
turun sebesar 4,7% menjadi 1.719,25 dari level psikologis 1.800.
Sejak media memberitakan krisis Lehman Brothers pada awal September
2008, IHSG secara kumulatif turun 33,49% meninggalkan level psikologis 2.000
(9/8/2008) di 1.355,41 pada 31 Desember 2018. Namun, dampak tersebut tidak
membawa Indonesia ke ambang krisis ekonomi, karena pemerintah berhasil
mencegah krisis keuangan meningkat menjadi krisis ekonomi dan sosial, seperti yang
terjadi pada tahun 1998.

Delapan belas tahun setelah krisis tahun 2008, yaitu pada tahun 2016, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan kepada para pengusaha nasional Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia strateginya sebagai Presiden di masa-masa
yang penuh gejolak untuk melindungi perekonomian Indonesia. "Saya dan teman-
teman memutuskan strategi yang disebut buy-continue strategy. Ini kami diskusikan
dengan teman-teman di ASEAN, kelompok G-20, dan forum APEC," kata SBY,
Kamis (3/3). /2016, dikutip dari detik. .com

B. Dampaknya kepada Indonesia

Konsekuensi dari krisis keuangan adalah perlambatan ekonomi dipelajari dari


masyarakat, termasuk pemutusan hubungan kerja (HK). operasi bisnis perusahaan. Ini
dianggap sebagai bentuk kebijakan perusahaan yang sudah lama tertunda ekonomi
lemah Setidaknya sampai tahun 2009 pemerintah menyatakan bahwa sekitar 57.000
pekerja di-PHK akibat krisis tersebut Ekonomi 2008-2009 (Republik 2009-06-24).
Melampaui (Sihon, 2008)

Harga minyak dunia terus naik hingga $110 sindrom dan meningkatnya inflasi
mengguncang perekonomian Dana subsidi BBM dan listrik bagi yang membutuhkan
1,3 barel per hari menghabiskan hampir seperempat anggaran APBN. Selain itu,
banyak negara, termasuk Indonesia, yang pernah mengalaminya tingginya harga
komoditas dunia (impor) yang mempengaruhi harga komoditas dalam negeri
(mengekspor) yang mengakibatkan krisis pangan yang diperkirakan melanda 36
negara (Kompas, 15 Maret 2008). Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
telah terjadi pengangguran dan kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat, dan beban
pengeluaran yang memicu inflasi bagi pemerintah masalah krusial yang harus
dipecahkan untuk mencegah kondisi memburuk ekonomi makro untuk mengatasi hal
tersebut, pemerintah mencoba mengambil berbagai langkah mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh kondisi perekonomian dunia, terutama bagi keuntungan
masyarakat rendah Daya beli masyarakat melemah akibat kenaikan harga pangan dan
Kebutuhan dasar telah mendorong pemerintah untuk mengubah tingkat subsidi untuk
bahan bakar dan juga listrik Kebutuhan pokok untuk mengurangi beban masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya Intinya.

Hal itu dilakukan dengan meredistribusi anggaran APBN Transfer dana ke


sektor lain. Revisi telah dilakukan selama bertahun-tahun APBN 2009 dipotong dari
6,7-7,2% menjadi 6,4-6,9%, meskipun angka tersebut juga mengharapkan defisit 2%
(Sihono, 2008). Di sisi lain, upaya dilakukan untuk menaikkan harga pangan karena
perubahan iklim, pertumbuhan populasi dan kenaikan harga bahan bakar Dengan kata
lain, petani menyesuaikan diri dengan kenaikan harga/permintaan berikutnya lebih
mudah dan lebih mudah untuk mendapatkan kredit, dengan benih, ternak, dll
Keterampilan untuk meningkatkan produksi pertanian. Untuk itulah dibuat lebih
banyak stok dan stabilitas harga (Sihono, 2008). Pemerintah lebih siap, belajar dari
pengalaman krisis ekonomi 1997-1998 meskipun masih menciptakan tingkat ekonomi
dasar Makr (neraca pembayaran, bank, pajak, uang). Jatuh suku bunga Suku bunga
mempengaruhi peningkatan permintaan agregat dan struktur distribusi Kredit 25%,
yang pada akhirnya akan mampu memberi makan sektor riil dan tumbuh dalam
penghasilan kena pajak. Mendorong sektor riil dan konsumsi masyarakat, Salah satu
instrumen keuangan adalah relaksasi beban kredit produksi (Sihon, 2008).
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Bahwasanya dari semua yang sudah di ketauhui dan di bahas tentang krisis Perbankan
di Indonesia tahun 1997-1998 adalah sebuah kendala yang sangat besar yang pernah terjadi di
Indonesia dan jika berbagai faktor yang menyebabkan pecahnya krisis keuangan dan tentang
faktor-faktor tersebut faktor eksternal dan internal. Indonesia sangat beruntung dengan resesi
Artinya, dampak resesi global tidak akan terlalu besar dibandingkan dengan emerging market
ke pasar lain, karena Indonesia secara ekonomi tidak terlalu bergantung pada pasar
sedangkan untuk ekspor, baik sektor perbankan maupun keuangan belum terlihat banyak
sementara dampaknya separah negara itu sendiri, tiga bursa yang mengalami penurunan tidak
terlalu berpengaruh bagi perekonomian Indonesia karena para pedagang hanya 0,5% dari
penduduk Indonesia, dan akhirnya dapat dikatakan bahwa Indonesia itu sendiri. karena
potensi pasar dalam negeri yang sangat besar Meski pasar luar negeri lemah, pasar domestik
sudah sangat besar. akan namun meski Indonesia memiliki aset kedepan, dampak dari krisis
global dampak terhadap pengangguran dan kemiskinan tidak dapat sepenuhnya dihindari.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, A. (2018, September 16). Mengapa Krisis Subprime Mortgage Tak Memukul
Indonesia? https://www.cnbcindonesia.com/market/20180916192148-17-
33353/mengapa-krisis-subprime-mortgage-tak-memukul-indonesia.
Hasmiah Herawati, M. G. (2020). Penyebab dan Upaya yang Dilakukan Para Pemerintah
Dunia Saat Krisis Global 2008. Journal Pendidikan Sosial, 8.
Oktavilia, S. (2008). DETEKSI DINI KRISIS PERBANKAN INDONESIA: IDENTIFIKASI
VARIABEL MAKRO DENGAN MODEL LOGIT. Jurnal Ekonomi, 14.

Anda mungkin juga menyukai