Anda di halaman 1dari 4

Contoh kasus Hukum Perdata Internasional.

Posted on Mei 23, 2011 by rinaa26

Kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono.

1. Para Pihak

Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang
merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia.
Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seornag desainer terkemuka
bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di
dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa
busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.

Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd, sebuah
perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel berbintang enam
yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga
Versace yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki saham 50%, Donatella Versace yang
memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki saham sebanyak 30%.

Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap
sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual
produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah
dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga
Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.

2. Kasus Posisi

Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah sebagai berikut:[1]

a) Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE CLASSIS
V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai, dipromosikan serta
terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dna terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga
Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang
Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek
penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.

b) Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang mempunyai
persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik tergugat tersebut
terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik penggugat.

c) Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng
keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati keuntungan
ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas
hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan
Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek.

Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas Merek
Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional.

3. Putusan

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono mengambil
penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15
Tahun 2001 tentang Merek tanpa merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426
pk/pdt/1994. Pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Niaga mengenai persaingan curang adalah :

“ Menimbang bahwa dari Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a contario , terdapat 2
elemen penting untuk menentukan adanya itikad baik yaitu :

- Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;

- Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau menjiplak atau
menumpang ketenaran merek orang lain “

Selain pernyataan mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya Majelis Hakim
memberikan pertimbangan mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut:
“a) Penyesatan tentang asal-usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek dari suatu produk
menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah yang sebenarnya Merek tersebut bukan
berasal dari daerah luar negeri atau dari suatu daerah yang mempunyai ciri khusus tersebut;

b) Penyesatan karena produsen. Penyesatan dalam bentuk ini dapat terjadi karena masyarakat
konsumen yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu produk, kemudian di pasaran ditemukan
suatu produk dengan Merek yang mirip atau menyerupai yang ia sudah kenal sebelumnya;

c) Penyesatan melalui penglihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena kesamaan atau kemiripan
dari Merek yang bersangkutan.

d) Penyesatan melalui pendengaran. Hal ini sering terjadi bagi konsumen yang hanya mendengar
atau mengetahui suatu produk dari pemberitahuan orang lain”

Pertimbangan mengenai tindakan penyesatan yang cukup rinci tersebut memang tidak terdapat
dalam Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek maupun dalam Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No.426/PK/PDT/1994. Interpretasi mengenai tindakan penyesatan ini merupakan
interpretasi ekstensif dari istilah menyesatkan konsumen yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 4
Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek. Interpretasi terhadap istilah dalam undang-
undang ini bukanlah menjadi tugas Hakim semata, para ilmuwan sarjana hukum pun dapat
melakukan interpretasi, terutama bagi para pengacara yang mewakili kepentingan para pihak di
pengadilan. Boleh dikatakan bahwa setiap undang-undang perlu dijelaskan atau ditafsirkan terlebih
dahulu sebelum dapat diterapkan pada peristiwanya.

4. Analisis singkat Putusan

Berdasarkan kompetensi para pihak yang bersengketa di pengadilan, hal-hal yang dapat dianalisis
antara lain :

a) Pihak penggugat yang berkewarganegaraan Italia merupakan unsur asing dalam sengketa ini,
dengan adanya unsur asing inilah permasalahan Hukum Perdata Internasional timbul. Titik pertalian
primernya adalah kewarganegaraan, yang mana kewarganegaraan penggugat dan tergugat berbeda.
Selanjutnya, titik taut sekundernya adalah lex loci, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum
Indonesia sesuai dengan tempat di mana kegiatan dagang atau industri tersebut berjalan.
b) Penggugat yang merupakan warga negara dari negara lain peserta Konvensi Paris tentunya
harus mendapat perlakuan yang sama seperti warga negara nasional terhadap perlindungan atas
persaingan curang, hal ini sesuai dengan klausul timbal balik.

c) Penggugat yang merupakan badan hukum berkewarganegaraan Italia ini dapat menuntut
halnya di depan pengadilan.

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kasus ini, anda dapat menghubungi LBH Masyarakat.

Sekilas Tentang LBH Masyarakat

Organisasi masyarakat sipil nirlaba yang bergerak di bidang bantuan hukum dengan mengemban
misi untuk mengembangkan potensi hukum yang dimiliki oleh masyarakat untuk melakukan gerakan
bantuan hukum mandiri serta penyadaran hak-hak warga negara dari dan untuk masyarakat. LBH
Masyarakat memiliki program kerja utama sebagai berikut: (1) pemberdayaan masyarakat melalui
penyuluhan hukum, penyadaran hak-hak masyarakat, pemberian informasi mengenai hukum dan
hak masyarakat serta pelatihan bantuan hukum bagi masyarakat; (2) advokasi kasus dan kebijakan
publik; (3) penelitian permasalahan publik.

Anda mungkin juga menyukai