Anda di halaman 1dari 13

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Perdata

Dosen Pengampu : Ulfa Roffilah Meiyona, SH.,M.Kn

Disusun oleh :
Kelompok 1
Afrijan Efendi 210701181
Ainul Mardiya 210701183

Anesfi Fauziah 210701186


Dewi Ayu Sartika 210701202
Farah Erikha 210701218
Laras Azarti 210701193

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
TA : 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah menolong hamba-
Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang “ Hukum


Waris” di dalam mata kuliah Hukum Perdata. Makalah ini disusun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang
datang dari luar. Namun, dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis
mohon untuk saran dan kritiknya. Terimakasih.

Pekanbaru, 18 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1

A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 1
C. Tujuan Makalah……………………………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………2

A. Pengertian Ahli Waris……………………………………………….. 2


B. Kriteria Cakap di Dalam Hukum Perdata…………………………… 3
C. Hasil Analisis Kasus Ahli Waris……………………………………. 6

BAB III PENUTUP……………………………………………………………. 9

Kesimpulan……………………………………………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata


secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum
kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup
kehidupan manusia. Sebab semua manusia akan menglami peristiwa hukum
yang di namakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan
terjadinya peristiwa hukum seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana
pengurusan dan kelanjutan hak hak dan kewajiban-kewajiban seseorang
yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-
kewajiban sebagai akibat meninggal nya seseorang, di atur oleh hukum
waris. Untuk pengertian hukum waris sampai saat ini baik para ahli hukum
Indonesia, belum terdapat gambaran pengertian, sehingga istilah untuk
hukum waris masih beraneka ragam. Misalnya saja, Wirjono Prodjokoro
menggunakan istilah hukum warisan. Hazairin menggunakan istilah hukum
kewarisan dan soepomo menyebutnya dengan istilah hukum waris. Hukum
waris yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum merupakan
unifikasi hukum. Atas dasar peta hukum waris yang di karenakan atau sebab
dia menjadi ahli waris.

B. Rumusan Masalah

1. Pendapat apa yang harus saudara berikan, berdasarkan keinginan Hartono


yang menghadap kepada saudara pada tanggal 25 Februari 2020?

2. Siapakah yang cakap hukum untuk melakukan perbuatan/tindakan


hukum dalam kasus diatas? Dan siapa yang tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum? Berikan dasar hukum nya!

3. Dari Kasus diatas apakah dapat dikatakan berkaitan dengan Hukum


Perdata? Jelaskan Pendapat saudara dan mengapa?

C. Tujuan Makalah

1. Memberikan pendapat terhadap kasus Hartono.


2. Untuk mengetahui siapa yang cakap hukum dan yang tidak cakap
hukum.
3. Mengetahui kasus ahli waris dengan hukum perdata.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahli Waris

Ahli waris adalah orang-orang yang didalam KUHPerdata adalah yang


berhak menerima harta warisan pewaris dan diperbolehkan oleh hukum. Pada
kondisi tertentu, ahli waris bisa tidak mendapat atau mewarisi harta
warisan dari si pewaris, bila ahli waris melakukan hal yang dilarang
undang-undang untuk menerima warisan. Berdasarkan Hukum Perdata,
ada dua golongan yang disebut sebagai ahli waris, yaitu:

 Pertama, orang yang ditunjuk oleh pewaris atau diberikan wasiat


(Pasal 830 KUHPerdata).
 Kedua, orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris dan
terikat dengan perkawinan (Pasal 832 KUHPerdata).

 Mengenai kelompok orang yang memiliki pertalian darah, dibagi


lagi ke dalam empat golongan berdasarkan KUHPerdata, yaitu:

Golongan
Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata)
I

Golongan
Orang tua dan saudara kandung pewaris.
II

Golongan
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
III

Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan
Golongan
paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek
IV
dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

2
Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli
waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris
meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah
tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang. Dalam Hukum Perdata,
golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika
seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di
bawahnya tidak akan mendapatkan warisan.

Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka
golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan
saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang
berhak menerima warisannya adalah golongan keempat.

B. Kriteria Cakap di Dalam Hukum Perdata

Kecakapan bertindak maupun kewenangan bertindak, keduanya berkaitan


dengan peristiwa melakukan tindakan hukum. Tindakan hukum merupakan
peristiwa sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat mengadakan hubungan
dengan anggota masyarakat yang lain,. Karena tindakan hukum merupakan
tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh manusia, maka perlu pengaturan
tentang kecakapan dan kewenangan bertindak. Pasal 1329 BW mengatakan
bahwa pada asasnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian,
kecuali undang-undang menentukan lain. Karena membuat perjanjian adalah
tindakan yang paling umum dilakukan oleh anggota masyarakat maka dari
ketentuan tersebut bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak,
kecuali undang-undang menentukan lain.

Orang yang dimaksud dalam kecapakapan dalam bertindak sebagai subjek


hukum, yaitu segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan
kewajiban sehingga memiliki kewenangan untuk bertindak. Berlakunya
manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) mulai dari saat ia dilahirkan
dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Seorang bayi yang masih dalam
kandungan ibunya dapat dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si
anak menghendakinya, misalnya untuk menjadi ahli waris. Apabila si anak
meninggal sewaktu dilahirkan maka ia dianggap tidak pernah ada berdasarkan
Pasal 2 KUH Perdata. Namun menurut hukum, setiap orang dianggap cakap
bertindak sebagai subjek hukum, kecuali oleh undang-undang dinyatakan tidak
cakap berdasarkan Pasal 1329 KUH Perdata.

Orang yang cakap adalah orang yang telah dewasa (telah berusia 21 tahun)
dan berakal sehat, sedangkan orang yang tidak cakap adalah orang yang belum

3
dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yang terjadi karena
gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros.Kecakapan seseorang bertindak di
dalam hukum atau untuk melakukan perbuatan hukum ditentukan dari telah
atau belum seseorang tersebut dikatakan dewasa menurut hukum. Kedewasaan
seseorang merupakan tolak ukur dalam menentukan apakah seseorang tersebut
dapat atau belum dapat dikatakan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum. Kedewasaan seseorang menunjuk pada suatu keadaan sudah
atau belum dewasanya seseorang menurut hukum untuk dapat bertindak di
dalam hukum yang ditentukan dengan batasan umur. Sehingga kedewasaan di
dalam hukum menjadi syarat agar seseorang dapat dan boleh dinyatakan
sebagai cakap bertindak dalam melakukan segala perbuatan hukum.

Hukum perdata di Indonesia berlaku bermacam macam patokan umur


dewasa bagi masing-masing golongan penduduk. Undang-undang menentukan
tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaan)
adalah kriteria umum yang di hubungkan dengan keaadaan diri seseorang,
sedangkan berwenang (bevoegd) merupakan kriteria khusus yang di
hubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Seseorang yang
cakap belum tentu berwenang tetapi yang berwenang sudah pasti cakap.

Undang-undang menentukan bahwa untuk dapat bertindak dalam hukum,


seseorang harus telah cakap dan berwenang. Seseorang dapat di katakan telah
cakap dan berwenang, harus memenuhi syarat-syarat yang di tentukan oleh
Undang-undang yaitu telah dewasa, sehat pikiranya (tidak di bawah
pengampuan) serta tidak bersuami bagi wanita.

Kecakapan bertindak merupakan kewenangan umum untuk melakukan


tindakan hukum. Setelah manusia dinyatakan mempunyai kewenangan hukum
maka selanjutnya kepada mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan
hak dan kewajibannya oleh karenanya diberikan kecakapan bertindak. Terkait
dengan hak terdapat kewenangan untuk menerima, sedangkan terkait dengan
kewajiban terdapat kewenangan untuk bertindak (disebut juga kewenangan
bertindak). Kewenangan hukum dimiliki oleh semua manusia sebagai subyek
hukum, sedangkan kewenangan bertindak dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, misalnya faktor usia, status (menikah atau belum), status sebagai ahli
waris, dan lain-lain.

Menurut Pasal 330 KUH Perdata seseorang telah dewasa apabila telah
berumur 21 tahun, dan telah kawin sebelum mencapai umur tersebut.
Kecakapan berbuat dam kewenangan bertindak menurut hukum ini adalah di
benarkan dalam ketentuan Undang-undang itu sendiri, yaitu

1. Seseorang anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat
melakukan seluruh perbuatan hukum apabila telah berusia 20 tahun dan telah
mendapat surat pernyataan dewasa (venia aetatis) yang di berikan oleh presiden,
setelah mendengar nasihat Mahkama Agung (Pasal 419 dan 420 KUH Perdata)

4
2. Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu
setelah mendapat surat pernyataan dewasa dari pengadilan (Pasal 426 KUH
Perdata)

3. Seseorang yang berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat (Pasal 897
KUH Perdata)

4. Orang laki-laki yang telah mencapai umur 15 tahun dan perempuan yang
telah berumur 15 tahun dalam melakukan perkawinan (Pasal 29 KUH Perdata)

5. Pengakuan anak dapat di lakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun
(Pasal 282 KUH Perdata)

6. Anak yang telah berumur 15 tahun dapat menjadi saksi (Pasal 1912) KUH
Perdata)

7. Seseorang yang telah di taruh di bawah pengampuan karena boros dapat :


 Membuat surat wasiat (Paslal 446 KUH Perdata)
 Melakukan perkawinan (Pasal 452 KUH Perdata)
8. Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal :
 Dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan,
pemisahan meja dan ranjang serta menuntut pemisahan harta kekayaan
(Pasal 111 KUH Perdata).
 Membuat surat wasiat (Pasal 118 KUH Perdata)

8. Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal:


 Dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan,
pemisahan meja dan ranjang serta menuntut pemisahan harta kekayaan
(Pasal 111 KUH Perdata).
 Membuat surat wasiat (Pasal 118 KUH Perdata).

Seseorang yang telah cakap menurut hukum mempunyai wewenang


bertindak dalam hukum. Tetapi di samping itu Undang-undang menentukan
beberapa perbuatan yang tidak berwenang di lakukan oleh orang cakap tertentu,
diantaranya :

1. Tidak boleh mengadakan jual beli antara suami dan istri (Pasal 1467 KUH
Perdata) disini suami adalah cakap, tapi tidak berwenang menjual apa saja
kepada istrinya.

5
2. Larangan kepada pejabat umum (hakim, jaksa, panitera, advocat, juru sita,
notaris) untuk menjadi pemilik karena penyerahan hak-hak, tuntutan-
tuntutan yang sedang dalam perkara (Pasal 1468 KUH Perdata).

3. Apabila hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan


ketua, seorang hakim anggota, jaksa, penasihat hukum, panitera, dalam
suatu perkara tertentu ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara
itu, begitu pula ketua, hakim anggota, jaksa panitera, terikat hubungan
keluarga dengan yang diadili ia wajib mengundurkan diri. (Pasal 28 UU.
No.14/1970).

C. Hasil Analisis Kelompok Tentang Ahli Waris

Kasus Posisi :

Hartono usia 60 tahun, memiliki sebidang tanah seluas 300 m2 yang


dibeli pada saat itu Hartono dalam keadaan terikat pernikahan yang sah dengan
Hartini. Pasangan Hartono dan Hartini dikaruniai tiga orang anak yang masing-
masing bernama:

1. Wahono, lahir pada tanggal 17 Maret 1999, namun ia mengalami stroke,


lumpuh separuh, sehat pikiran

2. Wartini, lahir pada tanggal 20 Mei 2001, ia mengalami bisu, tuli, buta, sehat
pikiran.

3. Suryanto, lahir pada tanggal 15 Juli 2007 ia sehat pikiran dan jasmani.

Pernikahan antara Hartono dan Hartini tanpa adanya perjanjian nikah pisah
harta.

Hartono berkeinginan untuk mengangkat Fauzi sebagai ahli waris dengan


ketentuan apabila Hartono meninggal dunia, maka Fauzi akan mewaris
bersama-sama dengan ketiga anak kandungnya tersebut atas sebidang tanah
seluas 300 m2 tersebut.

Hartono mempunyai pesan terakhir manakala kalau meninggal dunia


tetangganya yang bernama Haryadi diberikan uang tunai sebesar Rp
35.000.000,00 untuk dimanfaatkan pergi umroh.

Keinginan Hartono tersebut diutarakan kepada saudara selaku Notaris pada


tanggal 25 Februari 2020. Hartono meninggal dunia pada tanggal 1 Maret 2020.

6
Pertanyaan:

1. Pendapat apa yang harus saudara berikan, berdasarkan keinginan Hartono yang
menghadap kepada saudara pada tanggal 25 Februari 2020?

2. Siapakah yang cakap hukum untuk melakukan perbuatan/tindakan hukum dalam


kasus diatas? Dan siapa yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum?
Berikan dasar hukum nya!

3. Dari Kasus diatas apakah dapat dikatakan berkaitan dengan Hukum Perdata?
Jelaskan Pendapat saudara dan mengapa?

Setelah kami analisis kasus diatas kami mendapat kesepakatan bahwa :

1. Untuk point pertama ini menurut kami jika menjadi notaris adalah kami
mempertanyakan alasan pak hartono memberikan hak waris nya kepada fauzi,
jika alasannya cuma karena anak terakhirnya sehat tapi tidak cukup umur kami
sebagai notaris keberatan jika fauzi ditetapkan sebagai ahli waris. Tetapi jika
status fauzi jelas maka kami sebagai notaris akan membantu pak hartono untuk
membuat perjanjian agar fauzi dapat menjadi ahli waris yang akan menjadi wali
dari ketiga anaknya.

2. Menurut kami dari kasus diatas yang dikatakan cakap hukum yaitu :

- Pak hartono sebelum meninggal, karna sesuai dengan pasal 330 KUH
Perdata yg menyatakan bahwa orang yang sudah dianggap dewasa dan sudah
menikah, karena pak hartono telah berusia 40 tahun dan sudah menikah maka
pak hartono dapat dikatan cakap dalam perbuuatan hukum.

- Istri pak hartono, diatur oleh UU Nomor 1 tahun 1974 bahwa seorng istri telah
cakap melakukan perbuatan hukum.

- Pak Fauzi, karena dia sudah berumur 21 tahun dan sudah dianggap dewasa
dan berakal, dia dipercaya sebagai wali ketiga anak pak hartono karna belum
dewasa sebagai mana diatur dalam pasal 330 ayat 2 KUHPerdata.

Menurut kami dari kasus diatas yang dikatakan tidak cakap hukum yaitu :

- Wahono, karena dia mengalami stroke dan stroke merupakan suatu gangguan
yang menyerang syaraf otak yang mengakibatkan tidak berfungsi otak
sebagian atau seluruhnya, yang menggalami stroke menjadi tidak norma atau
tergaggu jiwanya. Diatur dalam pasal 433 KUH Perdata.

- Wartini, karna dia mengalami cacat fisik jadi dianggap tidak cakap sehingga
memerlukan wali untuk dapat memahami perjanjian.

7
- Suryanto, karna belum dewasa diatur dalam pasal 330 ayat 2 KUH Perdata
mereka yang belum dewasa wajib didampingin wali.

Pasal 433BW (KUH Perdata)orang yang ditaruh dibawah pengampuan sehat


pikiran tetapi mabuk dan pemboros.

3. Menurut kami dapat dikaitkan dengan hukum perdata karna kasus tersebut
membahas tentang ahki waris, sedangkan ahli waris diatur dalam buku II
KUHPer. Jadi sudah jelas kasus tersebut berkaitan dengan hukum perdata.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sengketa pewarisan dapat terjadi karena adanya ketidakadilan dalam


pembagian harta warisan dari Pewaris kepada para ahli warisnya. Meskipun
telah disepakati adanya pembagian warisan pada waktu Pewaris masih hidup,
dan setelah Pewaris meninggal dunia, harta warisan yang seharusnya telah
dibagi secara adil dapat menjadi tidak adil bagi para ahli warisnya, karena selain
membagi harta warisan kepada para ahli warisnya, Pewaris dapat saja
memberikan harta warisan kepada orang lain melalui hibah / testament maupun
melalui penunjukan.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.rumah.com/panduan-properti/ahli-waris-51320
https://pdb-lawfirm.id/kriteria-cakap-di-dalam-hukum-perdata/

10

Anda mungkin juga menyukai