Anda di halaman 1dari 4

Kasus Perdata Internasional Sengketa merek antara Gianni

Versace S,p.A melawan Sutardjo Jono


Kelompok : Fernando yongky 010001800193
Fikri ramdani 010001800197
Made Belisky Mahardika 010001800278
Faritza ardeanny 010001800311
Contoh kasus Hukum Perdata Internasional.
Kasus Gianni Versace S,p.A melawan Sutardjo Jono.
1. Para Pihak
Para pilhak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A,
sclaku penggugat yang merupakan badan hukum yang did inikan menurut Undang-
Undang Italia dan berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan
pada tahun 1978 oleh seorang desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni
Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini
mend esain, memp roduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana,
perhiasan, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan
Sunland Group Ltd, sebuah perusahaan ter kemuka Au stralia membuka "Pall azo
Versace", yaitu sebuah hotel berbintang enam yang ter letak di Gold Coast Australia.
Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari
Allegra Beck Versace yang memiliki saham 50%, Donatella Versace yang memil iki
sahamm 20% dan Santo Versace yang memiliki saham sebanyak 30%.
Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella
Versace merangkap sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi, Giannni Versace S.p.A
selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada
produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak
tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan
di Medan
2. Kasus Posisi
Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p. A melawan Sutardjo Jono adal ah sebagai
berikut:
a) Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merck 'VERSUS", "VERSACE",
"VERSACE CLASSIS V?" dan "VERSUS VERSACE', yang mana Merek-Merek
tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak
tahun 1989 dan terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat
berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang
disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan
25.
b) Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek "'V2 VERS! VERSUS"
yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat
dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan
Merek-Merek milik penggugat,
c) Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak
membonceng keterkenalan Merek-Merek mulik penggugat sehingga tergugat
dapat menikmati keunt ungan ekonomi dengan mudah atas penjualan
produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya
permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan atas hal ini
seharusnya permohonan penda ftaran Merek milik tergugat ditolak berdasar kan
Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No, 15 Tahun 200 1 tentang Merek.
Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini menu pak an
pemboncengan atas Merek Terkenal yang dilakuk an oleh warga ne gara nasional.
3.Putusan
Majelis Hakim Pengadil an Niaga pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan
Sutardjo Jono mengambil penafsiran persaingan curang berdasar kan ketentuan
Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merck tanpa merujuk
pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426 pk/pdv/1 994. Pernyat aan Majelis
Hakim Pengadilan Niaga mengenai persaingan curang adalah :"Menimbang bahwa dari
Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a contario , terdapat 2 elemen
penting untuk menentukan adanya itikad baik yaitu :
Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;
Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau menj iplak
atau menumpang ketenaran merek orang lain "Selain pernyataan mengenai permasa
lahan persaingan curang, lebih jauhnya Majelis Hakim memberikan pertimbangan
mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut:
a) Penyesatan tentang asal-usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek
dari suatu produk menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah
yang sebenarnya Merek tersebut bukan berasal dari daerah Iuar negeri atau dari
suatu daerah yang mempunyai ciri khusus tersebut;
b) Penyesatan karena produsen. Penyesatan dalam ben tuk ini dapat terjadi karena
masyarakat konsumen yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu produk,
kemudian di pasaran ditemukan suatu prod uk dengan Merek yang mirip atau
menyerupai yang ia sudah kenal sebelumnya;
c) Penyesatan melalui pengl ihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena kesamaan
atau kemiripan dari Merek yang bersangkutan.
d) Penyesatan melalui pendengaran. Hal ini sering terjadi bagi konsumen yang
hanya mendengar atau mengetahui suatu produk dari pemberitahuan orang lain"
Pertimbangan mengenai tindakan penyesatan yang cukup rinci tersebut memang
tidak terdapat dalam Undang- Undang No, 15 tah un 200 1 tentang Merek
maupun dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.426/PK/PDT/1 994.
Interpretasi mengenai tindakan penyesatan ini merupakan interpretasi ekstensif
dari istilah menyesatkan konsumen yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 4
Undang- Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Interpretasi terhadap
berjalan. istilah dalam undang-undang ini bukanlah menjadi tugas Hakim
semata, para ilmuwan sarjana hukum pun dapat mel akukan interpretasi,
terutama bagi para pengacara yang mewakili kepentingan para pihak di
pengadilan. Boleh dikatakan bahwa setiap undang-undang perlu dijelaskan atau
ditafsirk an terle bih dahulu sebelum dapat diterapkan pada peristiwanya.
4.Analisis singkat Putusan
Berdasarkan kompetensi para pihak yang bersengketa di pengadilan, hal-hal yang
dapat dianalisis antara lain :
a) Pihak penggugat yang berkewarganegaraan Italia merupakan un sur asing
dalam sengketa ini, dengan adan ya unsur asing inilah permasa lahan Hukum
Perdata Intemasional timbul. Titik pertalian primernya adalah kewarganeg araan,
yang mana kewarg anegaraan penggugat dan tergugat berbeda. Selanjutnya,
titik taut sekundernya adalah lex loci, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum
Indonesia sesuai dengan tempat di mana kegiatan dagang atau industri tersebut
b) Penggugat yang merupakan warga negara dari negara lain peserta Konvensi
Paris tentunya harus mendapat perlakuan yang sama seperti warga negara
nasional terh adap perlindungan atas persaingan curang, hal ini sesuai dengan
klausul timbal balik.
c) Penggugat yang merupakan badan hukum berkewarganegaraan Italia ini dapat
menuntuthalnya di depan pengadilan, Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai
kasus ini, anda dapat menghubungi LBH Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai