Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan :

Wasiat merupakan amanat atau permintaan terakhir seseorang yang berkaitan dengan
pembagian harta peninggalannya, dan harta waris atau harta peninggalan berarti harta
pribadi pewasiat yang meninggal dunia setelah dikurangi utang-utang.1Wasiat
merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia karena secara hukum seseorang
dibebaskan untuk membuat atau tidak membuat wasiat,namun dewasa ini banyak
orang memilih membuat wasiat dengan berbagai tujuan dan manfaat diantaranya:
untuk menghindari selisih pendapat diantara ahli waris terkait harta warisan atau agar
para penerima waris mengetahui harta-harta apa saja yang ditinggalkan pewaris; guna
memberikan harta atau aset ke pihak-pihak tertentu yang tidak termasuk ahli waris
atau alasan lainnya2.
Wasiat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 930 - Pasal 952 KUHPerdata yaitu
wasiat yang dibuat dengan tangan sendiri (akta olografis) atau dengan bentuk akta
umum dan akta rahasia, sangat memerlukan peran notaris dalam pembuatan,
penyimpanan dan pendaftarannya ke pusat daftar wasiat berdasarkan ketentuan Pasal
16 ayat (1) huruf (j) UUJN-P. Oleh karena itu Notaris sebagai pilar penegak hukum
wajib berperan aktif dalam membantu seseorang menyiapkan wasiat.3 Akan tetapi
Notaris masih memiliki keterbatasan wewenang untuk menjamin kepastian
terlaksananya wasiat, sehingga urgensi pembuatan wasiat tidak dapat diterapkan
secara efektif meskipun isinya menyangkut kehendak terakhir dari seseorang atas
harta kekayaan yang dimilikinya, diperoleh dengan usaha dan jerih payah si pewaris.
Karakteristik wasiat yang bersifat rahasia dan pribadi merupakan alasan yang dapat
menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan wasiat, seperti: ahli waris tidak
mengetahui bahwa pewaris memiliki wasiat, sehingga selain Notaris dibutuhkan pihak
lain yang diberikan peran atau kewenangan untuk dalam mengawal pelaksanaan
wasiat, salah satunya yaitu Wasiat atau testament atau testamentair erfrecht, yaitu ahli
waris yang mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam
suatu surat wasiat yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.
Pewarisan dengan testament(ad testamento/Testamentair) adalah sebuah akta yang
berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap harta
kekayaansetelah ia meninggal dunia nanti. Testamen atau surat wasiat yang dibuat
haruslah berbentuk akta dan akta notaris. Artinya pembuatan surat wasiat memerlukan
namannya pejabat umum untuk mengesahkan surat wasiat. Bilamana tidak dibuat
dihadapan notaris, maka si pembuat wasiat yang menulis sendiri surat wasiatnya dapat
menyerahkan surat wasiat itu kepada notaris setelah ditanda tangani.Selama pewaris
belum meninggal, surat wasiat itu dapat dirubah atau dicabut kembali olehnya.

B. Larangan larangan yang bersifat umum


1.Fidei commis
Pengaturan secara harfiah mengenai Fidei Commis yaitu Fidei berarti kepercayaan
dan Commis berarti kewajiban. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Fidei
Commis diatur dalam Pasal 879 ayat 1 dan 2, yang mengatur bahwa : “(1)
Pengangkatan waris atau pemberiah hibah wasiat dengan lompat tangan, atau sebagai

1
Salman, H.R.Otje. (2001). Hukum Waris Islam. Bandung: Refika Aditama, h. 15.
2
Asyhadie, H. Zaeni. (2018), Hukum Keperdataan dalam Perspektif Hukum Nasional KUH Perdata
(BW), Hukum Islam dan Hukum Adat Jilid Kedua. Depok: RajaGrafindo Persada, h. 225.

3
Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris, Refika Aditama , Bandung
fidei commis adalah terlarang.4 (2) oleh karena itu, pun bagi si yang diangkat atau
yang menerima hibah, batal dan tak berhargalah setiap ketetapan, dengan mana
masing-masing mereka diwajibkan menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya,
untuk kemudian menyerahkannya baik seluruhnya maupun untuk sebagian, kepada
orang ketiga”
Berdasarkan Pasal 879 ayat (2) KUHPerdata J. Satrio merumuskan dalam bukunya
definisi fidei commis atau pewarisan secara lompat tangan sebagai:
“suatu ketetapan dalam surat wasiat, dimana ditentukan bahwa orang yang
menerima harta si pewaris, atau sebagian daripadanya – termasuk para penerima
hak daripada mereka, berkewajiban untuk menyimpan yang mereka terima, dan
sesudah suatu jangka waktu tertentu atau pada waktu matinya si penerima,
menyampaikan/menyerahkannya kepada seorang ketiga.”
Jadi, pada dasarnya fidei commis adalah suatu suatu ketentuan dalam surat wasiat
yang mensyaratkan bahwa penerima harta pewaris berkewajiban untuk menyimpan
harta pewaris sampai jangka waktu tertentu atau sampai matinya penerima harta
tersebut, untuk kemudian diserahkan kepada orang ketiga. Pewarisan dengan cara ini
mengakibatkan penerima harta pewaris tidak dapat menggunakan harta tersebut, ia
hanya berkewajiban untuk menyimpan dan di kemudian hari menyerahkannya kepada
orang ketiga.

2.Tujuan dari Larangan Fidei commis


Tujuan Fidei commis dilarang oleh Pasal 879 KUHPerdata, dengan alasan bahwa
dirasakan sebagai keberatan besar, sebagai akibat fidei commis ini, akan ada barang-
barang yang mungkin dalam waktu yang agak lama sama sekali tak dapat
diperdagangkan.5

3.Fidei commis yang diperbolehkan undang-undang


Pada dasarnya Fidei commis dilarang, namun dalam beberapa hal diperbolehkan,
diatur dalam Pasal 973 sampai dengan Pasal 988 KUHPerdata yaitu6 :
1. Fidei commis de residuo
Yaitu seorang ketiga yang meninggal dunia sebelumnya, diberikan untuk anaknya
yang sah sudah atau belum dilahirkan telah dikaruniai dengan seluruh atau sebagian
berupa harta waris yang tidak terjual atau tidak dihabiskan dari seorang ahli waris
atau seseorang penerima hibah atau wasiat tersebut. Pada Pasal 990 KUHPerata
mengatur bahwa setiap Fidei commis de residui ini, ahli waris atau penerima hibah
diwajibkan untuk membuat pertelaan dan perincian atas barang-barang warisan, tetapi
tidak perlu ada jaminan oleh pihak yang dibebani, agar barang-barang itu diurus
dengan sebaik-baiknya.
2. Fidei commis kepada cucu dan keturusan saudara-saudara
Kedua orang tua diperbolehkan dengan surat wasiat menghibah wasiatkan seluruh
atau sebagian harta kekayaan mereka, yang mana berhaklah mereka menggunakannya
dengan bebas, kepada salah seorang anak mereka atau lebih dengan perintah akan
menyerahkan barang-barang itu kepada sekalian anak masing-masing, baik yang

4
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1996, hlm 106-107

5
Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Pionir Jaya, Bandung, hlm 28-29

6
Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata: Asas-asas Hukum Waris. Jakarta: Rizkita, 2012.
sudah ada maupun yang akan dilahirkan. Hal ini diatur dalam Pasal 973 ayat 1
KUHPerdata.

4. Larangan untuk memindah tanganKan


Memang benar, menurut J. Satrio dalam buku “Hukum Waris” (hal. 210), Pasal 879
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dengan tegas melarang
pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan, dengan sanksi, bahwa
pemberian yang demikian adalah batal bagi yang diangkat atau si penerima hibah.
Pasal 879 KUHPer melarang secara tegas pengangkatan waris atau hibah wasiat
lompat tangan, dengan sanksi bahwa pemberian yang sifatnya demikian adalah batal
bagi yang diangkat atau bagi penerima hibah. Pasal 879 ayat 1 KUHPerdata
menentukan bahwa pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat dengan lompat
tangan, atau sebagai fidei commis adalah terlarang.

Larangan memindah tangankan disini meliputi tiap tindakan pemilikan maupun


larangan yang bersifat sementara atau selama-lamanya. Lembaga hukum demikian
disebut pewarisan lompat tangan atau fidei commis substitutie, namun lazim disebut
dengan singkat fidei commis. Pelanggaran dari larangan tersebut, mengakibatkan
batalnya perbuatan tersebut.
Romawi yang telah mengalami perkembangan demikian rupa, sehingga seorang
yang ingin agar barang-barangnya tetap utuh dan tidak terbagi-bagi mempergunakan
lembaga tersebut untuk
Tujuan larangan tersebut ialah bahwa lembaga fidei commis berasal dari hukum
mempertahankan benda-benda warisan agar tidak cepat masuk ke dalam peredaran
lalu lintas perdagangan;

Pada masa terbentuknya BW, masa orang berpikir individualistis kapitalis, maka
dalam hal ini Pembentuk Undang-undang beranggapan bahwa fidei commis dapat
menghambat dunia perdagangan, yaitu karena lembaga tersebut menyebabkan
suatu barang untuk suatu jangka waktu yang lama berada di luar peredaran
perdagangan. Oleh karena itu BW melarang lembaga hukum demikian (Pasal 879
KUHPer), dan pelanggaran atas larangan tersebut menyebabkan ketetapan
demikian adalah batal dan tidak berharga (Pasal 879 ayat 2 KUHPer).

REFERENSI
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013

Ali Afandi, Hukum waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Rineka Cipta,
Jakarta, 2000 J. Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung,1992

Muh. Muhibbin Abdul wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Positif diIndonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009

Mulyadi, Hukum Waris Dengan Adanya Surat Wasiat, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2011

Anda mungkin juga menyukai