Anda di halaman 1dari 71

MATERI KULIAH KIMIA TEKNIK

OLEH :
HIJRAH AMALIAH AZIS, ST.,MT

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
MAKASSAR
2017
DAFTAR ISI

Bab I Pengantar Ilmu Kimia


- Pendahuluan
- Materi, unsur, senyawa dan campuran

Bab II Struktur Atom, SPU


- Struktur atom
- Konfigurasi elektron
- Sistem periodik unsur ( SPU )

Bab III Stoikiometri


- Hukum dasar ilmu kimia
- Massa atom dan massa rumus
- Konsep mol
- Persamaan reaksi

Bab IV Ikatan Kimia


- Ikatan ion
- Ikatan kovalen
- Ikatan logam
- Ikatan koordinasi
- Ikatan hydrogen

Bab V Larutan
- Sifat dasar larutan
- Cara menyatakan konsentrasi larutan
- Sifat koligatif larutan
- Kelarutan dan hasil kali kelarutan
- Larutan elektrolit dan non elektrolit

Bab VI Reaksi Redoks dan Elektrokimia


- Pengertian redoks
- Penyetaraan redoks
- Penerapan sistem elektrokimia

Bab VII Kesetimbangan Kimia dan Laju Reaksi Kimia


- Teori asam basa
- Konstanta kesetimbangan
- Kesetimbangan ion
- Cara menyatakan konsentrasi ion hydrogen
- Larutan buffer
- Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi

Bab VIII Termokimia


- Persamaan termokimia
- Reaksi eksoterm – endoterm
- Penentuan perubahan entalpi
BAB I
PENGANTAR ILMU KIMIA

Ilmu kimia merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang


mempelajari sifat-sifat, struktur, komposisi, dan perubahan materi,
serta energi yang menyertai perubahan materi.

Ilmu Kimia - Teknik Mesin


Pentingnya Ilmu Kimia mengenai bidang permesinan :
 Mempelajari sifat dan komposisi logam yang baik untuk
pembuatan mesin
 Mempelajari sifat yang dijadikan komposisi bahan bakar mesin
 Mempelajari sifat yang digunakan untuk minyak pelumas mesin

Contoh penerapannya seperti pada prinsip termodinamika


a. Motor bensin yang digunakan untuk kendaraan bermotor bekerja
berdasarkan siklus otto, dimana mesin mengubah energy kimia
yang ada dalam bahan bakar menjadi energy panas, dan kemudian
diubah lagi menjadi energy gerak yang akan menggerakkan roda
mobil.
b. Motor diesel yang biasa digunakan untuk penggerak kendaraan
bekerja berdasarkan siklus diesel, dimana energy kimia berubah
menjadi energy mekanis.
d. PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) bekerja berdasarkan siklus
Rankine
e. Pendingin udara (AC) yang kita gunakan sehari-hari untuk
menyejukkan ruangan bekerja berdasarkan siklus reverse Rankine
Prinsip termodinamika selain digunakan untuk mesin-mesin
penggerak dan mesin pendingin, juga digunakan dalam proses
produksi di industry. Misalnya proses pencairan gas, proses
pendinginan, proses pemanasan, proses penyulingan dan
sebagainya.

1. MATERI
 Materi adalah adalah segala sesuatu yang menempati ruang
dan memiliki massa. Materi dapat berupa benda padat, cair,
maupun gas.
 Zat adalah materi yang memiliki susunan tertentu atau tetap
dan sifat-sifat yang tertentu pula.
 Salah satu identitas kimia yang mudah dikenal adalah
wujudnya yaitu : padat,cair dan gas

Tiga fasa: padat, cair dan gas

 Padatan : memiliki volume dan bentuk tertentu;partikel-


partikel tersusun dalam posisi yang kompak.
 Cairan : memiliki volume tertentu tetapi bentuk tidak tentu
(fluida). Partikel berdekatan satu sama lain tetapi tidak
menempati posisi tertentu.
 Gas : memiliki volume dan bentuk tertentu; partikel-partikel
berjauhan satu dengan yang lain.

2. Klasifikasi Materi

 Zat tunggal adalah materi yang mempunyai sifat dan komposisi


sama di seluruh bagiannya. Zat tunggal terdiri dari unsur dan
senyawa.
 Unsur adalah zat tunggal yang tidak dapat diuraikan secara
kimia menjadi zat lain.contohnya H, Fe, O, dll
Unsur terdiri dari logam dan non logam.
LOGAM NON-LOGAM
- Berwujud padat pada suhu Berwujud padat, cair atau gas
kamar (kecuali raksa)
- Dapat ditempa dan diregangkan Rapuh dan tidak dapat ditempa
- Mengkilap jika digosok Tidak mengkilap walau
digosok (kecuali intan)
- Konduktor panas dan listrik Non-konduktor (kecuali grafit)

Contoh Unsur Logam : Ca,Co,Cr,Cd,K,Al,dll


Contoh Unsur Non Logam : Ar,Br,He,H,Ne,Si,dll

 Senyawa adalah zat tunggal yang dapat diuraikan secara kimia


menjadi zat lain (unsur-unsur penyusunnya atau senyawa yang
lebih sederhana).
Senyawa termasuk zat tunggal karena komposisinya selalu tetap.
Sifat senyawa berbeda dengan sifat unsur penyusunnya. Contoh
senyawa : Air (H2O), Garam Dapur (NaCl),dll

Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust) menyatakan bahwa


perbandingan massa unsur dalam suatu senyawa adalah tertentu dan
tetap.
Contoh:
- Perbandingan massa hidrogen : oksigen dalam air = 1 : 8
- Perbandingan massa magnesium : oksigen dalam magnesium oksida
=3:2
3. Campuran
Campuran terbentuk dari dua atau lebih zat yang masih
mempunyai sifat asalnya. Ketika gula dicampurkan dengan air,
akan terbentuk larutan gula (campuran gula dan air). Campuran ini
masih mempunyai sifat gula (yaitu manis) dan sifat air. Tingkat
kemanisan campuran gula dan air ini bermacam-macam
tergantung dari jumlah gula yang ditambahkan ke dalam air.
Senyawa mempunyai komposisi yang tetap, sedang campuran
tidak memiliki komposisi yang tetap.
Campuran dapat berupa larutan, suspensi atau koloid.
a. Larutan
Larutan adalah campuran homogen. Ciri campuran homogen:
- tidak ada bidang batas antar komponen penyusunnya
- komposisi di seluruh bagian adalah sama
Komponen larutan terdiri dari pelarut dan zat terlarut. Komponen
yang jumlahnya terbanyak dianggap sebagai pelarut. Tapi jika
larutan adalah campuran dari zat padat dan cair, maka cairan
dianggap sebagai pelarut.

b. Suspensi
Suspensi adalah campuran kasar dan tampak heterogen. Batas antar
komponen dapat dibedakan tanpa perlu menggunakan mikroskop.
Suspensi tampak keruh dan zat yang tersuspensi lambat laun
terpisah karena gravitas.
Contoh: campuran kapur dan air
c. Koloid
Koloid adalah campuran yang keadaannya terletak antara larutan
dan suspensi. Secara makroskopis koloid tampak homogen, tetapi
jika diamati dengan mikroskop ultra akan tampak heterogen.
Contoh: santan, air susu, cat.

4. Perubahan Materi
Energi merupakan penyebab utama terjadinya perubahan materi.
Perubahan materi dapat dibedakan menjadi:
a. Perubahan Fisika (perubahan fisik), yaitu perubahan pada
wujud atau penampilan fisik (sifat fisik) tetapi identitas
dasarnya (sifat kimianya) tetap (masih materi semula).
Perubahan fisika ini tidak menghasilkan zat lain.
b. Perubahan kimia, yaitu perubahan pada identitas dasar (sifat
kimia), sehingga materinya berbeda dengan materi semula.
Perubahan kimia ini menghasilkan materi lain (materi baru).

5. Sifat Materi
Berdasar kaitannya dengan perubahan materi, sifat-sifat materi
dapat dibedakan menjadi:
a. Sifat fisika (sifat fisik), yaitu sifat yang berhubungan dengan
penampilan fisik yang biasanya dapat diamati dari luar materi.
Sifat fisik ini tidak menyebabkan terbentuknya zat lain.
Contoh: warna, bau, rasa, titik didih, massa jenis.
b. Sifat kimia, yaitu sifat khas yang menjadi identitas dasar materi
yang dapat diamati di dalam materi tersebut. Sifat kimia ini
berhubungan dengan perubahan menjadi zat lain (menyebabkan
terbentuknya zat lain).
Contoh: keelektronegatifan, kereaktifan, energi ionisasi, energi
ikatan.

Berdasarkan kaitannya dengan ukuran atau jumlah materi, sifat-sifat


materi dapat dibedakan menjadi:
a. Sifat ekstrinsik, yaitu sifat yang besarnya bergantung pada
jumlah/ukuran materi.
Contoh: massa, berat, volume
b. Sifat intrinsik, yaitu sifat yang tidak bergantung pada
jumlah/ukuran materi.
Contoh: bau, warna, rasa, massa jenis, titik didih, sifat kimia
(misalnya: keelektronegatifan, kereaktifan, energi ikatan).
BAB 2
STRUKTUR ATOM & SISTEM PERIODIK UNSUR

STRUKTUR ATOM
A. Pengertian Dasar
a. Partikel dasar : partikel-partikel pembentuk atom yang
terdiri dari elektron, proton den neutron.

1. Proton : partikel pembentuk atom yang mempunyai massa


sama dengan satu sma (amu) dan bermuatan +1.
2. Neutron : partikel pembentuk atom yang bermassa satu sma
(amu) dan netral.
3. Elektron : partikel pembentuk atom yang tidak mempunyai
massa dan bermuatan -1.

b. Nukleus : Inti atom yang bermuatan positif, terdiri dari


proton den neutron.

c. Notasi unsur : z
AA
dengan X : tanda atom (unsur)
Z : nomor atom = jumlah
elektron (e)
= jumlah proton
(p)
A : bilangan massa = jumlah proton
+ neutron
Pada atom netral, berlaku: jumlah elektron = jumlah proton.

Contoh :

1. Tentukan jumlah elektron, proton den neutron dari unsur 26


56

Fe !

Jawab :

Jumlah elektron = jumlah proton = nomor atom = 26

Jumlah neutron = bilangan massa - nomor atom = 56 - 26 = 30

2. Berikan notasi unsur X, jika diketahui jumlah neutron = 14


dan jumlah elektron = 13 !

Jawab :

Nomor atom = jumlah elektron = 13


Bilangan massa = jumlah proton + neutron = 13 + 14 = 27

Jadi notasi unsurnya: 13


27 X

d. Atom tak netral : atom yang bermuatan listrik karena


kelebihan atau kekurangan elektron bila dibandingkan dengan
atom netralnya.

Atom bermuatan positif bila kekurangan elektron, disebut kation.


Atom bermuatan negatif bila kelebihan elektron, disebut anion.

Contoh:

- Na+ : kation dengan kekurangan 1 elektron


- Mg2- : kation dengan kekurangan 2 elektron
- Cl- : anion dengan kelebihan 1 elektron
- O2 : anion dengan kelebihan 2 elektron

e. Isotop : unsur yang nomor atomnya sama, tetapi berbeda


bilangan massanya.
Contoh: Isotop oksigen: 816 O ; 817 O ; 818 O

f. Isobar : unsur yang bilangan massanya sama, tetapi berbeda


nomor atomnya.
Contoh: 2759 CO dengan 2859 Ni

g. Isoton : unsur dengan jumlah neutron yang sama.


Contoh: 613 C dengan 714 N

h. Iso elektron: atom/ion dengan jumlah elektron yang sama.


Contoh: Na+ dengan Mg2+
K+ dengan Ar

B. Model Atom
1. MODEL ATOM JOHN DALTON

- atom adalah bagian terkecil suatu unsur


- atom tidak dapat diciptakan, dimusnahkan, terbagi lagi, atau
diubah menjadi zat lain
- atom-atom suatu unsur adalah same dalam segala hal, tetapi
berbeda dengan atom-atom dari unsur lain
- reaksi kimia merupakan proses penggabungan atau
pemisahan atom dari unsur-unsur yang terlihat

Kelemahan teori atom Dalton: tidak dapat membedakan


pengertian atom den molekul. Dan atom ternyata bukan partikel
yang terkecil.

2. MODEL ATOM J.J. THOMPSON

- atom merupakan suatu bola bermuatan positif dan di


dalamnya tersebar elektron-elektron seperti kismis
- jumlah muatan positif sama dengan muatan negatif, sehingga
atom bersifat netral

3. MODEL ATOM RUTHERFORD

- atom terdiri dari inti atom yang sangat kecil dengan muatan
positif yang massanya merupakan massa atom tersebut
- elektron-elektron dalam atom bergerak mengelilingi inti
tersebut
- banyaknya elektron dalam atom sama dengan banyaknya
proton dalam inti dan ini sesuai dengan nomor
atomnya

4. MODEL ATOM BOHR

- elektron-elektron dalam mengelilingi inti berada pada tingkat-


tingkat energi (kulit) tertentu tanpa
menyerap atau memancarkan energi
- elektron dapat berpindah dari kulit luar ke kulit yang lebih
dalam dengan memancarkan energi, atau
sebaliknya

5. Bilangan-Bilangan Kuantum

Untuk menentukan kedudukan suatu elektron dalam atom,


digunakan 4 bilangan kuantum.

1. Bilangan kuantum utama (n): mewujudkan lintasan


elektron dalam atom.

n mempunyai harga 1, 2, 3, .....

- n = 1 sesuai dengan kulit K


- n = 2 sesuai dengan kulit L
- n = 3 sesuai dengan kulit M
- dan seterusnya

Tiap kulit atau setiap tingkat energi ditempati oleh sejumlah


elektron. Jumlah elektron maksimmm yang dapat menempati
tingkat energi itu harus memenuhi rumus Pauli = 2n2.

Contoh:

kulit ke-4 (n=4) dapat ditempati maksimum= 2 x 42 elektron =


32 elektron

2. Bilangan kuantum azimuth (l) : menunjukkan sub kulit


dimana elektron itu bergerak sekaligus menunjukkan sub kulit
yang merupakan penyusun suatu kulit.

Bilangan kuantum azimuth mempunyai harga dari 0 sampai


dengan (n-1).
n = 1 ; l = 0 ; sesuai kulit K
n = 2 ; l = 0, 1 ; sesuai kulit L
n = 3 ; l = 0, 1, 2 ; sesuai kulit M
n = 4 ; l = 0, 1, 2, 3 ; sesuai kulit N
dan seterusnya

Sub kulit yang harganya berbeda-beda ini diberi nama khusus:

l = 0 ; sesuai sub kulit s (s = sharp)


l = 1 ; sesuai sub kulit p (p = principle)
l = 2 ; sesuai sub kulit d (d = diffuse)
l = 3 ; sesuai sub kulit f (f = fundamental)

Bilangan kuantum magnetik (m): mewujudkan adanya satu


atau beberapa tingkatan energi di dalam satu sub kulit.
Bilangan kuantum magnetik (m) mempunyai harga (-l) sampai
harga (+l).

Untuk:

l = 0 (sub kulit s), harga m = 0 (mempunyai 1 orbital)


l = 1 (sub kulit p), harga m = -1, O, +1 (mempunyai 3 orbital)
l = 2 (sub kulit d), harga m = -2, -1, O, +1, +2 (mempunyai 5
orbital)
l = 3 (sub kwit f) , harga m = -3, -2, O, +1, +2, +3 (mempunyai
7 orbital)

4. Bilangan kuantum spin (s): menunjukkan arah perputaran


elektron pada sumbunya.
Dalam satu orbital, maksimum dapat beredar 2 elektron dan
kedua elektron ini berputar melalui sumbu dengan arah yang
berlawanan, dan masing-masing diberi harga spin +1/2 atau -
1/2.

Pertanyaan:

Bagaimana menyatakan keempat bilangan kuantum dari elektron


3s1 ?

Jawab:

Keempat bilangan kuantum dari kedudukan elektron 3s1 dapat


dinyatakan sebagai,
n= 3 ; l = 0 ; m = 0 ; s = +1/2 ; atau -1/2

D. Konfigurasi Elektron

Dalam setiap atom telah tersedia orbital-orbital, akan tetapi


belum tentu semua orbital ini terisi penuh. Bagaimanakah
pengisian elektron dalam orbital-orbital tersebut ?

Pengisian elektron dalam orbital-orbital memenuhi beberapa


peraturan. antara lain:
1. Prinsip Aufbau : elektron-elektron mulai mengisi orbital
dengan tingkat energi terendah dan seterusnya.

Orbital yang memenuhi tingkat energi yang paling rendah adalah


1s dilanjutkan dengan 2s, 2p, 3s, 3p, dan seterusnya dan untuk
mempermudah dibuat diagram sebagai berikut:

Contoh pengisian elektron-elektron dalam orbital beberapa


unsur:

Atom H : mempunyai 1 elektron, konfigurasinya 1s1


Atom C : mempunyai 6 elektron, konfigurasinya 1s2 2s2 2p2
Atom K : mempunyai 19 elektron, konfigurasinya 1s2 2s2 2p6 3S2
3p6 4s1

2. Prinsip Pauli : tidak mungkin di dalam atom terdapat 2


elektron dengan keempat bilangan kuantum yang sama.

Hal ini berarti, bila ada dua elektron yang mempunyai bilangan
kuantum utama, azimuth dan magnetik yang sama, maka
bilangan kuantum spinnya harus berlawanan.

3. Prinsip Hund : cara pengisian elektron dalam orbital pada


suatu sub kulit ialah bahwa elektron-elektron tidak membentuk
pasangan elektron sebelum masing-masing orbital terisi dengan
sebuah elektron.

Contoh:

- Atom C dengan nomor atom 6, berarti memiliki 6 elektron dan


cara Pengisian orbitalnya adalah:
Berdasarkan prinsip Hund, maka 1 elektron dari lintasan 2s akan
berpindah ke lintasan 2pz, sehingga sekarang ada 4 elektron
yang tidak berpasangan. Oleh karena itu agar semua orbitalnya
penuh, maka atom karbon berikatan dengan unsur yang dapat
memberikan 4 elektron. Sehingga di alam terdapat senyawa CH4
atau CCl4, tetapi tidak terdapat senyawa CCl3 atau CCl5.

SISTEM PERIODIK UNSUR

MACAM-MACAM SISTEM PERIODIK


1. TRIADE DOBEREINER DAN HUKUM OKTAF NEWLANDS

TRIADE DOBEREINER
Dobereiner menemukan adanya beberapa kelompok tiga unsur
yang memiliki kemiripan sifat, yang ada hubungannya dengan
massa atom.

Contoh kelompok- - Cl, Br dan I


kelompok triade: - Ca, Sr dan Ba
- S, Se dan Te

HUKUM OKTAF NEWLANDS


Apabila unsur disusun berdasarkan kenaikan massa atom, maka
unsur kesembilan mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan
unsur pertama, unsur kesepuluh mirip dengan unsur kedua dan
seterusnya. Karena setelah unsur kedelapan sifat-sifatnya selalu
terulang, maka dinamakan hukum Oktaf.

(+8)
Contoh: Li (nomor atom 3) akan mirip sifatnya dengan Na
(nomor atom 11) 3  11

2. SISTEM PERIODIK MENDELEYEV

- Disusun berdasarkan massa atomnya dengan tidak


mengabaikan sifat-sifat unsurnya.
- Lahirlah hukum periodik unsur yang menyatakan bahwa
apabila unsur disusun menurut massa atomnya, maka unsur
itu akan menunjukkan sifat-sifat yang berulang secara
periodik.
- Beberapa keunggulan sistem periodik Mendeleyev, antara
lain:
- Ada tempat bagi unsur transisi.
- Terdapat tempat-tempat kosong yang diramalkan akan
diisi dengan unsur yang belum ditemukan pada waktu itu.
- Kekurangan sistem periodik ini:
- Adanya empat pasal anomali, yaitu penyimpangan
terhadap hukum perioditas yang disusun berdasarkan
kenaikan massa atomnya. Keempat anomali itu adalah: Ar
dengan K, Te dengan I, Co dengan Ni dan Th dengan Pa.

3. SISTEM PERIODIK BENTUK PANJANG


Sistem ini merupakan penyempurnaan dari gagasan Mendeleyev,
disusun berdasarkan nomor atomnya.
Sistem ini terdiri dari dua deret, deret horisontal disebut periodik
dan deret vertikal disebut golongan.

4. SISTEM PERIODIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN


KONFIGURASI ELEKTRON

A. HUBUNGAN ANTARA PERIODA DENGAN KONFIGURASI


ELEKTRON

Dalam sistem periodik, perioda menunjukkan banyaknya kulit


yang telah terisi elektron di dalam suatu atom.
Sehingga sesuai dengan banyaknya kulit yaitu K, L, M, N, O, P, Q
maka sistem periodik mempunyai 7 perioda.

B. Hubungan Antara Golongan Dengan Konfigurasi Elektron

Unsur yang terletak pada satu golongan mempunyai sifat-sifat


kimia yang mirip (hampir sama).
Unsur-unsur golongan A disebut golongan utama, sedangkan
unsur-unsur golongan B disebut unsur transisi (peralihan),
semua unsur transisi diberi simbol B kecuali untuk triade besi,
paladium dan platina disebut "golongan VIII''.

- LAMBANG UNSUR-UNSUR GOLONGAN A


Lambang Nama Konfigurasi Elektron
Golongan Golongan Orbital Terluar
I–A Alkali ns1
II – A Alkali tanah ns2
III – A Boron ns2 - np1
Karbon –
IV – A ns2 - np2
Silikon
Nitogen –
V–A ns2 - np3
Posphor
VI – A Oksigen ns2 - np4
VII – A Halogen ns2 - np5
VIII – A Gas mulia ns2 - np6

- LAMBANG UNSUR-UNSUR GOLONGAN B

Konfigurasi Lambang
Elektron Golongan
(n - 1) d1 ns2 III – B
(n - 1) d2 ns2 IV – B
(n - 1) d3 ns2 V–B
(n - 1) d4 ns2 VI – B
(n - 1) d5 ns2 VII – B
(n - 1) d6-8
VIII
ns2
(n - 1) d9 ns2 I–B
(n - 1) d10
II – B
ns2

- GOLONGAN LANTANIDA DAN AKTINIDA, DIBERI


LAMBANG

nS2 (n-2)f1-14
Jika :

n = 6 adalah lantanida
n = 7 adalah aktinida

C. Cara Penentuan Perioda Dan Golongan Suatu Unsur


1. Unsur dengan nomor atom 11, konfigurasinya : 1s2 2s2
2p6 3s1

- n = 3, berarti periode 3 (kulit M).


- elektron valensi (terluar) 3s sebanyak 1 elektron, berarti
termasuk golongan IA.

2. Unsur Ga dengan nomor atom 31, konfigurasinya : 1s2


2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p1

- n = 4, berarti perioda 4 (kulit N).


- elektronvalensi 4s2 4p1, berarti golongan IIIA.

3. Unsur Sc dengan nomor atom 21, konfigurasinya : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2
3d1

- n = 4, berarti perioda 4 (kulit N).


- 3d1 4s2 berarti golongan IIIB.

4. Unsur Fe dengan nomor atom 26, konfigurasinya : 1s2


2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10

- n = 4, berarti perioda 4 (kulit N).


- 3d6 4s2 , berarti golongan VIII.

D. Beberapa Sifat Periodik Unsur-Unsur


1. Jari jari atom adalah jarak dari inti atom ke lintasan elektron
terluar.

- Dalam satu perioda, dari kiri ke kanan jari jari atom


berkurang.
- Dalam satu golongan, dari atas ke bawah jari-jari atom
bertambah.
- Jari-jari atom netral lebih besar daripada jari-jari ion
positifnya tetapi lebih kecil dari jari-jari ion negatifnya.

Contoh:
jari-jari atom Cl < jari-jari ion Cl-
jari-jari atom Ba > jari-jari ion Ba2+

2. Potensial ionisasi adalah energi yang diperlukan untuk


melepaskan elektron yang paling lemah/luar dari atom suatu
unsur atau ion dalam keadaan gas.

- Dalam satu perioda, dari kiri ke kanan potensial ionisasi


bertambah.
- Dalam satu golongan, dari atas ke bawah potensial ionisasi
berkurang.
3. Affinitas elektron adalah besarnya energi yang dibebaskan
pada saat atom suatu unsur dalam keadaan gas menerima
elektron.

- Dalam satu perioda, dari kiri ke kanan affinitas elektron


bertambah.
- Dalam satu golongan, dari atas ke bawah affinitas elektron
berkurang.

4. Keelektronegatifan adalah kemampuan atom suatu unsur


untuk menarik elektron ke arah intinya dan digunakan
bersama.

SECARA DIAGRAMATIS SIFAT-SIFAT INI DAPAT


DISAJIKAN SEBAGAI BERIKUT

1. Jari-jari atom
2. Sifat logam
3. Sifat elektropositif
4. Reduktor
5. Sifat basa/oksida basa

makin besar/kuat

1. Sifat elektronegatif
2. Oksidator
3. Potensial ionisasi
4. Affinitas elektron
5. Keelektronegatifan

Keterangan: tanda-tanda panah di atas mempunyai arti sebagai


berikut

 : artinya, dalam satu periode dari kiri ke kanan


 : artinya, dalam satu periode dari kanan ke kiri
 : artinya, dalam satu golongan dari atas ke bawah
 : artinya, dalam satu golongan dari bawah ke atas
BAB III
STOIKIOMETRI

STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan


kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

A. HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER


"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".
Contoh:
hidrogen + oksigen hidrogen oksida
(4g) (32g) (36g)
2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST
"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap"
Contoh:
a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H
= 1 Ar . N : 3 Ar . H
= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3
b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0
= 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

Keuntungan dari hukum Proust:


bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang
membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.
Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)
Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3
= 12/100 x 50 gram = 6 gram
massa C
Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100%
= 6/50 x 100 % = 12%

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON


"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa
salah satu unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua
akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".
Contoh:
Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk,
NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8
NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16
Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa
Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2
4. HUKUM-HUKUM GAS
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT
dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin
T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan


kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:

a. HUKUM BOYLE
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan
n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2
Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada
temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den tekanan 2
atmosfir ?
Jawab:
P1 V1 = P2 V2
2.5 = P2 . 10 P2 = 1 atmosfir

b. HUKUM GAY-LUSSAC
"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile
diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai
bilangan bulat den sederhana".
Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2
Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut
1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14
Jawab:
V1/V2 = n1/n2 10/1 = (x/28) / (0.1/2) x = 14 gram
Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.
c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC
Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan
keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

d. HUKUM AVOGADRO
"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama
mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan
bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4
liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.
Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1
atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)
Jawab:
85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol
Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter
Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) V2 = 12.31 liter

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

1. Massa Atom Relatif (Ar)


merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon
12

2. Massa Molekul Relatif (Mr)


merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan 1/12 massa 1
atom karbon 12.
Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan dari massa
atom unsur-unsur penyusunnya.
Contoh: Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?
Jawab:
Mr X2Y4 = 2 x Ar . X + 4 x Ar . Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

C. KONSEP MOL

1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-
molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr senyawa itu.

Jika bilangan Avogadro = L maka :

L = 6.023 x 1023

1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.


1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut.

Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat


Contoh:
Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?

Jawab:
Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40
mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol
Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L = 0.5 x 6.023 x 1023 = 3.01 x 1023 molekul.
D. PERSAMAAN REAKSI

PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT

1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama


2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama
3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang
berwujud gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan volume
asalkan suhu den tekanannya sama)
Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari

HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)


Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan
memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga:

a HNO3 + b H2S c NO + d S + e H2O


Berdasarkan reaksi di atas maka
atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi)
atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a
atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a 2b = 3a b = 3/2 a
atom S : b = d = 3/2 a

Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2 berarti: b = d


= 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya :

2 HNO3 + 3 H2S 2 NO + 3 S + 4 H2O


BAB IV
IKATAN KIMIA

A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia

Teori duplet dan oktet dari G.N. Lewis merupakan dasar ikatan kimia.
Lewis mengemukakan bahwa suatu atom berikatan dengan cara
menggunakan bersama dua elektron atau lebih untuk mencapai konfigurasi
elektron gas mulia (ns2np6)

Contoh:

TEORI INI MENDAPAT BEBERAPA KESULITAN, YAKNI :

1. Pada senyawa BCl3 dan PCl5, atom boron dikelilingi 6 elektron, sedangkan
atom fosfor dikelilingi 10 elektron.

2. Menurut teori ini, jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk suatu unsur
tergant~u~g jumlah elektron tak berpasangan dalam unsur tersebut.

Contoh : 8O : 1s2 2s2 2p2 2px2 2py1 2pz1

Ada 2 elektron tunggal. sehingga oksigen dapat membentuk 2 ikatan (H-


O-H; O=O).

akan tetapi:

5B : 1s2 2s2 2px1

Sebenarnya hal ini dapat diterangkan bila kita ingat pada prinsip Hund,
dimana cara pengisian elektron dalam orbital suatu sub kulit ialah bahwa
elektron-elektron tidak membentuk pasangan elektron sebelum masing-
masing orbital terisi dengan sebuah elektron.

Contoh : 5B : 1s2 2s2 2px1  (hibridisasi) 1s2 2s1 2px1 2py1

Tampak setelah terjadi hibridisasi untuk berikatan dengan atom B


memerlukan tiga buah elektron, seperti BCl 3

3. Menurut teori di atas, unsur gas mulia tidak dapat membentuk ikatan
karena di sekelilingnya telah terdapat
8 elektron. Tetapi saat ini sudah diketahui bahwa Xe dapat membentuk
senyawa, misalnya XeF2 den XeO2.

Teori lain adalah teori ikatan valensi. Dalam teori ini ikatan antar atom terjadi
dengan care saling bertindihan dari orbital-orbital atom. Elektron dalam
orbital yang tumpang tindih harus mempunyai bilangan kuantum spin yang
berlawanan.
BEBERAPA MACAM IKATAN KIMIA YANG TELAH DIKETAHUI, ANTARA
LAIN :

A. Ikatan antar atom 1. Ikatan ion = elektrovalen = heteropolar


2. Ikatan kovalen = homopolar
3. Ikatan kovalen koordinasi = semipolar
4. Ikatan logam
B. Ikatan antar molekul 1. Ikatan hidrogen
2. Ikatan van der walls

B. Ikatan Ion = Elektrovalen = Heteropolar

Ikatan ion biasanya terjadi antara atom-atom yang mudah melepaskan


elektron (logam-logam golongan utama) dengan atom-atom yang mudah
menerima elektron (terutama golongan VIA den VIIA). Makin besar
perbedaan elektronegativitas antara atom-atom yang membentuk ikatan,
maka ikatan yang terbentuk makin bersifat ionik.

PADA UMUMNYA UNSUR-UNSUR YANG MUDAH MEMBENTUK IKATAN


ION ADALAH

- IA VIIA atau VIA


- IIA  VIIA atau VIA
- Unsur transisi VIIA atau VIA

Contoh:

Na Na + e-
1s 2s2 2p6 3s1
2
1s2 2s2 2p6 (konfigurasi Ne)

Atom Cl (VIIA) mudah menerima elektron sehingga elektron yang dilepaskan


oleh atom Na akan ditangkap oleh atom Cl.

Cl + e- Cl-
2 2 6 2 5
1s 2s 2p 3s 3p 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 (konfigurasi Ar)

Antara ion-ion Na+ dan Cl- terjadi gaya tarik menarik elektrostatik, sehingga
membentuk senyawa ion Na+Cl-.

Contoh lain : CaCl2 , MgBr2, BaO , FeS dan sebagainya.

SIFAT-SIFAT SENYAWA IONIK ANTARA LAIN

a. bersifat polar
b. larutannya dalam air menghantarkan arus listrik
c. titik lelehnya tinggi
d. lelehannya menghantarkan arus listrik
e. larut dalam pelarut-pelarut polar

C. Ikatan Kovalen = Homopolar


Ikatan kovalen terjadi karena adanya pemakaian bersama elektron dari atom-
atom yang membentuk ikatan. Pada umumnya ikatan kovalen terjadi antara
atom-atom bukan logam yang mempunyai perbedaan elektronegativitas
rendah atau nol. Seperti misalnya : H2, CH4, Cl2, N2, C6H6, HCl dan
sebagainya.

IKATAN KOVALEN TERBAGI ATAS

1. IKATAN KOVALEN POLAR

Atom-atom pembentuknya mempunyai gaya tarik yang tidak sama


terhadap pasangan elektron
persekutuannya. Hal ini terjadi karena beda keelektronegatifan kedua
atomnya. Elektron persekutuan akan
bergeser ke arah atom yang lebih elektronegatif akibatnya terjadi
pemisahan kutub positif dan negatif.

Dalam senyawa HCl ini, Cl mempunyai keelektronegatifan yang lebih


besar dari H. sehingga pasangan elektron lebih tertarik ke arah Cl,
akibatnya H relatif lebih elektropositif sedangkan Cl relatif menjadi
elektronegatif.

Pemisahan muatan ini menjadikan molekul itu bersifat polar dan memiliki
"momen dipol" sebesar:

T=n.l

dimana :

T = momen dipol
n = kelebihan muatan pada masing-masing atom
l = jarak antara kedua inti atom

2. IKATAN KOVALEN NON POLAR

Titik muatan negatif elektron persekutuan berhimpit, sehingga pada


molekul pembentukuya tidak terjadi momen dipol, dengan perkataan lain
bahwa elektron persekutuan mendapat gaya tarik yang sama.

D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar

Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan yang terjadi apabila pasangan


elektron yang dipakai bersama berasal dari salah satu atom yang
membentuknya.

Jadi di sini terdapat satu atom pemberi pasangan elektron bebas (elektron
sunyi), sedangkan atom lain sebagai
penerimanya.
SYARAT PEMBENTUKANNYA

1. Atom yang satu memiliki pasangan elektron bebas


2. Atom lainnya memiliki orbital kosong

E. Ikatan Logam, Ikatan Hidrogen Dan Ikatan Van Der Walls

IKATAN LOGAM

Pada ikatan kovalen, elektron-elektron ikatan seolah-olah menjadi milik


sepasang atom, sehingga tidak dapat bergerak bebas. Pada logam, elektron-
elektron yang menyebabkan terjadinya ikatan di antara atom-atom logam
tidak hanya menjadi milik sepasang atom saja, tetapi menjadi milik semua
atom logam, sehingga elektron-elektron dapat bergerak bebas. Karena itulah
maka logam-logam dapat menghantarkan arus listrik.

IKATAN HIDROGEN

Ikatan ini merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain
yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa
yang sama.

IKATAN VAN DER WALLS

Gas mempunyal sifat bentuk dan volumenya dapat berubah sesuai


tempatnya. Jarak antara molekul-molekul gas relatif jauh dan gaya tarik
menariknya sangat lemah. Pada penurunan suhu, fasa gas dapat berubah
menjadi fasa cair atau padat. Pada keadaan ini jarak antara molekul-
molekulnya menjadi lebih dekat dan gaya tarik menariknya relatif lebih kuat.
Gaya tarik menarik antara molekul-molekul yang berdekatan ini disebut gaya
Van der walls.

F. Bentuk Molekul

Dalam bentuk molekul dikenal adanya teori ikatan valensi. Teori ini
menyatakan bahwa ikatan antar atom terjadi dengan cara saling bertindihan
dari orbital-orbital atom. Elektron dalam orbital yang tumpang tindih harus
mempunyai bilangan kuantum spin yang berlawanan.

Pertindihan antara dua sub kulit s tidak kuat, oleh karena distribusi muatan
yang berbentuk bola, oleh sebab itu pada umumnya ikatan s - s relatif lemah.

Sub kulit "p" dapat bertindih dengan sub kulit "s" atau sub kulit "p" lainnya,
ikatannya relatif lebih kuat, hal ini dikarenakan sub kulit "p" terkonsentrasi
pada arah tertentu.

Contoh:

a. Molekul HF: - konfigurasi atom H : 1s1


- konfigurasi atom F: 1s2 2s2 2Px2 2py2 2pz1
Tumpang tindih terjadi antara sub kulit 1s dari atom H dengan orbital 2pz
dari aton, F. Pertindihan demikian disebut pertindihan sp.

b. Molekul H2O: - konfigurasi atom H : 1s1


- konfigurasi atom O: 1s2 2s2 2Px2 2py1 2pz1

Dalam atom O terdapat 2 elektron dalam keadaan yang tidak berpasangan


(orbital 2py dan 2pz), masing-masing orbital ini akan bertindihan dengan
orbital 1s dari 2 atom H. Kedudukan orbital-orbital p saling tegak lurus,
diharapkan sudut ikatannya sebesar 90o, tetapi karena adanya pengaruh
pasangan elektron 2px, maka kedua ikatan tersebut akan tertolak dan
membentuk sebesar 104.5o.

c. Molekul CH4 - konfigurasi atom H: 1s1


- konfigurasi atom C: 1s2 2s2 2Px1 2py1 2pz0

Untuk mengikat 4 atom H menjadi CH4, maka 1 elektron dari orbital 2s


akan dipromosikan ke orbital 2pz, sehingga konfigurasi elektron atom C
menjadi: 1s1 2s1 2px1 2py1 2pz1 . Orbital 2s mempunyai bentuk yang
berbeda dengan ketiga orbital 2p, akan tetapi ternyata kedudukan
keempat ikatan C-H dalam CH4 adalah sama. Hal ini terjadi karena pada
saat orbital 2s, 2px, 2py dan 2pz menerima 4 elektron dari 4 atom H,
keempat orbital ini berubah bentuknya sedemikian sehingga mempunyai
kedudukan yang sama. Peristiwa ini disebut "hibridisasi". Karena
perubahan yang terjadi adalah 1 orbital 2s dan 3 orbital 2p, maka disebut
hibridisasi sp3. Bentuk molekul dari ikatan hibrida sp3 adalah tetrahedron.

BEBERAPA BENTUK GEOMETRI IKATAN, ANTARA LAIN :

Jumlah ikatan
Jenis ikatan Bentuk geometrik
maksimum
sp 2 Linier
sp2 3 Segitiga datar
sp3 4 Tetrahedron
dsp3 5 Trigonal bipiramid
sp2d ; dsp2 4 Segiempat datar
d2sp3 ; sp3d2 6 Oktahedron
BAB V
LARUTAN

A. Pendahuluan

LARUTAN adalah campuran dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan
masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.

Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.


Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam
dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.

Larutan ini dibedakan atas :

1. ELEKTROLIT KUAT

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik
yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air),
seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).

Yang tergolong elektrolit kuat adalah:

a. Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.


b. Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti:
NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.
c. Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-
lain
2. ELEKTROLIT LEMAH

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah
dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.

Yang tergolong elektrolit lemah:


a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain
b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain
c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-
lain

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion
(tidak mengion).

Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:


- Larutan urea
- Larutan sukrosa
- Larutan glukosa
- Larutan alkohol dan lain-lain

B. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat
terlarut dan pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:

1. FRAKSI MOL

Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen


dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.

Fraksi mol dilambangkan dengan X.

Contoh:
Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B.
maka:

XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3

XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7

* XA + XB = 1

2. PERSEN BERAT

Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.

Contoh:
Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat :

- gula = 5/100 x 100 = 5 gram

- air = 100 - 5 = 95 gram

3. MOLALITAS (m)

Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

Contoh:
Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !

- molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air =
0,2 m

4. MOLARITAS (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.

Contoh:
Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?

- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M

5. NORMALITAS (N)

Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter


larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-.

Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan :

N = M x valensi

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya
zat terlarut (konsentrasi zat terlarut).

Sifat koligatif meliputi:

1. Penurunan tekanan uap jenuh


2. Kenaikan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Tekanan osmotik

Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan


sifat Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak
sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi
keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-
ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion.
Dengan demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan
non elektrolit dan sifat koligatif larutan elektrolit.

B. Penurunan Tekanan Uap Jenuh Dan Kenaikan Titik Didih


PENURUNAN TEKANAN UAP JENUH

Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini
adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke
dalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan
karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga
kecepatan penguapan berkurang.

Menurut RAOULT:
p = p o . XB
dimana:
p = tekanan uap jenuh larutan
po = tekanan uap jenuh pelarut murni
XB = fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi:
P = Po (1 - XA)
P = Po - Po . XA
Po - P = Po . XA
sehingga:
P = po . XA
dimana:

P = penunman tekanan uap jenuh pelarut


po = tekanan uap pelarut murni
XA = fraksi mol zat terlarut

Contoh:
1. Hitunglah penurunan tekanan uap jenuh air, bila 45 gram glukosa (Mr
= 180) dilarutkandalam 50 gram air?
Diketahui tekanan uap jenuh air murni pada 20oC adalah 18 mmHg.

Jawab:
mol glukosa = 45/180 = 0.25 mol
mol air = 50/18 = 2,78 mol
fraksi mol glukosa = 0.25/(0.25 + 2,78) = 0.092
Penurunan tekanan uap jenuh air:
P = Po. XA = 18 x 0.092 = 1.656 mmHg

KENAIKAN TITIK DIDIH


Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan lebih
tinggi dari titik didih pelarut murni.
Untuk larutan non elektrolit kenaikan titik didih dinyatakan dengan:
Tb = m . Kb
dimana:
Tb = kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas larutan
Kb = tetapan kenaikan titik didih molal

Karena : m = (W/Mr) . (1000/p) ; (W menyatakan massa zat terlarut)


Maka kenaikan titik didih larutan dapat dinyatakan sebagai:
Tb = (W/Mr) . (1000/p) . Kb

Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan
dinyatakan sebagai: Tb = (100 + Tb)oC

C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik

PENURUNAN TITIK BEKU

Untuk penurunan titik beku persamaannya dinyatakan sebagai :


Tf = m . Kf = W/Mr . 1000/p . Kf
dimana:
Tf = penurunan titik beku
m = molalitas larutan
Kf = tetapan penurunan titik beku molal
W = massa zat terlarut
Mr = massa molekul relatif zat terlarut
p = massa pelarut

Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik beku larutannya
dinyatakan sebagai:
Tf = (O - Tf)oC

TEKANAN OSMOTIK

Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat
menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui
membran semi permeabel (proses osmosis).
Menurut VAN'T HOFF tekanan osmotik mengikuti hukum gas ideal:
PV = nRT
Karena tekanan osmotik =  , maka :
= n/V R T = C R T
dimana :
= tekanan osmotik (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T = suhu mutlak (oK)

- Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain
disebut larutan Hipotonis.
- Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi dari yang lain
disebut larutan Hipertonis.
- Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama disebut
Isotonis.

D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit di dalam
pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan
larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada
larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama
Contoh:
Larutan 0.5 molal glukosa dibandingkan dengan iarutan 0.5 molal garam
dapur.
- Untuk larutan glukosa dalam air jumlah partikel (konsentrasinya) tetap,
yaitu 0.5 molal.
- Untuk larutan garam dapur: NaCl(aq) --> Na+ (aq) + Cl- (aq) karena terurai
menjadi 2 ion, maka konsentrasi partikelnya menjadi 2 kali semula = 1.0
molal.

Yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk


mengion adalah derajat ionisasi.
Besarnya derajat ionisasi ini dinyatakan sebagai:

= jumlah mol zat yang terionisasi/jumlah mol zat mula-mula

Untuk larutan elektrolit kuat, harga derajat ionisasinya mendekati 1,


sedangkan untuk elektrolit lemah, harganya berada di antara 0 dan 1 (0 < 
< 1).

Atas dasar kemampuan ini, maka larutan elektrolit mempunyai


pengembangan di dalam perumusan sifat koligatifnya.

1. Untuk Kenaikan Titik Didih dinyatakan sebagai:

Tb = m . Kb [1 + (n-1)] = W/Mr . 1000/p . Kb [1+ (n-1)]

n menyatakan jumlah ion dari larutan elektrolitnya.

2. Untuk Penurunan Titik Beku dinyatakan sebagai:

Tf = m . Kf [1 + (n-1)] = W/Mr . 1000/p . Kf [1+ (n-1)]

3. Untuk Tekanan Osmotik dinyatakan sebagai:


= C R T [1+ (n-1)]
Contoh:

Hitunglah kenaikan titik didih dan penurunan titik beku dari larutan 5.85 gram
garam dapur (Mr = 58.5) dalam 250 gram air ! (bagi air, Kb= 0.52 dan Kf=
1.86)

Jawab:

Larutan garam dapur, NaCl(aq) --> NaF+ (aq) + Cl- (aq)


Jumlah ion = n = 2.

Tb = 5.85/58.5 x 1000/250 x 0.52 [1+1(2-1)] = 0.208 x 2 = 0.416oC

Tf = 5.85/58.5 x 1000/250 x 0.86 [1+1(2-1)] = 0.744 x 2 = 1.488oC

Catatan:
Jika di dalam soal tidak diberi keterangan mengenai harga derajat ionisasi,
tetapi kita mengetahui bahwa larutannya tergolong elektrolit kuat, maka
harga derajat ionisasinya dianggap 1.

KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

A. Pengertian Dasar

Bila sejumlah garam AB yang sukar larut dimasukkan ke dalam air maka akan
terjadi beberapa kemungkinan:
- Garam AB larut semua lalu jika ditambah garam AB lagi masih dapat
larut larutan tak jenuh.
- Garam AB larut semua lalu jika ditambah garam AB lagi tidak dapat
larut larutan jenuh.
- Garam AB larut sebagian larutan kelewat jenuh.

Ksp = HKK = hasil perkalian [kation] dengan [anion] dari larutan jenuh suatu
elektrolit yang sukar larut menurut kesetimbangan heterogen.

Kelarutan suatu elektrolit ialah banyaknya mol elektrolit yang sanggup melarut
dalam tiap liter larutannya.

Contoh:

AgCl(s) Ag+(aq) + Cl-(aq)

K = [Ag+] [Cl-] / [AgCl]

K . [AgCl] = [Ag+][Cl-]

KspAgCl = [Ag+] [Cl-]

Bila Ksp AgCl = 10-10 , maka berarti larutan jenuh AgCl dalam air pada suhu
25oC, Mempunyai nilai [Ag+] [Cl-] = 10-10

B. Kelarutan

1. Kelarutan zat AB dalam pelarut murni (air).


+
AnB(s) nA (aq) + Bn-(aq)
s n.s s

Ksp AnB = (n.s)n.s = nn.sn+1 s = n+i Ksp AnB/nn

dimana: s = sulobility = kelarutan

Kelarutan tergantung pada:


- suhu
- pH larutan
- ada tidaknya ion sejenis

2. Kelarutan zat AB dalam larutan yang mengandung ion sejenis


AB(s) A+ (aq) + B- (aq)
s n.s s

Larutan AX :
AX(aq) A+(aq) + X-(aq)
b b b

maka dari kedua persamaan reaksi di atas:

[A+] = s + b = b, karena nilai s cukup kecil bila dibandingkan terhadap nilai b


sehingga dapat diabaikan.
[B-1] = s
Jadi : Ksp AB = b . s
Contoh:
Bila diketahui Ksp AgCl = 10-10 ,berapa mol kelarutan (s) maksimum AgCl dalam
1 liter larutan 0.1 M NaCl ?
Jawab:

AgCl(s) Ag+(aq) + Cl-(aq)


s s s

NaCl(aq) Na+(aq) + Cl-(aq)

Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-] = s . 10-1

Maka s = 10-10/10-1 = 10-9 mol/liter

Dari contoh di atas. kita dapat menarik kesimpulan bahwa makin besar
konsentrasi ion sojenis maka makin kecil kelarutan elektrolitnya.

a. Pembentukan garam-garam

Contoh: kelarutan CaCO3(s) pada air yang berisi CO2 > daripada dalam air.

CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g) Ca(HCO3)2(aq)


larut
b. Reaksi antara basa amfoter dengan basa kuat

Contoh: kelarutan Al(OH)3 dalam KOH > daripada kelarutan Al(OH)3 dalam
air.

Al(OH)3(s) + KOH(aq) KAlO2(aq) + 2 H2O(l)


larut
c. Pembentukan senyawa kompleks

Contoh: kelarutan AgCl(s) dalam NH4OH > daripada AgCl dalam air.

AgCl(s) + NH4OH(aq) Ag(NH3)2Cl(aq) + H2O(l)


larut

C. Mengendapkan Elektrolit

Untuk suatu garam AB yang sukar larut berlaku ketentuan, jika:

- [A+] x [B-] < Ksp larutan tak jenuh; tidak terjadi pengendapan
- [A+] x [B-] = Ksp larutan tepat jenuh; larutan tepat mengendap
- [A+] x [B-] > Ksp larutan kelewat jenuh; di sini terjadi pengendapan zat

Contoh:

Apakah terjadi pengendapan CaCO3. jika ke dalam 1 liter 0.05 M Na2CO3


ditambahkan 1 liter 0.02 M CaCl2, dan diketahui harga Ksp untuk CaCO3 adalah
10-6.

Jawab:

Na2CO3(aq) 2 Na+(aq) + CO3- (aq)

[CO32-] = 1 . 0.05 / 1+1 = 0.025 M = 2.5 x 10-2 M

CaCl2(aq) Ca2+(aq) + 2Cl-(aq)

[Ca2+] = 1 . 0.02 / 1+1 = 0.01 = 10-2 M

maka : [Ca2+] x [CO32-] = 2.5 x 10-2 x 10-2 = 2.5 x 10-4

karena : [Ca2+] x [CO32-] > Ksp CaCO3, maka akan terjadi endapan CaCO3
BAB VI
REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA

A. Oksidasi - Reduksi

OKSIDASI REDUKSI

Oksidasi
Reaksi antara suatu zat dengan oksigen
Klasik
Reduksi Reaksi antara suatu zat dengan hydrogen

Oksidasi - Kenaikan Bilangan Oksidasi


- Pelepasan Elektron
- Penurunan Bilangan Oksidasi
Reduksi
- Penangkapan Elektron

- Mengalami Reduksi
- Mengalami Penurunan Bilangan Oksidasi
Oksidator
- Memapu mengoksidasi
- Dapat menangkap elektron
Modern

- Mengalami oksidasi
- Mengalami kenaikan Bilangan Oksidasi
Reduktor
- Mampu mereduksi
- Dapat memberikan elektron

- Reaksi redoks di mana sebuah zat mengalami


Auto Redoks
reduksi sekaligus oksidasi

B. Konsep Bilangan Oksidasi

Pengertian Bilangan Oksidasi :


Muatan listrik yang seakan-akan dimiliki oleh unsur dalam suatu senyawa atau
ion.

HARGA BILANGAN OKSIDASI


1. Unsur bebas Bialngan Oksidasi = 0
2. Oksigen
Dalam Senyawa Bilangan Oksidasi = -2
kecuali
a. Dalam peroksida, Bilangan Oksidasi = -1
b. Dalam superoksida, Bilangan Oksida = -1/2
c. Dalam OF2, Bilangan Oksidasi = +2

3. Hidrogen
Dalam senyawa, Bilangan Oksidasi = +1
Kecuali dalam hibrida = -1

4. Unsur-unsur Golongan IA
Dalam Senyawa, Bilangan Oksidasi = +2

5. Unsur-unsur Golongan IIA


Dalam senyawa, Bilangan Oksidasi = +2

6. Bilangan Oksidasi molekul = 0

7. Bilangan Oksidasi ion = muatan ion

8. Unsur halogen
F : 0, -1
Cl : 0, -1, +1, +3, +5, +7
Br : 0, -1, +1, +5, +7
I : 0, -1, +1, +5, +7

C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks

LANGKAH-LANGKAH PENYETARAAN REAKSI REDOKS

1. CARA BILANGAN OKSIDASI

a. Tentukan mana reaksi oksidasi dan reduksinya.


b. Tentukan penurunan Bilangan Oksidasi dari oksidator dan kenaikan
Bilangan Oksidasi dari reduktor.
c. Jumlah elektron yang diterima dan yang dilepaskan perlu disamakan
dengan mengalikan terhadap suatu faktor.
d. Samakan jumlah atom oksigen di kanan dan kiri reaksi terakhir jumlah
atom hidrogen di sebelah kanan dan kiri reaksi.
2. CARA SETENGAH REAKSI

a. Tentukan mana reaksi oksidasi dan reduksi.


b. Reaksi oksidasi dipisahkan daui reaksi reduksi
c. Setarakan ruas kanan dan kiri untuk jumlah atom yang mengalami
perubahan Bilangan Oksidasi untuk reaksi yang jumlah atom-atom
kanan dan kiri sudah sama, setarakan muatan listriknya dengan
menambahkan elektron.
d. Untuk reaksi yang jumlah atom oksigen di kanan dan kiri belum sama
setarakan kekurangan oksigen dengan menambahkan sejumlah H2O
sesuai dengan jumlah kekurangannya.
e. Setarakan atom H dengan menambah sejumlah ion H+ sebanyak
kekurangannya.
f. Setarakan muatan, listrik sebelah kanan dan kiri dengan menambahkan
elektron pada ruas yang kekurangan muatan negatif atau kelebihan
muatan positif.
g. Samakan jumlah elektron kedua reaksi dengan mengalikan masing-
masing dengan sebuah faktor.

D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks

Tahapan:

1. Tentukan perubahan bilangan oksidasi.


2. Setarakan perubahan bilangan oksidasi.
3. Setarakan jumlah listrik ruas kiri dan kanan dengan :
H+ pada larutan bersifat asam
OH- pada larutan bersifat basa
4. Tambahkan H2O untuk menyetarakan jumlah atom H.

Contoh:

MnO4- + Fe2+ Mn2+ + Fe3+ (suasana asam)

1. MnO4- + Fe2+ Mn2+ + Fe3+


..+7...... +2....... +2...... +3
.................
........................+1
2. Angka penyerta = 5
MnO4- + 5 Fe2+ Mn2+ + 5 Fe3+

3. MnO4- + 5 Fe2+ + 8 H+ Mn2+ + 5 Fe3+

4. MnO4- + 5 Fe2+ + 8 H+ Mn2+ + 5 Fe3+ + 4 H2O

E. Elektrokimia

SEL ELEKTROKIMIA

1. Sel Volta/Galvani
1. terjadi penubahan : energi kimia energi listrik
2. anode = elektroda negatif (-)
3. katoda = elektroda positif (+)
2. Sel Elektrolisis
1. terjadi perubahan : energi listrik energi kimia
2. anode = elektroda positif (+)
3. katoda = elektroda neeatif (-)

F. Sel Volta

KONSEP-KONSEP SEL VOLTA

Sel Volta
1. Deret Volta/Nerst
a. Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, Zn
Fe Ni, Sn, Pb, (H), Cu, Hg, Ag, Pt, Au

b. Makin ke kanan, mudah direduksi sukar dioksidasi


Makin ke kiri, mudah dioksidasi sukar direduksi

2. Prinsip
1. Anoda terjadi reaksi oksidasi ; Katoda terjadi reaksi reduksi
2. Arus elektron : anoda katoda ; Arus listrik : katoda anoda
3. Jembatan garam: menyetimbangkan ion-ion dalam larutan

MACAM SEL VOLTA

1. Sel Kering atau Sel Leclance


= Katoda : Karbon
= Anoda :Zn
= Elektrolit : Campuran berupa pasta : MnO2 + NH4Cl + sedikit Air

2. Sel Aki
= Katoda: PbO2
= Anoda : Pb
= Elektrolit: Larutan H2SO4
= Sel sekunder

3. Sel Bahan Bakar


= Elektroda : Ni
= Elektrolit : Larutan KOH
= Bahan Bakar : H2 dan O2

4. Baterai Ni – Cd
= Katoda : NiO2 dengan sedikit air
= Anoda : Cd

G. Potensial Elektroda
POTENSIAL ELEKTRODA

1. Pengertian
Merupakan ukuran terhadap besarnya kecenderungan suatu unsur untuk
melepaskan atau mempertahankan elektron

2. Elektroda Hidrogen
- E° H2 diukur pada 25° C, 1 atm dan {H+} = 1 molar
- E° H2 = 0.00 volt

3. Elektroda Logam
- E° logam diukur terhadap E° H2
- Logam sebelah kiri H : E° elektroda < 0
- Logam sebelah kanan H : E° elektroda > 0

4. Cara Menghitung Potensial Elektroda Sel


1. E° sel = E° red - E° oks
2. E sel = E° sel - RT/nF ln C
Pada 25° C :
E sel = E° sel - 0.059/n log C
Elektroda tergantung pada :
- Jenis Elektroda
- Suhu
- Konsentrasi ionnya

Catatan :
E° = potensial reduksi standar (volt)
R = tetapan gas - [ volt.coulomb/mol.°K] = 8.314
T = suhu mutlak (°K)
n = jumlah elektron
F = 96.500 coulomb
C = [bentuk oksidasi]/[bentuk reduksi]

H. Korosi

1. Prinsip
Proses Elektrokimia
Proses Oksidasi Logam

2. Reaksi perkaratan besi


a. Anoda: Fe(s) ® Fe2+ + 2e
Katoda: 2 H+ + 2 e- ® H2
2 H2O + O2 + 4e- ® 4OH-

b. 2H+ + 2 H2O + O2 + 3 Fe ® 3 Fe2+ + 4 OH- + H2


Fe(OH)2 oleh O2 di udara dioksidasi menjadi Fe2O3 . nH2O
3. Faktor yang berpengaruh

1. Kelembaban udara
2. Elektrolit
3. Zat terlarut pembentuk asam (CO2, SO2)
4. Adanya O2
5. Lapisan pada permukaan logam
6. Letak logam dalam deret potensial reduksi

4. Mencegah Korosi
1. Dicat
2. Dilapisi logam yang lebih mulia
3. Dilapisi logam yang lebih mudah teroksidasi
4. Menanam batang-batang logam yang lebih aktif dekat logam besi dan
dihubungkan
5. Dicampur dengan logam lain

I. KOROSI

1. Prinsip
Proses Elektrokimia
Proses Oksidasi Logam

2. Reaksi perkaratan besi


a. Anoda: Fe(s) ® Fe2+ + 2e
Katoda: 2 H+ + 2 e- ® H2
2 H2O + O2 + 4e- ® 4OH-

b. 2H+ + 2 H2O + O2 + 3 Fe ® 3 Fe2+ + 4 OH- + H2


Fe(OH)2 oleh O2 di udara dioksidasi menjadi Fe2O3 . nH2O

3. Faktor yang berpengaruh

1. Kelembaban udara
2. Elektrolit
3. Zat terlarut pembentuk asam (CO2, SO2)
4. Adanya O2
5. Lapisan pada permukaan logam
6. Letak logam dalam deret potensial reduksi

4. Mencegah Korosi
1. Dicat
2. Dilapisi logam yang lebih mulia
3. Dilapisi logam yang lebih mudah teroksidasi
4. Menanam batang-batang logam yang lebih aktif dekat logam besi dan
dihubungkan
5. Dicampur dengan logam lain
J. Elektrolisis
1. Katoda [elektroda -]
• Terjadi reaksi reduksi
• Jenis logam tidak diperhatikan, kecuali logam Alkali (IA) den Alkali tanah
(IIA), Al dan Mn
• Reaksi:
2 H+(aq) + 2e-  H2(g)
ion golongan IA/IIA  tidak direduksi; penggantinya air
2 H2O() + 2 e-  basa + H2(g)
ion-ion lain  direduksi
2. Anoda [ektroda +]
• Terjadi reaksi oksidasi
• Jenis logam diperhatikan

a. Anoda : Pt atau C (elektroda inert)


reaksi : - 4OH-(aq)  2H2O() + O2(g) + 4e-
- gugus asam beroksigen tidak teroksidasi, diganti oleh
2 H2O()  asam + O2(g)
- golongan VIIA (halogen)  gas

b. Anoda bukan : Pt atau C


reaksi : bereaksi dengan anoda membentuk garam atau
senyawa lain.

K. Hukum Faraday

PRINSIP PERHITUNGAN ELEKTROLISIS

1. Hukum Faraday I

"Massa zat yang terbentuk pada masing-masing elektroda sebanding


dengan kuat arus/arus listrik yang mengalir pada elektrolisis tersebut".

Rumus:

m = e . i . t / 96.500

q=i.t

m = massa zat yang dihasilkan (gram)


e = berat ekivalen = Ar/ Valens i= Mr/Valensi
i = kuat arus listrik (amper)
t = waktu (detik)
q = muatan listrik (coulomb)

2. Hukum Faraday II

"Massa dari macam-macam zat yang diendapkan pada masing-masing


elektroda (terbentuk pada masing-masing elektroda) oleh sejumlah arus
listrik yang sama banyaknya akan sebanding dengan berat ekivalen
masing-masing zat tersebut."

Rumus:

m1 : m2 = e1 : e2

m = massa zat (garam)


e = beret ekivalen = Ar/Valensi = Mr/Valensi

Contoh:

Pada elektrolisis larutan CuSO4 dengan elektroda inert, dialirkan listrik 10


amper selama 965 detik.

Hitunglah massa tembaga yang diendapkan pada katoda dan volume gas
oksigen yang terbentuk di anoda pada (O°C, 1 atm), (Ar: Cu = 63.5 ; O =
16).

Jawab:

CuSO4 (aq)  Cu2+(aq) + SO42-(aq)

Katoda [elektroda - : reduksi] : Cu2+(aq) + 2e-  Cu(s)

Anoda [elektroda + : oksidasi]: 2 H2O(l)  O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e-

a. massa tembaga:

m = e . i . t/96.500 = (Ar/Valensi) x (10.965/96.500) = 63.5/2 x


9.650/96.500 = 31.25 x 0,1 = 3,125 gram

b. m1 : m2 = e1 : e2

mCu : mO2 = eCu : eO2

3,125 : mO2 = 6.32/2 : 32/4

3,125 : mO2 = 31,25 : 8

mO2 = (3.125 x 8)/31.25 = 0.8 gram

mol O2 = 0.8/32 = 8/320 = 1/4 mol

volume O2 (0°C, 1 atm) = 1/40 x 22.4 = 0.56 liter


BAB VII
KESETIMBANGAN KIMIA DAN LAJU REAKSI KIMIA

ASAM BASA

A. Teori Asam Basa


1. MENURUT ARRHENIUS

Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H+.

Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH-.

Contoh:

1) HCl(aq)  H+(aq) + Cl-(aq)


2) NaOH(aq)  Na+(aq) + OH-(aq)

2. MENURUT BRONSTED-LOWRY

Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.

Contoh:

1) HAc(aq) + H2O(l)  H3O+(aq) + Ac-(aq)


asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

HAc dengan Ac- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


H3O+ dengan H2O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

2) H2O(l) + NH3(aq)  NH4+(aq) + OH-(aq)


asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

H2O dengan OH- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (proton
donor) dan sebagai basa (proton akseptor). Zat atau ion atau spesi seperti ini
bersifat ampiprotik (amfoter).

A. Stokiometri Larutan

Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau
seluruhnya berada dalam bentuk larutan.

1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana

Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara


hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara
suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:


a. menulis persamann reaksi
b. menyetarakan koefisien reaksi
c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan
perbandingan mol

Karena zat yang terlibat dalam reaksi berada dalam bentuk larutan, maka
mol larutan dapat dinyatakan sebagai:

n=V.M

dimana:

n = jumlah mol
V = volume (liter)
M = molaritas larutan

Contoh:

Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan


2.4 gram logam magnesium (Ar = 24).

Jawab:

Mg(s) + 2HCl(aq)  MgCl2(aq) + H2(g)


24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol
mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol
volume HCl = n/M = 0.2/0.25 = 0.8 liter

2. Titrasi

Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan


larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Motode ini banyak
dilakukan di laboratorium. Beberapa jenis titrasi, yaitu:
1. titrasi asam-basa
2. titrasi redoks
3. titrasi pengendapan

Contoh:

1. Untuk menetralkan 50 mL larutan NaOH diperlukan 20 mL larutan 0.25


M HCl.
Tentukan kemolaran larutan NaOH !

Jawab:

NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)


mol HCl = 20 x 0.25 = 5 m mol
Berdasarkan koefisien reaksi di atas.
mol NaOH = mol HCl = 5 m mol
M = n/V = 5 m mol/50mL = 0.1 M

2. Sebanyak 0.56 gram kalsium oksida tak murni dilarutkan ke dalam air.
Larutan ini tepat dapat dinetralkan dengan 20 mL larutan 0.30 M
HCl.Tentukan kemurnian kalsium oksida (Ar: O=16; Ca=56)!

Jawab:

CaO(s) + H2O(l)  Ca(OH)2(aq)


Ca(OH)2(aq) + 2 HCl(aq)  CaCl2(aq) + 2 H2O(l)
mol HCl = 20 x 0.30 = 6 m mol
mol Ca(OH)2 = mol CaO = 1/2 x mol HCl = 1/2 x 6 = 3 m mol
massa CaO = 3 x 56 = 168 mg = 0.168 gram
Kadar kemurnian CaO = 0.168/0.56 x 100% = 30%

KONSTANTA KESETIMBANGAN

A. Keadaan Kesetimbangan

Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi bolak balik. Apabila
dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan
reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum
reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:

A + B C + D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

1. Kesetimbangan dalam sistem homogeny


a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas
Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

b. Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan


Contoh: NH4OH(aq) NH4+(aq) + OH- (aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen


a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas
Contoh: CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

b. Kesetimbangan sistem padat larutan


Contoh: BaSO4(s) Ba2+(aq) + SO42- (aq)

c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas


Contoh: Ca(HCO3)2(aq) CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)
B. Hukum Kesetimbangan
Hukum Guldberg dan Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka
Wange: hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan
hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-
masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien
reaksinya adalah tetap.

Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan.


Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B c C + d D maka:

Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b

Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

- Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang
dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk
gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap den nilainya telah terhitung
dalam harga Kc itu.

Contoh: C(s) + CO2(g) 2CO(g)


Kc = (CO)2 / (CO2)

- Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam
perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.

Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq) Zn2+(aq) + Cu(s)


Kc = (Zn2+) / (Cu2+)

- Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong


salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak
dimasukkan dalam perhitungan Kc.

Contoh: CH3COO-(aq) + H2O(l) CH3COOH(aq) + OH-(aq)


Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH3COO-)

Contoh soal:

1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:

AB(g) + CD(g) AD(g) + BC(g)


Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi
AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk
reaksi ini !

Jawab:

Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi)


sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya
sama).
Dalam keadaan kesetimbangan:

(AD) = (BC) = 3/4 mol/l


(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9

2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

A(g) + 2B(g) 4C(g)

sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:
2C(g) 1/2A(g) + B(g)

Jawab:

- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25


- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:
K1 = 1 / (K2)2 K2 = 2

C. Pergeseran Kesetimbangan

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi,


maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu
menjadi sekecil-kecilnya.

Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang


baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran
kesetimbangan.

Bagi reaksi:

A + B C + D
KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

1. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D,


sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

2. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga


jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK


KESETIMBANGAN ADALAH :

a. Perubahan konsentrasi salah satu zat


b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu

1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT

Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat


diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat
tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka
kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka kesetimbangan
akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka kesetimbangan akan
bergeser ke kiri.

2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN

Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan


perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem
akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.

Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan


bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.

Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan


bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.

Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi


sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan
tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.

Contoh:
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g)

Koefisien reaksi di kanan = 2


Koefisien reaksi di kiri = 4

- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil),


maka kesetimbangan akan
bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar),
maka kesetimbangan akan
bergeser ke kiri.

C. PERUBAHAN SUHU

Menurut Van't Hoff:

- Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi


akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).

- Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi


akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).

Contoh:

2NO(g) + O2(g) 2NO2(g) ; H = -216 Kj

- Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

- Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara


Harga Kc Dan Kp

PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN

Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya


kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan
kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke
kanan dan ke kiri sama besar.

HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp

Untuk reaksi umum:

a A(g) + b B(g) c C(g) + d D(g)


Harga tetapan kesetimbangan:
Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a . (B)b]
Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb)

dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C


dan D.

Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:

Kp = Kc (RT) n

dimana n adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas
kiri).

Contoh:

Jika diketahui reaksi kesetimbangan:

CO2(g) + C(s) 2CO(g)

Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total
dalaun ruang 5 atm!

Jawab:

Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 - x)
atm.

Kp = (PCO)2 / PCO2 = x2 / (5 - x) = 16 x=4

Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm

E. Kesetimbangan Disosiasi

Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih
sederhana.

Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan
jumlah mol mula-mula.

Contoh:

2NH3(g) N2(g) + 3H2(g)

besarnya nilai derajat disosiasi ( ):

= mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula


Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika:

a = 0 berarti tidak terjadi penguraian


a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna
0 < < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).

Contoh:

Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan

N2O4(g) 2NO2(g)

banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama.

Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?

Jawab:

Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol


mol N2O4 yang terurai = a mol mol N2O4 sisa = a (1 - ) mol
mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a mol

CARA MENYATAKAN KONSENTRASI ION HIDROGEN

A. Pendahuluan

Besarnya konsentrasi ion H+ dalam larutan disebut derajat keasaman.


Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai pengertian pH.

pH = - log [H+]

Untuk air murni (25oC): [H+] = [OH-] = 10-7 mol/l

pH = - log 10-7 = 7

Atas dasar pengertian ini, ditentukan:

- Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral

- Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam

- Jika nilai pH > 7, maka larutan bersifat basa

- Pada suhu kamar: pKw = pH + pOH = 14


B. Menyatakan pH Larutan Asam

Untuk menyatakan nilai pH suatu larutan asam, maka yang paling awal harus
ditentukan (dibedakan) antara asam kuat dengan asam lemah.

1. pH Asam Kuat

Bagi asam-asam kuat (  = 1), maka menyatakan nilai pH larutannya


dapat dihitung langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat
valensinya).

Contoh:

1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl !

Jawab:

HCl(aq)  H+(aq) + Cl-(aq)


[H+] = [HCl] = 0.01 = 10-2 M
pH = - log 10-2 = 2

2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat !

Jawab:

H2SO4(aq)  2 H+(aq) + SO42-(aq)

[H+] = 2[H2SO4] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = 10-1 M


pH = - log 10-1 = 1

2. pH Asam Lemah

Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya  1 (0 <  <


1) maka besarnya konsentrasi ion H+ tidak dapat dinyatakan secara
langsung dari konsentrasi asamnya (seperti halnya asam kuat). Langkah
awal yang harus ditempuh adalah menghitung besarnya [H +] dengan
rumus

[H+] = Ca . Ka)

dimana:

Ca = konsentrasi asam lemah


Ka = tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 0.025 mol CH3COOH dalam 250 ml larutannya, jika


diketahui Ka = 10-5
Jawab:

Ca = 0.025 mol/0.025 liter = 0.1 M = 10-1 M


[H+] = Ca . Ka) = 10-1 . 10-5 = 10-3 M
pH = -log 10-3 = 3

C. Menyatakan pH Larutan Basa

Prinsip penentuan pH suatu larutan basa sama dengan penentuan pH larutam


asam, yaitu dibedakan untuk basa kuat dan basa lemah.

1. pH Basa Kuat

Untuk menentukan pH basa-basa kuat ( = 1), maka terlebih dahulu


dihitung nilai pOH larutan dari konsentrasi basanya.

Contoh:

a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M !


b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH)2 0.01 M !

Jawab:

a. KOH(aq)  K+(aq) + OH-(aq)


[OH-] = [KOH] = 0.1 = 10-1 M
pOH = - log 10-1 = 1
pH = 14 - pOH = 14 - 1 = 13

b. Ca(OH)2(aq)  Ca2+(aq) + 2 OH-(aq)


[OH-1] = 2[Ca(OH)2] = 2 x 0.01 = 2.10-2 M
pOH = - log 2.10-2 = 2 - log 2
pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2

2. pH Basa Lemah

Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya  1, maka untuk


menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus:

[OH-] = Cb . Kb)

dimana:

Cb = konsentrasi basa lemah


Kb = tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml 0.001 M larutan NH4OH, jika diketahui tetapan


ionisasinya = 10-5 !

Jawab:

[OH-] = Cb . Kb) = 10-3 . 10-5 = 10-4 M


pOH = - log 10-4 = 4
pH = 14 - pOH = 14 - 4 = 10

D. Larutan Buffer

Larutan buffer adalah:

a. Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut.


Contoh:
- CH3COOH dengan CH3COONa
- H3PO4 dengan NaH2PO4
b. Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut.
Contoh:
- NH4OH dengan NH4Cl

Sifat larutan buffer:


- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau
basa.

CARA MENGHITUNG LARUTAN BUFFER

1. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan
garamnya (larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:

[H+] = Ka. Ca/Cg

pH = pKa + log Ca/Cg

dimana:
Ca = konsentrasi asam lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Ka = tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat
dengan 0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan !
Ka bagi asam asetat = 10-5

Jawab:

Ca = 0.01 mol/liter = 10-2 M


Cg = 0.10 mol/liter = 10-1 M
pH= pKa + log Cg/Ca = -log 10-5 + log-1/log-2 = 5 + 1 = 6

2. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan
garamnya (larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:

[OH-] = Kb . Cb/Cg

pOH = pKb + log Cg/Cb

dimana:
Cb = konsentrasi base lemah
Cg = konsentrasi garamnya
Kb = tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH4OH
dengan 0.1 mol HCl ! (Kb= 10-5)

Jawab:

NH4OH(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O(l)

mol NH4OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol
mol NH4OH sisa = 0.2 - 0.1 = 0.1 mol
mol NH4Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol
Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH4Cl) maka
campurannya akan membentuk
Larutan buffer.

Cb (sisa) = 0.1 mol/liter = 10-1 M


Cg (yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = 10-1 M
pOH = pKb + log Cg/Cb = -log 10-5 + log 10-1/10-1 = 5 + log 1 = 5

pH = 14 - p0H = 14 - 5 = 9

E. Hidrolisis

Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau
basa.

ADA EMPAT JENIS GARAM, YAITU :

1. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat
(misalnya NaCl, K2SO4 dan lain-lain) tidak mengalami hidrolisis. Untuk
jenis garam yang demikian nilai pH = 7 (bersifat netral).

2. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah
(misalnya NH4Cl, AgNO3 dan lain-lain) hanya kationnya yang
terhidrolisis (mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang
demikian nilai pH < 7 (bersifat asam).

3. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat
(misalnya CH3COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang
terhidrolisis (mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang
demikian nilai pH > 7 (bersifat basa).

4. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah
(misalnya CH3COONH4, Al2S3 dan lain-lain) mengalami hidrolisis total
(sempurna). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung
harga Ka den Kb.

F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah

Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan
persamaan:

[H+] = Kh . Cg

dimana :

Kh = Kw/Kb

Kh = konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan


persamaan:

pH = 1/2 (pKW - pKb - log Cg)

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH4Cl ! (Kb = 10-5)

Jawab:

NH4Cl adalah garam yang bersifat asam, sehingga pH-nya kita hitung secara
langsung.

pH = 1/2 (pKw - pKb - log Cg)


= 1/2 (-log 10-14 + log 10-5 - log 10-1)
= 1/2 (14 - 5 + 1)
= 1/2 x 10
= 5
G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah

Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam
perhitungan digunakan persamaan:

[OH-] =  K h . Cg

dimana:

Kh = Kw/Ka

Kh = konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan


persamaan:

pH = 1/2 (pKw + pKa


+ log Cg)

Contoh:

Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam
asetat ! (Ka = 10-5).

Jawab:

NaOH + CH3COOH  CH3COONa + H2O

- mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

- mol CH3COOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang
direaksikan, maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam
(CH3COONa) yang terbentuk.

- mol CH3COONa = 0.002 mol (lihat reaksi)


- Cg = 0.002 mol/200 ml = 0.002 mol/0.2 liter = 0.01 M = 10-2 M
- Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari asam
lemah dengan basa kuat), besarnya:

pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg)


= 1/2 (14 + 5 + log 10-2)
= 1/2 (19 - 2)
= 8.5
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi,


sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

1. KONSENTRASI

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat


yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin
banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya
tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI

Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan


berlangsungnya reaksi.

Secara umum dinyatakan bahwa:

- Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.


Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang
muatannya berlawanan.

Contoh: Ca2+(aq) + CO32+(aq) CaCO3(s)


Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

- Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.


Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan
energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam
molekul zat yang bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g) CH3Cl(g) + HCl(g)


Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi
misalnya cahaya matahari.

3. SUHU

Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan
menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan
bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau
lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai
keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar.
Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu
dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS:
k = A . e-E/RT

dimana:

k : tetapan laju reaksi


A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi
E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK
T : suhu reaksi (oK)

4. KATALISATOR

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud
memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi
tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir
reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti
sebelum reaksi.

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi)


dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-
tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu
yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.
BAB VIII

TERMOKIMIA

A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

1. Reaksi Eksoterm

Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari


sistem ke lingkungan atau pada reaksi tersebut
dikeluarkan panas.
Pada reaksi eksoterm harga H = ( - )

Contoh : C(s) + O2(g) CO2(g) + 393.5 kJ ; H=-


393.5 kJ

2. Reaksi Endoterm

Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari


lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut
dibutuhkan panas.
Pada reaksi endoterm harga H = ( + )

Contoh : CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) - 178.5 kJ ;


H = +178.5 kJ

B. Perubahan Entalpi

Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp


Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang
menyertai peristiwa perubahan kimia pada tekanan
tetap.
a. Pemutusan ikatan membutuhkan
energi (= endoterm)
Contoh: H2 2H - a kJ ; H= +akJ
b. Pembentukan ikatan memberikan
energi (= eksoterm)
Contoh: 2H H2 + a kJ ; H = -a
kJ

Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :

1. Entalpi Pembentakan Standar ( Hf ):


H untak membentuk 1 mol persenyawaan
langsung dari unsur-unsurnya yang diukur pada
298 K dan tekanan 1 atm.
Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) H20 (l) ; Hf = -
285.85 kJ
2. Entalpi Penguraian:
H dari penguraian 1 mol persenyawaan
langsung menjadi unsur-unsurnya (= Kebalikan
dari H pembentukan).
Contoh: H2O (l) H2(g) + 1/2 O2(g) ; H =
+285.85 kJ
3. Entalpi Pembakaran Standar ( Hc ):
H untuk membakar 1 mol persenyawaan
dengan O2 dari udara yang diukur pada 298 K
dan tekanan 1 atm.
Contoh: CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) ;
Hc = -802 kJ
4. Entalpi Reaksi:
H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat
yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan
dalam satuan mol dan koefisien-koefisien
persamaan reaksi bulat sederhana.
Contoh: 2Al + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2 ; H
= -1468 kJ
5. Entalpi Netralisasi:
H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi
penetralan asam atau basa.
Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) +
H2O(l) ; H = -890.4 kJ/mol
6. Hukum Lavoisier-Laplace
"Jumlah kalor yang dilepaskan pada
pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurya =
jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan
zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya."
Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor
yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi
negatif atau sebaliknya
Contoh:
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ; H = - 112 kJ
2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ; H = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum


Hess
PENENTUAN PERUBAHAN ENTALPI
Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu
reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti
kalorimeter, termometer dan sebagainya yang
mungkin lebih sensitif.
Perhitungan : H reaksi = Hfo produk - Hfo
reaktan
HUKUM HESS
"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada
suatu reaksi kimia tidak tergantung pada jalannya
reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."
Contoh:

C(s) + O2(g) CO2(g) ; H = x kJ 1 tahap


C(s) + 1/2
CO(g) ; H = y kJ
02(g)
2 tahap
CO(g) + 1/2
CO2(g) ; H = z kJ
O2(g)
------------------------------------------------------------ +
; H=y+z
C(s) + O2(g) CO2(g)
kJ

Menurut Hukum Hess : x = y + z


D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia
Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan
pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai
perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk
memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk
radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk
molekul kompleks, energi yang dibutuhkan untuk
memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom
bebas disebut energi atomisasi.
Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi
ikatan atom-atom dalam molekul tersebut. Untuk
molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2,
02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka
energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi
atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara
pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut.
Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan
persamaan :

H = energi pemutusan - energi


reaksi ikatan pembentukan ikatan
= energi ikatan di - energi ikatan di
kiri kanan
Contoh:
Diketahui :
energi ikatan
C - H = 414,5 kJ/Mol
C = C = 612,4 kJ/mol
C - C = 346,9 kJ/mol
H - H = 436,8 kJ/mol

Ditanya:
H reaksi = C2H4(g) + H2(g) C2H6(g)
H = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah
reaksi energi pembentukan ikatan
= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-
C))
= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= - 126,7 Kj

Anda mungkin juga menyukai