Anda di halaman 1dari 4

Penyelenggaran Pemerintahan dari Prespektif Metafisik Pemimpin

(kajian naratif terhadap pemimpin kab. Sikka periode 2018-2023)

Oleh: Sebastianus G. Duminggu

1.1. Penyelenggaraan Pemerintahan dari perspektif metafisik.


Perspektif metafsik adalah bentuk pemikiran jangka panjang. Maksud dari pernyataan
tersubut dikarenakan, prespektif metafisik memiliki pemikiran diluar dari logika manusia
pada umumnya. Ketika manusia pada umumnya berpikir secara logika biasa, orang yang
memiliki prespektif metafiisik sebaliknya memiliki pemikiran yang imajinatif, melibatkan
kreatifitas dan berpikir melampaui waktu. Jika imajinasi, kreatifitas dan pemikiran lintas
waktu dilibatkan dalam pikiran, maka pemikiran tersebut akan berumur panjang, dan
berhasil. Keadaan tersebut dimaksudkan ketika melibatkan seorang pemimpin yang memiliki
pemikiran jangka panjang (Prespektif Metafisik).
Jika seorang pemimpin pemerintahan memiliki prespektif metafisik, maka masyarakat
yang dipimpinya memiliki kreatifitas dan dan imajinasi yang baik untuk mensejahterakan
kehidupan mereka sendiri. Prespektif metafisik tersebut memiliki beberapa ciri sikap
kepemimpinan. Seorang pemimpin harus memiliki sikap yang ralistis, maksudnya adalah
seorang pemimpin haruslah melihat ralita kehidupan masyarakatnya. Hal tersebut
dimaksudkan agar, pemimpin kenal dan peka, terhadap problematika yang dihadapi
masyarakatnya, sehingga timbulah solusi (keinginan) untuk menyelesaikan problematika
tersebut.
Seorang pemimpin harus memiliki pemikiran yang out of the box. Pernyataan
pemikiran out of the box adalah pemikiran yang melampauhi pemikiran manusia pada
umumnya. Pemikiran ini dimaksudkan ketika seorang pemimpin mampu berpikir luar biasa,
dalam arti, mampu berpikir berbeda dengan tujuan demi kebaikan kemanusiaan. Seoarang
pemimpin harus memiliki pemikiran yang logis, dengan penalaran yang masuk akal.
Kenyataan dari cara berpikir ini, adalah logika dari reailta kehidupan. Seoarang pemimpin
harus logis, untuk mepertanggung jawabkan apa yang dilakukan nya.
Seorang pemimpin harus memili pemikiran yang estetis. Pemeikiran yang estetis yang
dimaksud bukan mengenai keindahan alam, melainkan keindahan yang universal. Pemimpin
pemerintahan harus bisa menciptakan keindahan penyelenggaraan kerja (keunikan). Seorang
pemimpin harus memiliki pemikiran dalam aspek pengetahuan. Pemimpin pemerintahan,
harus memperhatikan dan memperkaya SDM msayrakatnya. SMD tersebut kemuduian,
menjadi daasar kemajuan dan perkebangan masyarakat.

1.2. Contoh aspek metafisik dalam Pemerintahan daerah Kabupaten Sikka

Contoh pemikiran metafisik dalam pemerintahan daerah kabupaten Sikka adalah


rencana pembangunan Mall di kota Maumere, dimana selama pemerintahan Bupati sebelum-
sebelumya tidak dilakukan. Rencana pembangunan mall ini, bertujuan untuk kemajuan
perekonomian lokal, dalam hal penjulan hasil produk dan kesenian local. Selain itu, tujuan
pembangunan tersebut menarik wisatawan luar dan tentu saja ketersediaan lapangan
pekerjaan untuk masyarakat lokal.

Perihal rencana pembangunan mall yang sudah dilakukan oleh Bupati Sikka, adalah
bentuk pemikiran yang melibatkan aspek metafisik, dimana Bupati Sikka memiliki pemikiran
ketika dimasa depan, mall tersebut akan sangat berguna bagi masyrakat Sikka. Rencana
pembanggunan ini sudah terealisasikan dengan adanya investor yang sudah menyetujui
pembangunan dan surat ijin pembanguan yang sudah diajukan.

2.1. Penyelenggaraan pemerintahan dari perspektif estetik.

Prespektif estetika dalam pemerintahan sangat dibutuhkan demi integritas hasil


pekerjaan dari pemerintahan itu sendiri. Aspek prespektif keindahan yang dimaksud bukan
merupakan keindahan dalam bentuk seni (art) sesungguhnya. Seni yang dimaksud adalah,
bagaimana pemerintah secara pemikiran seni, mengelolah tata-kelolah ruang (bangunan),
memasukan peran Seni budaya lokal dalam pemerintahan yang dilakukan, sehingga
menjadikan daerah dan masyrakatnya, menjadi maju dalam bidang seni.

Seorang pemimpin pemerintahan harus memiliki prespektif estetika dalam pelaksanaan


pemerintahanhannya. Hal tersebut dilakukan dengan cara, pembangunan gedung yang
memiliki karakter seni (budaya lokal), misalnya gedung pemerintahan yang berbentuk dan
berornamen budaya lokal. Selain itu tata-kelola ruang dan lingkungan yang asri, hijau serta
bersih sehingga nyaman dan damai bagi masyarakat dan pemerintahan itu dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.

Karakter prespektif estetika yang selanjutnya adalah mencintai seni budaya lokal serta
menjaga keasrian dan kelestarian seni budaya itu sendiri. Seni budaya lokal sangat
berpengaruh bagi perkembangan masyarakat lokal, baik itu perkembangan ekonomi, sosial
dan budaya itu sendiri. Dari sisi ekonomi, seni budaya lokal memiliki daya jual keluar
daerah, baik itu nasional maupun iternasional. Dari sisi sosial, penjagaan kelestarian
kesenian ini, memiliki nilai bagi masyarakat daerah yaitu sebagai bentuk karakter, jiwa dan
peninggalan yang berharga. Dari segi budaya, tentu saja penjagaan kelestarian seni budaya
ini, bermanfaat bagi kelestarian budaya lokal itu sendiri, sehingga masyrakat lokal tidak
kehilangan jati dirinya.

2.2. Contoh aspek estetik ini di pemerintahan daerah anda.

Di kabupaten Sikka, saya masih belum menemukan realisasi dari aspek pemikiran
pemerintah yang estetika. Hal ini, bukan atas dasar tanpa sebab karena sebuah opini. Yang
saya dapati adalah, pembangunan infrastruktur daerah Sikka masih amburadul. Saya tidak
menemukan sedikitpun infrastruktur bangunan yang memiliki sifat seni budaya lokal.
Tatakelola ruang kota daerah Sikka sama tidak konsistenya juga, tidak jelas kemana tata kota
Kabuapten Sikka mau diarahkan. Perkotaan yang tidak rapih dari segi tata ruang kota,
lingkungan kota yang masih buruk dari pengolaan kebersihan (sampah), pepohonan yang
kalah bersaing dengan tiaang-tiang listrik maupun Telkom, pohon yang ditebang karena
menghalangi kabel listrik (penghijauan). Akhirnya, saya menyimpulakan, asen estetika di
kabupaten Sikka masih sangat kurang diterapkan apalagi dihargai atau dicintai. Saya sedikit
khawatir, apakah aspek estetika pemerintahan yang berbudaya seni lokal belum diterapkan
ataukah memang tidak mauditerapkan, dan kian lama, masyarakat Sikka menjadi kelompok
tanpa budaya, tanpa jati diri, tanpa jiwa, hingga akhirnya hilang.

3.1. Realisasi kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah Sikka untuk melayani
masyarakat.

Dari hasil pengamatan (observasi) langsung, penulis memiliki beberapa kesimpulan


mengenai relisasi dari kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah Sikka untuk melayani
masyarakatnya sendiri.

Pertama, realisasi kewengan pemeritahan daerah Sikka bisa dikatakan sebagian kecil
sudah dilaksanakan, hal tersebut sudah dibuktikaan dengan terlaksananya sedikit dari
sebagian program kerja pemerintah daerah Sikka sekarang ini. Penilaian akan realisasi ini,
masih sedikit oleh penulis, karena masih ada bebrapa yang belum direalisasikan. Pada
kenyataannya, pembanguan yang sudah direalisassikan, masih bersifat “realisasi” itu sendiri,
maksudnya adalah, pemeritah daerah hanya mengiplementasikan bentuk realisasi dari
pembanguan itu sendiri, tanpa berpikir dan menganalisis perkembangan ataupun meanjemen
perawatan akan bangunan itu sendiri, agar kokoh dimasa depan. Realisai kewenangan
terhadap masyrakat seperti ini memang nilainya sudah dilaksanakan, tetapi permasalahan nya
belum selesai, karena sifat jangka panjang dari realisasi tersebut belum disentuh.

3.2. Apakah ada penyalahgunaan kewenangan dalam melayani masyarakat Sikka

Penyalahgunaan kewenangan merupakan penyimpangan normatif. Penyalagunaan


kewenagan bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Bersifat langsung jika dilakukan
langsung dan dapat dibuktikan, bersifat tidak langsung jika terselubung, tidak terlihat.
Menurut observasi penulis, penggunaan wewenang oleh pemerintah daerah Sikka belum
memasuki tahap penyalahgunaan wewenang yang bersifat langsung dan tidak langsung.

Anda mungkin juga menyukai