Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KORUPSI DANA BANTUAN

GEMPA BENCANA LOMBOK

Oleh :

Kelompok 1

Nuzula 1118217014
Hasan Abdullah Azzam 1118217022
Rizky Ayu Mayasari 1118217026
Rahma Aryani Poetri 1118217031

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS PANCASILA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syuku penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karuniannya, sehingga penulis dapat
menyelesaiakan makalah kuliah umum dan penyusunan tugas dengan tepat waktu
serta tanpa halangan apapun.

Penulisan makalah yang berjudul “Korupsi Dana Bantuan Bencana


Gempa Lombok” ditulis untuk persyaratan bahwa telah mengikuti mata kuliah
Sosiologi dan Politik, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pancasila.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang bersifat
membangun. Penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan untuk menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah3
1.3 Tujuan Penelitian 3

BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian Korupsi 4
2.2 Bentuk dan Jenis Korupsi 5
2.3 Latar Belakang Terjadinya Korupsi dan Dampaknya 7
2.4 Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Lembaga yang
Berwenang 10

BAB III KORUPSI DANA BANTUAN BENCANA GEMPA LOMBOK


12

BAB IV PENUTUP 18
4.1 Kesimpulan 18
4.2 Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 20

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 2002 lalu telah terjadi gelombang pengungkapan kasus dugaan
korupsi DPRD di berbagai daerah berawal dari maraknya pemberitaan tentang
korupsi DPRD propinsi Sumatera Barat dan menjalar ke berbagai wilayah lain
seperti Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Lampung dan kemudian hampir
merata di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Berdasarkan data Kejati seluruh
Indonesia sampai dengan bulan September 2006 terdapat 265 kasus korupsi
DPRD dengan jumlah tersangka/terdakwa/terpidana sebanyak 967 orang anggota
DPRD yang ditangani oleh 29 Kejati. Pada periode yang sama, telah dikeluarkan
ijin pemeriksaan untuk anggota legislatif: 327 orang anggota DPRD propinsi dan
735 DPRD kabupaten kota.

Bila sebelumnya laporan korupsi didominasi oleh korupsi DPRD,


belakangan kecenderungan korupsi oleh pihak eksekutif semakin meningkat.
Berdasarkan catatan ICW, jika pada tahun 2004 terdapat masing-masing 48 kasus
korupsi DPRD dan eksekutif, pada tahun 2005 korupsi eksekutif menempati
posisi teratas dengan 47 kasus. Pada tahun 2006, angka korupsi ekskutif
meningkat tajam menjadi 69 kasus. Dari data Kejari seluruh Indonesia, terdapat
kasus korupsi kepala daerah sebanyak 46 kasus dengan jumlah
tersangka/terdakwa/ terpidana 61 orang dimana 43 kasus ditangani oleh Kejati dan
3 kasus oleh Kejagung. Sementara itu, data Mendagri menyebutkan bahwa selama
periode tahun 2004 – awal 2006 telah dikeluarkan ijin pemeriksaan atas dugaan
korupsi terhadap 7 Gubernur dan 60 Bupati/Walikota atau wakilnya.

Bisa dikatakan bahwa fenomena pengungkapan kasus korupsi di tingkat


lokal dalam jumlah dan cakupan wilayah seluas saat ini belum pernah terjadi
dalam sejarah di Indonesia. Mengapa? Berbagai kalangan beranggapan bahwa
kebijakan desentralisasi telah menyuburkan korupsi di tingkat lokal. Maraknya
dugaan kasus korupsi terjadi tak lama setelah diterapkannya kebijakan otonomi
daerah atau desentralisasi pemerintahan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang

1
No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-
Undang No.5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah, lembaga
pemerintahan daerah memiliki kekuasaan lebih banyak terutama dalam mengatur
pengelolaan budget yang berimplikasi pada semakin terbukanya peluang
terjadinya korupsi.

Dengan demikian, adalah sangat relevan untuk menguak korelasi antara


berbagai dimensi desentralisasi (konstitusional, politik dan fiskal) dengan tinggi
atau rendahnya korupsi di daerah. Berbagai temuan dan hasil studi dari berbagai
negara menyediakan jawaban yang tidak selalu konsisten –jika tidak kontradiktif-
dalam menjawab apakah dengan diterapkannya desentralisasi telah mempertinggi
atau justru mengurangi korupsi.Hal tersebut nampaknya diakibatkan adanya
perbedaan dimensi desentralisasi yang dipakai pada tiap pengamat dan peneliti.
Meski demikian, pada umumnya terdapat 3 dimensi desentralisasi yang secara
empiris memiliki kaitan dengan gejala korupsi di tingkat lokal yaitu: desentralisasi
fiskal, konstitusional dan desentralisasi politik.

Namun jika kita masuk dalam konteks Indonesia, tidak tepat untuk
mengatakan bahwa korupsi di daerah baru saja terjadi setelah diterapkannya
kebijakan desentralisasi. Disadari bahwa tidak terdapat cukup data menyangkut
kasus dugaan korupsi di daerah yang terangkat ke permukaan selama
pemerintahan Orde Baru mengingat kuatnya dominasi birokrasi dan lemahnya
penegakan hukum. Tapi adalah naif mengatakan bahwa tidak terjadi korupsi pada
masa tersebut. Desentralisasi sangat mungkin telah memberi latar baru bagi pentas
korupsi di tingkat lokal, entah menyangkut bergesernya relasi kekuasaan pusat –
daerah atau eksekutif – legislatif yang memunculkan pelaku korupsi baru atau
latar belakang dan modus operandi korupsi yang semakin bervariasi.

Dengan kata lain, praktek korupsi secara konsisten terjadi sejak lama
sebelum kebijakan desentralisasi diterapkan. Yang baru dan fenomenal adalah
fakta bahwa dalam 5 tahun terakhir terjadi fenomena terungkapnya dugaan kasus
korupsi dan munculnya aktor-aktor dari masyarakat yang secara konsisten
mendorong dan menuntut agar kasus-kasus tersebut dapat diselesaikan. Jika
merujuk pada pandangan Karklins di mana,“Anti-corruption work among public

2
administrator and high level official can help, but in the long run, the
mobilization of democratic forces from below and the forging of civil society is
the decisive way to contain corruption in democratic society”, maka dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan pengalaman berbagai negara, terlepas dari sistem
pemerintahan yang diterapkan, menguatnya partisipasi publik akan berdampak
pada terjadinya transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai


berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
b. Apa saja bentuk dan jenis korupsi ?
c. Bagaimana latar belakang terjadinya korupsi dan dampaknya ?
d. Apa dasar hukum dari korupsi dan lembaga yang berwenang menangani
korupsi ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :

a. Mengetahui pengertian dari korupsi.


b. Mengetahui beberapa bentuk dan jenis dari korupsi.
c. Megetahui latar belakang penyebab terjadinya korupsi dan juga dampak
yang disebabkan oleh korupsi.
d. Mengetahui hukum yang mendasari tindak pidana korupsi dan lembaga
yang berrwenang dalam penanganan korupsi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin corruption yaitu dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok.secara harfiah, korupsi diartikan sebagai perilaku pejabat publik, baik
politikus/politisi maupun pegawi negeri, yang secara tidak wajar dantidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah
“Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.”

Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang


memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi
batasan bahwa korupsimerupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat
menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapat
berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada
istilah penyuapan,yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan
tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.
Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat pembuat
perizinan. Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan.
Menyuap dosen agar memperoleh nilai baik.Pemerasan, suatu tindakan yang

4
menguntungkan diri sendiri yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu
serta pihak lain denganterpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana
pemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya.
Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atas dasar
kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi
dalam merugikan keuangan negara.

2.2 Bentuk dan Jenis Korupsi

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan,


penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku
mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada
hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap
aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas
tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan
menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.

Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:


a. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap,
baik berupa uang maupun barang.
b. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya
yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya
tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
c. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan
penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi
atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil
keuntungan-keuntungan tertentu.
d. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara
paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang
memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan
regional.
e. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang
berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
f. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.

5
g. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi
berjamaah.

Ada dua jenis korupsi yaitu :


a. Adminstrative Coruption
Dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan
hukum/peraturan yang berlaku.Akan tetapi individu-individu tetentu
memperkaya dirinya sendiri. Misalnya proses rekruitmen pegawai
negeri,dimana dilakukan dalam negeri,dimana dilakukan ujian seleksi
mulai dari seleksi administratif sampai ujian pengetahuan atau
kemampuan,akan tetapi yang harus diluluskan sudah tertentu orangnya.
b. Against The Rule Corruption
Artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan
dengan hukum,misalnya penyuapan,penyalahgunaan jabatan untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh


reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi,
yaitu (Anwar, 2006:18):
a. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan
pengusaha kepada penguasa.
b. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki
kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat
peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
c. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan
kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
d. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara
sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah
keuntungan pribadi.

6
2.3 Latar Belakang Terjadinya Korupsi dan Dampaknya

Korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi pelaku


korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor
Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
A. Klasik
a. Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan
melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin mampu
melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini
juga termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang tidak
memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership
dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut, ewuh poakewuhdi kalangan
staf untuk melakukan penyimpangan.
b. Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan system
pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran
etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai
dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c. Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini
menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha
dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan.Sementara, dalam
pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik
kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan
kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan
sebagian orang melakukan korupsi.
d. Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab
timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan
membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan
berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan
menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar.
Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap
pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya koruptor rata-rata
memiliki tingkat pendidikan yang memadai,kemampuan, dan skill.

7
e. Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi
diriatas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang
cenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya.Atas
keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakan kesempatan
untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f. Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup
atau di buang ke Pulau Nusa kambangan. Hukuman seperti itulah yang
diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.

B. Moderna
a. Rendahnya Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong
modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan
SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
i. Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang
menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan
knowledge.
ii. Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing
komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa
dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh
umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk
melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua
pihak.
iii. Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
iv. Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang
mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki
kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang
dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam
mencapai tujuan.
b. Struktur Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan
kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara
bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada

8
penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita
terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus
Dampak dari Tindak Pidana Korupsi
Bidang Kehidupan Dampak Korupsi
a. Sistem hukum tidak lagi berdasarkan pada
prinsip-prinsip keadilan hukum
b. Besarnya peluang eksekutif mencampuri badan
peradilan.
c. Hilangnya kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat
Hukum d. Sistem hukum dan peradilan dapat dikendalikan
dengan uang
e. Hilangnya perlindungan hukum terhadap rakyat
terutama rakyat miskin
f. Peradilan dan kepastian hukum menjadi bertele-
tele karena disalahgunakan oleh apparat penegak
hukum.
a. Terpusatnya kekuasaan pada pejabat negara
tertentu (pemeritah pusat)
b. Daerah dan pemerintah daerah sangat bergantung
pada pemerintah pusat.
c. Lemahnya sikap dan moralitas para
penyelenggara negara
Politik d. Terhambatnya kaderisasi dan pengembangan
sumber daya manusia indonesia.
e. Terjadinya ketidakstabilan politik karena rakyat
tidak percaya terhadap pemerintah.
f. Diabaikannya pembangunan nasional karena
penyelenggara negara disibukkan dengan
membuat kebijakan popilis bukan realistis.
Ekonomi a. Pembangunan dan sumber-sumber ekonomi
dikuasai orang yang berada di lingkaran
kekuasaan.
b. Munculnya para pengusaha yang mengandalkan
kebijakan pemerintah bukan berdasarkan
kemandirian.
c. Rapuhnya dasar ekonomi nasional karena
pertumbuhan ekonomi bukan didasarkan pada
kondisi sebenarnya
d. Munculnya para konglomerat yang tidak memiliki
basis ekonomi kerakyatan.
e. Munculnya spekulan ekonomi yang menjatuhkan
ekonomi secara keseluruhan
f. Hilangnya nilai moralitas dalam berusaha, yakni
diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang

9
sangat merugikan pengusaha menengah dan kecil.
g. Terjadinya tindak pencucian uang

a. Hilangnya nilai-nilai moral social


b. Hilangnya figur pemimpin dan contoh teladan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Sosial Budaya c. Berkurangnya tindakan menjunjung tinggi
hukum, berkurangnya kepedulian dan
kesetiakawanan
d. Lunturnya nilai-nilai budaya bangsa.

2.4 Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Lembaga yang Berwenang

Berikut adalah dasar hukum dari Tindak Pidana Korupsi :

a. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


b. UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN.
c. UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
f. UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
g. UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK).
h. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi.
i. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
j. Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen
Sumber

Lembaga Pemberantasan korupsi adalah KPK (Komisi Pemberantasan


Korupsi ). KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia adalah
lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil

10
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang –Undang Republik Indonesa Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tugas dari KPK adalah sebagai berikut :
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.
Wewenang dari KPK adalah sebagai berikut :
a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi.
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi.

11
BAB III

KORUPSI DANA BANTUAN BENCANA GEMPA LOMBOK

Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram melakukan operasi tangkap tangan


(OTT) terkait dana bantuan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang terdampak
bencana gempa bumi Lombok. Adalah seorang politikus Partai Golkar yang
ditangkap, siapa dia?
Informasi yang didapat dari Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel)
Jan S Maringka, politikus dari partai politik berlambang pohon beringin itu
merupakan Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram H Muhir. Jaksa menyita bukti
berupa mobil, motor dan uang Rp 30 juta.
Kasus pemerasan yang dilakukan tersangka HM bersumber dari dana
proyek senilai Rp 4,2 miliar yang dianggarkan dari APBD Perubahan tahun 2018
untuk perbaikan 14 unit gedung SD dan SMP terdampak bencana gempa bumi di
Kota Mataram. Mendengar kasus itu, Partai Golkar langsung memberhentikan H
Muhir.
Kerusakan Moral, koruptor H Muhir ini juga menjadi perawat di sebuah
rumah sakit. Bukannya iba atau simpati pada korban gempa yang luka-luka,
kehilangan rumah bahkan kehilangan keluarga malah beli mobil, motor dan uang
30 juta, yang seharusnya menjadi bantuan dan semangat hidup bagi para korban
bencana. Langsung dipecatkan akhirnya sama partainya. Karena perawat dan
wakil rakyat bukannya "merawat' dan mewakili rakyat malah "merawat" diri
sendiri.
Penyidik Kejaksaan Negeri Mataram menggelar rekonstruksi Operasi
Tangkap Tangan (OTT) tersangka HM Selasa, 2 Oktober 2018 kemarin di TKP
Jalan Rajawali Cakranegara Mataram. Selain menggali berdasarkan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP), rekonstruksi juga menemukan fakta baru peran orang lain.
Proses rekonstruksi berlangsung pukul 10.30 Wita di TKP penangkapan,
Warung Encim, tempat pertemuan tersangka dengan dua saksi. Jaksa
menghadirkan langsung tersangka HM, didampingi pengacaranya Burhanudin,
SH dan Ernadi, SH. Hadir memimpin reka ulang itu Kasi Intelijen Agus

12
Taufikurrahman, SH bersama sejumlah timnya. Hadir dua saksi, mantan Kadisdik
Kota Mataram Sudenom dan kontraktor Catur Totok Hadianto.
Dijelaskan Kajari Mataram, Dr. I Ketut Sumedana, SH.,MH, ada tujuh
adegan yang dilakukan rekonstruksi. Semua rekonstruksi sesuai dengan proses
OTT Jumat, 14 September 2018 lalu. ‘’Hasil rekonstruksi itu, kami temukan fakta
baru yang ada hubungannya dengan pemeriksaan hari ini (kemarin),’’ kata I
Ketut Sumedana.
Dua saksi tambahan yang diperiksa itu pengacara Mochtar M Saleh,
SH.,MH dan Hijrat Prayitno, SH. Keduanya diketahui adalah pengacara Sudenom
dalam kasus lain, terkait dugaan pungutan liar (pungli) kepala sekolah senilai Rp
150 juta.
Menurut Kajari, keduanya dianggap mengetahui rangkaian peristiwa
sebelum OTT dilakukan. “Yang namanya saksi, tentu dia mendengar,
mengetahui, merasakan,” ujarnya.
Hanya saja Kajari enggan membuka peran kedua pengacara tersebut. Ia
hanya menjelaskan posisinya sebagai saksi dalam perkara HM. ‘’Kedua
pengacara ini memang pengacaranya Sudenom dalam kasus lain (Pungli Kepsek).
Tapi mereka diperiksa dalam kasus OTT ini,’’ jelasnya.
Terkait fakta baru dan hubungan dengan pemeriksaan pengacara tersebut,
belum bisa dibukanya. “Nanti akan kita buka di persidangan,” ujarnya singkat.
Sementara Muchtar M Saleh dan Hijrat hingga siang kemarin dimintai keterangan
di ruangan penyidik Pidsus Kejari Mataram.

Tujuh Adegan
Suasana rekonstruksi berlangsung tegang. Tersangka tidak saja datang
didampingi pengacara. Puluhan pendukungnya mengawasi dari jarak beberapa
meter. Mereka berkumpul di sekitar Warung Encim. Untuk mengantisipasi
gangguan, pasukan Dalmas Polres Mataram dikerahkan untuk mengamankan
jalannya rekonstruksi yang berlangsung tertutup di warung.
Adegan pertama, tersangka HM duduk di kursi pojok warung, menghadap
pintu masuk warung. Di depannya, dua saksi Kadisdik Sudenom dan Catur Totok
Hadianto selaku kontraktor.

13
Adegan paling substantif dari proses hukum itu pada bagian keempat,
ketika saksi Catur menyerahkan amplop berwarna cokelat kepada tersangka HM.
‘’Dalam adegan ke empat itu terungkap adanya penyerahan dan
penerimaan uang dari saksi Catur Totok kepada tersangka HM. Itu semua sudah
sesuai dengan keterangan saksi di lokasi rekonstruksi,” kata Kajari Mataram I
Ketut Sumedana.
Selanjutnya, proses OTT Kejaksaan muncul pada adegan terakhir atau reka
ulang ke tujuh. Ketika tim Kejaksaan kuncul dan langsung menunjuk tersangka
HM yang dilihat melempar amlop cokelat tersebut kepada saksi Catur Totok.
‘’Dalam adegan ke tujuh itu tersangka tertangkap tangan mengembalikan
amplop dengan cara melemparnya ke saksi Catur Totok,’’ ujarnya.
Tim pengacara tersangka mengamati detail proses reka ulang. Mereka
menyangkal beberapa adegan yang dianggapnya janggal. Tersangka melalui tim
pengacaranya langsung memberi penjelasan soal sanggahannya.
‘’Rekonstruksi yang digelar pihak Kejaksaan tersebut sudah tidak sesuai
dengan keterangan klien saya. Dari adegan yang ditampilkan tadi, klien kami
mengaku tidak pernah menerima amplop uang dari saksi Catur Totok. Memang
dia disodorkan amplop uang, tapi tidak diambilnya,” kata Burhanudin.
Sebab itu, Burhanudin menilai rekonstruksi yang digelar Kejaksaan
tersebut tidak sah. Ia meminta reka ulang digelar sesuai isi permohonan dalam
sidang praperadilan.
‘’Itu kan versi Kejaksaan, kita klaim itu tidak sah. Makanya kita ajukan
praperadilan, dan meminta hakim untuk menggelar ulang rekonstruksinya dan
mengacu dari fakta persidangan.’’
Sementara Kajari Mataram menanggapi santai komentar tim kuasa hukum
tersangka. “Yang keberatan kan pengacaranya, bukan tersangka,” jawabnya.
Pada kasus, tersangka Muhir dijerat dengan Pasal 11, Pasal 12b, dan atau
Pasal 12e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI
Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jeratan pasal berlapis tersebut diberikan kepada tersangka karena
tertangkap tangan menerima uang sejumlah Rp 30 juta dari Kepala Dinas
Pendidikan Kota Mataram Sudenom yang didampingi stafnya Catur Totok pada
Jumat 14 September 2018 lalu di sebuah rumah makan wilayah Cakranegara.

14
Uang tersebut terindikasi sebagai jatah yang diminta tersangka kepada
kepala dinas terkait proyek rehabilitasi senilai Rp 4,2 miliar.

Kejari Mataram telah melakukan penahanan kepada Muhir terhitung sejak


Jumat 14 September lalu.
Pembantahan
Tersangka dugaan pemerasan proyek bencana rehab gedung sekolah, HM
akhirnya angkat bicara soal kasus yang membelitnya. Sehari setelah pemeriksaan
sebagai tersangka Senin (24/9) lalu, oknum anggota DPRD Kota Mataram ini
membantah menerima uang saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) berlangsung.
Melalui pengacaranya, HM mengaku tidak menerima uang dalam amplop
warna cokelat yang diserahkan kontraktor Catur Toto Hadianto. “Waktu OTT,
uang ada di kantong Catur Toto, jadi tersangka sebenarnya tidak terima uang itu,”
kata Deni Nur Indra, SH, pengacara tersangka kepada Suara NTB Selasa, 25
September 2018.
Proses transaksi diklaimnya belum terjadi. Bahkan saat penggeledahan,
uang masih di tangan Catur Totok, sehingga dalam kasus ini Deni mengaku
kejaksaan perlu menguatkan bukti yang menjerat kliennya dalam kasus tersebut.
Selain bantah menerima uang, ia menjelaskan posisi kliennya pasif dalam
kasus dugaan pemerasan yang melibatkan Kepala Disdik Kota Mataram, H.
Sudenom tersebut. Sesaat sebelum penggeledahan, kliennya didatangi oleh
Sudenom di rumahnya Karang Kemong Cakranegara. HM sempat menolak
pertemuan itu, namun Sudenom tetap merajuk untuk bertemu. Setengah terpaksa,
kliennya pun mau bertemu, tapi tidak di rumahnya.
“Klien kami menerima ajakan dari Sudenom untuk bertemu di rumah
makan itu. Dan saat itu terjadi lah OTT,” jelas Deni.
Mengutip keterangan kliennya di hadapan penyidik Pidsus Kejari
Mataram, Deni meyakinkan tidak ada upaya pemerasan sebelumnya. Komunikasi
dengan Sudenom tidak seintens sebagaimana diungkapkan penyidik Kejari
Mataram. “Memang pernah bertemu di sebuah acara pemerintah. Tapi itu sekali
dan tidak membahas soal proyek bencana,” tandasnya.
Namun apapun pembelaan kliennya, Deni memastikan akan tetap
mematuhi proses hukum yang dilakukan Kejaksaan.

15
Berikut fakta terkait kasus korupsi dana rehabilitasi gempa oleh HM.
1. Tertangkap di sebuah warung Ilustrasi penangkapan(Think Stock) HM
merupakan ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram. Dia tertangkap tangan
bersama dua orang lainnya, yaitu Kepala Dinas Pendidikan SD dan seorang
kontraktor CT, di sebuah warung di kawasan Cakranegara, Kota Mataram,
Jumat (14/9/2018). "Pada pagi hari ini, kami lakukan penangkapan terhadap
yang bersangkutan dengan barang bukti uang Rp 30 juta," kata Kepala
Kejaksaan Negeri Mataram Ketut Sumedana, Jumat (14/9/2018). Baca Juga:
Oknum ASN Terjaring OTT Polda Papua
2. HM korupsi dana rehabilitasi untuk gedung sekolah Sejumlah warga di
pengungsian korban gempa Lombok.(Kompas.com/Fitri) Entah apa yang
dipikirkan oleh HM. Dirinya tega memeras kepala dinas dan kontraktor ketika
masih banyak pengungsi menderita pasca bencana gempa mengguncang
Lombok, NTB. HM meminta "jatah" Rp 30 juta dari kepala Dinas Pendidikan
Kota Mataram dan seorang kontraktor. Lebih lanjut, Sumedana menjelaskan,
uang tersebut diduga jatah proyek yang diminta oknum anggota DPRD yang
sudah ditetapkan dalam APBD Perubahan tahun 2018. Khusus mengenai
rehabilitasi penanganan pasca-gempa bumi untuk gedung SD dan SMP,
dananya sebesar Rp 4,2 miliar.
3. Kejakasaan lakukan penggeledahan pasca-penangkapan Ilustrasi(Thinkstock)
Kejaksaan Negeri Mataram segera menggeledah dua ruangan di kantor DPRD
kota Mataram pasca menangkap HM. Dua ruangan yang digeledah yakni
ruang kerja anggota DPRD berinisial HM dan ruang Sekretaris Dewan.
"Senin akan kita lakukan penggeledahan di tempat lain. Baru dua ruangan.
Kita sudah izin ketua DPRD, dan ketua DPRD welcome juga," terang Kepala
Kejaksaan Negeri Mataram Dr Ketut Sumedana SH MH kepada wartawan,
Jumat (14/9/2018). Dari hasil penggeledahan, petugas mengamankan satu
boks berisi dokumen, catatan-catatan kecil dan rekaman CCTV. "Berkasnya
banyak, dokumen, termasuk catatan-catatan kecilnya dia. Dokumen file
CCTV juga kita sita," terang Sumedana.
4. Permintaan maaf Ketua DPRD Kota Mataram Ketua DPRD Mataram, H Didi
Sumardi(KOMPAS.com/ Karnia Septia) Ketua DPRD Kota Mataram Didi

16
Sumardi meminta maaf kepada masyarakat setelah HM, salah satu
anggotanya, terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan ( OTT) oleh Kejaksaan
Negeri terkait dugaan pemerasan dana rehabilitasi gempa, Jumat (14/8/2018).
"Kami menyampaikan permohonan maaf kami kepada masyarakat khususnya
(masyarakat) Kota Mataram atas terjadinya masalah ini," katanya, Senin
(17/9/2018). Didi mengakui, kejadian tersebut memalukan dan secara
langsung atau tidak langsung akan mengganggu tugas kedewanan. Namun,
dirinya mencoba akan tetap menjaga tugas kedewanan berjalan normal.
"Meskipun ini ada masalah, kami berupaya maksimal untuk tetap
melaksanakan tugas dan fungsi kami sebagaimana mestinya dan wujud
komitmen kami memperhatikan kepentingan masyarakat," kata Didi.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
Adminstrative Coruption dan Against The Rule Corruption. Serta ada hukum
yang mengatur tindakan tersebut dan ada lembaga tersendiri yang menangani
kasus tersebut.

4.2 Saran

a. Membentuk lembaga independen yang khusus menangani korupsi


b. Mewajibkan pejabat publik melaporkan dan mengumumkan jumlah
kekayaan yang dimiliki baik sebelum dan sesudah menjabat. Masyarakat
ikut memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan setelah
selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan
dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya ke orang lain
c. Memberi hak kepada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap
informasi. Perlu dibangun sistem dimana masyarakat (termasuk media)
diberikan hak meminta segala informasi sehubungan dengan kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

18
d. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari diri sendiri dari
hal-hal yang kecil dan mulai hari ini agar setiap daerah terbebas dari
korupsi.
e. Perlu pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan
pemberantasan korupsi agar diketahui capaian yang telah dilakukan.
Melalui pemantauan dan evaluasi dapat dilihat strategi atau program yang
sukses dan gagal. Program yang sukses sebaiknya silanjutkan, sementara
yang gagal dicari penyebabnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aditia, Lasinrang.2013.Bahaya Laten Korupsi.Makalah Fakultas Sains dan


Biologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Makassar: tidak
diterbitkan

https://www.kajianpustaka.com diakses 10 Desember 2018

http://siteresources.worldbank.org diakses 10 Desember 2018

https://regional.kompas.com diakses 10 Desember 2018


https://suarantb.com diakses 10 Desember 2018

https://www.liputan6.com diakses 10 Desember 2018

20

Anda mungkin juga menyukai