Pada masa lalu, dalam masyarakat terbagi peran dan pekerjaan untuk laki-laki
dan perempuan. Dalam masyarakat tradisional, umumnya perempuan berperan
dalam ranah domestik dan laki-laki berada pada ranah publik. Masing-masing peran
ini, pada saat itu, tidak boleh dipertukarkan. Pada ranah domestik, tugas dan peran
perempuan terkait reproduksi, seperti melahirkan dan merawat anak untuk
keberlangsungan keturunan dalam keluarga, serta urusan domestik lainnya.
Sementara urusan publik menjadi tugas laki-laki atau suami. Dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan, pembagian tugas berdasarkan gender mengalami
pergeseran. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan yang dikenal sebagai kesetaraan
gender.
Latar Belakang
Tuntutan tersebut cenderung berhasil misalnya dalam beberapa profesi yang tidak lagi
ditentukan berdasarkan pembedaan menurut gender yang sebelumnya ditentukan
masyarakat. Contohnya, sejumlah profesi yang sebelumnya dianggap sebagai "profesi kaum
laki- laki" dapat dijalani oleh kaum perempuan, misalnya pilot. Sebaliknya, profesi yang
sebelumnya dianggap sebagai "profesi kaum perempuan" saat ini dilakukan juga oleh laki-
laki, seperti menjadi juru masak (chef). Laki-laki dan perempuan pada saat ini memiliki
peran yang setara dalam berbagai bidang kehidupan, baik sosial, budaya, ekonomi,
pertahanan dan keamanan, serta politik.
Hal yang menentukan seseorang untuk berkembang adalah kemampuan diri tiap orang.
Oleh karena itu, pengakuan pada kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk berperan di
berbagai bidang menjadi hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Permasalahan dalam keberagaman Gender
Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan gender merujuk pada perbedaan peran,
fungsi, hak, tanggung dan perilaku antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Permasalahan muncul ketika terjadi ketidakadilan gender dalam masyarakat, baik pada
kaum perempuan maupun laki-laki.
Ketidakadilan gender dapat terjadi karena perbedaan hak, kesempatan, dan
perlakuan terhadap kaum laki-laki maupun perempuan. Laman Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Republik Indonesia mencatat sejumlah istilah mengenai
ketidakadilan gender berikut (Kemenpppa RI, 2021).
Subordinasi
Subordinasi menunjuk pada relasi yang di dalamnya satu pihak menjadi
dominan, terutama pihak laki-laki, sehingga peran pihak perempuan dianggap
lebih rendah dari peran laki-laki. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat telah
memilah-milah peran gender, laki-laki dan perempuan.
Urusan-urusan dalam rumah tangga atau urusan domestik dan reproduksi
dianggap sepenuhnya tugas perempuan, sementara tugas laki- laki adalah urusan-
urusan yang bersifat publik dan terkait produksi. Hal ini menjadi problematik
karena terkadang peran dan fungsi dalam urusan domestik dan reproduksi tidak
mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi.
Kekerasan
Beban ganda (double burden) menunjuk pada kondisi salah satu gender yang
memiliki tugas lebih banyak daripada gender lain. Peran domestik atau rumah
tangga perempuan sering dianggap peran permanen. Di satu sisi, terdapat
peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah. Namun, hal ini tidak
diiringi berkurangnya beban mereka di dalam rumah.
Akibatnya, perempuan cenderung mengalami beban ganda. Beban ganda
akan dianggap ketidakadilan jika dirasakan perempuan sebagai tekanan dan
paksaan pada dirinya dan kehidupannya.
Marjinalisasi
Stereotip berarti pemberian citra baku atau label kepada seseorang atau
kelompok yang didasarkan suatu anggapan salah atau sesat. Stereotip umumnya
digunakan untuk menjustifikasi atau membenarkan perlakuan satu kelompok
terhadap kelompok yang lain.
Stereotip atau pelabelan ini menegaskan adanya relasi dominasi pihak yang
satu terhadap pihak yang lain dengan tujuan menaklukan atau menguasai.
Stereotip juga dapat dilakukan pada gender, umumnya perempuan. Contoh
stereotip adalah perempuan dianggap cengeng, emosional, tidak bisa mengambil
keputusan penting, dan sekadar pencari
Upaya Mengatasi Permasalahan Keberagaman Gender
Menyelenggarakan pelatihan atau pendidikan analisis gender. Hal ini agar dapat
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang gender bagi
masyarakat.
Mengupayakan keterlibatan perempuan dalam proses-proses pengambilan keputusan.
Melaksanakan peraturan-peraturan yang melarang berbagai tindak kekerasan,
eksploitasi, diskriminasi, dan kekerasan terhadap gender tertentu, seperti UU No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
TERIMA KASIH