Anda di halaman 1dari 6

BAB III

A. Pengertian Wasiat
Pasal 875 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut : surat wasiat atau testamen
adalah sebuah fakta berisi pernyataan seseorang tentang apa yag dikehendakinya,
terjadi setelah ia meninggal yang dapat dicabut kembali olehnya.

Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa unsur atau ciri surat wasiat adalah
sebagai berikut :

1. Surat wasiat berlaku setelah pembuat testamen meninggal dunia.


2. Dapat dicabut kembali
3. Bersifat pribadi.
4. Dilakukan dengan Cuma-Cuma
5. Merupakan perbuatan hukum sepihak.
6. Dibuat dengan akta (baik dengan akta dibawa tangan atau akta autentik)

Berbeda dengan ketentuan pasal 875 KUHPerdata menyatakan undang-undang,


sepanjang tentang hal itu tidak ditentukan lain secara sah. Dilihat dari ketentuan ini,
maka suatu warisan sebagian dapat diperoleh berdasarkan undang-undang dan untuk
sebagian lain berdasarkan testamen. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
pengaturan mengenai pewarisan untuk bagian terbesar bersifat hukum pelengkap, dan
hanya sebagian kecil yang bersifat hukum memaksa.
B. Surat Wasiat Rahasia (Geheim Testament)
Testamen ini dapat di tulis sendiri dan dapat ditulis oleh orang lain. Kemudian dapat
diserahkan secara tertutup kepada Notaris.

C. Surat Wasiat Terbuka atau Umum


Bentuk surat wasiat ini yang paling umum dilakukan. Dalm hal ini si pewaris datang ke
Kantor Notaris mengutarakan kehendak terakhirnya, kemudian Notaris membuat
aktanya dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi (pasal 938 jo Pasal 939 KUHPERDATA).
Penandatanganan oleh Notaris dan saksi adalah syarat mutlak (Pasal 939 ayat (5)
KUHPERATA).
1. Syarat-Syarat Membuat surat Wasiat
a. Orang yang hendak membuat surat Wasiat harus dalam keadaan sehat
pikirannya (Pasal 895 KUHPERDATA)
b. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun (pasal 897 KUHPERDATA)
c. Yang menerima wasiat harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris meninggal
dunia (Pasal 899 KUHPERDATA)
2. Bentuk Surat Wasiat
Menurut pasal 931 KUHPerdata, ada 3 (tiga) bentuk :
a. Surat Wasiat olografis (tertulis sendiri)
b. Surat Wasiat rahasia (geheim testament)
c. Surat Wasiat terbuka/umum (openbaar testament)

a. Surat Wasiat Olografis ( Tertulis sendiri )

Testamen ini harus ditulis tangan sendiri seluruhnya oleh si pewaris (pembuat
testamen) dan ditandatangani sendiri olehnya (pasal 932 KUHPerdata). Jika ada tulisan
orang lain, maka testamen ini menjadi batal.
b. Surat Wasiat Rahasia (Geheim Testament) Testamen ini dapat ditulis sendiri dan dapat
ditulis oleh orang lain. Kemudian dapat diserahkan ecara tertutup kepada Notaris
Notaris membuat akta penyerahan dengan dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi, disebut
akta superskiripsi (Pasal 940 KUHPerdata). Testamen ini tidak dapat diminta kembali
dari kantor Notaris, meskipun sudah dicabt atau dibatalkan.
c. Surat Wasiat Terbuka atau Umum
Bentuk surat wasiat ini yang paling umum dilakukan. Dalam hal ini si pewaris datang ke
Kantor Notaris mengutarakan kehendak terakhirnya.

B. Penafsiran Surat Wasiat


Suatu surat wasiat dapat ditafsirkan secara umum dan secara khusus. Penafsiran secara
umum termuat dalam pasal 885, 886 dan Pasal 887 KUHPerdata, sedangkan penafsiran secara
khusus diatur dalam Pasal 877 dan 878 KUHPerdata.
Pasal 885 KUHPerdata, berbunyi : bila kata-kata sebuah surat wasiat telah jelas, maka
tidak boeh ditafsirkan dengan menyimpang dari kata-kata itu. Selanjutnya pasal 886
KUHPerdata, menentukan : bila kata-kata dalam surat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-
beda menurut berbagai pendapat, maka yang harus diselidiki adalah maksud dari si pewaris.

C. Isi Surat Wasiat (Making)


Isi surat wasiat adalah kehendak terakhir dari si pewaris, disebut pula dengan istilah :
making.
Menurut Pasal 876 KUHPerdata, isi surat wasiat dapat diberikan dengan :
1. Alas hak umum, disebut erfstelling. Dalam hal ini si pewaris memberikan “bagian tertantu”,
misalnya : ½ bagian, 1/3 bagian, ¼ , dan lain-lain. Lebih lanjut pengertian erfstelling ditentukan
dalam pasal 954 KUHPerdata, sebagai berikut : Wasiat pengangkatan ahli waris ialah suatu
wasiat dimana pewaris memberikan kepada satu orang atau lebih harta benda yang
ditinggalkannya pada waktu dia meninggal dunia, baik seluruhnya maupun sebagian seperti
seperdua atau sepertiga.

2. Dengan alas hak khusus, disebut legaat (hibah wasiat). Dalam hal ini si pewaris memberikan
“barang tertentu”, misalnya : sebuah mobil, sebidang tanah, termasuk barang “generic”,
misalnya semua “barang bergerak”, dan lain-lain. Lebih lanjut pengertian tentang “hibah
wasiat” ini ditentukan dalam Pasal 957 KUHPerdata, sebagai berikut : Hibah wasiat ilaah suatu
penetapan khusus dimana sipewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-
barang tertentu atau semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai
hasil atas sebagian atau semua barangnya. Pihak yang menerima legaat disebut : legetaris.
Kedudukan legetaris adalah sebagai kreditor terhadap ahli waris (pasal 959 KUHPerdata)
Suatu surat wasiat berisi kehendak terakhir sebagaimana telah diuraikan diatas, namun
demikian terhadap isi surat wasiat itu ada larangan-larangan baik yang bersifat umum (fidei
komis), maupun yang bersifat khusus. Disamping itu ada pembatasan, dibatasi oleh bagian
mutlak.

Larangan yang bersifat UMUM (Fidei Komis)


Fidei Komis ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan ia
wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat waktu tertentu atau apabila si waris itu sendiri
telah meniggal, warisan itu harus diserahkan kepada orang lain yang sudah ditetapkan dalam
testamen. Dalam KUHPerdata pemberian warisan secara melangkah atau mewaris dengan
lompat tangan.
"DAFTAR PUSAKA”

2001. Mencari Sistem Hukum Waris Nasional ditinjau dari segi Hukum Adat Pro Justitia, Tahun XIX
Nomor 2, Bandung: Majalah Hukum.

Effendi Perangin. 2003. Hukum Waris. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Eman Suparman. 1985. Intisari Hukum

Ali Afandi. 1983 . Hukum Waris, Hukum Keluarga,

Hukum Pembuktian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Jakarta : PT Bina Aksara.

Anisitus Amanat. 2000 . membagi warisan berdasarkan pasal-pasal Hukum Perdata (BW) . Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

A. Pitlo. Hukum Waris menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda (Jilid1), Alih Bahasa M.
Isa Arief . Jakarta: PT Intersama.

1991. Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda (Jilid II), Alih Bahasa M. Isa
Arief . Jakarta : PT Intersama.

Djaja S. Meliala. 2008 . Himpunan Hukum Jurisprudensi Hukum Waris Indonesia . Bandung CV Nuansa
Aulia.

2014 . Hukum Perdata dalam perspektif BW . Bandung : CV Nuansa Aulia.

2015 . Perkembangan Hukum Perdata tentang benda dan Hukum Perikatan . Bandung: CV Nuansa Aulia.

Waris Indonesia. Bandung: CV Armico.

2005. Hukum Waris Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.


GHS. Lumban Tobing. 1999. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Gregor van der Burght. 1951. Hukum Waris Buku kesatu (Terjemahan F. Tengker). Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.

1996. Hukum Waris Buku Kedua ( Terjemahan F. Tengker ). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Gunawan Widjaja. 2005. Seri Hukum Bisnis: Efek sebagai Benda . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hartono Soerjopratiknjo. 1982. Hukum Waris Tanpa Wasiat. Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada.

Herlien Budiona. 2017 . Peran dan Praktik Notaris dalam perjanjian Perkawinan pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Bandung: Sebuah Makalah.

H. Hilman Hadikusuma. 1991. Hukum Waris Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum
Agama Hindu – islam. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

J.Andry Hartanto.2015. Hukum Waris. Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin menurut “Burgerlijk
Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Surabaya: Laks Bang Juatitia.

J.Satrio. Hukum Waris. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

M.Yahya Harahap. 1997. Beberapa Tinjauan tentang permasalahan Hukum: Buku Kedua. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.

Moh.Idris Ramulyo.1993. Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijk
Wetboek). Jakarta: Sinar Grafika.

Oemar Salim. 1991. Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

R. Wirjono Prodjodikoro. 1955. Hukum Warisan di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung.


Subekti.1990 .Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris. Jakarta: PT Intermasa.

1992. Bunga Rampai Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni.

1994. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa. Surini Ahlan Sjahrif, 2006. Hukum Kewarisan
Perdata Barat: Pewarisan menurut Undang-undang. Jakarta: Kencana

Anda mungkin juga menyukai