133/PUU-XIII/2015
Permohonan uji materiil adalah persoalan mengenai:
- Ketentuan kewajiban 50% pajak terhutang bagi wajib pajak yang mengajukan banding
yang diatur dalam Pasal 36 ayat 4 UU 14 Tahun 2022 tentang Pengadilan Pajak.
- Ketentuan Pengajuan Permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan yang berlaku bagi Pemohon karena diatur dalam Pasal II
angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Ketentuan pajak dan batas pengajuan Peninjauan Kembali hanya satu kali yang diatur
Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pasal 66 ayat (1)
UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 24 ayat (2) UU Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
1. Berikan analisa berupa pendapat secara singkat dan jelas atas kasus posisi dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 133/PUU-XIII/2015!
2. Persoalan hukum apa yang menjadi pokok sengketa dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut?
Akses Putusan Mahkamah Konstitusi:
https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/133_PUU-XIII_2015.pdf
JAWABAN :
1. Konklusi berdasarkan penilaian atas fakta hukum yang di uraikan dalam putusan 133
PUU-XIII 2015 adalah :
a. Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo;
b. Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan
a quo;
c. Pokok Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum;
Pada satu sisi, negara membutuhkan dana dari sektor pajak dan pada sisi lain wajib pajak
akan mendapatkan kompensasi bunga apabila keberatan/bandingnya dikabulkan. Wajib
pajak akan mendapatkan keuntungan dengan hanya membayar jaminan sebesar 50% dari
pajak terutang. Sehingga menurut tidak ada hak konstitusional Pemohon yang dirugikan
dengan berlakunya ketentuan Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak.
Kemudian, terkait dengan aturan tidak perbolehkannya Peninjauan Kembali lebih dari satu
kali, peraturan tersebut tidak terlepas dari landasan filosofis dari terbentuknya Pengadilan
Pajak. Pengadilan Pajak memiliki tujuan untuk menyelesaikan sengketa pajak secara adil,
dan prosedur serta prosesnya dilakukan secara cepat dan sederhana diiringi dengan biaya
murah. Sementara itu, Putusan Pengadilan Pajak, berisi langsung tentang pembatalan atau
meninjau kembali keputusan lembaga perpajakan, serta menghitung dan menetapkan
kembali besarnya pajak terutang dari wajib pajak (penanggung pajak)/ pemohon banding.
Lalu, fiskus dapat melaksanakan putusan yang telah diambil oleh Pengadilan Pajak dan
tidak boleh menyimpang dari apa yang diputuskan oleh Pengadilan Pajak karena putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Upaya hukum terakhir,
Pemohon dapat mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Hal ini
merupakan alasan kuat bahwa Peradilan Khusus Pajak memerlukan hukum acara
tersendiri yang berbeda dari hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Pemohon merasa keberatan atas pengenaan pajak terutang PT Textra Amspin yang juga
memperhitungkan aset pribadi dalam aset perusahaan. Kemudian, pemohon telah
mengajukan keberatan ke Ditjen Pajak, namun pengajuan keberatan tersebut ditolak.
Akibat penolakan tersebut, Pemohon melanjutkan upaya hukum dengan mengajukan
gugatan ke Pengadilan pajak hingga banding. Dalam tingkat banding Pemohon dijatuhi
putusan bahwa tidak dapat diterima dengan pertimbangan hukum bahwa pada saat
mengajukan banding Pemohon tidak menyampaikan bukti pembayaran 50% pajak
terutang yang merupakan persyaratan banding ke Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud
oleh Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak.
Sumber :
- Putusan Nomor 133/PUU-XIII/2015
- https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13537&menu=2#:~:text=Aturan
%20yang%20mewajibkan%20pembayaran%2050,di%20Ruang%20Sidang%20Pleno
%20MK
- https://www.hukumonline.com/berita/a/begini-alasan-mk-tolak-syarat-pengajuan-
banding-pajak-lt58771877309ec/
- https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13054