Permanent Home, Centre of Vital Interest, Habitual Abode, Nationality, Mutual Agreement
Permanent Home, Centre of Vital Interest, Habitual Abode, Nationality, Mutual Agreement
Disusun oleh :
( Kelompok 6 )
1. Puput Indriyani (CA181110518)
2. Putri Sarah Felicita Fiady (CA201210527)
3. Rifah Anisha Dewi (CA181110533)
4. Rizky Nugraha Saputra (CA181110744)
5. Ropidatul Hijriyah (CA181110434)
6. Sania Riesty Anindwita (CA181110320)
Dosen Pengampu :
Licke Bieattant, SE, M.Ak
Mata Kuliah : Perbandingan Administrasi Perpajakan Internasional
A4-18-01A
P3B / TAX TREATY
Mencari tahu jika subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan
pemberlakukan P3B yang dibahas termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup
dari perjanjian penghindaran pajak yang bersangkutan.
Menentukan pasal substantif yang berlaku. Tahap ini penting karena akan
menentukan negara yang akan menerima hak pemajakan.
PROSEDUR P3B / TAX TREATY
NEGARA S
MR. JHON
NEGARA B
Mr. John merupakan SPDN di Negara B
menurut ketentuan pajak domestik Negara B
A TIE BREAKER RULE
KELOMPOK 5
Muhammad Ikhsan (CA181110469)
Nindy Naura Fahiratunisa (CA181110377)
Nita Dwi Indriana Astuti (CA181110386)
Nur Izzah (CA201210130)
Nuridhza Laila (CA201210139)
Philipus Pelea Dewa Tolok (CA181110428)
DOSEN
INSTITUT STIAMI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
KEBIJAKAN DAN ADMINISTRASI PAJAK
TAHUN AJARAN 2020/2021
RESUME MATERI PERTEMUAN KE 5 RPS
(PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA)
A. Pengertian
Penjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty merupakan
perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh/diterima oleh penduduk
dari salah satu atau kedua pihak negara dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya
pengenaan pajak berganda dan untuk menarik investasi modal asing ke dalam negeri.
P3B digunakan untuk menentukan alokasi dari hak pemajakan suatu transaksi yang
terjadi diantara negara sumber dan negara domisili.
Dalam perpajakan Internasional, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ini
menjadi sumber hukum yang selalu digunakan dalam setiap transaksinya. Aspek-
aspek perpajakannya pun juga mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada pada P3B
sesuai dengan transaksi yang bersangkutan. Maka dari itu setiap negara yang terlibat
dalam proses pembuatan P3B ini pun harus mendasari adanya model perjanjian yang
diakui secara internasional.
3. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya.
Untuk memanfaatkan tarif P3B ini, SPLN perlu memperlihatkan SKD yang telah
memenuhi persyaratan lainnya, seperti menggunakan Form DGT. Ini adalah formulir
yang diisi oleh SPLN yang telah menyelesaikan double taxation convention (DTC)
dengan Indonesia. Formulir ini wajib dilengkapi dengan benar dan ditandatangani,
serta disertifikasi oleh pihak berwenang yang sah atau kantor pajak resmi di negara
penerimaan penghasilan sebelum diserahkan ke kustodian Indonesia. Form DGT
digunakan sesuai periode yang tercantum pada SKD dan disampaikan bersamaan
dengan penyampaian SPT Masa.
Sedangkan Bagi WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit.
Persyaratan WPLN badan ini agar dianggap sebagai beneficial owner adalah:
Mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak yang
mendatangkan penghasilan dari Indonesia
Penghasilan badan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain
tidak lebih dari 50%. Penghasilan badan yang dimaksud di sini adalah seluruh
penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber
manapun, sesuai dengan laporan keuangan non-konsolidasi WPLN.
Menanggung risiko atas aset, modal, atau kewajiban yang dimiliki dan tidak
mempunyai kewajiban (tertulis maupun tidak tertulis) untuk meneruskan sebagian
atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lain.
D. Prosedur Penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Prosedur Penerapan P3B
Untuk menerapkan perjanjian penghindaran pajak berganda ini, ada tahapan dalam
prosedur yang perlu dilalui, di antaranya:
1. Mencari tahu jika subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan pemberlakukan P3B
yang dibahas termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup dari perjanjian penghindaran
pajak yang bersangkutan.
2. Memastikan definisi penghasilan yang dibahas untuk memastikan penghasilan tersebut
akan masuk dalam ketentuan atau pasal substantif yang tepat.
3. Menentukan pasal substantif yang berlaku. Tahap ini penting karena akan menentukan
negara yang akan menerima hak pemajakan.
4. Menghilangkan dampak pajak berganda jika seandainya dalam pasal-pasal substantif
dalam perjanjian itu, masing-masing negara diberikan hak pemajakan dengan cara
mewajibkan negara domisili untuk memberikan keringanan pajak melalui metode
pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method) yang diatur dalam
ketentuan domestiknya.
5. Jika masih terdapat perbedaan atau belum terbentuknya kesepakatan antar negara,
tahap terakhir dalam penerapan ini adalah menyelesaikan masalah pajak berganda
melalui prosedur persetujuan bersama atau mutual agreement procedure (MAP).
1. Model OECD
OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and
Development, dengan anggota yang terdiri dari 26 negara. Perjanjian model OECD ini
disusun dan dikembangkan oleh komite yang dibentuk oleh negara-negara OECD khusus
untuk memecahkan masalah-masalah perpajakan yang dihadapi kumpulan negara tersebut.
Model OECD dalam tax treaty ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antara
negara-negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangan pajak berganda
secara Internasional. Pada model ini, hak pemajakan diusahakan lebih banyak pada negara
domisili. Karena itu, perumusan definisi dalam model ini umumnya lebih sempit
ketimbang model tax treaty lainnya.
2. Model UN
Berlatar belakang pergerakan PBB yang mulai memperbarui masalah kepentingan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda akibat tingginya arus modal dari negara
maju ke negara berkembang, Sekjen PBB menerbitkan The United Nations Model Double
Taxation Convention Between Developed and Developing Countries atau dikenal dengan
nama Model UN.
Model UN memiliki tujuan tax treaty yang lebih luas, yaitu meningkatkan investasi
asing, serta sebagai alat untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-negara
berkembang. Berdasarkan tujuan ini, Model UN menginginkan hak pemajakan lebih
banyak di negara berpenghasilan sehingga pada perumusan pasal-pasal, definisinya lebih
luas ketimbang model OECD.
Kedua model ini menjadi acuan yang digunakan oleh negara-negara yang akan
melakukan perjanjian. Indonesia sendiri membentuk dan mengembangkan modelnya
sendiri yang dikenal dengan nama Model Indonesia. Model ini merupakan penggabungan
dan pengembangan dari dua model utama.
2. UN Model
Bagi negara-negara berkembang model konvensi pajak yang dibuat oleh the OECD
Committee on Fiscal akan mengurangi penerimaan pajak. OECD Model dianggap
membatasi hak pemajakan dari negara sumber, yang notabene biasanya adalah negara-
negara berkembang. Oleh sebab itu, PBB berinisiatif untuk meminimalisir diskriminasi
ini dengan membuat model konvensi pajak yang dikenal sebagai United Nations Model
UN (UN Model). Model konvensi pajak ini memberikan hak pemajakan yang lebih
luas bagi negara sumber, alias negara berkembang seperti pemimpor dana/investasi
dari negara-negara maju.
3. US Model
Sebagai satu-satunya negara adidaya, Amerika Serikat membuat sendiri draft tax
treaty-nya yang sangat memperhatikan kepentingan negaranya. OECD Model
merupakan model konvensi pajak yang digunakan sebagai acuan United States Model
US (US Model). Perbedaan antara keduanya secara umum terletak pada tujuan
dibuatnya US Model.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.pajakku.com/read/5f72a9be2712877582239094/Apa-itu-P3B
https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/p3b
https://blog.pajak.io/jenis-jenis-penghasilan-dalam-p3b/
https://bambangkesit.files.wordpress.com/2015/10/3-model-perjanjian-p3b.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/220146-kajian-perbandingan-tax-treaty-model-
oec.pdf
PAJAK INTERNASIONAL
Kelompok 5 :
Muhammad Ikhsan (CA181110469)
Nindy Naura Fahiratunisa (CA181110377)
Nita Dwi Indriana Astuti (CA181110386)
Nur Izzah (CA201210130)
Nuridhza Laila (CA201210139)
Philipus Pelea Dewa Tolok (CA181110428)
PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. Terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam UU PPh dan ketentuan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda.
2. Penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia.
3. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya.
4. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B.
5. Penerima penghasilan merupakan beneficial owner dalam hal dipersyaratkan
dalam P3B.
PROSEDUR PENERAPAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B)
1. Mencari Tahu
2. Memastikan Definisi Penghasilan
3. Menentuka Pasal Substantif
4. Menghilangkan Dampak
5. Penyelesaian Masalah
JENIS PENGHASILAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B)
Terdapat beberapa jenis penghasilan menurut OECD yang diatur dalam P3B,
yaitu:
1. Model OECD
2. Model UN
3. Model US
TERIMA KASIH