Anda di halaman 1dari 12

PENDIDKAN PANCASILA

RESUME

Nama :Made Bellisky Mahardika


Nim :010001800278
Dosen :Trubus Rahardiansya
UNDANG UNDANG DASAR 1945 FORMULASI DAN
IMPLEMENTASINYA

A. Pengertian Hukum Konstitusi

HUKUM KONSTITUSI adalah himpunan norma atau kaidah konstitusi suatu


negara. Maksud dari definisi ini menyiratkan bahwa hukum konstitusi merupakan
dokumen yang berisi norma atau kaidah kaidah hukum untuk mengoprasionalkan
penyelenggaraan kekuasaan negara

Menurut pandangan AV DICEY dapat dikatakan secara konseptual Hukum


Konstitusi ( HK ) adalah dornma atau kaidah hukum yang mengkaji yang tersurat
dan tersirat didalam pasal pasal uud. Pengertia Hukum Konstitusi ini dapat
dikatakan pengertian yang sempit.

Hukum Konstitusi indonesia yang memiliki pengertan yang luas dianut oleh
soehardjo ( Guru Besar UNDIP ). Ia berpendapat bahwa hukum konstitusi tidak
terbatas pada UUD saja tetapi termasuk ketetapan-ketetapan MPR dan UU yang
mengatur fungsi, wewenang, kewajiban, hubungan lembaga lembaga maupun
negara.

B. Hubungan Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi

Ada empat pandangan para ahli hukum dala memahami hubungan antara
Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi, dapat dikaji seperti di bawah ini;
1. Djokosoetono, lebih menyukai penggunaan istilah Jerman, Vefassunglehre
(Teori Konstitusi) dari pada istilah vefassungrecht (Hukum Tata Negara
Positif).

Menurut Djokosoetono Hukum Konstitusi sama dengan Hukum Tata Negara,


sedangkan Teori Konstitusi lebih luas, karena mengkaji juga aspek politik dan
sosial budaya yang mempengaruhi Hukum Tata Negara baik dalam teori
maupun praktek.

2. Di antara ahli Hukum (Bagir Manan ;2004:5), berpendapat bahwa istilah


Huum Tata Negara yang berasal dari terjemahan bahasa inggris constitutional
Law dikatakan identik atau sama dengan Hukum Konstitusi.

3. Pendapat yang secara jelas atau tajam membedakan Hukum Tata Negara dan
Hukum Konstitusi didasarkan pada pandangan bahwa dari segi istilah Hukum
Tata Negara dianggap lebih luas dari pada Hukum Konstitusi.

4. Jika dicermati perbedaan Hukum Tata Negara dan Hukum Konstitusi tidak di
prinsipil, akan tetapi hanya perbedaan gradual.

C. Sumber Hukum Mempelajari Hukum Konstitusi

Perlu di pahami bahwa pengertian sumber hukum berbeda dengan pengertian dasar
hukum, landasan hukum dan payung hukum. Dasar hukum dalam bahasa inggris di sebut
the legal basis atau the legal ground, yaitu norma hukum yang mnedasari suatu tindakan
atau perbuatan hukum, sehingga dapat dianggap atau dapat dibenarkan menurut hukum.
Dibeakan sumber hukum formal dari segi bentuknya yang menunjukan tempat dari mana
asal suatu norma hukum. Contoh sumber Hukum formal, mencakup :
1. Peratutan perundang undangan
2. Adat kebiasaan
3. Traktat atau perjanjian dengan negara lain, baik bilateral atau unilateral
4. Yurisprudensi atau kumpulan putusan hakim dan
5. Doktrin Hukum atau pendapat para ahli hukum terkemuka.

Sumber hukum materil, dilihat dari isinya yakni berbagai faktor non yuridis yang
mempengaruhi atau materi muatan suatu aturan atau produk hukum. Seperti faktor
filosofis, idieologi, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.
KONSTITUSIONALISME DAN KONSTITUSI

A. Doktrin Konstitusionalisme Dalam Perkembangan

Konstitusionalisme diartikan paham tentang pemerintahan menurut konstitusi


atau secara singkat disebut negara konstitusional. Dalam dunia keilmuan paham ini,
doktrinya mengalami perkembangan dari doktrin klasik meliputi; Yunani kuno,
Romawi kuno, sampai dengan zaman modern, berturut turut di urai di bawah ini:

1. Doktrin konstitusionalisme klasik


Diwarnai oleh tiga pemahaman yang berbeda karena perbedaan filosofi dari
setiap zamanya, mencakup:
a. Zaman Yunani Kuno
b. Zaman Romawi
c. Abad Pertengahan
2. Doktrin Konstitusional Modern
Dilandasi oleh filosofi kebangsaan, kebebasan dan persamaan, dipicu oleh
revolusi amerika dan revolusi prancis, lahir berbagai pandangan doktrin
konstitusionalisme modern, yang intinya pemerintahan berdasar konstitusi
dengan ciri utamanya :
a. Pembatasan Kekuasaan Pemerintahan
b. Pemerintah Yang Tidak Sewenang-wenang
c. Pemerintah Yang Bertanggung jawab serta akuntabel kepada rakyat

B. Konsep, Kedudukan, Karakter dan Fungsi Konstitusi


1. Konsep konstitusi
Definisi pakar konstitusi, dari pemikir klasik, zaman yunani kuno dan zaman
romawi kuno sampai pemikir modern, berturut turut di urai di bawah ini
a. Aristoteles (yunani kuno)
Dalam bukunya yang berjudul POLITICS, menegaskan ; suatu
konstitusi atau politik mungin dapat di definisikan sebagai organisasi dari
polis yang dihormati oleh pejabat pejabatnya pada umumnya, bahkan juga
di taati oleh pejabat pejabat khusus yang berdaulat dalam seluruh
tindakannya.

Tampak dari definisi klasik aristoteles dalam pemikiran tentang Negara


dan Hukum, bahwa konstitusi adalah Polis atau Negara kota itu sendiri
yang mengatur keseluruhan hidup warganya baik kehidupan spiritual
keagamaan maupun materil kebendaan.

b. Cicero (romawi kuno)

Dalam bukunya yang berjudul DE LEGIBUS menulis terjemahan


bebas dapat dirumuskan : kehendak pihak yang memerintah secara aktual atau
sesungguhnya adalah hukum, suatu pemerintah kaisar dalam bentuk aktual
suatu aturan hukum.

2. Kedudukan, Karakter, dan Fungsi Konstitusi

Kedudukan, karkter atau sifat khas serta fungsi konstitusi tidak dapat di
pisahkan, bahkan ada kemungkinan uraian yang tumpang tindih. Namun dibawah ini
akan di urai secara sistematis dan berurutan:

a. Kedudukan konstitusi

Dari beragam pengertian konstitusi dapat di identifikasikan tiga


kedudukan dari konstitusi suatu Negara.

1. Dilihat dari posisi konstitusi sebagai hukum dasar mengandung


norma norma dasar yang mengarahkan bagaimana pemerintah
mendapatkan kewenangan mengorganisasikan penyelenggaraan
kekuasaan Negara.
2. Segi hirarki peraturan perundang undangan konstitusi sebagai
hukum tertinggi kedudukanya kuat; artinya produk hukum
lainya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, dan kalau
bertentangan harus dibatalkan.
b. Karakter Konstitusi

Karakter berarti cirri atau sifat khas dari suatu konstitusi, dapat di
cermati dari substansi konstitusi yang sifatnya hanya memuat materi
pokok saja, dari cara perubahan, ada konstitusi yang sulit prosedur
perubahanya, di klarifikasi konstitusi yang bersifat rigit (syarat quorum
untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi itu sangat berat, misalnya
siding yang harus dihadiri oleh dua atau tiga badan yang berwenang
melakukan perubahan, seperti perubahan UUD 45 menurut ketentuan pasal
37 ayat 3 UUDN RI th. 1945, sedangkan konstitusi yang prosedur
perubahanya sederhana dan mudah, diklarifikasi sebagai konstitusi yang
bersifat fleksibel (luas).

Secara lebih mendalam, karakter konstitusi juga ditentukan oleh


model dari konstitusi. Ada tiga model konstitusi, yaitu ;

1. Model konstitusi bersifat skuler dan non-skuler.


2. Model konstitusi yang legitimasinya ditentukan oleh organ
organ formal dan membuka akses yang luas bagi partisipasi
masyarakat.
3. Model konstitusi Negara serikat dan Negara kesatuan
berbeda dalam karakternya.

c. Fungsi konstitusi

Marseveen member makna bahwa fungsi konstitusi memiliki arti


penting atau signifikan dalam menentukan prilaku politik, lega power atau
kewenangan badan badan pemerintahan, dan pembagaian kekuasaan. Ia
menjelaskan empat fungsi umum konstitusi yaitu:

1. Fungsi transformasi
2. Fungsi infomrasi
3. Fungsi regulasi
4. Fungsi kanalisasi
C. Teori Pembentukan, Kekuatan Mengikat dan Perubahan Konstitusi

1. Teori Pembentukan Konstitusi

Pembentukan konstitusi di artikan penetapan yang dilakukan oleh


lembaga Negara yang berwenang. Menurut james Bryce ada empat motif yang
dikatakan merupakan alasan ditetapkanya suatu konstitusi, yaitu:

a. Ide dari raja


b. Kehendak dari rakyat
c. Kehendak pembentuk Negara baru
d. Ide yang tumbuh kembang pada Negara serikat

Mencermati keempat motivasi pembentukan konstitusi dari James


Bryce itu, bagi bangsa Indonesia pembentukan UUD 1945 (ditetapkan 18
Agustus 1945) adalah motif ketiga ide pembentuk Negara yakni panitia
persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) agar kita memiliki system
ketatanegaraan Indonesia yang permanen.

Dari hasil penelitian tentang sejarah ide konstitusi, dicatat ada dua
sumber yang dapat di katakan memotivasi lahirnya konsepsi konstitusi, yaitu:

a. Teori kontrak yang dikembangkan dalam banyak variasi oleh


pemikir pemikir inggris dan prancis abad ke XVIII
b. Royal charter, khusunya yang di keluarkan oleh Monarkhi Inggris,
sebagai dasar konstitusi di tentukan berlau bagi Negara jajahan
sebelum menyataka kemerdekaannya.

Dari sumber motivasi lahirnya konsepsi konstitusi itu dapat dikatakan


ada tiga cara pembentukan konstitusi tertulis atau UUD, yaitu :

a. UUD yang di oktroikan, UUD yang di tetapkan oleh Raja


berdasarkan asas kedaulatan Raja.
b. UUD yang ditetapkan berdasarkan kontrak atau perjanjian antara
raja dan rakyat disebut verdrag constutitie atau factum, berisi
penetapan hak hak rakyat dan pembatasan kekuasaan absolute raja
sehingga lahir prinsip prinsip Monarkhi konstitusional.
c. UUD yang tetapkan oleh rakyat berdasarkan kedaulatan rakyat.

2. Teori Kekuatan Mengikat Konstitusi

Dari study konstitusi yang penulis lakukan paling sedikit ada tiga teori
kekuatan mengikat dari konstitusi yang berakal pada airan filsafat yang paling
berpengaruh yaitu:

1) Teori hukum alam yang berakar pada filsafat hukum alam


2) Teori positivisme yang berakar pada filasafat postivisme hukum
3) Teori sosiologis berakar pada aliran sosiologi.

Teori positivisme Hukum, bahwa konstitusi sebagai hukum positif


tertinggi merupakan susunan hirarki dari hubungan-hubungan normatif.

Notonagoro berpendapat; Pancasila memenuhi syarat menempati status


sebagai Taat Fundamentale Norm, karena :

a. Terjadinya atau lahirnya : oleh pembentukan Negara


b. Isinya : dasar Negara yang memuat asas kerohanian negara,
asas politik Negara, tujuan Negara.

Peraturan perundang-undangan memiliki susunan hirarki sebagaimana


diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2004, sebagai berikut :

 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


 UU/Perpu
 PP
 Perpres
 Perda
 Perda Provinsi
 Perda Kabupaten/Kota
 Perda Pemerintah Desa
Teori Sosiologis, inti ajarannya bahwa kekuatan mengikat konstitusi
tidak tergantung karena ditetapkan oleh badan yang berwenang, akan tetapi
karena konstitusi itu diterima dan ditaati oleh rakyat.

3. Teori Perubahan Konstitusi

Perubahan dalam istilah asing (inggris) mencakup dua pengertian,


yaitu:

a. Constitutional amandement, mengamandemen konstitusi berupa


penambahan bab, pasal, ayat (addition) dan perbaikan (revision), serta
pencabutan atau penghapusan bab, pasal dan ayat (repeal).
b. Constitutional reform yakni pembaruan konstitusi atau dikenal sebagai
constitutional renew.

Tim Kajian Amandemen FH Universitas Brawijaya, mengidentifikasi


“perubahan UUD” mengandung 4 arti, yaitu :

a) Menambah atau mengurangi redaksi dan/atau isi UUD menjadi


lain dari semula.
b) Mengubah redaksi dan/atau isi UUD sebagian atau seluruhnya.
c) Memperbaharui UUD dengan cara merinci dan menyusun
ketentuannya menjadi lebih jelas, tegas, dan sistematis.
d) Pembaharuan sendi-seni bernegara, seperti dasar benegara, bentuk
Negara, da bentuk pemerintah.

Dari tiga konstitusi yang pernah berlaku di Negara Republik Indonesia,


sesuai dengan ketentuan UUD 1945 ditentukan dalam Pasal 37 UUD 1945,
perubahan merupakan wewenang MPR,KRIS, 1949 mengatur dalam Pasal 190
bahwa perubahan dilakukan dengan UU Federal (oleh Pemerintah, DPR dan
Senat) dan UUD 1950 nampaknya menganut cara perubahan konstitusi oleh
badan khusus yang hanya berwenang mengubah UUD, jadi yang dianut teori
perubahan konvensi khusus (Pasal 140 UUDS 1950).
4. Karakter Norma Hukum Konstitusi
Norma adalah pola atau standar dari suatu aturan yang perlu diikuti
atau ditaati dalam prilaku hidup bermsyarakat, berbangsa dan bernegara.
Norma hukum merupakan unsure pokok dari peraturan perundangan-
undangan, termasuk ketentuan suatu konstitusi.

Dari segi isi, norma menurut Hans Kelsen bersifat :

a. Memerintah
b. Melarang
c. Menguasakan
d. Membolehkan
e. Menyimpang dari ketentuan

Dengan mengutip pandangan Von Kisch, Djokosutono,


mengemukakan sifat norma hukum, sebagai berikut:

1) Imperatif, norma ang bersifat memaksa atau memerintahkan


dengan disertai ancaman sanksi bagi yang melanggarnya,
2) Indikatif, norma yang bersifat menunjuk atau menegaskan,
3) Optatif, norma yang bersifat ideal untuk mewujudkan ketentuan
yang diidealkan.

Karakter norma konstitusi lebih dominan sifatnya indikatif dan optatif


daripada imperative, karena itu konstitusi tidak mengatur ancaman sanksi
yuridis dalam ketentuan pasal-pasalnya, namun lebih bersifat penciptaan
norma.

Kedudukan norm hukum konstitusi dicermati dari heirarki norma,


dapat dirujuk pendapat Hans Naviasky, ajarannya mengenai “Die Theorie
vom Stufenaufbau” dalam bukunya (Algemeine Rechtslehre als System Lichen
Grungbegriffe,1948: 27), Ada 4 tingkatan norma Hukum, yaitu :

a) Pokok-pokok kaidah fundamental Negara atau norma dasar


Negara.
b) Norma Konstitusi
c) Norma Undang-undang
d) Aturan pelaksanaan atau aturan otonom.
5. Materi Muatan atau Isi Konstitusi

Istilah materi muatan berasal dari alih bahasa Belanda yakni kata het
onderwerp, yang artinya isi kandungan atau substansi peraturan perundang-
undangan, termasuk kandungan isi atau substansi peraturan perundang-
undangan, termasuk kandungan isi atau substansi konstitusi.

KC Wheare, mengemukakan materi muatan Konstitusi minimal


mencakup :

a. Susunan pemerintahan, yakni tentang lembaga legislative,


lembaga eksekutif, dan lembaga yudisial.
b. Hubungan timbal balik antara lembaga Negara tersebut satu
sama lain.
c. Hubungan antara lembaga-lembaga Negara dengan masyarakat
atau warga Negara.
d. Pernyataan perlingdungan hak hak warga Negara.
e. Tujuan atau cita-cita politik Negara atau bangsa.

6. Teori Penafsiran Konstitusi

Konstitusi tertulis, seperti UUD 1945, yang merupakan kesepakatan


politik rakyat Indonesia, juga memiliki keuntungan-keuntungan, dapat
diidentifikasi antara lain :

a) Ide dasar tentang Negara yang dalam ilmu hukum dinamakan


grondnorm tercermin secara nayat dan obyektif.
b) Setiap warga Negara dapat menelaah dan menggunakannya sebagai
tolak ukur terhadap tindakan dan perilaku politik, masih sesuai atau
tidak dengan ide dasar yang sudah ditetapkan.
c) Ukuran-ukuran itu tidak mungkin untuk ditafsirkan atau
diinterprestasikan menurut kemauan subjektif penguasa.

Jimly Asshidhiqie, mengemukakan di satu sisi teori penafsiran


konstitusi dan dipihak lain aliran-aliran penafsiran konstitusi. Yang diurai
dibawah ini :
1) Teori formalisme atau instrumentalisme, merupakan pemikiran
pra-klasik, sebeum kemerdekaan Amerika sampai tahun-tahun
awal abad ke 20.
2) Teori Realisme hukum
3) Teori Post Realis.

Aliran-aliran penafsiran konstitusi, mencakup :

1. Originalisme.
2. Aliran Kontekstualisme Nilai-Nilai Dasar.
3. Kearah konvergensi.

Anda mungkin juga menyukai