Anda di halaman 1dari 17

DOKUMEN KAJIAN KAPASITAS, KERENTANAN DAN RISIKO

YANG BERKEADILAN GENDER

DESA NOEMUKE

KECAMATAN AMANUBAN SELATAN

KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan


menjadi penting untuk dikaji mengingat tidak ada satu negara pun di
belahan dunia ini yang kaum perempuannya tidak pernah mengalami
perlakuan yang tidak adil (diskriminasi), walaupun dalam derajat dan
bentuk yang berbeda. Karenanya, signifikansi dari mendiskusikan,
mendorong implemnetasi, mengetahui hambatan dan peluangnya guna
memenuhi hak-hak perempuan adalah sangat penting. Pemenuhan hak
perempuan adalah pemenuhan hak asasi manusia (women’s rights is
human rights) yang seringkali tidak terpenuhi dengan baik karena
terdiskriminasi. Perempuan menjadi salah satu kelompok paling rentan
terhadap berbagai jenis pelanggaran hak-hak asasi manusia karena
diskriminasi yang dialaminya.
Diskriminasi adalah salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak
asasi manusia (HAM). Dengan demikian, diskriminasi terhadap perempuan
melanggar hak asasi manusia perempuan, sehingga pemberdayaan
perempuan diperlukan agar perempuan-perempuan dapat memperjuangkan
hak-haknya yang dilanggar. Negara memiliki tanggung jawab besar dalam
menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan karena berkembangnya
praktik diskriminasi terhadap perempuan sangat terkait erat dengan
berbagai persoalan yang menjadi tanggung jawab negara, seperti
kemiskinan, menguatnya fundamentalisme ataupun konservatisme agama
dan budaya, serta pembatasan hak-hak perempuan baik dalam politik
maupun untuk berkiprah di ruang public.
Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan sudah banyak
dilakukan oleh pemerintah baik pusat, Pemerintah Provinsi NTT maupun
Pemerintah Daerh Timor Tengah Selatan, namun belum menunjukkan hasil
yang menggembirakan, bahkan semakin banyak orang miskin ”baru” yang
menjadi beban tambahan bagi pembangunan. Kemiskinan yang dialami
meliputi berbagai dimensi seperti ekonomi, pengetahuan dan ketrampilan,
bahkan psiko-sosial dan mental. Oleh karena itu strategi penanggulangan
kemiskinan juga harus meliputi pemberdayaan dari berbagai dimensi, yaitu
ekonomi dan psikososial serta melibatkan peran gender, baik di tingkat
keluarga maupun masyarakat agar pencapaian penanggulangan
kemiskinan dapat terwujud secara bertahap dan progresif serta
berkesinambungan.
Berkaitan dengan upaya strategi penanggulangan kemiskinan, maka perlu
ada suatu kajian strategi yang berkaitan dengan pemberdayaan gender
menuju keadilan gender dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga yang
sesuai dengan norma dan budaya masyarakat di Desa Noemuke,
Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS. Hal ini sangat penting
mengingat tepatnya pendekatan strategi penanggulangan kemiskinan
dengan kondisi dinamika sosial-budaya masyarakat Indonesia yang sangat
beragam.

2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan dokumen ini adalah :

a. Memberikan gambaran secara sistematis tentang Kerentanan,


Kapasitas dan risiko bagi kelompok wanita di Desa Noemuke,
Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS.
b. Memberikan informasi secara terbuka, komprehensif, dan evaluabel,
kepada masyarakat luas tentang Kerentanan, Kapasitas dan Risiko
yang berkaitan dengan keadilan Gender di Desa Noemuke,
Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS beserta segala aspek
yang terkait di dalamnya.

Secara khusus dokumen ini di susun agar dapat berfungsi sebagai


kerangka acuan dalam perencanaan pembangunan yang berperspektif
keadilan Gender di Desa Noemuke, Kecamatan Amanuban Selatan,
Kabupaten TTS.

3. Ruang Lingkup

Pengkajian Risiko yang berkaitan dengan keadilan Gender meliputi :


a. pengkajian tingkat ancaman;
b. pengkajian tingkat kerentanan;
c. pengkajian tingkat kapasitas;
d. pengkajian tingkat risiko;
e. kebijakan pembangunan yang berperspektif Gender.

4. Landasan Hukum

Landasan hukum pengkajian ancaman adalah sebagai berikut :

a. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan


Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang
Kejam atau Tidak Manusiawi
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT)
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak
Pidana Perdangan Orang (PTPPO)
e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan
Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional

5. Pengertian

Beberapa istilah yang digunakan dalam dokumen ini adalah :

a. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan


tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat keadaan
sosial dan budaya masyarakat, dan dapat berubah (Kemen P3A RI,
2010)
b. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional,
dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut (Inpres
No. 9 Tahun 2000)
c. Keadilan gender (gender equity) bermakna perlakuan adil bagi
perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan proses kebijakan
pembangunan dengan mempertimbangkan perbedaan pengalaman,
kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan dan laki-laki
(Nurhaeni 2014)
d. Akses adalah Kesempatan yang sama diberikan kepada perempuan
dan laki-laki pada sumber daya pembangunan. Contoh: memberikan
akses yang sama bagi anak perempuan dan anak laki-laki untuk
dapat mengikuti pendidikan sesuai dengan jenjang usianya, tanpa
ada pengecualian; (Kementrian P3A,2010)
e. Partisipasi adalah Perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi
dalam seluruh proses pembangunan melalui tahap persiapan,
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi
pembangunan, (Kementrian P3A,2010)
f. Kontrol adalah Perempuan dan laki-laki diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan untuk penguasaan sumber daya
pembangunan (Kementrian P3A, 2010).
g. Manfaat adalah Pembangunan harus dapat memberikan manfaat
yang sama bagi perempuan dan laki-laki. laki-laki dan perempuan
(Kementrian P3A,2010)
h. Stereotip/citra baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis
kelamin yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya
menyebabkan terjadinya ketidakadilan (BKkbN 2009).
i. Subordinasi/penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah
satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan
posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya (BKkbN 2009)
j. Marginalisasi/peminggiran, adalah kondisi atau proses peminggiran
terhadap salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang
berakibat kemiskinan (BKkbN 2009)
k. Beban ganda/double burden, adalah adanya perlakuan terhadap
salah satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh
lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya (BKkbN
2009).
l. Kekerasan/violence, yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun
psikologis seseorang, sehingga kekerasan tersebut tidak hanya
menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik
(pelecehan seksual, ancaman, paksaan, yang bisa terjadi di rumah
tangga, tempat kerja, tempat tempat umum (BKkbN 2009)
m. Pengarusutaam Gender merupakan strategi pembangunan untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan
mengintegrasikan kepentingan, aspirasi dan kondisi laki-laki dan
perempuan dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi (Inpres
No. 9 Tahun 2000)

6. Sistematika Penulisan

Dokumen Analisis Kapasitas, Kerentanan dan Risiko yang berkeadilan


Gender ini disusun sebagai bahan untuk para pengambilan kebijakan
dalam proses perencanaan pembangunan dan penganggaran yang
berperspektif berkeadilan Gender di Desa Noemuke. Dokumen ini secara
keseluruhan memuat 5 bab, yaitu; bab 1, pendahuluan yang berisi latar
belakang, tujuan, landasan hukum, ruang lingkup, pengertian – pengertian
dan sistematika dari penulisan dokumen ini. Pada bab 2, Gambaran umum
Ketimpangan Gender memuat gambaran umum wilayah Desa Noemuke dan
juga memaparkan secara umum dan singkat Potensi ketimpangan gender di
Desa Noemuke. Bab 3, kajian risiko yang berkeadilan gender memaparkan
analisis kapasitas, kerentanan, risiko berdasarkan konteks Desa Noemuke.
Di bab 4, tentang rekomendasi – rekomendasi baik berupa pendekatan
penguatan kelembagaan yang bersinergi dan juga pendekatan perencanaan
program yang sesuai dengan kondisi lokal. Bab 5, kesimpulan dan penutup
memaparkan tentang kesimpulan akhir terkait tingkat risiko ketimpangan
gender dan kebijakan yang direkomendasikan serta kemungkinan tindak
lanjut dari dokumen yang disusun
Diharapkan dengan lahirnya dokumen analisis Kapasitas, Kerentanan
dan risiko yang berkeadilan gender ini, maka pemerintah desa, tokoh
agama, BPD dan semua elemen yang ada di Desa Noemuke dapat
mengintegrasikan perspektif keadilan gender dalam proses perencanaan
dan pengaggaran di tingkat desa. Penyusunan dokumen ini melalui proses
partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat yang ada di
Desa Noemuke.
BAB II

GAMBARAN UMUM PERMASALAHAN KETIMPANGAN GENDER

1. Umum

Desa Noemuke adalah bagian dari pemerintahan Kecamatan Amanuban


Selatan Kabupaten TTS dengan luas wilayah 20,80 Km². Batas wilayah
Desa Noemuke adalah sebelah timur berbatasan dengan Desa Kele
Kecamatan Kuanfatu dan Desa Nunusunu Kecamatan Kualin, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Oekiu Kecamatan Amanuban Selatan, sebelah
utara berbatasan dengan Desa Basmuti Kecamatan Kuanfatu dan Desa
Naib Kecamatan Noebeba, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Oebelo
Kecamatan Amanuban Selatan. Desa Noemuke terdiri dari empat (4) dusun,
10 RW dan 23 RT. Jumlah penduduk yang mendiami Desa Noemuke adalah
674 KK, 2.593 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.346 jiwa dan perempuan
1.247 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Noemuke adalah rata-rata
Sekolah Dasar.

Mata pencaharian utama masyarakat Desa Noemuke adalah petani lahan


kering (berkebun dan sawah tadah hujan). Masayarakat pada dasarnya
semua memiliki lahan kering dengan luas lahan yang dikelolah pada setiap
tahun adalah ± 1 Ha per KK. Selain mata pencaharian pokok masyarakat
Desa Noemuke sebagai petani, beberapa mata pencaharian yang biasanya
dilakukan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya adalah
pedagang, peternak, tenun, pertukangan dan juga Ojek. Hasil pertanian
dan hutan unggulan yang sekaligus menjadi sumber pendapatan ekonomi
masyarakat desa Noemuke adalah jagung dan asam. Selain itu, beberapa
jenis hasil pertanian yang di usahakan oleh masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhan hidupnya adalah antara lain jagung, ubi-ubian, pisang, kelapa,
labu, jeruk.

Jarak dari Desa Noemuke ke ibu kota kecamatan adalah ± 12 Km dengan


waktu tempuh 30 menit. Sementara jarak dari Desa Noemuke ke ibu
kabupaten (Soe) adalah 37 Km dengan waktu tempuh 1 jam. Jarak dari
Desa Noemuke ke ibu Kota Provinsi adalah 130 Km dengan waktu tempuh
selama 2,5 jam. Untuk menempuh ibu kota kecamatan dengan berjalan
kaki membutuhkan waktu ± 2 jam. Untuk menempuh ibu kota kabupaten
dengan berjalan kaki membutuhkan waktu ± 7 jam. Sementara untuk
menempuh ibu kota Propinsi dengan berjalan kaki membutuhkan waktu ±
48 jam.
2. Potensi Ketimpangan Gender di Desa Noemuke

Untuk menganalisis ketimpangan gender perlu didefinisikan terlebih


dahulu pengertian gender dengan seks atau jenis kelamin. Seks adalah
pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis
kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai
makhluk yang secara kodrati. Secara biologis alat-alat biologis melekat
pada lelaki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat
dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan
biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat).
Kata “gender” sering diartikan sebagai kelompok laki-laki, perempuan, atau
perbedaan jenis kelamin. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada
kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial
maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial
dan budaya laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial atas laki-laki dan
perempuan itu antara lain: kalau perempuan dikenal makhluk yang lemah
lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap
kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan
dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (dalam
arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan.
Dalam konteks ketimpangan gender di Desa Noemuke, Kecamatan
Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dalam hasil diskusi
yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa di desa tersebut ada aktifitas –
aktifitas yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat yang selama ini
dipandang sebagai suatu hal yang sudah digariskan secara turun temurun.
Misalnya adalah ketika ada pertemuan – pertemuan di desa yang
membahas tentang proses pembangunan, yang diundang hadir adalah
kaum laki – laki. Untuk kaum perempuan hampir tidak pernah terlibat.
Bahkan dalam hampir sebahagian besar kegiatan, kelompok perempuan
hanya dilibatkan untuk menyiapkan konsumsi kegiatan, tanpa terlibat
dalam kegiatan tersebut. Memang dalam beberapa kegiatan, perempuan
dilibatkan dalam kegiatan – kegiatan tersebut, tetapi lebih sebagai peserta
biasa yang terkadang suaranya tidak diakomodir masuk dalam
perencanaan pembangunan di desa. Akibatnya adalah usulan – usulan
program hampir tidak menyentuh kebutuhan perempuan.
Dalam kegiatan peningkatan kapasitas yang dilakukan di tingkat
desa, hampir sebahagian besar pesertanya adalah laki – laki. Lebih dari itu,
setelah mengikuti kegiatan tersebut, kelompok laki – laki yang mengikuti
kegiatan tersebut tidak berbagi ilmu yang diperolehnya kepada anggota
keluarganya dan juga tetangganya Ini berdampak pada tingkat keahlian
yang dimiliki antara laki – laki dan perempuan yang berbeda. Akbatnya
adalah ketika ada bencana misalnya, yang banyak jadi korban adalah
perempuan dan anak – anak yang selama ini tidak pernah mendapatkan
informasi tentang kesiapsiagaan. Ataupun ketika ada dukungan dari pihak
luar, yang dapat kemudahan untuk mengaksesnya adalah kelompok laki –
laki. Ini menjadi sumber permasalahan utama di Desa Noemuke yang
mengakibatkan adanya ketimpangan gender di desa tersebut.
BAB III

KAJIAN KAPASITAS, KERENTANAN DAN RISIKO

YANG BERKEADILAN GENDER

A. Profil Kapasitas

Secara umum kondisi Kapasitas di Desa Noemuke dalam mendorong


Keadilan Gender adalah sebagai berikut :

a. Partisipasi dan akses perempuan di UKM cukup tinggi. Dengan


keputusan yang diambil secara bersama antara suami dan istri
membuat potensi untuk mengembangkan usaha menjadi lebih
baik
b. Desa Noemuke mempunyai banyak potensi lingkungan alam yang
masih dapat dimanfaatkan secara optimal, seperti masih banyak
lahan tidur yang belum digarap untuk menambah pendapatan
rumah tangga.
c. Secara umum sumberdaya manusia di Desa Noemuke, baik laki-
laki maupun perempuan mempunyai keterampilan dengan
tingkatan yang bervariasi mulai dari rendah, cukup, sampai tinggi.
d. Sudah ada dukungan moril dan material dari para tokoh agama,
dan aparat desa dengan berbagai bentuk dan tingkatan dukungan
untuk merencanakan dan melaksanakan program-program
penanggulangan kemiskinan di desa yang berkeadilan gender.
e. Modal sosial yang ada di desa Noemuke masih tinggi yang
dilandasi oleh nilai-nilai hidup masyarakat, yaitu harmonis,
rukun, saling menghormati menuju kedamaian dan kebahagiaan
serta kesejahteraan bersama
f. Ada kebijakan di dalam keluarga, dengan membuka ruang yang
lebih besar kepada anak perempuan untuk bisa mengakses
pendidikan tinggi
g. Kapasitas yang ada di Desa Noemuke yang bisa digunakan untuk
meminimalisir ketimpangan gender jika dilihat dari 5 aspek adalah
sebagai berikut :
- Sumber Daya Manusia
Anak perempuan diberikan akses untuk bisa melanjutkan
pendidikan sampai dengan pendidikan tinggi. Selain itu juga
ada kader – kader posyandu yang memiliki kemampuan
- Sumber Daya Alam
Banyak hasil hutan (asam) dan perkebunan yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi dalam rumah tangga. Selain itu juga masih banyak
lahan tidur yang belum dimanffatkan. Ini bisa dijadikan sebagai
potensi pengembangan perekonomian ke depan
- Keuangan
Banyak sumber pemasukkan di dalam rumah tangga di Desa
Noemuke yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup rumah tangga, seperti melalui usaha dagang (kios),
menjual hasil kerajinan tangan seperti hasil tenun, menjual
hasil dari kebun, hasil dari penjualan ternak, ada juga yang
memiliki keahlian pertukangan, ada beberapa warga yang
melakukan pekerjaan sebagai tukang ojek untuk menambah
penghasilan rumah tangga, dan juga ada bantuan – bantuan
yang masuk ke Desa Noemuke seperti bantuan dari PKH, BST,
BLT dan lain sebagainya

- Social
Ada banyak lembaga di desa seperti lembaga pemerintahan
desa, karang taruna, lembaga adat, kaum ibu GMIT, LPM, PKK
yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan
kapasitas berorganisasi dari kelompok perempuan. Selain itu
juga melalui lembaga-lembaga ini, kelompok perempuan dapat
menyalurkan aspirasi atau menyampaikan kebutuhannya agar
dapat didorong masuk ke dalam proses perenpanaan di Desa
Noemuke

- Infrastruktur
Di Desa Noemuke ada sekolah yang dapat dijadikan sebagai
tempat menimba ilmu pengetahuan untuk mengembangkan diri
bagi anak perempuan. Selain itu juga ada posyandu yang aktif,
yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berbagi
pengetahuan tentang kesehatan dan lain sebagainya.

B. Profil Kerentanan

Secara umum kondisi kerentanan di Desa Noemuke dalam mendorong


keadilan Gender adalah sebagai berikut :
a. Partisipasi kaum perempuan dalam program-program
penanggulangan kemiskinan di desa masih rendah:
- Secara umum partisipasi perempuan hanya sekedar segi kuantitif
saja, belum sampai menyangkut partisipasi pada sektor ekonomi
yang berlandaskan kompetensi talenta perempuan sebagai
sumberdaya manusia yang berkualitas.
- Kontribusi perempuan di sektor ekonomi sebagian besar pada
tahapan perjuangan untuk bertahan hidup dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan),
belum sampai pada tahapan berorganisasi untuk meningkatkan
kemandirian organisasi yang dicerminkan dari kemampuan
mengorganisir diri untuk mengakses dan memobilisasi serta
mengelola sumberdaya lokal yang tersedia untuk mengatasi
masalah kemiskinan.

b. Dampak program penanggulangan kemiskinan terhadap partisipasi


perempuan masih rendah:
- Belum optimalnya akomodasi masalah, aspirasi dan kebutuhan
perempuan yang terwujud dalam bentuk kegiatan. Keterlibatan
perempuan masih parsial dan masih pada tahapan pemula yang
diupayakan untuk bertahan hidup dan dapat berkelanjutan.
Belum optimalnya aspirasi perempuan ini tercermin dari
partisipasi perempuan yang masih rendah dan kreatifitas yang
masih rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sumberdaya
manusia, adanya kendala sosial budaya yang berlaku sejak
generasi-generasi sebelumnya dan belum berfungsinya modal
sosial secara optimal dalam memfasilitasi kebutuhan dan
keinginan kaum perempuan.
- Masih terdapat masalah kesenjangan yang sangat besar antara
ketersediaan program program di tingkat pemerintah desa dalam
menanggulangi kemiskinan dan respon masyarakat, terutama
kaum perempuan, dalam memanfaatkan program-program
tersebut untuk mengatasi permasalahan kemiskinan.

c. Adanya kendala peran gender di tingkat keluarga dan masyarakat,


yaitu:
- Adanya beban kerja ganda yang dialami perempuan karena selain
melakukan pekerjaan-pekerjaan produktif dari pagi sampai sore
hari juga mendapatkan beban pekerjaan-pekerjaan reproduktif di
dalam rumah. Dalam analisis rutinitas harian yang dilakukan di
Desa Noemuke, setiap harinya perempuan menghabiskan waktu
8,5 jam untuk melakukan pekerjaannya, berbanding dengan 8 jam
waktu laki – laki untuk melakuykan aktifitasnya selama 1 hari dan
4 jam waktu remaja untuk melakukan aktifitasnya sehari – hari.
- Secara konseptual ada beberapa macam pengelompokkan kerja
perempuan, seperti sistem produksi subsistem, pekerjaan tanpa
upah dalam sistem produksi keluarga, pekerja rumahan, pekerja
dalam usaha rumahan dan usaha mandiri. Ke semua jenis
pekerjaan tersebut menunjukkan bahwa hanya itulah ruang yang
tersisa bagi perempuan. Pilihan yang ada sangat terbatas dan
tidak menguntungkan. Hal ini merupakan salah satu ciri
peminggiran atau marjinalisasi akibat proses perencanaan
pembangunan yang gagal menciptakan keadilan gender

d. Persoalan riil perempuan di tingkat usaha ekonomi mikro produktif


adalah:
- Usaha atau pekerjaan perempuan dianggap sampingan.
- Pembatasan mobilitas perempuan untuk mengembangkan usaha
dan berorganisasi.
- Beban ganda menjadi bagian yang sulit dilepaskan dari kehidupan
perempuan dengan kondisi sebagian besar waktu perempuan
untuk pekerjaan domestik (masak, mengurus anak/suami,
membersihkan rumah, mencuci pakaian), dan sebagian waktunya
untuk kegiatan produktif (usaha tani) namun tidak ada penilaian
ekonomis yang sepadan atas pekerjaan yang dilakukan.
- Permodalan untuk usaha bisnis individu maupun kelompok
sangat terbatas.
- Akses perempuan terhadap sumberdaya ekonomi rendah, yaitu
rendah pada akses modal, pelatihan, dan lain-lain. Sangat
terbatasnya lembaga ekonomi desa yang memungkinkan warga
miskin untuk mengakses modal. Jika peluang pinjaman modal
ada, kemampuan pengembalian pinjaman terasa berat bagi warga
miskin, karena tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap.

e. Masih ada keterbatasan sumberdaya manusia (baik dari masyakat


desa secara umum maupun pihak aparatur desa), sehingga
mengakibatkan rendahnya kapabilitas aparatur desa dalam
mengusulkan program-program dan mengetahui kebutuhannya
sendiri.
f. Umumnya kaum perempuan masih mengalami ketertinggalan di
aspek ekonomi (proporsi angkatan kerja, proporsi jabatan di tingkat
desa misalnya semua anggota BPD adalah laki – laki)
g. Kerentanan yang menyebabkan ketimpangan gender yang ada di
Desa Noemuke jika dilihat dari 5 aspek adalah sebagai berikut :
- Sumber Daya Manusia
Banyak anak perempuan yang putus sekolah di tingkat SD dan
SMP
- Sumber Daya Alam
Lahan yang luas, belum bisa dioptimalkan karena keterbatasan air
untuk pengolahannya.
- Keuangan
Pendapatan masyarakat cenderung menurun ini dikarenakan
adanya kejadian pandemic Covid -19, dan juga sebahagian besar
masyarakatnya belum memiliki keahlian untuk bisa bertahan
hidup.
- Social
Budaya gotong royong mulai pudar, sehingga masyarakat terkesan
tidak berdaya ketika berhadapan dengan suatu permasalahan
serius dalam rumah tangga
- Infrastruktur
Jalan desa banyak yang rusak, sehingga perempuan mengalami
kesulitan ketika mengakses ke fasilitas publik.

C. Kajian Risiko

Berdasarkan hasil kajian risiko bersama masyarakat Desa Noemuke,


diperoleh informasi bahwa sumber utama dalam permasalahan
ketimpangan Gender di dalam masyarakat desa adalah persoalan
pengetahuan dan ruang untuk terlibat dalam berbagai peningkatan
kapasitas yang masih sangat kurang didapat oleh kelompok perempuan.
Semua ini berasal dari tingkat pendidikan dan kemauan masyarakat yang
masih rendah untuk melibatkan perempuan secara aktif dalam proses
perencanaan dan pembangunan di Desa Noemuke. Akibatnya bisa
berdampak pada :

- Pemahaman bahwa perempuan selalu dianggap nomor dua di


banding laki-laki. Perempuan hanyalah makhluk lemah yang tidak
berdaya. Akibatnya perempuan diberikan tugas hanyalah memasak di
dapur, mengurus anak, melayani suami dan patuh terhadap suami.
Ruang publik tidak terjangkau oleh perempuan.
- Akibat dari pembatasan – pembatasan yang dialami oleh perempuan,
mengakibatkan perempuan di Desa Noemuke hanya bisa beraktifitas
di dalam ruang domestik.
- Akses perempuan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan
peningkatan kapasitas sangat rendah sehingga menyebabkan
kapasitas atau keahlian dari perempuan menjadi lebih rendah dari
laki – laki.
- Kebutuhan – kebutuhan perempuan masih sangat kurang
terakomodir dalam proses perencanaan dan pembanguan di tingkat
desa karena secara tidak disengaja telah melakukan pembatasan
perempuan untuk terlibat di ruang publik
- Anggaran yang dialokasikan untuk kesejahteraan keluarga dan
pemberdayaan perempuan masih sangat terbatas
- Akibat dari tingkat pengetahuan dari aparat desa yang masih terbatas
dapat mengakibatkan perencanaan program penanggulangan
kemiskinan berbasis keadilan gender terkesan sektoral dan belum
bersinergis dengan baik.
- Aspek ekonomi, membuat perempuan tergantung pada laki-laki
untuk pemenuhan kebutuhan, karena adanya anggapan bahwa
perempuan sebagai tenaga kerja.
- Dalam lingkungan keluarga perempuan sering mendapat kekerasan
yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain seperti suami.
BAB IV

DASAR KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN GENDER

1. Rekomendasi Pendekatan Penguatan Kelembagaan yang Bersinergi

Untuk mengurangi risiko ketidakadilan Gender di Desa Noemuke


serta peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan
perencanaan pembanguan yang berkeadilan Gender, perlu merumuskan
beberapa rekomendasi Pendekatan Penguatan Kelembagaan yang
bersinergi.
Beberapa rekomendasi yang bersifat Pendekatan Penguatan
Kelembagaan yang bersinergi dari hasil kajian ini adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan koordinasi antar pemerintah desa dan lembaga –


lembaga yang ada di desa untuk mensinergikan program-program
penanggulangan kemiskinan secara terpadu dengan melibatkan juga
berbagai unsur masyarakat.
b. Peningkatan Kapasitas di tingkat desa dengan membuat program
kerja penanggulangan kemiskinan yang berpihak pada kaum miskin
dengan jelas, terukur, dan fokus serta terpadu.
c. Perlunya pelatihan dan pendampingan aparatur desa tentang
program penanggulangan kemiskinan berwawasan gender secara
berkesinambungan disertai dengan pemberian brosur, perangkat KIE
oleh pendamping baik yang berasal dari pemerintah, swasta,
perguruan tinggi dan LSM.
d. Suatu keharusan bahwa perlu menyusun program penanggulangan
kemiskinan secara terpadu dengan skema tujuan jangka pendek,
menengah dan panjang yang berperspektif pengurangan risiko
bencana.
e. Strategi pengarusutamaan gender di desa Noemuke harus
disesuaikan dengan tipe dan kondisi budaya setempat seperti peran
gender dalam keluarga, peran keluarga inti, keluarga besar/ marga
dan topografi desa
f. Mekanisme penyaluran “Suara Perempuan” dalam kebijakan
pembangunan di desa perlu di desain di mulai dari pelibatan PKK
sebagai struktur organisasi formal perempuan dalam Musyawarah
Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) dari tingkat dusun,
desa, sampai kecamatan
g. Masyarakat desa perlu diberi kesempatan untuk melakukan “social
audit” terhadap program-program pembangunan di desa Noemuke,
untuk menilai apakah kebijakan/ program-program atau pelayanan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berperstif Gender
h. Suatu keharusan bahwa perlu menyusun program pembangunan
yang berperspektif gender secara terpadu dengan skema tujuan
jangka pendek, menengah dan panjang.
i. Perlunya peran pemerintah desa dalam mendorong Pengarusutamaan
gender dalam proses perencanaan dan pembangunan di tingkat desa.
j. Pelibatan stakeholder (khususnya komponen masyarakat, LSM,
swasta dan professional) dalam melakukan advokasi dan
pendampingan.
k. Analisis Gender harus dipakai sebagai dasar analisis perencanaan &
penyusunan kebijakan pembangunan di desa.
l. Perlu realokasi anggaran yang sesuai dengan proporsi kebutuhan
masyarakat miskin dan kaum perempuan
m. Revitalisasi PKK melalui peningkatan intensitas pendampingan dan
penyuluhan untuk meningkatkan keterampilan ekonomi produktif
perempuan.
n. Revitalisasi kelembagaan sosial ekonomi dan budaya lainnya untuk
mempercepat penanggulangan masalah kemiskinan masyarakat
o. Revitalisasi kelembagaan untuk mengoptimalisasi fungsi lahan,
pekarangan dan pelestarian lingkungan

2. Rekomendasi Pendekatan Perencanaan Program yang Sesuai dengan


Kondisi Lokal

Strategi mendorong pengarusutaman gender dalam proses perencanaan


pembanguan di desa harus disesuaikan dengan kondisi budaya setempat
yang sangat mewarnai berbagai perilaku kehidupan dan struktur
masyarakat.
Beberapa rekomendasi dari hasil kajian ini adalah sebagai berikut :
a. Program-program pengarusutamaan gender untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan
sebaiknya dilakukan melakukan pendekatan pola tempat tinggal yang
berkelompok, yaitu menurut dusun yang merupakan kesatuan
masyarakat setempat
b. Mengingat sistem dusun memegang peranan sangat penting sebagai
unit kesatuan masyarakat, sedangkan peran keluarga inti tidak
independen, maka pendekatan program bukan menggunakan unit
keluarga sebagai satuan terkecil, namun menggunakan pendekatan
dusun sebagai satu satuan terkecil
c. Mengingat kendala sosial budaya yang sangat kaku dan jelas/ tegas,
maka perkuatan peran perempuan dalam berbagai program
pembangunan harus melibatkan para tetua adat di dusun masing-
masing
BAB V

PENUTUP

Analisis kapasitas, kerentanan dan risiko yang berkaitan dengan


gender ini disusun untuk digunakan sebagai dasar dalam pengambilan
kebijakan di wilayah Desa Noemuke yang berkeadilan gender. Data hasil
kajian kapasitas, kerentanan dan risiko ini digunakan sebagai dasar untuk
menyusun kebijakan pembangunan yang berkeadilan Gender di Desa
Noemuke, Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Data kapasitas, kerentanan dan risiko yang dihasilkan dalam pengkajian
berguna untuk mengurangi dampak ketimpangan gender dalam proses
pembangunan dan pemberdayaan ekonomi.

Penyusunan kajian kapasitas, kerentanan dan risiko yang dilakukan di


Desa Noemuke, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah
Selatan disusun secara komprehensif dengan melibatkan semua elemen
yang ada di Desa Noemuke, seperti perwakilan remaja, perwakilan
perempuan, perwakilan laki – laki, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh
adat dan juga pemerintah Desa Noemuke. Selain itu, bentuk Dokumen
Kajian kapasitas, kerentanan dan risiko dari segi penyajian dilakukan
secara ringkas, jelas dan mudah dipahami.

Anda mungkin juga menyukai