Anda di halaman 1dari 2

Tugas 1

Kasus

CV. Garuda Persada Otokindo merupakan suatu badan usaha yang bergerak dalam
bidang jual beli otomotif. Beberapa tahun sejak didirikan, CV. Garuda Persada Otokindo
mengalami perkembangan usaha yang cukup besar. Terbukti dalam kurun waktu 3
tahun terakhir, laju penjualan terus meningkat dan mendirikan cabang di beberapa kota
dan provinsi. Dengan makin majunya usaha yang didirikan, Bapak Widodo Ali selaku
pemegang saham berkeinginan untuk meningkatkan bentuk perusahaannya
dari Comanditaire Vennootschap (CV) menjadi Perseroan Terbatas (PT), dengan tetap
bergerak pada bidang usaha yang sama tanpa membuat bentuk usaha baru.

Pertanyaan:

1. Dari uraian diatas, jelaskanlah perbedaan Garuda Persada Otokindo sebagai CV


dan Garuda Persada Otokindo apabila beralih menjadi PT!
2. Uraikanlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Garuda Persada Otokindo
untuk beralih menjadi PT!
3. Analisislah bagaimana pertanggungjawaban Bapak Widodo dan Pemegang
Saham lain pada Garuda Persada apabila melakukan kesalahan dalam
menjalankan perusahaan berdasarkan prinsip Piercing the corporate
veil, Jelaskan!

Jawaban:

1. CV. Garuda Persada Otokindo merupakan badan usaha yang bukan berbadan
hukum karena tidak ada regulasi yang mengaturnya, sedangkan Garuda
Persada Otokindo jika sudah menjadi Perseroan Terbatas (PT) akan memiliki
badan usaha yang berbentuk badan hukum yang statusnya diatur dalam UU
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Berikut persyaratan yang harus dipenuhi oleh Garuda Persada Otokindo untuk
beralih menjadi PT:
 Menyelesaikan terlebih dahulu perikatan yang telah terjadi antara para pengurus CV.
Garuda Persada Otokindo dengan pihak ketiga;
 Menyesuaikan Anggaran Dasar CV. Hal ini karena pada Anggaran Dasar CV tidak
ada ketentuan mengenai Modal Dasar, Modal Ditempatkan, dan Modal Disetor.
Sedangkan untuk menjadi PT harus memenuhi ketentuan mengenai Modal Dasar
PT, yakni minimal Rp. 50.000.000 ( Pasal 32 ayat [1] UUPT), dan 25% dari modal
dasar harus ditempatkan dan disetor penuh (Pasal 33 ayat [1] UUPT)
 Membuat Akta pendirian (akta notaris) yang memuat Anggaran Dasar dan
keterangan lain berkaitan dengan pendirian PT ( Pasal 7 ayat [1] jo. Pasal 8 ayat
[1] UUPT);
 Mengajukan permohonan pengesahan badan hukum melalui jasa teknologi informasi
sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri Hukum dan
HAM ( Pasal 1 angka 16 jo. Pasal 9 ayat [1] UUPT);
 Setelah dilakukan pengesahan, Menteri akan melakukan pendaftaran PT (lihat Pasal
29 ayat [1] UUPT);
 Pengumuman di Tambahan Berita Negara RI oleh Menteri (lihat Pasal 30 ayat [1]
UUPT).
 Dalam hal para pendiri hendak mengikutsertakan segala perbuatan hukum yang
terjadi saat badan usaha tersebut masih berbentuk CV ke dalam PT yang akan
didirikan, sehingga perbuatan hukum tersebut mengikat PT yang baru didirikan,
Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) pertama harus secara tegas menyatakan
menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan
hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya (lihat Pasal 13 ayat [1]
UUPT).

3. Prinsip piercing the corporate veil tersebut telah dirumuskan pada Pasal 3 Ayat
(2):
 persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
 pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk
kepentingan pribadi;
 pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan hukum
yang dilakukan Perseroan; atau
 pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan,
yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi utang Perseroan.

Dimana saat pemegang saham yang melakukan piercing the corporate veil,
maka pemegang saham bertanggung jawab kepada kreditor perseroan, dan
pertanggungjawaban tersebut berakibatkan hingga kepada kekayaan pribadinya
atau melebihi saham yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai