Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

DOSEN PEMBIMBING
Ni Nyoman Murti
DISUSUN OLEH
Allisya Salma (P07224119003)

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “TINDAK PIDANA
KORUPSI DI INDONESIA” ini.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan
makalah. Rasa terima kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang
telah berkontribusi menyelesaikan makalah ini.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan


makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini bisa
memberikan banyak manfaat. Sekian dan terima kasih.

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...........................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan........................................................................................................2
1.4.. Manfaat Penulisan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dukungan Keluarga..................................................................................


2.2 Fungsi dukungan keluarga .........................................................................................
2.3 Manfaat Dukungan Keluarga......................................................................................
2.4 Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga.........................................................
2.5 Dukungan Keluarga Dalma Kehamilan......................................................................

BAB III PENUTUP

6.1 Kesimpulan..................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Negara yang korupsi bukanlah
merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian?
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut
bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral
dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya
fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak
perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam
masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh
beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di
Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi
ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung
memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog
berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk
mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa
tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke
lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.
Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari
pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang
khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang
tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :

1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,


2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.

1.2 Rumusan Masalah

 Apa pengertian korupsi ?


 Bagaimana korupsi sejak dahulu hingga sekarang?
 Bagaimana berdirinya lembaga penegak hukum, pemberantasan dan pencegahan korupsi?

1.3 Tujuan Penulisan


 Mengetahui arti dan makna dari korupsi
 Memahami sejarah terbentuknya korupsi
 Memahami proses berdirinya lembaga penegak hukum,pemberantasan dan pencegahan
korupsi

1.4 Manfaat Penulisan


 Mengetahui arti dan makna dari korupsi
 Memahami sejarah terbentuknya korupsi
 Memahami proses berdirinya lembaga penegak hukum,pemberantasan dan pencegahan
korupsi
BAB II

2.1 Pengertian dan Bentuk-bentuk Korupsi


a.      Pengertian
Berbicara mengenai Korupsi, sama saja kita membicarakan semut ditengah lautan.
Menyinggug masalah Korupsi berarti menyinggung pula masalah pelanggaran dan kejahatan
jabatan, latar belakang, faktor-faktor penyebabnya sampai penanggulangannya. Setelah negara
RI memproklamerkan kemedekaannya, Bangsa Indonesia mempunyai Kemerdekaan Politik,
Kebebasan ekonomi dan budaya, dan semenjak itulah pemerintahan ada ditangan bangsa
Indonesia sendiri tetapi hukum yang berlaku masih hukum peninggalan Belanda.memang istilah
Korupsi pada waktu itu tidak dikenal tetapi apabila kenyataannya ada penyelewengan oleh
oknum-oknum tertentu, biasanya disebut OKB atau Orang Kaya Baru, dan terhadap ini belum
dapat ditindak, sebab harus dilihat dulu siapa OKB tersebut, apakah ada pelindungnya atau tidak.

Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption = penyuapan;
corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan
wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti
harfia dari korupsi dapat berupa :

1. Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.


2. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.

1.  Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai kekuasaan                    
untukkepentingan sendiri dan sebagainya.

2.  Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya);

3. Koruptor (orang yang korupsi).

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah
korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan
dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi
Hartanti, S.H., 2005:9)

Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:


1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau
perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka
olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan
menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3).
3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415,
416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Adapun pengertian korupsi menurut para Ahli :

 Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give
some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahan
bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain).
menurut Black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum
menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan
kewajibannya
 S Hornby istilah korupsi diartikan sebagai suatu pemberian atau penawaran dan
penerimaan hadiah berupa suap (the offering and accepting of bribes), serta kebusukan
atau keburukan (decay).
 David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara lain
menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang
ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum.
b.      Sebab-sebab terjadinya Korupsi
Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan,
sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /
kelompok / keluarga / golongannya sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:

1. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.


2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kurangnya pendidikan.
4. Adanya banyak kemiskinan.
5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
6. Struktur pemerintahan.
7. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

2.2 Sejarah Pengaturan Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Sejarah Pemberantasan Korupsi dan pengaturannya pada dasarnya sudah dimulai
sejak tahun 1953 (orde lama) hingga saat ini. Pemberantasan dan pengaturan
pemberantasan korupsi dapat diklasifikasi atau dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Pada Orde lama (Masa tahun 1957 – 1960)
Korupsi sudah banyak terjadi dalam tubuh pemerintahan. Nasionalisasi
perusahaan asing dianggap sebagai titik awal korupsi di Indonesia. Beberapa
peraturan yang dijadikan dasar hukum pemberantasan korupsi, yaitu : a) Peraturan
Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1957 tentang tata kerja menerobos kemacetan
memberantas korupsi ; b) Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/08/1957
tentang pemilikan harta benda; c) Peraturan Penguasa Militer No.
PRT/PM/11/1957 tentang penyitaan harta benda hasil korupsi, pengusutan,
penuntutan, dan pemeriksaan perbuatan korupsi ; d) Peraturan Penguasa Perang
Pusat Kepala Staf AD No. PRT/PEPERPU/031/1958; e) Peraturan Penguasa
Perang Pusat Kepala Staf AL No. PRT/z.1/I/7/1958 .Pada masa ini pernah
dibentuk Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran), yang dipimpin oleh A.H.
Nasution dibantu oleh Prof.M.Yamin dan Roeslan Abdul Gani. Namun karena
kuatnya reaksi dari pejabat korup, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya
kepada Kabinet Juanda.
2. Pada Masa 1960 – 1971
Pemberantasan korupsi dilakukan berdasarkan UU Nomor 24 Prp Tahun
1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi
dengan menambah perumusan tindak pidana korupsi yang ada dalam KUHP dan
dibentuk Lembaga khusus untuk memberantas korupsi, yaitu: a) Operasi Budhi
(Keppres No. 275/1963) b) Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi
(Kontrar) dengan ketua Presiden Soekarno dibantu Soebandrio dan Ahmad Yani.
c) Tim Pemberantas Korupsi (Keppres No. 228/1967) d) Tim Komisi Empat
(Keppres No. 12/1970) e) Komite Anti Korupsi/KAK (1967) Namun lembaga
pemberantasan korupsi tersebut tidak berhasil karena tidak ada perumusan
menyangkut perbuatan yang merugikan keuangan negara.
3. Pada masa Orde Baru (Masa 1971 – 1999)
Diundangkan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dimana perumusan tindak pidana korupsi mengacu pada pasal-pasal yang
ada di KUHP dan perumusannya menggunakan delik formal. Sebagai pelaksana
Undang-Undang dibentuk Tim OPSTIB sesuai Inpres No. 9/1977, tetapi kinerja
Tim OPSTIB tersebut vakum, dan pada tahun 1999 dibentuk Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara/KPKPN dengan Keppres 127/1999
4. Pada Masa Reformasi (Masa 1999 – 2002)
UU No. 3 Tahun 1971 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum maka disahkan UU No. 31 Tahun 1999 dan dilakukan
perubahan dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagai penyempurnaan kembali perumusan tindak pidana korupsi dalam
UU 3/1971 (korupsi aktif dan korupsi pasif) . Penegasan perumusan tindak pidana
korupsi dengan delik formil dan memperluas pengertian pegawai negeri.
Disamping itu lahir Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Selain penegakan
hukum yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan, maka dengan maksud untuk
mempercepat pemberantasan korupsi dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi/TGTPK dengan PP 19/2000.

5. Berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (2002)


Setelah dilakukannya revisi berbagai peraturan perundang-undangan tetapi
pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi belum dapat dilaksanakan
secara optimal dan lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana
korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak
pidana korupsi, sehingga dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi dengan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002.

6. Timtastipikor
Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi merupkan lembaga pemerintah
dalam menindak lanjuti kasus korupsi yang dibentuk dan bertanggung jawab
secara langsung terhadap presiden berdasarkan Keppres No. 11 Tahun 2005.
Adapun Timtaspikor ini keanggotaanya terdari dari Kejaksaan Republik
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan. Namun karena keberadaan Timtastipikor dinilai
kurang efektif dan tegas serta kewenagannya tumpang tindih dengan lambaga
pemerintah lainnya seperti kepolisian, kejaksaan dan KPK sehingga dikeluarkan
Keppres No 10 Tahun 2007 tentang Pengakhiran Tugas Dan Pembubaran Tim
Koordinasi Pemberantasan Tindak Korupsi. 7. Pengadilan Tindak Pidana
KorupsiHasil evaluasi terhadap praktek pemberantasan dan penegakan hukum
tindak pidana korupsi dan perkembangan hukum nasional dan internasional telah
mendorong perubahan hukum pidana materiil dan hukum pidana formil dalam
penanganan tindak pidana korupsi dan yang terakhir adalah diundangkannya
Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi sebagai pengadilan khusus yang menngadili perkara tindak pidana
korupsi dan perubahan tersebut telah membawa implikasi hukum pada ketentuan
undang-undang lain
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bphn.go.id/data/documents/kpd-2011-7.pdf

http://kampus0111.blogspot.com/2016/06/makalah-tindak-pidana-korupsi.html

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-teknologi/667-upaya-pemberantasan-korupsi-
seiring-kemajuan-teknologi-informasi.html

Anda mungkin juga menyukai