Anda di halaman 1dari 14

BUSINESS LAW JOURNAL VOL.

III 2023
TINJAUAN YURIDIS PENGGUNAAN CREATIVE COMMON PADA
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

JURIDICAL REVIEW OF THE USAGE OF CREATIVE COMMONS ON


INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS PROTECTION IN INDONESIA

Oleh:
Gabriella Queenina Wijaya, I Made Kirana Dharma Putra
Nasywa Julia Tiaradevi, Stevanus Sangapta Sebayang
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Jl. Prof Soedarto Tembalang, Kec. Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275
gabriellawijaya@students.undip.ac.id

ABSTRAK
Dewasa ini, pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual marak terjadi sehingga
muncul salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan ini dengan menggunakan
lisensi Creative Common. Creative Common merupakan organisasi nirlaba yang
didirikan oleh Lawrence Lessig pada tahun 2002 yang memberikan lisensi kepada
pencipta untuk mempertahankan hak cipta atas karyanya dengan tidak membatasi
pencipta untuk membagikan karya mereka dengan ketentuan yang lebih fleksibel dan
tidak berpaku pada ketentuan standar. Meskipun Creative Common belum memiliki
tempat dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum hak cipta di Indonesia, tetapi pada
praktiknya Creative Common telah membantu pencipta untuk melindungi hak dan karya
yang mereka buat serta membantu perputaran ide dan kreativitas masyarakat.
Mekanisme Creative Common dilakukan melalui identifikasi simbol-simbol kategori
lisensi Creative Common yang memiliki ketentuan dan makna tertentu sehingga harus
dipatuhi setiap orang apabila ingin menggunakan suatu karya cipta yang menggunakan
lisensi Creative Common.
KATA KUNCI: Creative Common, Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.

ABSTRACT
Nowadays, violations of intellectual property rights are rampant, so there is an effort to
overcome this problem by using the Creative Common license . Creative Common is a
non-profit organization founded by Lawrence Lessig in 2002 that licenses creators to
retain the copyright to their work by not restricting creators from sharing their work
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
under more flexible terms and not adhering to standard terms. Although Creative
Common does not yet have a place and is not in accordance with the provisions of
copyright law in Indonesia, in practice Creative Common has helped creators to protect
their rights and works and help the circulation of ideas and creativity in society. The
Creative Common mechanism is carried out through the identification of Creative
Common license category symbols that have certain provisions and meanings that must
be obeyed by everyone if they want to use a copyrighted work that uses a Creative
Common license .
KEY WORDS: Creative Common, Intellectual Property Rights Protection.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia memiliki kemampuan intelektualitas yang luar biasa sehingga mampu
menciptakan sebuah penemuan berupa karya sastra, seni, ilmu pengetahuan, estetika dan
teknologi.1 Hal tersebut merupakan hasil dari penghimpunan informasi dan ide kreatif manusia
dalam menciptakan suatu karya orisinil. Dewasa ini, perkembangan teknologi memudahkan
masyarakat untuk memberikan dan menerima informasi.2 Bersamaan dengan itu,
perkembangan tersebut turut memudahkan masyarakat dalam mengapresiasi sebuah karya.
Melalui media sosial, kreator dapat mengunggah karya orisinil miliknya serta mendapatkan
dukungan dan apresiasi dari masyarakat. Akan tetapi, kemudahan tersebut seringkali
disalahgunakan dalam bentuk pencurian aset dan plagiarisme sehingga perlu adanya
perlindungan terhadap karya tersebut melalui Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”).
HKI adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada kreator, inventor atau
desainer atas kreasi dan temuannya yang memiliki nilai komersial, baik secara langsung atau
melalui pendaftaran pada instansi terkait sebagai bentuk apresiasi pengakuan hak yang
sepatutnya diberikan perlindungan hukum.3 Eksistensi HKI memberikan perlindungan hukum
kepada kreator atas hasil cipta karya yang ia buat, baik berupa nilai ekonomis yang terkandung
di dalamnya maupun perlindungan hak atas kepemilikan karya tersebut.4 Selain itu, HKI juga
berperan dalam mengantisipasi terjadinya pelanggaran atas HKI orang lain serta dapat
meningkatkan persaingan usaha dan memperluas pangsa pasar terkhususnya dalam
komersialisasi kekayaan intelektual.5
Keberadaan Kekayaan Intelektual (“KI”) menjadi penting karena memiliki urgensi yang
tercantum pada Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (“UUD NRI 1945”) yang berbunyi “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia”. Melalui amanah yang disampaikan pada pasal tersebut,
dapat diketahui bahwa setiap umat manusia memiliki hak untuk mengembangkan diri melalui

1
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, “H C”<https://www.dgip.go.id/unduhan/modul-ki?kategori=hak-cipta>,
[diakses 12/5/2023].
2
Ibid.
3
Sri Mulyani, “Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual sebagai Collateral (Agunan) untuk Mendapatkan Kredit
Perbankan di Indonesia” Jurnal Dinamika Hukum Vol 12, No 3, September 2012, hlm. 568.
4
Agung Sujatmiko, “TINJAUAN FILOSOFIS PERLINDUNGAN HAK MILIK ATAS MEREK”, Jurnal Media
Hukum Vol. 18, No. 3, Desember 2011, hlm. 177.
5
Ibid, hlm. 179.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
akses yang tersedia dan menciptakan suatu karya yang bernilai. Hasil dari olah pikir tersebut
perlu dilindungi eksistensinya agar tidak terjadi penyalahgunaan yang dapat mengancam
hak-hak pencipta karya.
Berdasarkan urgensi permasalahan yang telah dibahas pada paragraf di atas dan untuk
dapat mengakomodasi hak masyarakat agar dapat berekspresi dan meningkatkan
kreativitasnya, serta untuk meningkatkan perlindungan dan menjamin kepastian hukum bagi
pencipta suatu karya yang diciptakannya, pemerintah mengundangkan Undang Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU HC”). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU HC,
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan muatan pasal tersebut,
seorang pencipta KI secara otomatis telah memiliki hak cipta atas suatu karya tersebut. Dalam
hal seorang pencipta KI sudah mendapatkan hak cipta, maka pemilik hak cipta tersebut
tentunya akan mendapatkan hak eksklusif yang terbagi menjadi dua dimensi, yakni berupa hak
moral dan hak ekonomi. Adapun, hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri
pencipta. Dengan adanya hak moral ini maka seorang pencipta berhak untuk:
a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan
pemakaian ciptaannya untuk umum;
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d. mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi
ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Dalam keberlangsungannya, hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih
hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia karena hak
moral bersifat abadi selama penciptanya masih hidup.
Selain hak moral, terdapat hak ekonomi yang merupakan hak eksklusif pencipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya. Dengan adanya hak ini maka pencipta sebagai
pemegang hak ekonomi berhak untuk:
a. melakukan penerbitan ciptaan;
b. penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan ciptaan;
d. pengadaplasian,
e. pengaransemenan,
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
f. pentransformasian ciptaan;
g. pendistribusian ciptaan atau salinannya;
h. pertunjukan ciptaan;
i. pengumuman ciptaan;
j. komunikasi ciptaan; dan
k. penyewaan ciptaan.
Berbeda dengan hak moral, dalam hak ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada di tangan
pencipta atau Pemegang Hak Cipta selama pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak
mengalihkan seluruh hak ekonomi kepada penerima pengalihan hak atas ciptaan. Dengan
demikian, peraturan normatif sejatinya telah mengatur perlindungan hak cipta dari dimensi
moral dan ekonomi sehingga diharapkan tidak ada hak-hak pencipta yang tercederai akibat
pelanggaran HKI khususnya hak cipta.
Meskipun regulasi mengenai perlindungan KI telah diterbitkan, tetapi penyalahgunaan
KI di Indonesia masih sering terjadi. Kemudahan masyarakat untuk menikmati karya tanpa
mengetahui sifat penggunaannya menjadi alasan timbulnya komersialisasi karya yang terdapat
di media sosial. Maraknya kasus penyalahgunaan KI di Indonesia diakibatkan oleh kurangnya
edukasi masyarakat mengenai sifat dan jenis suatu KI. Salah satu kasus pelanggaran KI
tersebut ialah kasus penggunaan logo stasiun televisi Indosiar dengan tanpa izin dalam sebuah
video parodi yang sempat menjadi sorotan di media sosial Tiktok.6 Video tersebut memuat
adegan dan plot cerita khas indosiar dengan menempelkan logo indosiar pada pojok kiri atas
video tersebut.7 Sebagian besar masyarakat mungkin mengira muatan dalam video tersebut
tidak melanggar ketentuan apapun, tetapi apabila merujuk pada Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3)
UU HC dapat diketahui bahwasanya regulasi Indonesia mengatur pelarangan penggunaan
karya cipta milik pihak lain untuk kepentingan komersial tanpa adanya izin dari pencipta atau
pemegang hak cipta. Ketentuan tersebut berlaku pula untuk segala jenis penggunaan, baik
secara sebagian, seluruh, ataupun muatan substansial dari objek KI.
Maka dari itu, untuk meminimalkan adanya penyalahgunaan karena ketidaktahuan
tersebut diperlukan adanya sarana yang dapat menginformasikan kepada masyarakat bahwa
karya tersebut dapat digunakan untuk kepentingan komersial atau hanya sebatas untuk
konsumsi pribadi.
Salah satu upaya untuk meminimalisir adanya pelanggaran KI yang marak di media
sosial adalah Creative Common (“CC”) yang merupakan organisasi nirlaba yang didirikan
pada tahun 2002 di Stanford, Amerika Serikat yang bertujuan untuk sebagai upaya melindungi
6
Ver,”DJKI Tanggapi Penggunaan Logo Indosiar pada Parodi Jasa Keliling”
<https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/djki-tanggapi-penggunaan-logo-indosiar-pada-parodi-jasa-keliling?kate
gori=Berita%20Resmi%20Indikasi%20Geografis> [diakses pada 6/12/23]
7
Ibid.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
HKI dari adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak luar dengan pemberian lisensi.
Menilik mekanisme perlindungan HKI oleh CC, penulis tertarik untuk mengkaji penggunaan
CC pada perlindungan HKI di Indonesia dengan menuangkannya dalam sebuah jurnal yang
berjudul “Tinjauan Yuridis Penggunaan Creative Common Pada Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual Di Indonesia”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan
permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam pembahasan jurnal ini, di antaranya:
1. Bagaimana latar belakang munculnya CC?
2. Bagaimana kedudukan CC ditinjau dari hukum di Indonesia?
3. Bagaimana mekanisme penggunaan CC pada perlindungan HKI?

C. TUJUAN PENULISAN
Pembuatan jurnal ini secara subjektif ditujukan untuk publikasi Unit Kegiatan
Mahasiswa-Fakultas Kelompok Riset dan Debat (“UKM-F KRD”) Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro. Kemudian, untuk tujuan penulisan jurnal ini secara objektif adalah:
1. Mengidentifikasi latar belakang munculnya CC;
2. Menganalisis kedudukan CC ditinjau dari hukum di Indonesia; dan
3. Menganalisis mekanisme penggunaan CC sebagai bentuk perlindungan HKI.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA CREATIVE COMMON


Kehadiran CC dapat menjadi upaya yang dapat dilakukan karena sebuah hak cipta dapat
digunakan untuk memberi otorisasi dibanding menghambat penyalinan, distribusi, modifikasi,
dan penggunaan kembali karya yang dilindungi oleh hak cipta.8 Dengan adanya lisensi CC,
masyarakat jadi lebih mudah dalam menggunakan KI milik orang lain dengan menaati
ketentuan dari lisensi CC yang dapat dilihat dari logo lisensi CC yang tertera pada KI.
Keberadaan hak cipta atas suatu KI mengakomodasi seorang pencipta mendapatkan hak
eksklusif sehingga memiliki kemampuan untuk mencegah adanya penyalahgunaan dan plagiasi
pada karya yang mereka ciptakan. Terbentuknya CC bermula dari diberlakukannya Sonny Bon
Copyright Term Extension Act (“CTEA”) pada tahun 1998 yang membahas mengenai
perpanjangan jangka waktu hak cipta untuk setiap karya di Amerika Serikat, baik untuk karya
yang belum didaftarkan maupun karya yang telah memiliki hak cipta selama 20 (dua puluh)
tahun sehingga jangka waktu hak cipta yang dimiliki individu sama dengan usia pencipta
ditambah 70 (tujuh puluh) tahun. Lawrence Lessig berpendapat bahwa jangka waktu hak cipta
selalu bertambah dari tahun ke tahun sehingga perlu adanya pemangkasan jangka waktu hak
cipta agar sebuah KI dapat dinikmati publik tanpa perlu adanya perizinan.
Selain itu, Lessig percaya bahwasanya dengan adanya pembatasan jangka waktu hak cipta
yang selanjutnya menjadikan karya tersebut sebagai milik publik dapat meningkatkan
kreativitas masyarakat untuk menciptakan karya baru. Harapan yang besar untuk menciptakan
karya-karya kreatif yang dapat secara bebas beredar di internet membuat Lessig membentuk
organisasi nirlaba bernama CC di tahun 2002 yang memberikan seperangkat lisensi gratis yang
memungkinkan para kreator untuk mempertahankan hak cipta yang dimiliki bersamaaan dengan
membagikan karya yang mereka ciptakan dengan ketentuan yang lebih fleksibel dan tidak
berpaku pada standar ketentuan standar.
Di samping itu, latar belakang munculnya CC berkaitan dengan ketidakpastian dalam
hukum hak cipta pada era digital. CC merupakan inisiatif yang bertujuan untuk menyelesaikan
konflik seputar hukum hak cipta dan memungkinkan pencipta untuk berbagi dan berkolaborasi
secara efisien dalam mediasi digital.9
CC juga memiliki beberapa tujuan diantaranya ialah untuk melindungi kepemilikan
pribadi dan untuk melayani kepentingan publik. Dalam hal melindungi kepemilikan pribadi, CC
8
Charbonneau, Olivier. 2010. “Creative Commons Licenses: Strategic Implications for National Libraries”.
<http://www.ifla.org/pastwlic/2010/132-charbonn-eau-en.pdf> [diakses pada 5/12/23].
9
Sudut Hukum, “Sejarah Singkat Creative Common”,
<https://suduthukum.com/2016/12/sejarah-singkat-creative-commons.html> [diakses pada 5/12/23].
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
mendukung pendekatan bahwa hak cipta berasal sebagai hak milik yang timbul secara alamiah,
dan pencipta yang membuat karya asli berhak untuk memiliki hak milik atas pekerjaan
mereka.10 Sementara itu, dalam hal untuk melayani kepentingan publik, CC bersedia untuk
melayani dalam peningkatan proses produksi, berbagi, dan berkolaborasi terhadap produk
budaya.11

B. KEDUDUKAN CC DITINJAU DARI HUKUM DI INDONESIA


Setelah CC mengalami perkembangan secara global, eksistensi CC di Indonesia secara
resmi lahir pada tahun 2012. Akan tetapi, keberadaan konsep CC hingga saat ini belum
memiliki tempat dalam hukum hak cipta di Indonesia. Minimnya informasi dan
pengimplementasian konsep-konsep dan ide-ide dasar CC menjadi alasan dibaliknya.12 Selain
itu, konsep CC yang memiliki sudut pandang berbeda dalam menerapkan perlindungan pencipta
dan karya cipta dengan perlindungan hukum konvensional turut menjadi penyebab sulit
diterimanya CC dalam ketentuan hak cipta di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 58 ayat (2) UU HC dan Copyright Law of the United States and
Related Laws Contained in Title 17 of the United States, bahwa suatu karya dapat dilindungi
dengan hak cipta selama pencipta hidup hingga 70 tahun setelah kematiannya.13 Tentu, hal
tersebut bertentangan dengan jangka waktu perlindungan hak cipta oleh CC yang dirasa terlalu
panjang. Maka, dari pertentangan tersebut jelas tampak pada bagaimana CC menginginkan
keleluasan persebaran akses terhadap suatu karya sekaligus dengan perlindungan KI bagi
pencipta karya tersebut.
Apabila ditinjau secara yuridis dapat diketahui bahwasanya keberadaan CC jelas
bertentangan dengan regulasi HKI yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, pada praktiknya
banyak pencipta yang hendak berbagi dan menyebarluaskan karya yang ia buat agar masyarakat
dapat menikmati karya ciptaannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa CC berperan
untuk membantu pencipta memegang lisensi atas karya yang ia buat sekaligus membantu
perputaran ide dan kreativitas masyarakat melalui identifikasi terhadap karya-karya yang dibuat
sebelumnya.

10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ilman, Niko “Kedudukan Hukum Creative Commons dalam Dunia Maya Berbasis “Publik Domain” ke dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta”
<https://media.neliti.com/media/publications/34818-ID-kedudukan-hukum-creative-commons-dalam-dunia-maya-be
rbasis-publik-domain-ke-dala.pdf> [diakses pada 5/12/23]
13
Widyasari, Anisa “Perbedaan Jangka Waktu Hak Cipta di Indonesia dan Negara Lain, Mana yang Dipakai?”
<https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-jangka-waktu-hak-cipta-di-indonesia-dan-negara-lain--mana-yan
g-dipakai-lt56090730d95cc> [diakses pada 6/12/23]
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
C. MEKANISME PENGGUNAAN CREATIVE COMMON
Perkembangan teknologi informasi memberi dampak memudahkan masyarakat
mendapatkan informasi, sehingga tidak ada lagi batasan ruang dan waktu dalam
berkomunikasi karena dapat bertukar informasi dengan cepat dan mudah walaupun jaraknya
jauh. Konsep mendapatkan informasi yang cepat terkadang menimbulkan pelanggaran yang
salah satunya ialah pelanggaran atas HKI. Dalam mengakomodir hal tersebut, lahirlah CC
sebagai mekanisme untuk melindungi orisinalitas sebuah HKI. Penerapan penggunaan CC
tergolong dalam 4 (empat) kategori.14 Adapun kategori-kategori tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Attribution atau atribusi (BY)
kategori jenis inti mengizinkan setiap orang untuk menyalin, mendistribusikan,
menampilkan atau membuat ciptaan turunan dari karya aslinya, dengan syarat memberi
kredit atas suatu karya yang telah diciptakannya.
2. Share alike (SA)
Kategori ini mengizinkan setiap orang yang menggunakan karya yang dilindungi oleh CC
untuk mendistribusikan ciptaan turunanya dengan syarat melisensikan ciptaan turunanya
sesuai dengan lisensi aslinya.
3. Noncommercial atau non komersial/tidak diperjual belikan (NC)
Kategori ini memperbolehkan setiap orang lain yang ingin menggunakan karya yang
dilindungi CC ini untuk menyalin, mendistribusikan, menampilkan, tetapi tidak boleh
digunakan untuk kepentingan komersial.
4. No derivative works
Kategori ini memperbolehkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan, dan
menampilkan karya yang dilindungi oleh CC, tetapi hanya diperbolehkan untuk menyalin
saja dan tidak dapat mengubah karya ciptaan aslinya.
Kategori-kategori lisensi CC di atas dapat diterapkan dalam berbagai kombinasi sesuai
dengan kehendak pengelola, seperti berikut:15
1. Lisensi creative commons Atribusi CC BY

sumber: commons.wikimedia.org

14
Putri Yan Dwi Akasih, “Perlindungan Hak Cipta di Internet melalui Creative Commons”, Business Law Review,
Vol. 2, No. 2, 2017, hlm. 14-15.
15
Creative Cummons, “LICENCES LIST LEGAL TOOLS BAHASA INDONESIA ”.
<Licenses List | Creative Commons> [diakses pada 5/12/23].
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
Lisensi jenis ini mengizinkan setiap orang yang menggunakan karya ini untuk
mengubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan dari karya aslinya untuk
kepentingan komersial. Penggunaan tersebut harus dilakukan dengan syarat setiap orang
yang menggunakan karya lisensi ini harus mencantumkan kredit kepada pencipta karya
asli.
2. Atribusi – Berbagi Serupa (CC BY-SA)

sumber: commons.wikimedia.org
Lisensi ini mengizinkan setiap orang yang menggunakan karya ini untuk mengubah,
memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan untuk kepentingan komersial. Dengan lisensi
ini, para pengguna karya harus mencantumkan kredit kepada pencipta asli karya serta
melisensikan ciptaan turunan dengan lisensi karya aslinya.
3. Atribusi – Tanpa Turunan (CC BY-ND)

sumber: commons.wikimedia.org
Lisensi jenis ini mengizinkan pengguna karya ini untuk melakukan penyebaran ulang
baik untuk mendapatkan keuntungan secara komersial maupun nonkomersial. Selain itu
untuk menggunakan lisensi ini, karya yang disebarluaskan harus dalam keadaan utuh tanpa
diubah bentuknya sama sekali.
4. Atribusi – Non Komersial (CC BY-NC)

sumber: commons.wikimedia.org
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat
ciptaan turunan, tetapi bukan untuk kepentingan komersial selama mereka mencantumkan
kredit kepada pencipta karya yang dilindungi oleh CC ini.16
5. Atribusi – Non Komersial – Berbagi Serupa (CC BY-NC-SA)

sumber: commons.wikimedia.org

16
Creative Commons (Organization), (2020), Creative Cummons For Educaional Liberians (hlm. 50), cet 1,
Chicago: ALA Edition.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat
ciptaan turunan tetapi bukan untuk kepentingan komersial. Dengan lisensi ini, setiap orang
dapat menggunakan karya yang dilindungi oleh CC, tetapi dengan syarat harus
mencantumkan kredit kepada pencipta karya asli.17
6. Atribusi – Non Komersial – Tanpa Turunan (CC BY-NC-ND)

sumber: commons.wikimedia.org
Lisensi ini sifatnya paling ketat dari jenis lisensi yang lain, karena sifat dari lisensi
ini hanya mengizinkan orang lain untuk mengunduh dan membagikan suatu karya cipta
dengan orang lain secara utuh dan bukan untuk kepentingan komersial. Dengan lisensi ini
juga, pengguna karya yang dilindungi CC wajib mencantumkan kredit kepada pencipta
suatu karya tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa semua jenis lisensi CC mensyaratkan
para pengguna suatu karya yang dilindungi CC untuk memberikan kredit kepada pencipta asli
yang karyanya telah diubah, ditambahkan, diperbaiki atau dibuat turunanya. Selain itu, sebagai
tanda pengenal karya yang dilindungi akan mudah dikenali dengan adanya simbol CC pada
setiap karya yang dilindungi oleh lisensi tersebut.18

17
Ibid, hlm. 43.
18
Putri Yan Dwi Akasih, Op. Cit., hlm. 15.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang munculnya CC berkaitan dengan ketidakpastian dalam hukum hak cipta pada
era digital. Maka dari itu, CC merupakan inisiatif yang bertujuan untuk menyelesaikan
konflik seputar hukum hak cipta dan memungkinkan pencipta untuk berbagi dan
berkolaborasi secara efisien dalam mediasi digital
2. Apabila ditinjau secara yuridis dapat diketahui bahwasanya keberadaan CC jelas
bertentangan dengan regulasi HKI yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, pada
praktiknya banyak pencipta yang hendak berbagi dan menyebarluaskan karya yang ia buat
agar masyarakat dapat menikmati karya ciptaannya.
3. Penerapan penggunaan CC tergolong dalam 4 (empat) kategori, diantaranya attribution
atau atribusi, share alike, noncommercial atau non komersial/tidak diperjual belikan, dan
no derivative works. Setiap kategori tersebut diterapkan dalam berbagai kombinasi sesuai
dengan kehendak pengelola, seperti halnya dalam tujuan komersial maupun nonkomersial.
B. SARAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka kami
memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Dibutuhkan penyebaran edukasi dan kesadaran terhadap lisensi CC di kalangan
masyarakat, terutama di kalangan pelajar dan pendidik, untuk memastikan pemahaman
yang lebih baik tentang cara menggunakan dan menghormati hak cipta.
2. Diperlukan sebuah komunitas nonprofit atau organisasi lokal yang bergerak di bidang
perlindungan HKI agar mempermudah penyebaran edukasi dan kesadaran akan
perlindungan dari KI yang telah dibuat oleh masyarakat.
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
DAFTAR PUSTAKA
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Copyright Law of the United States and Related Laws Contained in Title 17 of the United
States.
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
B. BUKU
Creative Commons (Organization), (2020), Creative Cummons For Educaional Liberians
(hlm. 43), cet 1, Chicago: ALA Edition.
C. JURNAL
Agung Sujatmiko, “TINJAUAN FILOSOFIS PERLINDUNGAN HAK MILIK ATAS
MEREK”, Jurnal Media Hukum Vol. 18, No. 3, Desember 2011, hlm. 177.
Putri Yan Dwi Akasih, “Perlindungan Hak Cipta di Internet melalui Creative Commons”,
Business Law Review, Vol. 2, No. 2, 2017, hlm. 14-15.
Sri Mulyani, “Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual sebagai Collateral (Agunan) untuk
Mendapatkan Kredit Perbankan di Indonesia” Jurnal Dinamika Hukum Vol 12, No 3,
September 2012, hlm. 568.
D. INTERNET
Charbonneau, Olivier. 2010. “Creative Commons Licenses: Strategic Implications for National
Libraries”. <http://www.ifla.org/pastwlic/2010/132-charbonn-eau-en.pdf> [diakses pada
5/12/23].
Creative Cummons, “LICENCES LIST LEGAL TOOLS BAHASA
INDONESIA ”. <Licenses List | Creative Commons> [diakses pada 5/12/23].
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, “H
C”<https://www.dgip.go.id/unduhan/modul-ki?kategori=hak-cipta>, [diakses
12/5/2023].
Sudut Hukum, “Sejarah Singkat Creative Common”,
<https://suduthukum.com/2016/12/sejarah-singkat-creative-commons.html> [diakses
pada 5/12/23].
Ver,”DJKI Tanggapi Penggunaan Logo Indosiar pada Parodi Jasa Keliling”
<https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/djki-tanggapi-penggunaan-logo-indosiar-p
ada-parodi-jasa-keliling?kategori=Berita%20Resmi%20Indikasi%20Geografis> [diakses
pada 6/12/23].
Widyasari, Anisa “Perbedaan Jangka Waktu Hak Cipta di Indonesia dan Negara Lain, Mana
yang Dipakai?”
BUSINESS LAW JOURNAL VOL. III 2023
<https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-jangka-waktu-hak-cipta-di-indonesi
a-dan-negara-lain--mana-yang-dipakai-lt56090730d95cc> [diakses pad 6/12/23].

Anda mungkin juga menyukai