Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Regulasi Pemerintah

2.1.1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 telah mengatur

tentang standar pelayanan minimal, salah satu indikatornya adalah cakupan

pelayanan kesehatan ibu hamil. Berdasarkan regulasi tersebut salah satu

penilaian kinerja adalah tingkat pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil sesuai

dengan standar, baik standar kuantitas maupun standar kualitas.

Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar.

Pemerintah Daerah tingkat kabupaten/kota wajib memberikan pelayanan

kesehatan ibu hamil sesuai standar kepada semua ibu hamil di wilayah kerja

tersebut dalam kurun waktu satu tahun.

Adapun mekanisme pelayanannya adalah sebagai berikut:

1. Penetapan sasaran ibu hamil di wilayah kabupaten/kota dalam satu tahun

menggunakan data proyeksi BPS atau data riil yang diyakini benar, dengan

mempertimbangkan estimasi dari hasil survei/ riset yang terjamin

validitasnya, yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

2. Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4)

dengan ketentuan:

a. Satu kali pada trimester pertama.

b. Satu kali pada trimester kedua.

c. Dua kali pada trimester ketiga.

9
10

3. Standar kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T, meliputi:

a. Pengukuran berat badan.

b. Pengukuran tekanan darah.

c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).

d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).

e. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ).

f. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.

g. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.

h. Tes Laboratorium.

i. Tatalaksana/penanganan kasus.

j. Temu wicara (konseling).

2.1.2. Peraturan Pemerintah RI No 61 Tahun 2014

Peraturan Pemerintah RI No 61 Tahun 2014 mengatur tentang kesehatan

reproduksi. Dalam peraturan ini pada bagian ketiga dijelaskan tentang pelayanan

kesehatan masa sebelum hamil, hamil, persalinan dan sesudah melahirkan.

Terkait hal-hal ibu hamil dan risiko pada kehamilan dalam peraturan ini adalah:

1. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil diberikan dalam bentuk pelayanan

antenatal.

2. Pelayanan antenatal bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan janin

serta mencegah komplikasi pada masa kehamilan, persalinan, dan sesudah

melahirkan.

3. Pelayanan antenatal dilakukan sesuai standar secara berkala paling sedikit 4

(empat) kali selama masa kehamilan.


11

4. Pelayanan antenatal dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi dan kewenangan.

5. Pelayanan antenatal diberikan secara terpadu dengan pelayanan kesehatan

lainnya untuk mendeteksi faktor risiko dan penyulit yang dapat membahayakan

kesehatan dan keselamatan ibu serta janin.

6. Setiap ibu hamil dengan faktor risiko dan penyulit wajib dirujuk ke fasilitas

pelayanan kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi risiko dan

penyulit.

2.1.3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 97 Tahun 2014

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 97 Tahun 2014 mengatur tentang

Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa

sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan

kesehatan seksual.

Terkait hal-hal ibu hamil dan risiko pada kehamilan dalam peraturan ini

adalah:

1. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu

hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu

menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan

bayi yang sehat dan berkualitas.

2. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi

hingga sebelum mulainya proses persalinan.

3. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil wajib dilakukan melalui pelayanan

antenatal terpadu.
12

4. Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan kesehatan komprehensif

dan berkualitas yang dilakukan melalui:

a. Pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasi

dan gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat

dan cerdas;

b. Deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan;

c. Penyiapan persalinan yang bersih dan aman

d. Perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan

jika terjadi penyulit/komplikasi;

e. Penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila

diperlukan; dan

f. Melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam menjaga

kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan

bila terjadi penyulit/komplikasi.

5. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil harus dilakukan sesuai standar dan dicatat

dalam buku KIA.

6. Kegiatan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi

sebagaimana berupa:

a. Pendataan dan pemetaan sasaran ibu hamil;

b. Penyiapan donor darah;

c. Penyiapan tabungan ibu bersalin (tabulin) dan dana sosial ibu

bersalin (dasolin);

d. Penyiapan ambulans (transportasi);


13

e. Pengenalan tanda bahaya kehamilan dan persalinan; dan

f. Penandatanganan amanat persalinan

7. Hasil audit maternal perinatal merupakan dasar bagi pelaksanaan intervensi

yang terdiri atas:

a. Peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan

menangani kasus risiko tinggi secara memadai; pertolongan

persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil,

pelayanan pascapersalinan dan kelahiran;

b. Pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan

pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal komprehensif

(PONEK) yang dapat dijangkau;

c. Rujukan yang efektif untuk kasus risiko tinggi dan komplikasi yang

terjadi.

2.2. Kehamilan Risiko Tinggi

2.2.1. Pengertian

Dalam ilmu kebidanan modern terdapat istilah potensi risiko, dimana

suatu kehamilan dan persalinan mempunyai risiko, yang menyebabkan

kemungkinan resiko terjadinya komplikasi dalam persalinan. Komplikasi yang

terjadi dapat ringan atau berat sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian,

kesakitan, kecacatan pada ibu atau bayi. Untuk itu dibutuhkan upaya pencegahan

sejak awal kehamilan hingga menjelang persalinan yang dilakukan dengan


14

bantuan tenaga kesehatan, bidan, ibu hamil, suami keluarga dan masyarakat

(Backett et. al, 2015).

Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan dengan lebih dari satu faktor

risiko, dimana hal tersebut akan memberikan dampak yang merugikan bagi ibu

dan janinnya (Rochjati, 2014).

2.2.2. Kriteria Kehamilan Berisiko

Kriteria kehamilan berisiko dibagi menjadi 3 kategori menurut Rochjati

(2014), yaitu:

a. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Merupakan kehamilan yang tidak disertai oleh faktor risiko atau penyulit

sehingga kemungkinan besar ibu akan melahirkan secara normal dengan

ibu dan janinnya dalam keadaan hidup sehat.

b. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

Merupakan kehamilan yang disertai satu atau lebih faktor risiko/penyulit

baik yang berasal dari ibu maupun janinnya sehingga memungkinkan

terjadinya kegawatan saat kehamilan maupun persalinan namun tidak

darurat.

c. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12

Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) merupakan kehamilan dengan

faktor risiko:

1. Perdarahan sebelum bayi lahir, dimana hal ini akan memberikan

dampak gawat dan darurat pada ibu dan janinnya sehingga

membutuhkan rujukan tepat waktu dan penanganan segera yang


15

adekuat untuk menyelamatkan dua nyawa.

2. Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, dimana tingkat

kegawatannya meningkat sehingga pertolongan persalinan harus

di rumah sakit dengan ditolong oleh dokter spesialis.

2.2.3. Layanan Ibu Hamil dan Bayi Baru Lahir Selama Pandemi Covid-19

Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memastikan kesiapan fasilitas

kesehatan tingkat pertama (Puskesmas, Bidan Praktik Mandiri) dan fasilitas

kesehatan rujukan (RS Rujukan COVID-19, RS mampu PONEK, RSIA) dalam

memberikan layanan kesehatan ibu dan anak dengan atau tanpa status terinfeksi

COVID-19. Kegiatan konsultasi dimaksimalkan dengan menggunakan teknologi

informasi yang mudah diakses oleh ibu. Call center 119 ext 9 atau hotline yang

disediakan khusus untuk layanan kesehatan ibu dan anak dan telemedicine perlu

untuk disosialisasikan. Edukasi kepada Ibu hamil, Ibu bersalin, Ibu menyusui

dan pengasuh agar patuh untuk menggunakan masker ketika berkunjung ke

fasilitas kesehatan, dan jujur menyampaikan status kesehatannya jika ternyata

sudah didiagnosa sebagai Orang Dalam Pementauan (ODP), Pasien Dalam

Pengawasan (PDP) atau terkonfirmasi COVID-19.

Adapu pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) adalah sebagai

berikut:

1. Puskesmas direkomendasikan untuk mengatur ulang fasilitas layanan

KIA agar terpisah dengan Gedung Utama Puskesmas sehingga Pasien

KIA tidak bercampur dengan Pasien Umum.


16

2. Jika Puskesmas tidak mempunyai ruang KIA yang terpisah dari Gedung

Puskesmas, maka dapat disiapkan fasilitas layanan darurat, misalnya,

memanfaatkan sarana gedung pelatihan, penginapan, gedung olah raga,

dll, dengan mengupayakan prasarana minimal terpenuhi (sumber air

bersih, listrik, kamar mandi dll). Sedapat mungkin tidak menggunakan

sekolah untuk memastikan anak-anak dapat kembali bersekolah

secepatnya.

3. Jika layanan KIA tidak mungkin dilakukan di Puskesmas, maka bisa

disepakati Bidan Praktik Mandiri (BPM) dalam satu regional untuk

dipergunakans secara kolektif oleh beberapa bidan di sekitarnya.

4. Menerapkan triase dan alur tatalaksana layanan ibu hamil, ibu bersalin

dan bayi baru lahir.

Memenuhi kebutuhan Rapid Test dan Alat Pelindung Diri (APD) level-1 dan

level-2 (Gugus Tugas, 2020).

2.2.4. Upaya Pencegahan Oleh Ibu Hamil pada Masa Pandemi Covid-19

Upaya pencegahan oleh ibu hamil di masa pandemi covid-19 adalah

sebagai berikut:

1. Pemeriksaan kehamilan pertama kali dibutuhkan untuk skrining faktor

risiko (termasuk program pencegahan penularan hiv, sifilis dan hepatitis b

dari ibu ke anak / ppia). Oleh karena itu, dianjurkan pemeriksaannya

dilakukan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan dengan perjanjian agar

ibu tidak menunggu lama. Apabila ibu hamil datang ke bidan tetap dilakukan

pelayanan anc, kemudian ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan oleh dokter.
17

2. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan skrining kemungkinan ibu menderita

tuberculosis.

3. Pada daerah endemis malaria, seluruh ibu hamil pada pemeriksaan pertama

dilakukan pemeriksaan rdt malaria dan diberikan kelambu berinsektisida.

4. Jika ada komplikasi atau penyulit maka ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan

dan tata laksana lebih lanjut.

5. Pemeriksaan rutin (usg) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan pdp

atau terkonfirmasi covid-19 sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya

berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.

6. Ibu hamil diminta mempelajari buku kia untuk diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari termasuk mengenali tanda bahaya pada kehamilan. Jika ada

keluhan atau tanda bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke

fasyankes.

7. Pengisian stiker p4k dipandu bidan/perawat/dokter melalui media

komunikasi.

8. Kelas ibu hamil ditunda pelaksanaannya di masa pandemi covid-19 atau

dapat mengikuti kelas ibu secara online.

9. Tunda pemeriksaan pada kehamilan trimester kedua. Atau pemeriksaan

antenatal dapat dilakukan melalui tele-konsultasi klinis, kecuali dijumpai

keluhan atau tanda bahaya.

10. Ibu hamil yang pada kunjungan pertama terdetekdi memiliki faktor risiko

atau penyulit harus memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua. Jika

ibu tidak datang ke fasyankes, maka tenaga kesehatan melakukan kunjungan


18

rumah untuk melakukan pemeriksaan anc, pemantauan dan tataksana faktor

penyulit. Jika diperlukan lakukan rujukan ibu hamil ke fasyankes untuk

mendapatkan pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut, termasuk pada ibu

hamil dengan hiv, sifilis dan hepatitis b.

11. Pemeriksaan kehamilan trimester ketiga harus dilakukan dengan tujuan

utama untuk menyiapkan proses persalinan. Dilaksanakan 1 bulan sebelum

taksiran persalinan.

12. Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya.

Jika terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku kia), seperti mual-

muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah,

nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang. Ibu

hamil dengan penyakit diabetes mellitus gestasional, pre eklampsia berat,

pertumbuhan janin terhambat, dan ibu hamil dengan penyakit penyerta

lainnya atau riwayat obstetri buruk maka periksakan diri ke tenaga

kesehatan.

13. Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu. Setelah usia

kehamilan 28 minggu, hitunglah gerakan janin secara mandiri (minimal 10

gerakan per 2 jam).

14. Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengonsumsi

makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap mempraktikan

aktivitas fisik berupa senam ibu hamil/yoga/pilates/peregangan secara

mandiri di rumah agar ibu tetap bugar dan sehat.


19

15. Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh

tenaga kesehatan.

16. Ibu hamil dengan status pdp atau terkonfirmasi positif covid-19 tidak

diberikan tablet tambah darah karena akan memperburuk komplikasi yang

diakibatkan kondisi covid-19.

17. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi covid-19 pasca

perawatan, kunjungan antenatal selanjutnya dilakukan 14 hari setelah

periode penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila

pasien dinyatakan sembuh. Direkomendasikan dilakukan usg antenatal untuk

pengawasan pertumbuhan janin, 14 hari setelah resolusi penyakit akut.

Meskipun tidak ada bukti bahwa gangguan pertumbuhan janin (iugr) akibat

covid-19, didapatkan bahwa duapertiga kehamilan dengan sars disertai oleh

iugr dan solusio plasenta terjadi pada kasus mers, sehingga tindak lanjut

ultrasonografi diperlukan.

18. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga /

dikonfirmasi terinfeksi covid-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut:

pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter

spesialis penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang

bertugas dan dokter anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan

pasien sesegera mungkin setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya harus

didiskusikan dengan ibu dan keluarga tersebut.

19. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan

perjalanan ke luar negeri dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel


20

advisory) yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat

perjalanan terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran

luas covid-19 (Kemenkes RI, 2020).

2.2.5. Rekomendasi Penanganan Infeksi Covid-19 bagi Ibu Hamil

Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 pada kehamilan meliputi isolasi

awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari

kelebihan cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko

sekunder akibat infeksi bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan

infeksi penyerta yang lain, pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi

mekanis lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang progresif,

perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri,

dan pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.

Beberapa rekomendasi saat antenatal care:

1. Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-

19 harus segera dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman

pencegahan dan pengendalian infeksi COVID-19). Pasien dengan

COVID-19 yang diketahui atau diduga harus dirawat di ruang isolasi

khusus di rumah sakit. Apabila rumah sakit tidak memiliki ruangan

isolasi khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection Isolation Room

(AIIR) pasien harus ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di mana

fasilitas isolasi khusus tersedia.

2. Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap

dilakukan.
21

3. Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu

dengan infeksi terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari

episode isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai

kasus risiko tinggi.

4. Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan

analisis risk-benefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan

keamanan bagi janin. Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh

FDA untuk pengobatan COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas

digunakan pada hewan model MERS sedang dievaluasi untuk aktivitas

terhadap SARS-CoV-2 .

5. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca

perawatan maternal. Perawatan antenatal lanjutan dilakukan 14 hari

setelah periode penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini dapat

dikurangi apabila pasien dinyatakan sembuh. Direkomendasikan

dilakukan USG antenatal untuk pengawasan pertumbuhan janin, 14 hari

setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada bukti bahwa

gannguan pertumbuhan janin (IUGR) adalah risiko COVID-19,

duapertiga kehamilan dengan SARS disertai oleh IUGR dan solusio

plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga tindak lanjut ultrasonografi

diperlukan.

6. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan

diduga/dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa

rekomendasi berikut:
22

a. Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter

spesialis penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang

bertugas dan dokter anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan

pasien sesegera mungkin setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya

harus didiskusikan dengan ibu dan keluarga tersebut.

b. Pembahasan dalam rapat tim meliputi: Prioritas utama untuk

perawatan medis pada ibu hamil. Lokasi perawatan yang paling tepat

(mis. unit perawatan intensif, ruang isolasi di bangsal penyakit

menular atau ruang isolasi lain yang sesuai). Evaluasi kondisi ibu dan

janin. Perawatan medis dengan terapi suportif standar untuk

menstabilkan kondisi ibu.

c. Pertimbangan khusus untuk ibu hamil adalah: Pemeriksaan radiografi

harus dengan perlindungan terhadap janin. Frekuensi dan jenis

pemantauan detak jantung janin harus dipertimbangkan secara

individual, dengan mempertimbangkan usia kehamilan janin dan

kondisi ibu. Stabilisasi ibu adalah prioritas sebelum persalinan dan

apabila ada kelainan penyerta lain seperti contoh pre-eklampsia berat

harus mendapatkan penanganan yang sesuai. Keputusan untuk

melakukan persalinan perlu dipertimbangkan, kalau persalinan akan

lebih membantu efektifitas resusitasi ibu atau karena ada kondisi janin

yang mengharuskan dilakukan persalinan segera. Pemberian

kortikosteroid untuk pematangan paru janin harus dikonsultasikan dan


23

dikomunikasikan dengan tim dokter yang merawat. Pemberian

kortikosteroid untuk pematangan paru janin harus sesuai indikasi

7. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak

melakukan perjalanan keluar ke negara dengan mengikuti anjuran

perjalanan (travel advisory) yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus

menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam 14 hari terakhir dari

daerah dengan penyebaran luas SARS-CoV-2.

8. Vaksinasi. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah COVID-19. Sejak

memposting SARS-CoV-2 urutan genetik virus online pada 10 Januari

2020, beberapa organisasi berusaha mengembangkan vaksin COVID-19

dengan cepat. Kita masih menunggu pengembangan cepat vaksin yang

aman dan efektif (POGI, 2020).

2.3. Program Ibu Hamil Risiko Tinggi

2.3.1. Program Ibu Hamil Risiko Tinggi di Indonesia

Dibeberapa daerah di Indonesia sudah banyak kabupaten atau kecamatan

yang membuat program bagi ibu hamil dengan kehamilan risiko tinggi. Berikut

ini beberapa program bagi ibu hamil risiko tinggi:

1. Program Semanggi

Puskesmas Sedati memiliki 400 kader kesehatan dan 32 orang

diantaranya merupakan untuk menangani Ibu Hamil dengan resiko tinggi. Kader

kesehatan ini bergerak untuk 16 desa dibantu oleh kader Motivator Kesehatan

Ibu dan Anak (MKIA) yang terdiri dari unsur organisasi kemasyarakatan,
24

Fatayat, Muslimat, Aisiyah, PKK dan Karangtaruna. Kader-kader kesehatan

terlatih tersebut, program Selamatkan yang Anda Sayang alias SEMANGGI.

Menurut Koordinator Bidan PKM Sedati Siti Hidayatul Aliyah, program

Semanggi fokusnya melakukan pendampingan ibu hamil beresiko tinggi dan ibu

hamil  Kurang Energi Kronis (KEK). Dalam program ini secara kontinyu PKM

dibantu para kader kesehatan melakukan aktivitas deteksi dini ibu hamil dan

memantau ibu hamil resiko tinggi sampai masa nifas. Ini dilakukan sebagai

upaya meminimalisir faktor resiko dan melakukan tindakan klinis lanjutan

(Dinkes Kabupaten Sidoarjo, 2019).

Aktivitas pendampingan, sejatinya tidak hanya pelru dilakukan

paramedis atau tenaga kesehatan di Puskesmas saja. Keberadaan ibu hamil, perlu

pendampingan keluarga; masyarakat dalam hal ini kader dan tokoh masyarakat;

sampai dengan Tim Penggerak PKK, pemerintah desa dan kecamatan; dengan

peran berbeda-beda. Pendampingan pertama; saat pendataan ibu hamil.

Fungsinya mendeteksi risiko tinggi (risti) dan kekurangan energi kronis (KEK).

Kedua, saat pendampingan ibu hamil risti mulai kehamilan, persalinan, sampai

nifas. Aktivitas pendampingan ini berbasis Upaya Kesehatan Masyarakat

(UKM)). Keuntungan melibatkan banyak warga, terutama kader adalah

kecepatan penanganan. Kader merupakan warga sendiri yang realtif paham

tentang seluk-beluk warga di sekitarnya. Misalnya, Kalau ada ibu hamil, yang

paling tahu kader. Kader bisa segera membantu menindaklanjuti dan

mendampingi (Dinkes Kabupaten Sidoarjo, 2019).


25

Bila diketahui ibu hamil terindikasi KEK, maka akan ditangani langsung

oleh petugas gizi. Setelah itu penyebab KEK akan ditelusuri lebih lanjut. Apa

karena kekurangan asupan gizi atau yang lain. Perlu diketahui, ibu hamil KEK

mendapat bantuan dari pemerintah atau bantuan dari pihak swasta dalam bentuk

bantuan makanan sehat.Dengan program Semanggi, keberadaan ibu hamil

terpantau dan terdampingi. Program tersebut dilatarbelakangi masukan warga

sekitar yang menginginkan adanya pendampingan lebih untuk ibu hamil.

Gerakan Semanggi telah bersinergi dengan program EMAS (Expanding

Maternal and Neonatal Survival). Emas merupakan program kerja sama

Kementerian Kesehatan dan USAID selama lima tahun (2012–2016) dalam

rangka mengurangi angka kematian ibu dan bayi baru lahir (Dinkes Kabupaten

Sidoarjo, 2019).

2. Pemantauan Ibu Hamil dengan P4K

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

merupakan salah satu upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan

Bayi Baru Lahir melalui peningkatan akses dan mutu pelayanan antenatal,

pertolongan persalinan, pencegahan komplikasi dan keluarga berencana oleh

bidan. Kerjasama bidan dengan pihak-pihak terkait pelaksanaan Program

Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Pihak-pihak yang

dimaksud disini antara lain seperti bidan di puskesmas, petugas gizi, bidan di

BPM, kader, ibu hamil, keluarga ibu hamil, petugas binaan desa (Gasbindes),

masyarakat dan penanggung jawab program P4K (Program Perencanaan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi). Bidan dalam bekerjasama tidak lepas


26

dari hambatan dalam pelaksanaan program, karena walaupun sudah bekerjasama

baik dengan beberapa pihak, namun masih menemukan kesulitan dalam

menjalin kerjasama denga pihak bidan di BPM (Bidan Praktik Mandiri) (Dinkes

Kabupaten Buleleng, 2018).

Kerjasama dengan pihak BPM (Bidan Praktik Mandiri) sangat penting

karena ibu hamil tidak hanya memeriksakan kehamilan dan bersalin

dipuskesmas saja tapi juga di BPM (Bidan Praktik Mandiri), dengan kerjasama

yang baik dan berkelanjutan. Harapannya bidan desa yang bertanggung jawab

terhadap ibu hamil diwilayahnya bisa terpapar dan mendapatkan pelayanan P4K

(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi). Dalam hal ini

dengan pelayanan P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi) yang dilakukan oleh bidan kepada ibu hamil, dapat meminimalkan

resiko komplikasi dan kematian ibu maupun bayi. Penyebab kematian ibu

terbesar seacara berurutan disebabkan karena perdarahan, eklampsia, infeksi,

persalinan lama, dan keguguran (Dinkes Kabupaten Buleleng, 2018).

Upaya penurunan kematian ibu dan bayi dapat dilakukan dengan

peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah mendekatkan jangkauan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat melalui program, perencanaan, dan persalinan dan

pencegahan komplikasi (P4K). Kondisi kematian ibu tersebut secara keseluruhan

juga diperberat oleh keadaan “3 terlambat” yaitu terlambat dalam pengambilan

keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan, serta terlambat dalam

mendapatkan pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan. Kondisi


27

keterlambatan ini menjadi faktor risiko sekaligus penyebab tidak langsung dari

kematian ibu. Keterlambatan tersebut bila ditelusuri lebih mendalam adalah

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu masyarakat

antara lain adalah faktor pengetahuan dan sikap masyarakat. Masih rendahnya

pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya kesehatan ibu hamil serta faktor-

faktor risiko gangguan kehamilan, menyebabkan masyarakat tidak bisa

mengenali sejak dini tanda-tanda dan gejala kehamilan berisiko (Dinkes

Kabupaten Buleleng, 2018).

Di Wilayah Puskesmas Sawan I terdapat sejumlah ibu hamil resiko tinggi

disebabkan usia yang tertua saat hamil (35 tahun), usia yang terlalu muda saat

hamil (<20 tahun), jarak kehamilan yang terlalu dekat (<2 tahun), jumlah anak

yang terlalu banyak (>4 anak). Selain itu ada juga ibu hamil beresiko yang

disebabkan oleh penyakit/komplikasi seperti hipertensi, KEK, anemia dan lain-

lain. Sebagian ibu hamil tidak pernah memeriksakan kehamilan karena beberapa

alasan. Mereka perlu dikunjungi ke rumahnya sejak kehamilan muda dan

terutama sejak umur kehamilannya 34-36 minggu. Oleh karena itu, banyak ibu

hamil resiko tinggi yang tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan. Selain itu

adapun ibu hamil resiko tinggi yang telah memeiksakan diri ke bidan tetap perlu

untuk dipantau melalui kunjungan rumah. Karena perlu dilakukan pendekatan

dan konseling terhadap suami dan keluarga tentang ibu hamil terutama berkaitan

dengan ibu hamil resiko tinggi. Kondisi ini sangatlah berisiko terjadinya

komplikasi yang tidak sedikit berdampak pada kematian ibu. Berbagai upaya

harus dilakukan untuk menurunkan sekaligus mencegah terjadinya kasus


28

kematian ibu melahirkan baik oleh pemerintah bersama-sama dengan

masyarakat (Dinkes Kabupaten Buleleng, 2018).

Dalam P4K dengan Stiker bidan diharapkan berperan sebagai fasilitator

dan dapat membangun komunikasi persuasif dan setara di wilayah kerjanya agar

dapat terwujud kerjasama dengan ibu, keluarga dan masyarakat sehingga pada

akhirnya dapat meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Perilaku bidan

dan kader terkait dengan perannya, yang seharusnya dilakukan dalam

perencanaan persalinan yaitu bidan mempunyai peran melakukan antenatal

sesuai dengan standar dan kewenangannya. Kader berperan melakukan

pendataan ibu hamil, memotivasi ibu hamil, melakukan penyuluhan tanda

persalinan dan tanda bahaya, menyiapkan transportasi, biaya dan donor darah,

memotivasi KB pasca persalinan dan melakukan rujukan kegawatdaruratan.

Dalam menurunkan angka kematian ibu, banyak aspek yang harus dilihat karena

kematian ibu merupakan masalah yang kompleks dan mempunyai penyebab

secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu adanya tindak lanjut secara

nyata terkait kendala dan penyebab dari kematian ibu yang dihadapi dalam

pelayanan kesehatan segera dilaksanakan guna tercapainya kesehatan dan

kesejahtraan masyarakat, khususnya dalam menurunkan angka kematian dan

kesakitan. Meningkatkan edukasi terkait kesehatan reproduksi khususnya

tentang risiko kehamilan dan persalinan harus lebih ditingkatkan melalui

penyuluhan kesehatan khususnya di daerah perdesaan. Juga program JKN harus

lebih digalakkan khususnya disebarkan hingga ke desa-desa agar semua ibu

hamil terdaftar sebagai peserta JKN. Selanjutnya, upaya terus menerus untuk
29

mengoptimalkan pelayanan kesehatan terutama program P4K (Dinkes

Kabupaten Buleleng, 2018).

3. Pos Keluarga Siaga

Pos Keluarga Siaga adalah suatu inovasi yang akan melibatkan peran

aktif masyarakat khususnya Kader Posyandu. Pos Keluarga Siaga ini

dimaksudkan untuk melakukan pemetaan kehamilan berisiko (risk mapping)

sekaligus menjadi media untuk melakukan konseling (micro counseling)

terhadap ibu hamil berisiko. Pos Keluarga Siaga yang akan dibentuk dalam

program pengabdian ini dimaksudkan untuk optimalisasi peran aktif Kader

Posyandu dalam pemetaan kehamilan berisiko (risk mapping) sekaligus menjadi

media micro counseling terhadap kehamilan berisiko di masyarakat pedesaan.

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pengembangan dan

pemberdayaan Kader Posyandu melalui kegiatan pelatihan, simulasi dan praktik

langsung di lokasi mitra (Azinar dan Wahyuningsih, 2018).

2.3.2. Program Ibu Hamil Risiko Tinggi di Aceh Utara

Program Inovasi Kring Kring Bumres Puskesmas Samudera merupakan

bentuk tanggung jawab UKM dalam menindaklanjuti kinerja UKM yang sampai

saat ini belum mendapatkan hasil yang maksimal, sebagaimana data absolut

kasus kematian ibu dalam 5 tahun terakhir dapat digambarkan bahwa tahun 2017

terjadi 2 kasus, sedangkan 2018 berhasil diturunkan menjadi 0 kasus, namun

tahun 2019 pada awal tahun telah dilaporkan 4 kasus. Berkaitan dengan

permasalahan tersebut secara terintegrasi perlu dilakukan upaya inovasi.

Tujuan dari program ini adalah:


30

1. Menurunkan AKI di Kabupaten Aceh Utara dan Kecamatan Samudera

khususnya

2. Terbentuknya sistem kewaspadaan terhadap bumil risti (Puskesmas

Samudera, 2020).

2.4. Inovasi

2.4.1. Pengertian

Inovasi adalah pengenalan dan penerapan dengan sengaja gagasan,

proses, produk, dan prosedur yang baru pada unit yang menerapkannya yang

dirancang untuk memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi

maupun masyarakat luas (Ancok, 2012).

Inovasi sering di kaitkan dengan kemapuan organisasi mempertahankan

diri dan melampaui pesaingnya. Inovasi adalah penentu kritis dari kinerja bisnis

dan cendrung menjadi sarana strategis daam menghadapi perubahan lingkungan

internal dan eksternal. Strategi ini harus di desain semaksimal mungkin agar

perusahaan dapat mendominasi pasar yang sudah dimilikinya maupun peuang

memasuki pasar yang baru. Inovasi dipahami sebagai perpaduan ide-ide baru

dilaksanakan, komponen atau material baru dihasilkan, proses baru diperkenalkan,

pasar baru dibuka, dan bentuk-bentuk organisasi baru di introduksikan (Lestari,

2019).

2.4.2. Klasifikasi inovasi

Secara garis besar kasifikasi inovasi dapat di jelaskan sebagai berikut:


31

a. Inovasi produk yaitu berupa produk, jasa, atau ide yang diterima sebagai

sesuatu yang baru.

b. Inovasi proses adalah adaptasi dari lini produksi yang sudah ada, yang

merupakan implementasi dari teknologi baru, umumnya merupakan

perwujudan dari kreatifitas mengintroduksikan produk baru.

c. Inovasi organisasi merupakan perubahan-perubahan dalam mengelola,

mengkoordinasi, dan mengawasi sistem organisasi, administrasi,

manajeman, dan kebijakan organisasi.

d. Inovasi pasar merupakan eksploitasi dari wilayah pemasaran dan penetrasi

pasar, segmen pasar baru dialam pasar yang sudah ada (Lestari, 2019).

Secara umun inovasi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian.

Inovasi organisasi sebagai gagasan atau perilaku baru dalam organisasi

dapat berupa produk atau jasa yang baru, teknologi yang baru, teknologi

proses, sistem struktur dan administrasi baru atau rencana baru bagi anggota

organisasi. Dalam penerapannya inovasi memiliki atribut yang melekat

didalam inovasi tersebut. Atribut inovasi yang dimaksud anatra lain:

1) Relative Advantage atau keuntungan relatif. Sebuah inovasi harus

mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi

sebelumnya. Selalu ada nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi yang

menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.

2) Compaibility atau Kesusaian. Inovasi juga mempunyai sifat kompatibel

dan sesuai dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar

inovasi yang lama tidak serta merta dibuang begitu saja, selain karena
32

alasan faktor biaya yang tidak sedikit,namun juga inovasi yang lama

menjadi bagian proses transisi ke inovasi terbaru.selain itu juga dapat

memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu

secara lebih cepat.

3) Complexity atau kerumitan. Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi

mempunyai tingkat kerumitan yang boleh menjadi lebih tinggi

dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian karena sebuah

inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat

kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.

4) Triability atau kemungkinan dicoba. Inovasi hanya bisa diterima apabila

telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai lebih

dibandingkan dengan inovasi lama, sehingga sebuah produk inovasi

harus melewati fase uji coba, dimana setiap orang atau pihak

mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari suatu organisasi.

5) Observability atau kemudahan diamati. Sebuah inovasi harus juga dapat

diamati, dari segi bagaimana sebuah inovasibekerja dan menghasilkan

sesuatu yang lebih baik (Suwarno, 2008).

2.4.3. Proses Inovasi

Proses inovasi dibagi dalam 4 tahap sebagai berikut:

1. Melihat peluang. Peluang muncul ketika ada masalah yang di anggap

sebagai suatu kesenjangan antara ideal dengan realitanya. Oleh karena itu,

prilaku inovatif dimulai dari keterampilan melihat peluang kemudian

menganalisanya.
33

2. Mengeluarkan ide. Ketika dihadapkan pada suatu masalah, gunakan gaya

berfikir konvergen, yaitu gaya berfikir untuk mengeluarkan ide sebanyak-

banyaknya sebagai upaya mengatasi masalah yang ada. Pada tahap ini

memerlukan kreativitas yang tinggi.

3. Mengkaji ide. Tidak semua ide kreatif yang dihasilkan dapat ditindak

lanjuti, karena itu diperlukan pengkajian terhadap ide. Pada tahap ini gaya

berfikir divergen sangat diperlukan untuk mempertimbangkan manfaat dan

kerugian implementasi suatu ide. Ide yang bagus dikembangkan,

sementara ide yang tidak realistis dikesampingkan. Proses pengkajian ini

dilakuakan secara terus menerus hingga ditemukan alternatif yang paling

berpotensi diimplementasikan.

4. Implementasi. pada tahap ini di perlukan keberanian mengambil risiko,

terutama risiko yang berkaitan dengan probabilitas kesuksesan dan

kegagalan (Lestari, 2019).

2.4.4. Faktor Pengaruh Organisasi yang Inovatif

Faktor yang mempengaruhi suatu organisasi menjadi inovatif adalah

dukungan manajemen terwujudnya iklim dan budaya kreatif, strategi yang fokus

pada pelanggan atau pasar, pemberdayaan anggota organisasi, kerja sama antar

perusahaan misalnya dalam hal intensitas penelitian dan pengembangan, ukuran

organisasi, usia organisasi, jaringan komunikasi internal maupun eksternal,

struktur organisasi dan sistem insentif, gaya kepemimpinan yang berorientasi

kewirausahaan, manajemen pengetahuan, lingkungan, dan lain-lain (Lestari,

2019).
34

Inovasi merupakan salah satu produk berfikir kreatif dalam proses

pembelajaran. Inovasi yang dilakukan oleh organisasi dapat dilakukan dengan

berbagai cara yaitu:

1. Organisasi harus mampu membuat produk yang sama tetapi proses

produksinya harus lebih efisien dalam arti menggunakan lebih sedikit

sumberdaya. Dengan demikian sumberdaya yang tidak terpakai tersebut

dapat digunakan untuk menghasilakan produk lain yang lebih bernilai.

2. Organisasi harus mampu membuat produk yang lebih baik atau

menyediakan jasa baru yang berbeda yang lebih diminati oleh konsumen.

3. Organisasi harus menggunakan faktor produksi yang lebih baik

dan membukan pasar baru untuk produk dan jasa sehingga faktor produksi

yang baru dapat digunakan.

4. Organisasi harus mapu membuka sumber baru bahan baku yang

dapat memberikan nilai tambah dari faktor produksi yang telah ada.

5. Organisasi harus mampu menigkatakan efektifitas organisasi

sehinggga lebih banyak sumberdaya yang bisa dimanfaatkan (Lestari,

2019).

2.4.5. Inovasi Kring Kring Bumres

Aceh Utara 2019 terdapat 25 kasus kematian ibu atau 207/100.000

kelahiran hidup. Dari jumlah tersebut 4 kasus di sumbangkan oleh Kecamatan

Samudera. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan usaha maksimal melalui

inovasi kiring – kring bumres yaitu berupa penguatan kewaspadaan terhadap

bumil resti dengan melibatkan kader, tokoh masyarakat, tenaga kesehatan.


35

Inovasi kring-kring bumres merupakan bentuk tanggung jawab UKM dalam

menindaklanjuti kinerja UKM yang sampai saat ini belum mendapatkan hasil

yang maksimal, sebagaimana data absolut kasus kematian ibu dalam 5 tahun

terakhir dapat digambarkan bahwa tahun 2017 terjadi 2 kasus, sedangkan 2018

berhasil diturunkan menjadi 0 kasus, namun tahun 2019 pada awal tahun telah

dilaporkan 4 kasus. Berkaitan dengan permasalahan tersebut secara terintegrasi

perlu dilakukan upaya inovasi (Puskesmas Samudera, 2020).

Tujuan program inovasi kring kring bumres adalah sebagai berikut:

1. Menurunkan AKI di Kabupaten Aceh Utara dan Kecamatan Samudera

khususnya

2. Terbentuknya sistem kewaspadaanterhadap bumil resti

Kegiatan Pokok program inovasi kring kring bumres:

1. Menentukan sasaran bumil resti

2. Konsolidasi pelaksanaan kegiatan melalui pembagian peran

3. Menyiapkan logistik kegiatan

4. Menyusun jadwal kegiatan

5. Melaksanakan kegiatan

6. Mengevaluasi kegiatan

7. Menyampaikan rekomendasi kepada pihak terkait

8. Mendokumentasikan hasil kegiatan

Adapun rincian kegiatannya adalah:

1. Menentukan sasaran bumil risti


36

Untuk jumlah ibu hamil sebanyak 674 orang, sedangkan untuk cakupan

K1 dan K3 sepanjang tahun 2020 adalah sebesar 674 orang artinya

cakupan sebesar 100%. Berdasarkan data statistik ditetapkan sasaran

bumil 674 pada tahun 2020. Target bumil risti ditetapkan secara nasional

yaitu dengan estimasi bumil risti yaitu 20% maka 674 orang ibu hamil

dikali 20% adalah sebesar 135 orang, sedangkan jumlah bumil risti pada

tahun 2020 di Wilayah Kerja Puskesmas Samudera adalah sebanyak 147

orang yang tersebar di 40 desa. Maka penanggung jawab desa diharapkan

membentuk sistem kewaspadaan terhadap bumil risti melalui mekanisme

pelaporan kasus 1 x 24 jam kepada koordinator KIA dan tokoh

masyarakat (Geuchik).

2. Konsolidasi pelaksanaan kegiatan melalui pembagian peran dengan

sasaran:

a. Keluarga

b. Geuchik

c. Kader

d. Bidan Desa

e. BPM

f. Koordinator program KIA

3. Menyiapkan logistik kegiatan

- Media penyuluhan (terintegrasi dengan peran petugas promkes)

- Sarana dan prasarana kegiatan


37

4. Menyusun jadwal kegiatan

Jadwal kunjungan wajib dilakukan oleh tim setelah mendapatkan

laporan, untuk kunjungan berikutnya ditentukan berdasarkan

penatalaksanaan kasus.

5. Melaksanakan kegiatan

- Setelah mendapatkan laporan (BPM, Bidan Desa, Kader), maka tim

segera melakukan kunjungan rumah

- Hasil kunjungan dikoordinasikan kepada pihak terkait dalam

penanganan kasus

- Penatalaksanaan kasus

- Pemberdayaan dan pendampingan keluarga dalam penanganan kasus

6. Mengevaluasi kegiatan

1. Evaluasi proses

2. Evaluasi hasil

7. Menyampaikan rekomendasi kepada pihak terkait

Rekomendasi hasil kegiatan akan disampaikan kepada pihak terkait

antara lain PJ Upaya, kepala desa, BPM

8. Mendokumentasikan hasil kegiatan (Puskesmas Samudera, 2020).

Adapun cara melaksanakan kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Cara Melaksanakan Kegiatan

Kegiatan Pelaksana Program Lintas Program Lintas Sektor terkait Keterangan


Pokok terkait
Menentukan 1. Menyusun Program KIA : 1. Geuchik : Sumber
sasaran bumil rencana kegiatan Sebagai ujung Pembiayaan
38

resti 2. Koordinasi Menyusun tombak penanggung BOK


dengan LP / LS jadwal kegiatan jawab desa
3. Menentukan 2. Kader :
tempat dan - Mengkoordinir bumil
waktu resti
pelaksanaan - Memantau bumil resti
4. Menyiapkan 3. Keluarga :
form laporan
- Memberi dukungan
5. Membuat
dan semangat kepada
laporan kegiatan
bumil
- Menjadi suami /
keluarga siaga
4. Bidan desa :
- Mengkoordinir bumil
resti
- Memantau bumil resti
5. BPM : Kolaborasi
mengenai bumil resti
yang datang
memeriksa kehamilan
ke BPM
Konsolidasi - Menyusun Program KIA : 1. Geuchik : Sumber
pelaksanaan rencana kegiatan Sebagai ujung Pembiayaan
kegiatan - Koordinasi Menyusun tombak penanggung BOK
melalui dengan LP / LS jadwal kegiatan jawab desa
pembagian - Menentukan 2. Kader :
tempat dan - Mengkoordinir bumil
peran
waktu resti
pelaksanaan - Memantau bumil resti
- Menyioapkan 3. Keluarga :
form laporan - Memberi dukungan
- Membuat dan semangat kepada
laporan kegiatan bumil
- Menjadi suami /
keluarga siaga
4. Bidan desa :
- Mengkoordinir bumil
resti
- Memantau bumil resti
5. BPM : Kolaborasi
mengenai bumil resti
yang datang
memeriksa kehamilan
ke BPM
39

Menyiapkan 1. Menyusun Program KIA : Geuchik : Dana Desa


logistik rencana kegiatan
kegiatan 2. Koordinasi Menyusun Sebagai ujung tombak
dengan LP / LS jadwal kegiatan penanggung jawab desa
3. Menentukan
tempat dan
waktu
pelaksanaan Program Kader :
4. Menyioapkan Promkes:
form laporan Mengkoordinir bumil resti
5. Membuat Penyuluhan dan memantau bumil resti
laporan kegiatan
Menyusun 1. Menyusun Tim KIA Geuchik : Sumber
jadwal rencana kegiatan pembiayaan
kegiatan 2. Koordinasi 7. Menyusun Sebagai ujung tombak BOK
dengan LP / LS jadwal kegiatan penanggung jawab desa
3. Menentukan 8. Koordinasi
tempat dan dengan tim
waktu untuk kunjungan
pelaksanaan rumah Kader :
4. Menyiapkan
form laporan Mengkoordinir bumil resti
5. Membuat dan memantau bumil resti
laporan kegiatan
6. Melakukan
kunjungan
rumah
Sumber: Puskesmas Samudera tahun 2020

2.5. Landasan Teori

Inovasi adalah pengenalan dan penerapan dengan sengaja gagasan,

proses, produk, dan prosedur yang baru pada unit yang menerapkannya yang

dirancang untuk memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi

maupun masyarakat luas (Ancok, 2012). Inovasi merupakan salah satu produk

berfikir kreatif dalam proses pembelajaran.


40

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

Inovasi Produk Inovasi Proses

Inovasi Organisasi Inovasi Pasar

Inovasi Kring Kring


Bumres Pemantauan Ibu Hamil
 Keberhasilan Risti selama
 Kendala Pandemi Covid 19 di
Puskesmas Samudera
 Upaya
 Harapan
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Modifikasi Inovasi Bligiardi, Dormino (2009) dalam Lestari (2019) dan
Puskesmas Samudera (2020)

Penjelasan dari kerangka teori di atas yaitu secara garis besar kasifikasi

inovasi dapat di jelaskan sebagai berikut:

a. Inovasi produk yaitu berupa produk, jasa, atau ide yang diterima sebagai

sesuatu yang baru.

b. Inovasi proses adalah adaptasi dari lini produksi yang sudah ada, yang

merupakan implementasi dari teknologi baru, umumnya merupakan

perwujudan dari kreatifitas mengintroduksikan produk baru.

c. Inovasi organisasi merupakan perubahan-perubahan dalam mengelola,

mengkoordinasi, dan mengawasi sistem organisasi, administrasi, manajeman,

dan kebijakan organisasi.

d. Inovasi pasar merupakan eksploitasi dari wilayah pemasaran dan penetrasi

pasar, segmen pasar baru dialam pasar yang sudah ada (Lestari, 2019).
41

Inovasi organisasi dalam penelitian ini dibuat oleh Puskesmas Samudera

berupa program inovasi kring kring bumres. Inovasi kring-kring bumres

merupakan bentuk tanggung jawab UKM dalam menindaklanjuti kinerja UKM

yang sampai saat ini belum mendapatkan hasil yang maksimal, sebagaimana

data absolut kasus kematian ibu dalam 5 tahun terakhir dapat digambarkan

bahwa tahun 2017 terjadi 2 kasus, sedangkan 2018 berhasil diturunkan menjadi

0 kasus, namun tahun 2019 pada awal tahun telah dilaporkan 4 kasus. Berkaitan

dengan permasalahan tersebut secara terintegrasi perlu dilakukan upaya inovasi.

Tujuan dari program ini adalah menurunkan AKI di Kabupaten Aceh Utara dan

Kecamatan Samudera khususnya dan terbentuknya sistem kewaspadaan terhadap

bumil risti (Puskesmas Samudera, 2020). Dari program ini nantinya akan

dianalisis bagaiman pencapaian keberhasilan dari program ini, apa saja yang

menjadi kendala, upaya yang telah dilakukan Puskesmas Samudera, serta

harapan yang ingin dicapai pada pemantauan ibu hamil risiko tinggi selama

Pandemi Covid 19 di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai