Anda di halaman 1dari 7

Nama : Lilis Herlina

NIM : 043565475
Mata Kuliah : Ilmu Perundang-Undangan

Kerjakan soal di bawah ini dengan singkat dan jelas. Jawaban yang hanya mengambil dari internet
(plagiat) tidak akan mendapatkan nilai maksimal. Sertakan referensi dalam mengutip.

Submit (unggah) pada tempat yang sudah disediakan dan tidak melebihi waktu yang telah ditentukan.

1. Demo Buruh Tolak Omnibus Law di Jatim, Jokowi Diminta Terbitkan Perppu Sekitar 750
orang dari Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPKEP SPSI) demo di depan Gedung DPRD Jawa Timur. Mereka menuntut Presiden Joko
Widodo mengeluarkan Perppu sebagai pengganti Undang-Undang omnibus
law cipta kerja. Pantauan detikcom di lokasi sekitar pukul 13.30 WIB, ratusan buruh dari SPKEP
SPSI mulai berdatangan. Ratusan buruh tersebut berasal dari beberapa kawasan industri di
Surabaya. Seperti Rungkut Industri, Margomulyo dan Karangpilang. Enam perwakilan buruh yan
g menaiki mobil komando bergantian berorasi di hadapan ratusan buruh.
Para buruh merasa dizalimi saat RUU omnibus
law Cipta Kerja disahkan jadi UU. Andika, perwakilan SPKEP SPSI
yang ada di mobil komando menyatakan, anggota DPR
RI telah mengkhianati rakyat. Ia meminta seluruh buruh tidak memilih partai politik yang turut m
engesahkan RUU tersebut. "Kosongkan suara partai yang mendukung RUU Omnibus
Law saat Pemilu 2024 nanti. Tanggal 8 nanti, kita lumpuhkan Surabaya," ujarnya di atas mobil ko
mando, Selasa (6/10/2020). Andika menyindir anggota DPR RI
yang selama ini melangsungkan reses di dapilnya masing-
masing tidak menyerap aspirasi masyarakat. "Dana
reses katanya untuk serap aspirasi masyarakat. Tapi mengesahkan RUU ini sama saja tidak mend
engar rakyat," imbuhnya. Andika menegaskan, selama Omnibus Law ada,
haram memilih parpol yang mendukung UU tersebut. Ia juga meminta Presiden Jokowi menerbit
kan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), sebagai pengganti UU Omnibus
law cipta kerja. “Haram memilih Parpol yang mendukung UU tersebut. Ada
2 parpol yang tidak mendukung. Apakah murni memperjuangkan hak pekerja, atau mengamanka
n konstituen di 2024. Kita
gak tahu tujuannya. Tapi kita minta Pak Presiden untuk mengeluarkan Perppu," tambahnya. Hing
ga pukul 14.30 WIB, massa masih berada di Gedung DPRD Jatim. Ada
15 perwakilan buruh yang memasuki gedung untuk beraudiensi dengan perwakilan DPRD Jatim

Pertanyaan:

Rincikanlah alasan pembentukan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perpu).

2. UU Kehutanan Sudah Tidak Sesuai, DPR Siapkan Naskah Akademik

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, menilai, Undang-Undang No.
41 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
No.19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, sudah tidak sesuai dengan prinsip penguasaan dan pengur
usan hutan. Kepala Badan Keahlian Dewan
(BKD), Jhonson Rajagukguk menyerahkan naskah akademik (NA) perubahan kedua atas Undang
-Undang No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Yoga, begitu ia biasa disapa, dalam perkembangann
ya, banyak masalahan dalam pengimplementasian Undang-Undang tersebut, seperti berkurangny
a luas hutan, alih fungsi kawasan hutan, kebakaran hutan, perubahan hutan dan konflik dengan m
asyarakat hukum adat. Selain itu, Undang-Undang Kehutanan juga memiliki disharmonis dengan
Undang-Undang lainnya dan adanya beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang perlu disesuai
kan dengan keberlakuan UU Kehutanan ke depan.
“Segala permasalahan, perkembangan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan kebutuhan t
ersebut harus direspons dan diakomodasi dalam bentuk Peraturan Perundangan Kehutanan yang l
ebih komprehensif dan mampu menjawab kebutuhan penyelenggaraan kehutanan.
Oleh karena itu, Komisi IV DPR
RI bersama pemerintah telah menyepakati revisi RUU Kehutanan tersebut untuk masuk dalam pr
ogram legislasi nasional periode Tahun 2018-2019 pada Nomor Urut 66 dari 169
RUU Prolegnas yang ada,” ujar Viva, saat memimpin RDP Komisi IV DPR dengan Jhonson,
di ruang rapat Komisi IV DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu
(4/4/2018). Dijelaskan politisi PAN ini, hutan sebagai salah satu sumber daya alam dalam pengel
olaannya harus sejalan dengan sesuai konstitusi. Artinya penyelenggaraan kehutanan harus meng
andung jiwa dan semangat kerakyatan, keadilan, dan berkelanjutan.

Pertanyaan:

Uraikanlah tujuan dan landasan dalam pembentukan suatu naskah akademik (NA).

Jawab :

1. Perpu merupakan jenis perundang-undangan yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945,
yakni dalam Pasal 22. Pasal 22 UUD 1945 menyebutkan bahwa dalam hal ihwal kegentingan
yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu. Pasal 1 angka 4 UU No.12 Tahun 2011
memuat ketentuan umum yang memberikan definisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang
Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaks. Pasal 1 angka 3 Perpres 87 Tahun 2014 juga tidak memberikan
batasan pengertian pada Perpu melainkan menyebutkan definisi yang sama sebagaimana
tercantum dalam UU 12 Tahun 2011 dan UUD 1945.

Perpu sebenarnya merupakan suatu Peraturan Pemerintah yang bertindak sebagai suatu Undang-
Undang atau dengan perkataan lain Perpu adalah Peraturan Pemerintah yang diberi kewenangan
sama dengan Undang-Undang. Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan UU. UU adalah peraturan perundang-undangan yang
pembentukannya dilakukan oleh dua lembaga, yakni DPR dengan persetujuan Presiden dan
merupakan peraturan yang mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945.
Perpu dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Apabila Perpu
sebenarnya adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-
undangan untuk melaksanakan UU, maka Perpu adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, untuk melaksanakan undang-undang.
Namun karena Peraturan Pemerintah ini diberi kewenangan sama dengan UU, maka dilekatkan
istilah “pengganti UU”. UU merupakan peraturan yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
1945. Maka Perpu merupakan Peraturan Pemerintah yang dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan
yang Memaksa untuk mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945.

Perpu yang sejatinya dibentuk dalam Kegentingan yang Memaksa meniscayakan tahapan
perencanaan tidak dilakukan, karena keadaannya bersifat tidak terduga, tidak terencana. Pasal 58
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014, menguraikan tata cara penyusunan rancangan Perpu
dengan menekankan hal ihwal Kegentingan yang Memaksa dalam Pasal 57.

Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, Perpu juga harus bersumber pada
Pancasila dan UUDNRI 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan serta selayaknya juga dapat menjadi sumber hukum
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Berdasarkan konsep bahwa Perpu merupakan
suatu peraturan yang dari segi isinya seharusnya ditetapkan dalam bentuk undang-undang, tetapi
karena keadaan kegentingan memaksa ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah maka
kedudukan Perpu yang paling rasional dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah
sejajar dengan undang-undang.

Secara konstitusional Perpu merupakan produk hukum yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 22
UUD 1945. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu
sebagai pengganti undang-undang. Ketentuan dalam Pasal 22 UUD 1945 terkait Perpu ini adalah
merupakan ketentuan yang tetap dipertahankan dalam beberapa kali proses amandemen UUD
1945. Dalam artian walaupun amandemen UUD 1945 telah berlangsung berturut-turut pada 1999
sampai 2002, pasal ini oleh para wakil rakyat tetap berbunyi sebagaimana teks aslinya dan tidak
ikut mengalami proses amandemen dalam bunyi pasalnya. Hal ini berarti seluruh presiden
Indonesia merujuk norma konstitusi yang sama dalam menerbitkan Perpu dan dengan
menggunakan alasan yang sama yakni “kegentingan yang memaksa”. Yang berbeda adalah tafsir
masih-masing zaman atas frasa “kegentingan yang memaksa” tersebut.

Dengan latar belakang sebagaimana dipaparkan di atas. Presiden perlu mengeluarkan


suatu peraturan pemerintah sebagai pengganti undang- undang agar keselamatan negara
dapat dijamin oleh pemerintah. karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau
disingkat Perpu atau Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang. Perpu dibuat
oleh presiden tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR karena perpu dibuat dalam
kondisi darurat, dalam artian persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti.
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=3000:peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-
dari-masa-ke-masa&catid=100&Itemid=180

2. Penyusunan Naskah Akademik ini sangat penting, jika ditinjau dari aspek daya guna suatu
Rancangan Peraturan Daerah yang memang dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah,
hal ini disebabkan karena penyusunan naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertangungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalah dan kebutuhan hukum masyarakat.
Pemerintah daerah melalui pelaksanaan otonomi mempunyai peran yang sangat penting dalam
pencapain tujuan Negara, khususnya dalam hal pencapaian kesejahteraan dan keadilan dalam
masyarakat. Naskah akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang tentang
hal-hal yang mendorong sisusunnya suatau masalah atau urusuan sehingga sangat penting dan
mendesak diataur dalam Peraturan Daerah.

Tujuan dan kegunaan penyusunan NA disesuaikan dengan ruang lingkup permasalahan yang
akan dijelaskan dalam NA. Oleh karena itu, rumusan standar untuk tujuan penyusunan NA adalah
pertama, mengetahui perkembangan teori dan praktik empiris dari materi undang-undang; kedua,
melakukan evaluasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan substansi
UU; ketiga, merumuskan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis UU, serta keempat,
merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan, dan ruang lingkup
materi muatan UU.

Dalam mewujudkan sistem hukum yang efektif tersebut, diperlukan penataan kembali
kelembagaan hukum yang didukung oleh kualitas sumber daya manusia, kultur dan kesadaran
hukum masyarakat yang terus meningkat, dan diiringi dengan pembaruan materi hukum yang
terstruktur sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat Indonesia. Hukum memiliki
peranan yang sangat vital karena merupakan alat pengatur yang sah dalam negara hukum. Oleh
karena itu, hukum memiliki sifat memaksa demi terwujudnya jaminan ketertiban, keadilan dan
kepastian dalam masyarakat Dengan demikian, hukum menjadi pengatur dan penggerak
masyarakat, atau dikenal istilah law is tool of social engineering Dalam arti yang luas, analisis
perumusan perundangan adalah suatu bentuk riset terapan yang dil akukan untuk memperoleh
pengertian tentang masalah -masalah legal dan sosio teknis yang lebih dalam dan untuk
menghasilkan pemecahan-pemecahan yang lebih baik. Konsep analisis perumusan perundangan
diterapkan baik terhadap proses (kegiatan) maupun hasil kegiatannya. Untuk itu, analisis
perumusan perundangan berupaya memperbaiki proses pengambilan keputusan dalam situasi
yang khusus melalui upaya legislasi maupun pendidikan. Naskah akademik berfungsi sebagai
bahan dasar bagi penyusunan Ranperda/Rancangan Produk Hukum Daerah lainnya yang memuat
gagasangagasan tentang urgensi pendekatan, luas lingkup dan materi muatan suatau Peraturan
Daerah.
Untuk penyusunan naskah akademik diperlukan beberapa landasarn yaitu landasan filosofis,
landasan yuridis dan landasan sosiologis. Berikut landasan penyusunan naskah akademik ;

1) Landasan Filosofis (filosofische grondslag) suatu peraturan perundang-undangan harus


memenuhi kriteria:

 Rumusan atau norma-norma mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) secara filosofis.


 Sesuai dengan cita kebenaran (idee der waar-heid), cita keadilan (idee der
gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid).
 Memuat pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang luhur
yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.

Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan tujuan negara antara lain
untuk memajukan kesejahteraan umum, berdasarkan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengaturan perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang tujuan akhirnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan merupakan
implementasi dari filosofis negara sebagaimana dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Demikian halnya kaitan perlindungan lahan pertanian pangan ini dengan isi
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran
rakyat. Oleh karena itu pengaturan oleh negara terhadap lahan pertanian merupakan kewajiban
negara dalam rangka sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

2) Landasan Yuridis

Landasan yuridis adalah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang tersebut mengatur
mengenai landasan yuridis yang dipergunakan untuk menjaga agar senantiasa tercipta
harmonisasi hukum secara vertikal dan sinkronisasi hukum secara horisontal. Hal ini diperlukan
agar produk hukum ini tidak mengalami pertentangan hukum antara peraturan yang satu dengan
peraturan yang lain baik secara vertikal maupun horisontal. Penelusuran Landasan yuridis
dilakukan dengan mengawali pada kegiatan identifikasi terhadap keseluruhan peraturan yang
terhubung dengan pendapatan daerah, khususnya pajak daerah dan retribusi daerah. Setelah
identifikasi tersebut dilaksanakan, selanjutnya diikuti dengan inventarisasi peraturan di bidang
pajak daerah dan retribusi daerah dimulai dari tingkat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota, Desa).

Hukum sebagai suatu sistem (legal system) mempunyai tiga elemen, yaitu:

1. Struktur hukum (structure of law) meliputi lembaga legislatif dan institusi penegak
hukum (polisi, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan;
2. Substansi hukum (substance of law) meliputi semua produk hukum berupa peraturan
perundang-undangan; dan
3. Budaya hukum (legal culture) meliputi nilai-nilai, ide, persepsi, pendapat, sikap,
kayakinan, dan perilaku termasuk harapan harapan masyarakat terhadap hukum.

Kajian hukum sebagai suatu sistem (law as a system) dapat dijelaskan bagaimana hukum bekerja
dalam masyarakat, atau bagaimana sistem-sistem hukum dalam konteks pluralisme hukum saling
berinteraksi dalam suatu bidang kehidupan sosial (social field) tertentu. Ketiga subsistem dalam
hukum, kultur hukum dalam masyarakat, kultur hukum menjadi penggerak yang memberi
masukan kepada unsur struktur hukum dan substansi, struktur, dan budaya hukum sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain, maka dapat dipahami suatu situasi bagaimana
hukum beroperasi sebagai suatu sistem dalam masyarakat.

Kajian hukum sebagai suatu sistem adalah tepat untuk negara Indonesia. Indonesia adalah negara
yang bercorak multikultural, termasuk kemajemukan sistem hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Hal ini karena selain berlaku sistem hukum negara (state law), dan juga terdapat
sistem hukum adat (adat law), hukum beragama (religious law), dan juga mekanisme-mekanisme
regulasi sendiri (self-regulation) dalam kehidupan masyarakat. Jika dicermati secara seksama
maka paradigma pembangunan hukum yang dianut pemerintah pada kurun waktu lebih dari tiga
dasa warsa terakhir cenderung bersifat sentralisme hukum (legal centralism), melalui
implementasi politik unifikasi dan kodifikasi hukum bagi seluruh rakyat dalam teritori negara
(rule-centered paradigm). Implikasinya, hukum negara cenderung menggusur, mengabaikan dan
mendominasi keberadaan sistem-sistem hukum yang lain, karena secara sadar hukum difungsikan
sebagai governmental social control (Black, 1976) atau sebagai theservant of repressive
power (Nonet andSelznick, 1978), atau sebagai the command of a sovereign backed by
sanction (McCoubrey and White, 1996).

3) Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis memuat analisis kecenderungan sosiologis-futuristik tentang sejauh mana


tingkah laku sosial sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan hukum yang ingin dicapai.
Secara sosiologis pengaruh masyarakat terhadap tujuan yang hendak dicapai akan dipengaruhi
oleh sikap dan persepsi masyarakat terhadap hukum. Suatu hukum sebelum dibentuk perlu
melalui proses penyerapan aspirasi masyarakat. Penyerapan aspirasi masyakat dapat diinventaris
berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Penyerapan aspirasi masyarakat dapat mendeteksi berbagai masalah yang sesungguhnya,


sehingga dapat dirumuskan solusi yang diperuntukkan untuk masyarakat tersebut. Oleh karena itu
kajian tentang sosiologis masyarakat dengan pengalaman sosiologis masyarakat tersebut. Untuk
mencapai suatu tatanan masyarakat yang tertib dan sejahtera, dapat dilakukan pendekatan
sosiologis dan pendekatan hukum. Hukum mempunyai karakter atau sifat massive dan tegas
untuk dilaksanakan di masyarakat. Dalam hal ini dasar hukum peraturan diciptakan perlu
disimulasikan dengan obyek masyarakat.

Sumber :

1. https://hardiwinoto.com/landasan-penyusunan-naskah-akademik/

2. https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/reformasi-birokrasi-Quick-Win-Pedoman-
Penyusunan-Naskah-Akademik-Rancangan-Undang-Undang-1507775513.pdf

Anda mungkin juga menyukai