Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Afry Bimantara

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044490064

Kode/Nama Mata Kuliah : EKSI4202/Hukum Pajak

Kode/Nama UPBJJ : 21/Jakarta

Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. UU yang mendasari penghapusan NPWP dan proses penghapusan NPWP mengacu
pada Pasal 9 Ayat 1 Peraturan Direktur Jendral Pajak PER-20/PJ/2013.

Dalam peraturan itu disebutkan, penghapusan NPWP boleh dilakukan terhadap


wajib pajak yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai perundang-undangan perpajakan. Dalam Pasal 9 Ayat 2 peraturan tadi,
penghapusan NPWP bisa dilakukan atas permohonan wajib pajak atau secara
jabatan. Penghapusan NPWP ini harus dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
atau hasil verifikasi sesuai perundang-undangan perpajakan yang mengatur tata
cara pemeriksaan atau tata cara verifikasi.

2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dipungut atas transaksi penjualan
barang dan/atau jasa di dalam negeri yang mana subjek pajak pemungutnya
merupakan PKP (Pengusaha Kena Pajak). Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa
Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya. Pengusaha yang omzetnya
melebihi 4,8 Milyar dalam satu tahun buku wajib mengukuhkan diri sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP), namun bilamana omzetnya turun dalam satu tahun
buku (mencapai dibawah 4,8 Milyar) dan dikarenakan satu dan lain hal, maka
pengusaha tersebut dapat mengajukan pencabutan status Pengusaha Kena Pajak.
Untuk dasar hukum Tata Cara Pencabutan PKP dapat dilihat di PER-20 /PJ/2013.

Adapun ketentuan / persayaratan suatu PKP dapat dicabut status pengukuhan PKP
nya diantaranya:

• Sesuai Pasal 11 ayat (1) PMK-182/PMK.03/2015, pencabutan pengukuhan PKP


dilakukan terhadap PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
• Sesuai Pasal 11 ayat (2) PMK-182/PMK.03/2015, pencabutan pengukuhan PKP
dilakukan dalam hal:

• PKP dengan status Wajib Pajak non efektif;

• PKP yang tidak diketahui keberadaan dan/atau kegiatan usahanya;

• PKP menyalahgunakan pengukuhan PKP;

• PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;

• PKP yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai PKP; atau

• PKP telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat


lain.

Pencabutan PKP yang dilakukan secara jabatan dilakukan setelah melewati proses
verifikasi dan hasil pemeriksaan sesuai dengan peraturan undang-undang tentang
tata cara pemeriksaan dan verifikasi. Berdasarkan Pasal 24 ayat 2 PER – 20/PJ/2013,
pencabutan PKP secara jabatan dilakukan apabila terdapat data yang menunjukkan
bahwa PKP sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Kena Pajak serta
PKP tidak mengajukan permohonan pencabutan Pengukuhan PKP. Misalnya, PKP
Orang Pribadi telah meninggal dunia, PKP telah berpindah alamat domisili ke
wilayah KPP lainnya, atau PKP Badan telah menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia. Keputusan Pencabutan PKP ini dilakukan dengan penerbitan surat
pencabutan pengukuhan PKP.

Dampaknya yaitu Wajib Pajak tidak dapat melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang disebabkan tidak mempunyai
faktur pajak.

3. Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara


Pemeriksaan Pajak Pasal 11 dan Pasal 12 mengenai kewenangan dan kewajiban
pemeriksaan selain itu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007
Tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di bidang Perpajakan.
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh
atau mengamankan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola
secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak
dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
4. Pengadilan Pajak akan mengirim Tanda Terima Surat Banding (TTSB) dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima surat banding di Pengadilan
Pajak, Pemohon Banding akan menerima TTSB yang dikirimkan ke alamat Pemohon
Banding melalui sistem informasi e-Tax Court (etaxcourt.kemenkeu.go.id) apabila
diajukan melalui e-Tax Court atau Pos apabila diajukan secara manual/langsung.
TTSB tersebut memuat nomor sengketa yang berfungsi sebagai nomor identitas
selama bersengketa di Pengadilan Pajak. Nomor tersebut dapat digunakan untuk
melakukan pengecekan status sengketa pada laman web
https://setpp.kemenkeu.go.id di kolom 'Pencarian Berkas'.

 Pengadilan Pajak akan meminta Surat Uraian Banding (SUB) kepada


Terbanding dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima
Surat Banding lengkap, yang akan ditembuskan juga kepada Pemohon
Banding.

 Terbanding menyerahkan SUB kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu


3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan SUB.

 Salinan SUB akan dikirimkan kepada Pemohon Banding dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima SUB disertai dengan
Permintaan Surat Bantahan.

 Pemohon Banding dapat menyerahkan surat bantahan kepada Pengadilan


Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan
SUB.
 Meskipun Terbanding atau Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud di atas, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan
pemeriksaan banding.

 Setelah dilaksanakan sidang pemeriksaan, akan dilaksanakan sidang


pengucapan putusan.

Anda mungkin juga menyukai