Anda di halaman 1dari 23

PERPAJAKAN

“Pengusaha Kena Pajak (PKP),

Surat Setoran Pajak (SSP), dan Pembayaran Pajak”

Dosen Pengempu:

Made Doni Permana Putra,SE.,Msi

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Kelas: MSDM H Malam

Nama Anggota:

 I Komang Arya Gunawan (06)


 Ni Ketut Devi Antari Putri (13)
 Ni Putu Tia Nabela Pramudana (26)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASAWATI DENPASAR
2023
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut


dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa
kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang
Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan dengan keputusan menteri
keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Pengusaha kecil adalah merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah). Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan
menjadi PKP. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan PPN atau Pajak PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP
yang dilakukannya.

1.2 Fungsi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

PKP untuk para pengusaha memiliki beberapa fungsi antara lain :

 Pengawasan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.

 Identitas PKP yang bersangkutan.

 Pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM)

1.3 Tempat Pengusaha Kena Pajak


Permohonan menjadi Pengusaha Kena Pajak tersebut diajukan ke KPP atau KP2KP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usaha wajib pajak.
Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP pada:

a. Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan atau tempat
kegiatan usaha Wajib Pajak.

b. Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di


bidang perpajakan.

Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan atau tempat kegiatan usaha Wajib
Pajak berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

1.4 Pencabutan Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap:
(Pasal 21 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
1. PKP dengan status Wajib Pajak Non Efektif;
2. PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;
3. PKP menyalahgunakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4. PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP lain;
5. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak (bisa jadi
karena omzet turun, misalnya);
6. PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; atau
7. PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP
 Pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan hasil verifikasi
Pencabutan Pengusaha Kena Pajak atas permohonan PKP atau secara jabatan, dilakukan
berdasarkan hasil Verifikasi apabila pencabutan pengukuhan tersebut dilakukan
terhadap: (Pasal 21 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
 PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia;
 PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain;
 PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usahake wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lainnya;
 PKP yang jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya untuk 1 (satu) tahun
bukutidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk
pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak;
 PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan secara nyata
tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; atau
 PKP bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.

 Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan


Pencabutan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil
Verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang
mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan atau tata cara Verifikasi. (Pasal 24 ayat (1) PER-
20/PJ/2013)
Pemeriksaan atau Verifikasi dalam rangka mencabut PKP secara jabatan, dilakukan
apabila: (Pasal 24 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. terdapat data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal
Pajak yang menunjukkan bahwa PKP tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif; dan
2. PKP tidak mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP.
Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan juga dapat dilakukan berdasarkan hasil
Verifikasi dalam hal pencabutan tersebut terkait dengan: (Pasal 21 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
 hasil sensus pajak nasional;
 hasil konfirmasi lapangan atau pengawasan setelah pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak; atau
 hasil kegiatan lain yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.[/unordered_list]

 Pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan hasil pemeriksaan


Pencabutan pengukuhan PKP terhadap PKP selain sebagaimana dimaksud pada poin
poin di atas dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan (Pasal 20 ayat (6) PER-20/PJ/2013).

TATA CARA PENCABUTAN PENGUKUHAN PKP


a. Permohonan Pencabutan PKP Online
Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dilakukan secara elektronik dengan mengisi
Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada Aplikasi e-Registration yang
tersedia pada laman website Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 22 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
1. Permohonan pencabutan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Aplikasi e-
Registration dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan
mempunyai kekuatan hukum. (Pasal 22 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
2. PKP yang telah menyampaikan Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP dengan lengkap
pada Aplikasi e-Registration harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan ke KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat
kegiatan usaha PKP. (Pasal 22 ayat (4) PER-20/PJ /2013)
3. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah
(upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau
mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah
ditandatangani. (Pasal 22 ayat (5) PER-20/PJ/2013)
4. Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pencabutan pengukuhan
PKP secara elektronik, permohonan tersebut dianggap tidak diajukan. (Pasal 22 ayat
(6) PER-20/PJ/2013)
5. Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima secara lengkap, KPP menerbitkan
Bukti Penerimaan Surat secara elektronik. (Pasal 22 ayat (7) PER-20/PJ/2013)
b. Permohonan Pencabutan PKP Secara Tertulis
Dalam hal PKP tidak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan PKP
secara elektronik, permohonan pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan
menyampaikan permohonan secara tertulis. (Pasal 23 ayat (1) PER-20/PJ/2013)
1. Permohonan secara tertulis dilakukan dengan mengisi dan menandatangani Formulir
Pencabutan Pengukuhan PKP. (Pasal 23 ayat (2) PER-20/PJ/2013)
2. PKP yang telah mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP
harus melengkapi formulir penghapusan tersebut dengan dokumen yang
disyaratkan. (Pasal 23 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
3. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan dengan cara langsung ke KPP atau melalui KP2KP; melalui pos; atau
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
4. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP memberikan Bukti
Penerimaan Surat apabila permohonan dinyatakan telah diterima secara lengkap. (Pasal
23 ayat (7) PER-20/PJ/2013)
 Keputusan Atas Permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP
Berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil Pemeriksaan dalam rangka pencabutan
pengukuhan PKP, KPP memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 25 ayat (1)
PER-20/PJ/2013)
Keputusan ini dapat berupa:

1. Penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dalam hal berdasarkan hasil


Verifikasi atau hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi pencabutan pengukuhan.
2. Penerbitan Surat Penolakan dalam hal berdasarkan hasil Verifikasi atau hasil
Pemeriksaan terdapat rekomendasi untuk tidak melakukan pencabutan.
3. Jangka waktu Penerbitan keputusan pencabutan PKP adalah paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal Bukti Penerimaan Surat. (Pasal 25 ayat (3) PER-20/PJ/2013)
4. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan KPP tidak menerbitkan keputusan,
permohonan PKP dianggap dikabulkan dan KPP menerbitkan surat pencabutan
pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu
tersebut berakhir. (Pasal 25 ayat (4) PER-20/PJ/2013)
5. Dalam hal dilakukan pencabutan PKP, DJP dapat mengumumkan pencabutan tersebut
melalui laman website pajak (Pasal 25 ayat (5) PER-20/PJ/2013)

1.5 Sanksi Perusahaan Kena Pajak (PKP)


Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP dan Pengukuhan Sebagai PKP
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar dan paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar. Pidana tersebut di atas ditambah 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi
pidana, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat
1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan

1.6 Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti


pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan oleh wajib pajak dengan
menggunakan formulir atau dengan cara lain ke
kas Negara melalui tempat pembayaran seperti
kantor Pos, Bank Badan Usaha Milik Negara,
Bank Badan Usaha Milik Daerah, dan lainnya
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Bentuk formulir SSP ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat
Setoran Pajak.

Setiap SSP hanya bisa digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran untuk satu
jenis pajak, satu masa atau tahun pajak, satu Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan PBB, Surat Tagihan PBB, atau satu surat keputusan atas upaya
hukum yang mengakibatkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Setiap penyampaian SSP harus menggunakan satu kode akun pajak dan satu jenis setoran
pajak. Adapun, dalam aturan terbaru DJP mengubah dafatar kode akun dan kode jenis pajak
sebagaimana terlampir dalam beleid tersebut. Perubahan ini dilakukan agar kode akun
maupun kode jenis pajak sesuai dengan perkembangan aturan di bidang perpajakan.
Dalam aturan terbaru DJP juga mengakomodir tata cara pengisian SSP melalui aplikasi
billing yang dimiliki DJP maupun sistem penerbitan kode billing lainnya yang terintegrasi
dengan sistem billing DJP. Adapun dalam ketentuan yang lama, mekanisme penyampaian
SSP melalui billing sistem tidak diatur.

Wajib pajak diharuskan terlebih dahulu untuk membuat SSP dan membawa SSP
tersebut ke bank atau kantor pos sebelum membayar pajak. Surat Setoran Pajak sangat
penting keberadaannya karena berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak. SSP dianggap
sah apabila sudah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau jika sudah
divalidasi pembayarannya oleh pihak berwenang. Jadi, Surat Setoran Pajak adalah formulir
yang penting, terutama bagi Anda yang telah membayar pajak dan ingin melaporkan
pembayaran pajak untuk memenuhi kewajiban terhadap negara.

 Jenis-Jenis Surat Setoran Pajak

Jenis-jenis Surat Setoran Pajak yang perlu Anda ketahui dan pahami di antara lain:

1. SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak dan berfungsi untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran, dan
digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan.
SSP ini biasa digunakan para wajib pajak saat melakukan kewajibannya ke Kantor Penerima
Pembayaran. Surat ini sendiri nantinya mempunyai tujuan sebagai bukti pembayaran dalam
isi, ukuran dan bentuk dan dibuat rangkap lima.

Setiap rangkapnya sendiri akan diberikan kepada pihak yang berbeda-beda

 Lembar pertama ditujukan kepada Wajib Pajak dan dipergunakan sebagai arsip.
 Lembar kedua diperuntukan bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang diberikan
melewati Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
 Lembar ketiga akan digunakan Wajib Pajak saat melapor ke KPP.
 Lembar keempat akan diberikan untuk Kantor Penerima Pembayaran.

Lembar kelima akan dipergunakan sebagai arsip Wajib Pungut atau pihak berwenang lainya
yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan

2. SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin
transaksi dan/ atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan, dan
mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan. SSP ini
hanya dapat dicetak saat terjadi transaksi pembayaran sebanyak 2 lembar, yang dimana
lembar pertama memiliki fungsi yang sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP
Standar. Selain itu juga dapat dicetak secara terpisah dan nantinya dapat dipergunakan
dengan lembar ke-2 SSP Standar, serta diteruskan kepada KPPN sebagai lampiran Daftar
Nominatif Penerimaan (DNP).
3. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) adalah SSP
yang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor. Surat jenis ini dibuat
dalam enam rangkap dan diberikan kepada pihak- pihak tertentu seperti:

 Lembar 1a diberikan untuk KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan
Cukai) melewati Penyetor.
 Lembar 1b nantinya diberikan untuk Penyetor.
 Lembar 2a diperuntukan untuk KPBC melalui KPPN.
 Lembar 2b & 2c diberikan untuk KPP melalui KPPN.
 Lembar 3a & 3b ditujukan kepada KPP melalui Penyetor.
 Lembar 4 diberikan untuk Bank Persepsi atau Pos Indonesia

4. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam
Negeri (SSCP) adalah SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas Barang Kena
Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. Akan dibuat dalam enam rangkap dan
diberikan kepada yang berwenang seperti:

 Lembar 1a ditujukan KPBC yang diberikan melalui Penyetor.


 Lembar 1b ditujukan untuk Wajib Pajak.
 Lembar 2a ditujukan untuk KPBC melewati KPPN.
 Lembar 2b ditujukan kepada untuk KPP melalui KPPN.
 Lembar 3 ditujukan untuk KPP melewati Wajib Pajak.
 Lembar 4 ditujukan kepada Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.

1.7 Fungsi Surat Setoran Pajak

Fungsi utama SSP adalah sebagai bukti utama dan sarana administradi bagi Wajib pajak
yang sudah melakukan pembayaran pajak sesuai aturan yang berlaku.

Bagi wajib pajak yang telah menyelesaikan kewajibannya terkait dengan pajak, akan
mendapat bukti pembayaran pajak yang telah disahkan atau telah mendapat validasi dari
pejabat kantor atau pihak lainnya yang memiliki kewenangan dalam hal ini.

Beberapa fungsi surat setoran pajak bagi wajib pajak adalah sebagai berikut:

1. Bukti Pembayaran Pajak


Fungsi surat setoran pajak adalah sebagai bukti bahwa wajib pajak telah melakukan
pembayaran pajak. Hal ini akan sangat penting untuk membuktikan bahwa individu atau
perusahaan telah melakukan pembayaran pajak tepat waktu.

2. Pengganti Bukti Potong


Biasanya dalam kegiatan transaksi terdapat pemotongan pembayaran pajak. Bukti
pembayaran pajak ini akan menjadi pengganti bukti potong. Sehingga Anda tidak akan
kesulitan jika ingin membuat laporan pembayaran pajak.

3. Bukti Pengesahan
Surat setoran pajak juga memiliki fungsi sebagai bukti pengesahan dari kantor penerima
pajak. Sehingga pembayaran pajak Anda dapat disahkan secara resmi oleh pejabat
penerima pembayaran pajak tersebut.

4. Validasi Pembayaran Pajak


SSP dibayar oleh siapa? Surat setoran pajak ini akan menunjukkan siapa yang melakukan
pembayaran pajak tersebut. Sehingga setiap pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib
pajak dapat divalidasi oleh pihak yang berwenang.

5. Bukti Pemungutan Pajak


Fungsi lain surat setoran pajak adalah sebagai bukti telah dilakukan pemungutan pajak.
Sehingga bisa diketahui waktu, jumlah, dan proses pembayaran pajak secara transparan.
Dokumen ini penting untuk disimpan dengan baik sebagai bukti pembayaran pajak

1.8 Tempat Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Tempat pembayaran atau penyetoran pajak antara lain :

 Kantor Pos.

 Bank Badan Usaha Milik Negara.

 Bank Badan Usaha Milik Daerah.

 Tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

 Misalnya, bank swasta tertentu seperti BCA, Bank Mandiri, BNI, dan lain-lain.

Bank tempat pembayaran pajak disebut juga dengan nama Bank Persepsi

Formulir SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut :

 lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak;

 lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

 lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;

 lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.

Apabila diperlukan di SSP dibuat rangkap 5 (lima) dengan ketentuan lembar ke-5 :
lembar ke-5 adalah untuk arsip Wajib Pungut (Bendahara Pemerintah/BUMN) atau pihak
lain.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan
berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran. Batas Waktu Pembayaran,
Penyetoran, Penyampaian SPT, dan Sanksi Keterlambatan

1.9 Batas Waktu Pembayaran dan Penyetoran Pajak

Jangka waktu pembayaran, penyetoran, dan penyampaian SPT


1. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak
(pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. (pasal 1 angka 8 UU KUP
No. 28 TAHUN 2007)

2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar
lunas sebelum SPT PPh disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh. (pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)

1. Untuk SPT Tahunan PPh WP badan

a. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak
(pasal 3 ayat (3) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. (pasal 1 angka 8 UU KUP
No. 28 TAHUN 2007)

b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar
lunas sebelum SPT PPh disampaikan. (pasal 9 ayat (2) UU KUP No. 28 TAHUN 2007)

2. Untuk SPT Masa

a. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak
(Pasal 3 ayat (3) dan pasal 7 UU No 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur
dalam PMK-242/PMK.03/2014)

b. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling
lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
(Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 28 TAHUN 2007). (ketentuan lebih lanjut diatur dalam PMK-
242/PMK.03/2014)
c. Ketentuan terkait tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak
untuk SPT Masa diatur dalam PMK-242/PMK.03/2014, yaitu :

 Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat
pada hari kerja berikutnya. (Pasal 9 ayat (1) PMK-242/PMK.03/2014)
 Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal
11 bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari
kerja berikutnya. (Pasal 12 ayat (1) PMK-243/PMK.03/2014)
 Hari libur yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan
untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional. (Pasal
12 ayat (2) PMK-243/PMK.03/2014)
 Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT masa
adalah:

BATAS WAKTU
BATAS WAKTU PELAPORAN (Pasal
No JENIS PAJAK PENYETORAN (Pasal 2 PMK- 10 dan 11
242/PMK.03/2014) PMK-243/PMK.03/20
14)

Tanggal 15 (lima belas) bulan paling lama 20 (dua


1. PPh pasal 4(2) setor sendiri berikutnya setelah Masa Pajak puluh) hari setelah
berakhir Masa Pajak berakhir

tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lama 20 (dua


2. PPh pasal 4(2) pemotongan berikutnya setelah Masa Pajak puluh) hari setelah
berakhir Masa Pajak berakhir

PPh Pasal 4 ayat (2) atas


sebelum akta, keputusan,
penghasilan dari
perjanjian, kesepakatan atau
pengalihan hak atas tanah paling lama 20 (dua
risalah lelang atas pengalihan hak
3. dan/atau bangunan yang puluh) hari setelah
atas tanah dan/atau bangunan
dipotong/dipungut atau Masa Pajak berakhir
ditandatangani oleh pejabat yang
yang harus dibayar sendiri
berwenang.
oleh Wajib Pajak
Tanggal 15 (lima belas) bulan paling lama 20 (dua
4. PPh pasal 15 setor sendiri berikutnya setelah Masa Pajak puluh) hari setelah
berakhir Masa Pajak berakhir

tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lama 20 (dua


5. PPh pasal 15 pemotongan berikutnya setelah Masa Pajak puluh) hari setelah
berakhir Masa Pajak berakhir

paling lama 20 (dua


puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir

Ketentuan mengenai
kewajiban untuk
melaporkan PPh Pasal
tanggal 10 (sepuluh) bulan
21/26 yang dipotong
6. PPh Pasal 21/26 berikutnya setelah Masa Pajak
tetap berlaku dalam hal
berakhir
jumlah PPh Pasal
21/26 yang dipotong
pada bulan yang
bersangkutan nihil.
(Pasal 10 ayat (2)
PMK-243/PMK.03/20
14)

tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lama 20 (dua


7. PPh pasal 23/26 berikutnya setelah Masa Pajak puluh) hari setelah
berakhir Masa Pajak berakhir

paling lama 20 (dua


Tanggal 15 (lima belas) bulan puluh) hari setelah
8. PPh pasal 25 berikutnya setelah Masa Pajak Masa Pajak berakhir
berakhir

9. PPh Pasal 22, PPN atau harus dilunasi bersamaan dengan


PPN dan PPnBM atas saat pembayaran Bea Masuk dan
impor dalam hal Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN
atau PPN dan PPnBM atas impor
harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.

PPh Pasal 22, PPN atau


PPN dan PPnBM atas
1 (satu) hari kerja setelah hari kerja terakhir
10. impor yang dipungut oleh
dilakukan pemungutan pajak. minggu berikutnya
Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai

PPh Pasal 22 yang


pemungutannya dilakukan
disetor pada hari yang sama
oleh kuasa pengguna
dengan pelaksanaan pembayaran
anggaran atau pejabat
11. kepada PKP rekanan pemerintah
penanda tangan Surat
melalui Kantor Pelayanan
Perintah Membayar
Perbendaharaan Negara.
sebagai Pemungut PPh
Pasal 22

paling lama 7 (tujuh) hari setelah


tanggal pelaksanaan pembayaran
atas penyerahan barang yang
PPh Pasal 22 yang paling lama 14 (empat
dibiayai dari belanja Negara atau
12. dipungut oleh Bendahara belas) hari setelah
belanja Daerah, dengan
Pengeluaran Masa Pajak berakhir.
menggunakan Surat Setoran Pajak
atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara.

PPh Pasal 22 yang


Tanggal 10 (sepuluh) bulan paling lama 20 (dua
pemungutannya dilakukan
13. berikutnya setelah Masa Pajak puluh) hari setelah
oleh Wajib Pajak badan
berakhir Masa Pajak berakhir
tertentu

14. PPN & PPnBM akhir bulan berikutnya setelah paling lama akhir bulan
masa pajak berakhir & sebelum berikutnya setelah
SPT masa PPN disampaikan Masa Pajak berakhir.

tanggal 15 (lima belas) bulan akhir bulan berikutnya


PPN atas kegiatan
15. berikutnya setelah Masa Pajak setelah Masa Pajak
membangun sendiri
berakhir. berakhir.

PPN atas pemanfaatan


tanggal 15 (lima belas) bulan paling lama akhir bulan
BKP tidak berwujud
16. berikutnya setelah saat terutangnya berikutnya setelah saat
dan/atau JKP dari Luar
pajak. terutangnya pajak.
Daerah Pabean

PPN & PPnBM yang paling lama 7 (tujuh) hari setelah


paling lama akhir bulan
dipungut oleh Bendahara tanggal pelaksanaan pembayaran
17. berikutnya setelah
Pengeluaran sebagai kepada PKP Rekanan Pemerintah
Masa Pajak berakhir.
Pemungut PPN melalui KPPN.

PPN dan/ atau PPnBM


harus disetor pada hari yang sama
pemungutan oleh Pejabat
dengan pelaksanaan pembayaran
18. Penandatanganan Surat -
kepada PKP Rekanan Pemerintah
Perintah Membayar
melalui KPPN
sebagai Pemungut PPN

paling lama
PPN atau PPN dan PPnBM
akhir bulan
yang pemungutannya tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya
19. dilakukan oleh Pemungut berikutnya setelah Masa Pajak
setelah
PPN yang ditunjuk selain berakhir.
Masa Pajak
Bendahara Pemerintah
berakhir.

Ph 25 bagi WP dengan
kriteria tertentu yang dapat
20 hari setelah
melaporkan beberapa Masa harus dibayar paling lama pada
20. berakhirnya Masa
Pajak dalam satu SPT akhir Masa Pajak terakhir.
Pajak terakhir.
Masa. (Pasal 3 ayat (3B)
UU KUP)

Pembayaran masa selain harus dibayar paling lama sesuai 20 hari setelah
20 PPh 25 WP kriteria tertentu dengan batas waktu untuk masing- berakhirnya Masa
yang dapat melaporkan masing jenis pajak. Pajak terakhir.
beberapa Masa Pajak
dalam satu SPT Masa.
(Pasal 3 ayat (3B) UU
KUP)

Sanksi Keterlambatan Pembayaran dan Pelaporan SPT


Ketentuan terkait keterlambatan penyampaian SPT (pasal 7 ayat (1) UU KUP No 28 TAHUN
2007)
Sanksi administrasi yang dikenakan adalah :

Denda

No Jenis SPT
UU 28 /2007 UU 16/2000 UU 9 /1994 UU 6 /1983

1 SPT Masa PPN 500.000

50.000 25.000
SPT Masa
2 100.000
Lainnya
10.000
SPT PPh WP
3 1.000.000
Badan
100.000 50.000

4 SPT PPh WP OP 100.000

1). Pengenaan sanksi administrasi berupa denda keterlambatan pelaporan SPT tidak
dilakukan terhadap: (pasal 7 ayat (2) UU KUP No 28 TAHUN 2007)
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia:
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang bersttus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi
di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan menteri
Keuangan; atau
8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak lain (ditetapkan dengan keputusan Dirjen Pajak) adalah wajib pajak yang tidak
dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditentukan karena
keadaan antara lain: (Pasal 17 ayat (3) PMK-242/PMK.03/2014)
1. kerusuhan massal;
2. kebakaran;
3. ledakan bom atau aksi terorisme;
4. perang antar suku; atau
5. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan; atau
6. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

2). Ketentuan terkait sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak adalah :
1. Untuk SPT Masa
Pembayaran atau penyetoran pajak, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 9 ayat (2a)
UU Nomor 28 TAHUN 2007).
2. Untuk SPT Tahunan PPh
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT
Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan. (Pasal 9 ayat (2b) UU Nomor 28 TAHUN 2007)

Ketentuan Terkait
1. Pasal 3 ayat (3) dan pasal 7 UU Nomor 28 TAHUN 2007 tentang perubahan ketiga atas
UU Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2. PMK-242/PMK.03/2014 tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak
3. PMK-243/PMK.03/2014 tentang tata SPT

1.10 Tata Cara Menunda atau Mengangsura Pembayaran atas Ketepatan Pajak
Tata Cara Pengajuan Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
1. Permohonan harus diajukan secara tertulis (dengan menggunakan formulir surat
penundaan/angsuran pembayaran pajak di lampiran 1 PER-38/PJ/2008) kepada Kepala
KPP tempat WP terdaftar. (Pasal 1 ayat (3) PER-38/PJ/2008)
2. Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum saat jatuh
tempo pembayaran utang pajak berakhir. (Pasal 10 ayat (1) PMK-184/PMK.03/2007
stdd PMK-80/PMK.03/2010)
3. Permohonan Wajib Pajak disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung
permohonan, serta : jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa
angsuran, dan besarnya angsuran; ataujumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk
ditunda dan jangka waktu penundaan. (Pasal 2 ayat (1) PER-38/PJ/2008)
4. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan harus memberikan jaminan yang besarnya
ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala KPP, kecuali apabila Kepala KPP
menganggap tidak perlu. (Pasal 3 ayat (1) PER-38/PJ/2008)
5. Jaminan ini dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang
bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat
deposito. (Pasal 3 ayat (2) PER-38/PJ/2008)
Ketentuan Terkait Keputusan KPP atas Permohonan Mengangsur atau Menunda
Pembayaran Pajak
 Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan. (Pasal 11 ayat (1) PMK-
184/PMK.03/2007 stdd PMK-80/PMK.03/2010)
 Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima. (Pasal 11 ayat (1) PMK-
184/PMK.03/2007 stdd PMK-80/PMK.03/2010)
 Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut telah terlampaui dan Kepala KPP
tidak menerbitkan suatu keputusan, permohonan disetujui sesuai dengan permohonan
Wajib Pajak, dan Surat Keputusan Persetujuan Angsuran Pembayaran Pajak atau Surat
Keputusan Persetujuan Penundaan Pembayaran Pajak harus diterbitkan paling lama 5
(lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir. (Pasal 6
ayat (3) PER-38/PJ/2008)
Lama Angsuran Atau Penundaan Yang Diberikan Oleh DJP
Atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang (PPh Pasal 29) berdasarkan SPT Tahunan
PPh

Angsuran atas utang pajak dapat diberikan :


 paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya dengan angsuran
paling banyak 1(satu) kali dalam 1 (satu) bulan. (Pasal 4 ayat (1) huruf b
PER-38/PJ/2008)
 Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah utang pajak
yang sama besar untuk setiap angsuran. (Pasal 5 ayat (1) PER-38/PJ/2008)
Penundaan atas utang pajak dapat diberikan untuk :
 paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya. (Pasal 4 ayat (2)
huruf b PER-38/PJ/2008)
 Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak yang
ditunda pelunasannya. (Pasal 5 ayat (2) PER-38/PJ/2008)
Atas Pajak yang masih harus dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah
Angsuran atas utang pajak dapat diberikan untuk :
 paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan
AngsuranPembayaran Pajak dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan. (Pasal 4 ayat (1)huruf a PER-38/PJ/2008)
 Besarnya pembayaran angsuran atas utang pajak ditetapkan dalam jumlah utang pajak
yang sama besar untuk setiap angsuran. (Pasal 5 ayat (1) PER-38/PJ/2008)
Penundaan atas utang pajak dapat diberikan untuk :
 paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Persetujuan
PenundaanPembayaran Pajak. (Pasal 4 ayat (2) huruf a PER-38/PJ/2008)
 Besarnya pelunasan atas penundaan utang pajak ditetapkan sejumlah utang pajak
yangditunda pelunasannya. (Pasal 5 ayat (2) PER-38/PJ/2008)
PENUTUP

Kesimpulan:

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaranpembangunan.
Selain itu perusahaan kena pajak juga mempunyai peranan dalam melakukan penyerahan
barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya. Surat Setoran
Pajak (SSP) juga mempunyai peran penting karena sebagai bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan oleh wajib pajak dengan menggunakan formulir atau
dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran.
Saran:

Diharapkan makalah ini mampu memberikan informasi mengenai ketentuan umum


perpajaka, SPP, dan pembayaran pajak, dan diharapkan nanti dapat menambah wawasan
pengetahuan bagi pembaca maupun penulis

DAFTAR PUSTAKA

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pengukuhan-pkp-cara-syarat-
pengajuan-pkp

https://pajakstartup.com/2020/02/16/pencabutan-pengukuhan-pkp/

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2012/73~PMK.03~2012Per.HTM

https://dokterpajak.com/pencabutan-pengukuhan-pkp

https://blog.klikcair.com/surat-setoran-pajak-adalah/

https://www.softwarepajak.net/news/67-seri-kup-wajib-pajak-dan-pengusaha-kena-
pajak/

https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam-ratulangi/perpajakan/
pengukuhan-pengusaha-kena-pajak-fungsi-tempat-pencabutan-sanksi/46486874

https://klikpajak.id/blog/dokumen-ssp-sebagai-bukti-penyetoran-pajak/

https://accurate.id/ekonomi-keuangan/surat-setoran-pajak/

https://www.pajakonline.com/ini-pengertian-surat-setoran-pajak-ssp/
https://www.thinktax.id/tax-flash/batas-waktu-pembayaran-penyetoran-penyampaian-
spt-dan-sanksi-keterlambatan

https://dokterpajak.com/tata-cara-angsuran-dan-penundaan-pembayaran-pajak

https://www.pajakonline.com/cara-mengajukan-permohonan-penundaan-pembayaran-
pajak/

Anda mungkin juga menyukai