Disusun oleh :
Kelompok 1
Afrijan Efendi 210701181
Ainul Mardiya 210701183
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah menolong hamba-
Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak sanggup menyelesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis
mohon untuk saran dan kritiknya. Terimakasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 1
C. Tujuan Makalah……………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………2
Kesimpulan……………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahli Waris
Golongan
Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata)
I
Golongan
Orang tua dan saudara kandung pewaris.
II
Golongan
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
III
Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan
Golongan
paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek
IV
dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
2
Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli
waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris
meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah
tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang. Dalam Hukum Perdata,
golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika
seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di
bawahnya tidak akan mendapatkan warisan.
Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka
golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan
saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang
berhak menerima warisannya adalah golongan keempat.
Orang yang cakap adalah orang yang telah dewasa (telah berusia 21 tahun)
dan berakal sehat, sedangkan orang yang tidak cakap adalah orang yang belum
3
dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yang terjadi karena
gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros.Kecakapan seseorang bertindak di
dalam hukum atau untuk melakukan perbuatan hukum ditentukan dari telah
atau belum seseorang tersebut dikatakan dewasa menurut hukum. Kedewasaan
seseorang merupakan tolak ukur dalam menentukan apakah seseorang tersebut
dapat atau belum dapat dikatakan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum. Kedewasaan seseorang menunjuk pada suatu keadaan sudah
atau belum dewasanya seseorang menurut hukum untuk dapat bertindak di
dalam hukum yang ditentukan dengan batasan umur. Sehingga kedewasaan di
dalam hukum menjadi syarat agar seseorang dapat dan boleh dinyatakan
sebagai cakap bertindak dalam melakukan segala perbuatan hukum.
Menurut Pasal 330 KUH Perdata seseorang telah dewasa apabila telah
berumur 21 tahun, dan telah kawin sebelum mencapai umur tersebut.
Kecakapan berbuat dam kewenangan bertindak menurut hukum ini adalah di
benarkan dalam ketentuan Undang-undang itu sendiri, yaitu
1. Seseorang anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat
melakukan seluruh perbuatan hukum apabila telah berusia 20 tahun dan telah
mendapat surat pernyataan dewasa (venia aetatis) yang di berikan oleh presiden,
setelah mendengar nasihat Mahkama Agung (Pasal 419 dan 420 KUH Perdata)
4
2. Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu
setelah mendapat surat pernyataan dewasa dari pengadilan (Pasal 426 KUH
Perdata)
3. Seseorang yang berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat (Pasal 897
KUH Perdata)
4. Orang laki-laki yang telah mencapai umur 15 tahun dan perempuan yang
telah berumur 15 tahun dalam melakukan perkawinan (Pasal 29 KUH Perdata)
5. Pengakuan anak dapat di lakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun
(Pasal 282 KUH Perdata)
6. Anak yang telah berumur 15 tahun dapat menjadi saksi (Pasal 1912) KUH
Perdata)
1. Tidak boleh mengadakan jual beli antara suami dan istri (Pasal 1467 KUH
Perdata) disini suami adalah cakap, tapi tidak berwenang menjual apa saja
kepada istrinya.
5
2. Larangan kepada pejabat umum (hakim, jaksa, panitera, advocat, juru sita,
notaris) untuk menjadi pemilik karena penyerahan hak-hak, tuntutan-
tuntutan yang sedang dalam perkara (Pasal 1468 KUH Perdata).
Kasus Posisi :
2. Wartini, lahir pada tanggal 20 Mei 2001, ia mengalami bisu, tuli, buta, sehat
pikiran.
3. Suryanto, lahir pada tanggal 15 Juli 2007 ia sehat pikiran dan jasmani.
Pernikahan antara Hartono dan Hartini tanpa adanya perjanjian nikah pisah
harta.
6
Pertanyaan:
1. Pendapat apa yang harus saudara berikan, berdasarkan keinginan Hartono yang
menghadap kepada saudara pada tanggal 25 Februari 2020?
3. Dari Kasus diatas apakah dapat dikatakan berkaitan dengan Hukum Perdata?
Jelaskan Pendapat saudara dan mengapa?
1. Untuk point pertama ini menurut kami jika menjadi notaris adalah kami
mempertanyakan alasan pak hartono memberikan hak waris nya kepada fauzi,
jika alasannya cuma karena anak terakhirnya sehat tapi tidak cukup umur kami
sebagai notaris keberatan jika fauzi ditetapkan sebagai ahli waris. Tetapi jika
status fauzi jelas maka kami sebagai notaris akan membantu pak hartono untuk
membuat perjanjian agar fauzi dapat menjadi ahli waris yang akan menjadi wali
dari ketiga anaknya.
2. Menurut kami dari kasus diatas yang dikatakan cakap hukum yaitu :
- Pak hartono sebelum meninggal, karna sesuai dengan pasal 330 KUH
Perdata yg menyatakan bahwa orang yang sudah dianggap dewasa dan sudah
menikah, karena pak hartono telah berusia 40 tahun dan sudah menikah maka
pak hartono dapat dikatan cakap dalam perbuuatan hukum.
- Istri pak hartono, diatur oleh UU Nomor 1 tahun 1974 bahwa seorng istri telah
cakap melakukan perbuatan hukum.
- Pak Fauzi, karena dia sudah berumur 21 tahun dan sudah dianggap dewasa
dan berakal, dia dipercaya sebagai wali ketiga anak pak hartono karna belum
dewasa sebagai mana diatur dalam pasal 330 ayat 2 KUHPerdata.
Menurut kami dari kasus diatas yang dikatakan tidak cakap hukum yaitu :
- Wahono, karena dia mengalami stroke dan stroke merupakan suatu gangguan
yang menyerang syaraf otak yang mengakibatkan tidak berfungsi otak
sebagian atau seluruhnya, yang menggalami stroke menjadi tidak norma atau
tergaggu jiwanya. Diatur dalam pasal 433 KUH Perdata.
- Wartini, karna dia mengalami cacat fisik jadi dianggap tidak cakap sehingga
memerlukan wali untuk dapat memahami perjanjian.
7
- Suryanto, karna belum dewasa diatur dalam pasal 330 ayat 2 KUH Perdata
mereka yang belum dewasa wajib didampingin wali.
3. Menurut kami dapat dikaitkan dengan hukum perdata karna kasus tersebut
membahas tentang ahki waris, sedangkan ahli waris diatur dalam buku II
KUHPer. Jadi sudah jelas kasus tersebut berkaitan dengan hukum perdata.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
https://www.rumah.com/panduan-properti/ahli-waris-51320
https://pdb-lawfirm.id/kriteria-cakap-di-dalam-hukum-perdata/
10