Anda di halaman 1dari 34

Resume Materi Pokok/Bahan Kajian

Permanent Home, Centre of Vital Interest, Habitual Abode, Nationality, Mutual


Agreement

Disusun oleh :
( Kelompok 6 )
1. Puput Indriyani (CA181110518)
2. Putri Sarah Felicita Fiady (CA201210527)
3. Rifah Anisha Dewi (CA181110533)
4. Rizky Nugraha Saputra (CA181110744)
5. Ropidatul Hijriyah (CA181110434)
6. Sania Riesty Anindwita (CA181110320)

Dosen Pengampu :
Licke Bieattant, SE, M.Ak
Mata Kuliah : Perbandingan Administrasi Perpajakan Internasional

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK (S1)


KEBIJAKAN DAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAGEMEN STIAMI
2021
• Pengertian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/Tax Treaty)
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/Tax Treaty) adalah perjanjian
internasional di bidang perpajakan antar kedua negara yang mengatur pembagian hak
pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk salah satu negara
atau penduduk kedua negara dalam persetujuan itu. Perjanjian penghindaran pajak
berganda termasuk salah satu sumber hukum yang digunakan dalam perpajakan
internasional. Pembagian hak tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah
seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.
Martin Hearson (2016) mengemukakan pada prinsipnya, Tax Treaty ditujukan untuk
menentukan alokasi hak pemajakan yang timbul dari suatu transaksi yang terjadi antara
negara sumber (negara tempat sumber penghasilan berasal) dan negara domisili
(negara tempat wajib pajak tinggal atau menetap).

• Tujuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/Tax Treaty)


Ada lima tujuan perjanjian penghindaran pajak berganda, yaitu:
a. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha (laba usaha
dikenakan pajak di tempat mereka berkedudukan);
b. Peningkatan investasi modal dari luar negeri (diharapkan dapat menarik negara
luar untuk menanamkan modalnya);
c. Peningkatan sumber daya manusia (meningkatkan sumber daya manusia yang
lebih kompeten);
d. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak (dapat mengetahui jika
ada penduduk yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sehingga dapat
dideteksi sedini mungkin);
e. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara (mengatur
adanya pemajakan yang sama dan setara antar kedua negara dengan prinsip saling
menguntungkan serta tidak memberatkan penduduk asing antar kedua negara
dalam menjalankan usaha)
• Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/Tax Treaty)
Dalam perpajakan internasional, perjanjian penghindaran pajak berganda ini
menjadi salah satu sumber hukum yang digunakan dalam setiap transaksi. Aspek
perpajakannya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
perjanjian penghindaran pajak berganda yang bersangkutan sesuai jenis transaksinya.
Setiap negara yang terlibat dapat menyusun tax treaty-nya sendiri berdasarkan
model perjanjian yang diakui secara internasional. Ada dua model utama perjanjian
penghindaran pajak berganda yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
a. Model OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)
Model OECD dalam tax treaty ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan
antara negara-negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangan pajak
berganda secara Internasional. Dalam model ini hak pemajakan diusahakan lebih
banyak pada negara domisili. Model OECD ini untuk negara-negara maju. Model
ini mengedepankan asas domisili Negara yang memberikan jasa atau menanamkan
modal. Perjanjian model OECD ini disusun dan dikembangkan oleh komite yang
dibentuk oleh negara-negara OECD khusus untuk memecahkan masalah-masalah
perpajakan yang dihadapi kumpulan negara tersebut. OECD memiliki anggota
yang terdiri dari 26 negara.
b. Model UN
Berlatar belakang pergerakan PBB yang mulai memperbarui masalah kepentingan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda akibat tingginya arus modal dari
negara maju ke negara berkembang, Sekjen PBB menerbitkan The United Nations
Model Double Taxation Convention Between Developed and Developing
Countries atau dikenal dengan nama Model UN. Model UN memiliki tujuan tax
treaty yang lebih luas, yaitu meningkatkan investasi asing, serta sebagai alat untuk
pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-negara berkembang. Berdasarkan
tujuan ini, Model UN menginginkan hak pemajakan lebih banyak di negara
berpenghasilan sehingga pada perumusan pasal-pasal, definisinya lebih luas
ketimbang model OECD.
• Prosedur Penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/Tax
Treaty)
a. Mencari tahu jika subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan pemberlakukan
P3B yang dibahas termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup dari perjanjian
penghindaran pajak yang bersangkutan.
b. Memastikan definisi penghasilan yang dibahas untuk memastikan penghasilan
tersebut akan masuk dalam ketentuan atau pasal substantif yang tepat.
c. Menentukan pasal substantif yang berlaku. Tahap ini penting karena akan
menentukan negara yang akan menerima hak pemajakan.
d. Menghilangkan dampak pajak berganda jika seandainya dalam pasal-pasal
substantif dalam perjanjian itu, masing-masing negara diberikan hak pemajakan
dengan cara mewajibkan negara domisili untuk memberikan keringanan pajak
melalui metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit
method) yang diatur dalam ketentuan domestiknya.
e. Jika masih terdapat perbedaan atau belum terbentuknya kesepakatan antar negara,
tahap terakhir dalam penerapan ini adalah menyelesaikan masalah pajak berganda
melalui prosedur persetujuan bersama atau Mutual Agreement Procedure (MAP).

• Double Resident/Dual Residence


Dual residence/double residence adalah seorang wajib pajak orang pribadi yang
memiliki status penduduk rangkap untuk tujuan perpajakan. Seseorang dianggap
penduduk oleh dua otoritas pajak. Misalnya, Mr. John adalah Subjek Pajak Dalam
Negeri di Negara Kanada menurut ketentuan pajak domestik Kanada. Mr.John juga
merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri di Negara Indonesia menurut ketentuan pajak
domestik Indonesia. Penyelesaian masalah double resident ini dilakukan berdasarkan
A Tie Breaker Rule.

• A Tie Breaker Rule.


A Tie Breaker Rule yaitu langkah-langkah yang digunakan untuk menentukan status
resident orang pribadi atau badan yang memiliki resident ganda (double resident) yang
terdiri dari beberapa kriteria pengujian dan dilakukan secara berurutan. Apabila kriteria
pertama tidak dapat memecahkan masalah dual residence maka digunakan kriteria
kedua dan seterusnya. Tujuan dari A Tie Breaker Rule ialah mencegah terjadinya pajak
berganda, sehingga suatu entitas hanya boleh menjadi subjek satu negara saja.

• Kriteria A Tie Breaker Rule


a. Kriteria pertama tie breaker rule adalah Permanent Home (Tempat Tinggal Tetap),
yaitu tempat dimana Wajib Pajak dan keluarga tinggal dalam jangka waktu yang
relatif lama sehingga memenuhi persyaratan degree of permanence. Permanen di
sini berarti rumah tersebut diatur untuk digunakan secara terus menerus, bukan
tinggal untuk kondisi tertentu atau untuk sementara waktu. Tidak termasuk tempat
tinggal hanya untuk wisata, perjalanan bisnis, atau melanjutkan
pendidikan. Permanent Home dapat berupa rumah, apartemen milik sendiri atau
sewa, atau ruangan sewa yang telah dilengkapi perabot rumah tangga.
b. Bila status resident belum dapat ditentukan karena individu tersebut
memiliki permanent home di kedua negara, kriteria kedua adalah Centre of Vital
Interest (Pusat Kepentingan), yaitu tempat dimana hubungan keluarga dan
kepentingan ekonomi berada. Untuk mengukur pusat kepentingan seseorang, dapat
dipakai ukuran jumlah harta atau jumlah penghasilan, mana yang lebih besar.
c. Jika status resident belum dapat ditentukan karena individu tersebut
memiliki permanent home di kedua negara dan tidak dapat ditentukan Centre of
Vital Interest, atau dapat pula individu tersebut tidak mempunyai permanent
home di kedua negara, maka penentuan resident dengan kriteria Habitual Abode
(Kebiasaan Berdiam), yaitu di negara mana ia lebih sering tinggal, baik di
permanent home atau tempat lainnya, dan untuk tujuan apapun. Tidak ditentukan
berapa lama individu tersebut harus berada. Jadi benar-benar dihitung berapa lama
keberadaan individu di negara tersebut.
d. Jika dengan habitual abode tidak juga dapat ditentukan, maka dengan Nationality
atau status kewarganegaraan menjadi penentu status resident.
e. Jika tidak juga dapat ditentukan maka penentuan resident dilakukan oleh otoritas
pajak kedua negara dengan melakukan Mutual Agreement sebagaimana
diamanatkan pada Pasal 25 OECD Model Tax Convention.
KELOMPOK 6 PERMANENT HOME,
Puput Indriyani CENTRE OF VITAL INTEREST,
HABITUAL ABODE,
Putri Sarah Felicita Fiady
NATIONALITY,
Rifah Anisha Dewi
MUTUAL AGREEMENT.
Rizky Nugraha Saputra
Ropidatul Hijriyah
Sania Riesty Anindwita

A4-18-01A
P3B / TAX TREATY

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B / Tax Treaty) adalah


perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara
yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh penduduk salah satu negara atau penduduk
kedua negara dalam persetujuan itu.
TUJUAN P3B / TAX TREATY

Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha

Peningkatan investasi modal dari luar negeri

Peningkatan sumber daya manusia

Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak

Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara


MODEL P3B / TAX TREATY

MODEL OECD Bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antara negara-


negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangan
(Organization for pajak berganda secara Internasional. Model OECD ini untuk
Economic Cooperation
negara-negara maju. Model ini mengedepankan asas domisili
and Development)
Negara yang memberikan jasa atau menanamkan modal.

MODEL UN Bertujuan untuk meningkatkan investasi asing, serta sebagai


alat untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-
(The United Nations
negara berkembang. Berdasarkan tujuan ini, Model UN
Model Double Taxation
Convention Between menginginkan hak pemajakan lebih banyak di negara
Developed and berpenghasilan sehingga pada perumusan pasal-pasal,
Developing Countries) definisinya lebih luas daripada model OECD.
PROSEDUR P3B / TAX TREATY

Mencari tahu jika subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan
pemberlakukan P3B yang dibahas termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup
dari perjanjian penghindaran pajak yang bersangkutan.

Memastikan definisi penghasilan yang dibahas untuk memastikan penghasilan


tersebut akan masuk dalam ketentuan atau pasal substantif yang tepat.

Menentukan pasal substantif yang berlaku. Tahap ini penting karena akan
menentukan negara yang akan menerima hak pemajakan.
PROSEDUR P3B / TAX TREATY

Menghilangkan dampak pajak berganda jika seandainya dalam pasal-pasal


substantif dalam perjanjian itu, masing-masing negara diberikan hak pemajakan
dengan cara mewajibkan negara domisili untuk memberikan keringanan pajak
melalui metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit
method) yang diatur dalam ketentuan domestiknya.

Jika masih terdapat perbedaan atau belum terbentuknya kesepakatan antar


negara, tahap terakhir dalam penerapan ini adalah menyelesaikan masalah pajak
berganda melalui prosedur persetujuan bersama atau Mutual Agreement
Procedure (MAP).
DOUBLE RESIDENT / DUAL RESIDENT

seorang wajib pajak orang pribadi yang memiliki status penduduk


rangkap untuk tujuan perpajakan. Penyelesaian masalah ini dapat
dilakukan berdasarkan A Tie Breaker Rule.

Mr. John merupakan SPDN di Negara S


menurut ketentuan pajak domestik Negara S

NEGARA S
MR. JHON
NEGARA B
Mr. John merupakan SPDN di Negara B
menurut ketentuan pajak domestik Negara B
A TIE BREAKER RULE

Langkah-langkah yang digunakan untuk menentukan status resident


orang pribadi atau badan yang memiliki double resident yang terdiri
dari beberapa kriteria pengujian dan dilakukan secara berurutan.
Apabila kriteria pertama tidak dapat memecagkan maslah double
resident makan digunakan kriteria kedua dan seterusnya.

Tujuan dari A Tie Breaker Rule ialah mencegah terjadinya pajak


berganda, sehingga suatu entitas hanya boleh menjadi subjek satu
negara saja.
1. PERMANENT HOME (TEMPAT TINGGAL TETAP)
tempat dimana wajib pajak dan keluarga tinggal dalam jangka
waktu yang relatif lama sehingga memenuhi persyaratan
degree of permanence.
KRITERIA
A TIE BREAKER RULE
2. CENTRE OF VITAL INTEREST (PUSAT KEPENTINGAN)
tempat dimana hubungan keluarga dan kepentingan ekonomi
berada. Untuk mengukur pusat kepentingan seseorang, dapat
dipakai ukuran jumlah harta atau jumlah penghasilan, mana
yang lebih besar.
3. HABITUAL ABODE (KEBIASAAN BERDIAM)
di negara mana ia lebih sering tinggal, baik di permanent
home atau tempat lainnya, dan untuk tujuan apapun. Tidak
ditentukan berapa lama individu tersebut harus berada. Jadi
benar-benar dihitung berapa lama keberadaan individu di
negara tersebut.
KRITERIA
A TIE BREAKER RULE
4. NATIONALLY
nationality atau status kewarganegaraan menjadi penentu
status resident.

5. MUTUAL AGREEMENT (PROSEDUR KESEPAKATAN)


prosedur kesepakatan antara kedua otoritas pajak dari
masing-masing negara.
TUGAS MATA KULIAH PERBANDINGAN
ADMINISTRASI PAJAK INTERNASIONAL

KELOMPOK 5
Muhammad Ikhsan (CA181110469)
Nindy Naura Fahiratunisa (CA181110377)
Nita Dwi Indriana Astuti (CA181110386)
Nur Izzah (CA201210130)
Nuridhza Laila (CA201210139)
Philipus Pelea Dewa Tolok (CA181110428)

DOSEN

Licke Bieattant, SE, M.AK

INSTITUT STIAMI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
KEBIJAKAN DAN ADMINISTRASI PAJAK
TAHUN AJARAN 2020/2021
RESUME MATERI PERTEMUAN KE 5 RPS
(PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA)

A. Pengertian
Penjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty merupakan
perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh/diterima oleh penduduk
dari salah satu atau kedua pihak negara dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya
pengenaan pajak berganda dan untuk menarik investasi modal asing ke dalam negeri.
P3B digunakan untuk menentukan alokasi dari hak pemajakan suatu transaksi yang
terjadi diantara negara sumber dan negara domisili.
Dalam perpajakan Internasional, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ini
menjadi sumber hukum yang selalu digunakan dalam setiap transaksinya. Aspek-
aspek perpajakannya pun juga mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada pada P3B
sesuai dengan transaksi yang bersangkutan. Maka dari itu setiap negara yang terlibat
dalam proses pembuatan P3B ini pun harus mendasari adanya model perjanjian yang
diakui secara internasional.

B. Tujuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Tujuan P3B:
1. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha
Adanya perjanjian penghindaran pajak berganda ini menjadikan pengenaan pajak
atas laba usaha tidak dapat dikenakan di kedua tempat, yaitu negara sumber atau negara
domisili. Jadi, laba usaha dikenakan pajak di tempat mereka berkedudukan.
Harapannya, dunia usaha bisa mendapatkan kepastian hukum karena membayar pajak
hanya dikenakan pada satu kali, yaitu di negara domisili.

2. Peningkatan investasi modal dari luar negeri


Perjanjian penghindaran pajak berganda diharapkan dapat menarik negara luar
untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebab jika investasi berupa bunga, dividen
atau royalti dikenakan pajak yang tinggi, hal ini akan menimbulkan keraguan pada
negara luar. Tentunya, ini dapat memperlambat pertumbuhan investasi modal di
Indonesia dari luar negeri.

3. Peningkatan sumber daya manusia


Pembebasan pajak atas mahasiswa dan pelatihan karyawan di negara tempat
menempuh pendidikan maupun pelatihan akan meningkatkan kemampuan mereka,
menjadikannya sebagai sumber daya manusia yang lebih kompeten.

4. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak


Pertukaran informasi di sini adalah kedua negara yang terlibat dalam perjanjian
penghindaran pajak berganda dapat mengetahui jika ada penduduk yang tidak
memenuhi kewajiban perpajakan sehingga dapat dideteksi sedini mungkin.
Negara yang terkait dengan P3B dapat melaporkan penghasilan penduduk asing di
negara sumber, misalnya dengan mengirimkan bukti penerimaan penghasilan dari
negara sumber. Informasi penghasilan tersebut seharusnya dilaporkan oleh penerima
penghasilan di negara domisili, dan diperhitungkan kembali di akhir tahun pajak.

5. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua Negara


P3B mengatur adanya pemajakan yang sama dan setara antar kedua negara dengan
prinsip saling menguntungkan serta tidak memberatkan penduduk asing antar kedua
negara dalam menjalankan usaha.

C. Syarat Pemanfaatan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Syarat Memanfaatkan P3B
Berdasarkan PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda, pemungut/pemotong pajak dapat memungut/memotong pajak sesuai
dengan ketentuan dalam P3B dengan syarat sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam UU PPh dan ketentuan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda.
Pada umumnya, tarif P3B dibuat lebih kecil daripada tarif aturan domestik. Untuk
memanfaatkan tarif ini, subjek pajak luar negeri (SPLN) harus menunjukkan Surat
Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Residence.

2. Penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia.


Jika penerima penghasilan merupakan subjek pajak dalam negeri, akan dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 4 ayat 2. Sedangkan menurut undang-
undang yang berlaku, pemotongan PPh untuk subjek pajak luar negeri adalah PPh
26 sebesar 20%. Namun, pemberi penghasilan di Indonesia boleh tidak menggunakan
pasal tersebut, tetapi menggunakan perjanjian penghindaran pajak berganda ini.
Penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek
pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Artinya, hanya negara
yang memiliki perjanjian dapat memanfaatkan tarif khusus ini. Negara lain di luar
perjanjian penghindaran pajak dengan Indonesia tidak dapat memanfaatkannya.

3. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya.
Untuk memanfaatkan tarif P3B ini, SPLN perlu memperlihatkan SKD yang telah
memenuhi persyaratan lainnya, seperti menggunakan Form DGT. Ini adalah formulir
yang diisi oleh SPLN yang telah menyelesaikan double taxation convention (DTC)
dengan Indonesia. Formulir ini wajib dilengkapi dengan benar dan ditandatangani,
serta disertifikasi oleh pihak berwenang yang sah atau kantor pajak resmi di negara
penerimaan penghasilan sebelum diserahkan ke kustodian Indonesia. Form DGT
digunakan sesuai periode yang tercantum pada SKD dan disampaikan bersamaan
dengan penyampaian SPT Masa.

4. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B.


Ada batasan agar pemanfaatan P3B tidak disalahgunakan oleh WPLN, di antaranya:
 Substansi ekonomi dalam pendirian entitas atau pelaksanaan transaksi.
 Bentuk hukum yang sama dengan substansi ekonomi dalam pendirian entitas atau
pelaksanaan transaksi.
 Kegiatan usaha yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebur
mempunyai kewenangan yang cukup untuk melakukan transaksi.
 Aset tetap dan aset tidak tetap yang cukup serta memadai untuk melaksanakan
kegiatan usaha di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B selain aset yang
mendatangkan penghasilan dari Indonesia.
 Pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian serta
keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan
perusahaan.
 Kegiatan atau usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen,
bunga, dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia.

5. Penerima penghasilan merupakan beneficial owner dalam hal dipersyaratkan


dalam P3B.
Masih menurut peraturan yang sama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
WPLN dianggap sebagai beneficial owner. Bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak
sebagai Agen atau Nominee.

Sedangkan Bagi WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit.
Persyaratan WPLN badan ini agar dianggap sebagai beneficial owner adalah:
 Mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak yang
mendatangkan penghasilan dari Indonesia
 Penghasilan badan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain
tidak lebih dari 50%. Penghasilan badan yang dimaksud di sini adalah seluruh
penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber
manapun, sesuai dengan laporan keuangan non-konsolidasi WPLN.
 Menanggung risiko atas aset, modal, atau kewajiban yang dimiliki dan tidak
mempunyai kewajiban (tertulis maupun tidak tertulis) untuk meneruskan sebagian
atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lain.
D. Prosedur Penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Prosedur Penerapan P3B
Untuk menerapkan perjanjian penghindaran pajak berganda ini, ada tahapan dalam
prosedur yang perlu dilalui, di antaranya:
1. Mencari tahu jika subjek pajak, objek pajak, negara, dan ketentuan pemberlakukan P3B
yang dibahas termasuk dalam cakupan atau ruang lingkup dari perjanjian penghindaran
pajak yang bersangkutan.
2. Memastikan definisi penghasilan yang dibahas untuk memastikan penghasilan tersebut
akan masuk dalam ketentuan atau pasal substantif yang tepat.
3. Menentukan pasal substantif yang berlaku. Tahap ini penting karena akan menentukan
negara yang akan menerima hak pemajakan.
4. Menghilangkan dampak pajak berganda jika seandainya dalam pasal-pasal substantif
dalam perjanjian itu, masing-masing negara diberikan hak pemajakan dengan cara
mewajibkan negara domisili untuk memberikan keringanan pajak melalui metode
pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method) yang diatur dalam
ketentuan domestiknya.
5. Jika masih terdapat perbedaan atau belum terbentuknya kesepakatan antar negara,
tahap terakhir dalam penerapan ini adalah menyelesaikan masalah pajak berganda
melalui prosedur persetujuan bersama atau mutual agreement procedure (MAP).

E. Jenis Penghasilan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Terdapat beberapa jenis penghasilan menurut OECD yang diatur dalam P3B, yaitu:
1. Specific Distributive Rule (Aturan Distributif Khusus)
 Penghasilan dari harta tidak bergerak
 Penghasilan dari kegiatan pelayaran, transportasi perairan, darat dan penerbangan
 Dividen
 Bunga
 Royalti
 Penghasilan direktur
 Penghasilan entertainer dan olahragawan
 Penghasilan pension
 Penghasilan pegawai pemerintah

2. General Distributive Rule (Aturan Distribusi Umum)


 Laba usaha
 Capital gains
 Penghasilan dari hubungan pekerjaan

3. Residual Distributive Rule (Aturan Distributif Sisa)


 Penghasilan lain
 Modal

F. Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


Model P3B
Dalam perpajakan internasional, perjanjian penghindaran pajak berganda ini menjadi
salah satu sumber hukum yang digunakan dalam setiap transaksi. Aspek perpajakannya
ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian penghindaran
pajak berganda yang bersangkutan sesuai jenis transaksinya.
Setiap negara yang terlibat dapat menyusun tax treaty-nya sendiri berdasarkan model
perjanjian yang diakui secara internasional. Ada dua model utama perjanjian penghindaran
pajak berganda yang digunakan sebagai acuan.

1. Model OECD
OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and
Development, dengan anggota yang terdiri dari 26 negara. Perjanjian model OECD ini
disusun dan dikembangkan oleh komite yang dibentuk oleh negara-negara OECD khusus
untuk memecahkan masalah-masalah perpajakan yang dihadapi kumpulan negara tersebut.
Model OECD dalam tax treaty ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antara
negara-negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangan pajak berganda
secara Internasional. Pada model ini, hak pemajakan diusahakan lebih banyak pada negara
domisili. Karena itu, perumusan definisi dalam model ini umumnya lebih sempit
ketimbang model tax treaty lainnya.

2. Model UN
Berlatar belakang pergerakan PBB yang mulai memperbarui masalah kepentingan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda akibat tingginya arus modal dari negara
maju ke negara berkembang, Sekjen PBB menerbitkan The United Nations Model Double
Taxation Convention Between Developed and Developing Countries atau dikenal dengan
nama Model UN.
Model UN memiliki tujuan tax treaty yang lebih luas, yaitu meningkatkan investasi
asing, serta sebagai alat untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-negara
berkembang. Berdasarkan tujuan ini, Model UN menginginkan hak pemajakan lebih
banyak di negara berpenghasilan sehingga pada perumusan pasal-pasal, definisinya lebih
luas ketimbang model OECD.

Kedua model ini menjadi acuan yang digunakan oleh negara-negara yang akan
melakukan perjanjian. Indonesia sendiri membentuk dan mengembangkan modelnya
sendiri yang dikenal dengan nama Model Indonesia. Model ini merupakan penggabungan
dan pengembangan dari dua model utama.

G. Konsep Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)


1. OECD Model
Sebagai organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara maju, the
OECD Committee on Fiscal membuat model konvensi (treaty) penghindaran pajak
berganda yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah perpajakan iniemasional yang
timbul sebagai akibat dari adanya transaksi perdagangan antar negara. .
Pada prinsipnya konsep yang mendasari konvensi pajak ini, ditujukan untuk
negara-negara maju - yang notabene merupakan anggota OECD. Sehingga sebagai
negara pengekspor modal, hak pernajakan yang diatur dalam konvensi pajak.ini
membatasi negara sumber yang merupakan negara pengimpor modal.
Oleh sebab itu mengapa dalam konvensi pajak ini, tarif pajak atas passive income
(seperti: deviden, bunga dan sebagainya) ditekan seminimal mungkin yaitu berkisar
antara 5% - 10%. Ini berarti sebesar mungkin uang yang berasal dari passive income
dibawa ke negara pengekspor modal. Sebagai perbandingan, tarif pajak atas passive
income di Indonesia (sebagai negara pengimpor modal) sesuai dengan UU PPh tahun
2000 sebesar 15%. Ini berarti, negara pengimpor modal berusaha menahan uang yang
berasal dari passive income untuk tidak dibawa ke negara pengekspor modal melalui
pemotongan pajak. Jadi model konvensi pajak ini dianggap “tidak menguntungkan”
bagi negara-negara berkembang sebagai negara pengimpor modal.

2. UN Model
Bagi negara-negara berkembang model konvensi pajak yang dibuat oleh the OECD
Committee on Fiscal akan mengurangi penerimaan pajak. OECD Model dianggap
membatasi hak pemajakan dari negara sumber, yang notabene biasanya adalah negara-
negara berkembang. Oleh sebab itu, PBB berinisiatif untuk meminimalisir diskriminasi
ini dengan membuat model konvensi pajak yang dikenal sebagai United Nations Model
UN (UN Model). Model konvensi pajak ini memberikan hak pemajakan yang lebih
luas bagi negara sumber, alias negara berkembang seperti pemimpor dana/investasi
dari negara-negara maju.

3. US Model
Sebagai satu-satunya negara adidaya, Amerika Serikat membuat sendiri draft tax
treaty-nya yang sangat memperhatikan kepentingan negaranya. OECD Model
merupakan model konvensi pajak yang digunakan sebagai acuan United States Model
US (US Model). Perbedaan antara keduanya secara umum terletak pada tujuan
dibuatnya US Model.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.pajakku.com/read/5f72a9be2712877582239094/Apa-itu-P3B

https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/p3b

https://blog.pajak.io/jenis-jenis-penghasilan-dalam-p3b/
https://bambangkesit.files.wordpress.com/2015/10/3-model-perjanjian-p3b.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/220146-kajian-perbandingan-tax-treaty-model-
oec.pdf
PAJAK INTERNASIONAL

Kelompok 5 :
Muhammad Ikhsan (CA181110469)
Nindy Naura Fahiratunisa (CA181110377)
Nita Dwi Indriana Astuti (CA181110386)
Nur Izzah (CA201210130)
Nuridhza Laila (CA201210139)
Philipus Pelea Dewa Tolok (CA181110428)
PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Penjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty


merupakan perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang
diperoleh/diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua pihak negara
dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya pengenaan pajak berganda
dan untuk menarik investasi modal asing ke dalam negeri. P3B digunakan
untuk menentukan alokasi dari hak pemajakan suatu transaksi yang terjadi
diantara negara sumber dan negara domisili.
TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Tujuan P3B terdiri dari 5 tujuan, yaitu :

1. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha


2. Peningkatan investasi modal dari luar negeri
3. Peningkatan sumber daya manusia
4. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak
5. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua Negara
SYARAT PEMANFAATAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B)

Berdasarkan PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran


Pajak Berganda, pemungut/pemotong pajak dapat memungut/memotong pajak sesuai
dengan ketentuan dalam P3B dengan syarat sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam UU PPh dan ketentuan
dalam perjanjian penghindaran pajak berganda.
2. Penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia.
3. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya.
4. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B.
5. Penerima penghasilan merupakan beneficial owner dalam hal dipersyaratkan
dalam P3B.
PROSEDUR PENERAPAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B)

Terdapat 5 prosedur penerapan dalam P3B, yaitu :

1. Mencari Tahu
2. Memastikan Definisi Penghasilan
3. Menentuka Pasal Substantif
4. Menghilangkan Dampak
5. Penyelesaian Masalah
JENIS PENGHASILAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK
BERGANDA (P3B)

Terdapat beberapa jenis penghasilan menurut OECD yang diatur dalam P3B,
yaitu:

1. Specific Distributive Rule (Aturan Distributif Khusus)

2. General Distributive Rule (Aturan Distribusi Umum)

3. Residual Distributive Rule (Aturan Distributif Sisa)


MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Model P3B terdiri dari 3 model, yaitu :

1. Model OECD

2. Model UN

3. Model US
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai