Anda di halaman 1dari 16

PAPER

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK


KEDUDUKAN ETIKA DALAM ADMINISTRASI PUBLIK

Dosen Pengampu Mata Kuliah :

Dr. Mohammad Rozikin, M.Si

Disusun Oleh :
Nama : Afifa Fajri
NIM : 195030100111033
Kelas : Etika Administrasi Publik C

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper tentang “Kedudukan Etika
Dalam Administrasi Publik”. Paper ini saya susun sedemikian rupa untuk melengkapi
tugas mata kuliah Etika Administrasi Publik.
Proses penyusunan paper ini dapat terselesaikan berkat dukungan beberapa pihak
yang berperan langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada Dr. Mohammad Rozikin, M.Si selaku dosen
pengampu mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan kepada
penulis untuk membuat paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih memerlukan banyak pembenahan, oleh
karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan-
perbaikan ke depan.

Pekanbaru, 4 Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2

2.1 Etika .................................................................................................................... 2

2.2 Administrasi......................................................................................................... 2

2.3 Administrasi Publik..............................................................................................2

2.4 Etika Administrasi Publik.................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4

3.1 Kedudukan Etika dalam Administrasi Publik...................................................... 4

BAB IV PENUTUP....................................................................................................... 12

3.1 Simpulan.............................................................................................................. 12

3.2 Saran.....................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika Administrasi Publik merupakan salah satu cabang ilmu yang
mempelajari tentang nilai-nilai moral yang menjadi acuan dan pedoman bagi
administrator publik dalam bekerja. Seorang administrator publik wajib
memahami dan mengamalkan nilai-nilai moral tersebut dalam bekerja maupun
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak lepas dari permasalahan-permasalahan
yang muncul akibat tidak bekerja sesuai dengan kode etik yang berlaku.
Etika mempunyai peran yang sangat penting karena etika dapat menentukan
keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan organisasi, struktur organisasi, serta
manajemen publik. Etika berhubungan dengan bagaimana sebuah tingkah laku
manusia dan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan yang dilakukan.Dalam
melaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam administrasi publik, maka seorang
administator harus mempunyai tanggung jawab kepada publik.
Paper ini membahas mengenai kedudukan etika dalam administrasi publik.
Topik-topik tersebut dibahas sedemikian rupa agar dapat melengkapi tugas mata
kuliah Etika Administrasi Publik. Selain itu, diharapkan paper ini juga berguna
bagi penulis dan pembaca untuk menambah pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa keudukan etika dalam administrasi publik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kedudukan etika dalam administrasi publik

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etika
Bertens (1977) mendefinisikan Etika sebagai “seperangkat nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang atau suatu kelompok
dalam mengaturtingkahlakunya”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1989: 237) etika diartikan sebagai :
 Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak)
 Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
 Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
2.2 Administrasi
Siagian (1980) mendefinisikan Administrasi sebagai keseluruhan proses
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat
dalam suatu bentuk usaha kerja demi tercapainya tujuan yang ditentukan
sebelumnya. Menurut Silalahi (2005:7) Administrasi dilakukan berdasarkan
pembagian kerja yang jelas, dan mendayagunakan sumber-sumber untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
2.3 Administrasi Publik
Administrasi Publik menurut Chandler dan Plano dalam (Keban, 2004: 3)
adalah proses dimana sumber daya dan personel publik diorganisir dan
dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola
(manage) keputusan-keputusan dalam kebijakan publik. Chandler & Plano
menjelaskan bahwa administrasi public merupakan seni dan ilmu (art & science)
yang ditunjukan untuk mengatur public affairs dan melaksanakan berbagai
tugasyang ditentukan. Administrasi Publik sebagai disiplin ilmu bertujuan
untukmemecahkan masalah public melalui perbaikan-perbaikan terutama di
bidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan.

2
2.4 Etika Administrasi Publik
Menurut pendapat Darwin dalam Widodo (2001:252) etika administrasi
publik merupakan “Seperangkat nilai yang menjadi acuan / penuntun bagi
tindakan manusia dalam organisasi”. Berbagai aktivitas administrasi dari mulai
tahap merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mengevaluasi di dalam lingkup
kegiatan administrasi publik para aparatur perlu memiliki ilmu dan landasan
landasan pemahaman mengenai teori organisasi yang kuat. Proses administrasi
publik merupakan proses yang rumit bukan saja berkaitan dengan aktivitas
berbentuk teknis akan tetapi juga aktivitas politis yang berusaha menafsirkan
kehendak publik menjadi suatu bentuk kebijakan. Kebijakan yang diambil diambil
memberikan pengaruh terhadap masyarakat umum. Dengan demikian, dalam
menentukan kebijakan-kebijakan tersebut pemerintah perlu memperhatikan
prinsip-prinsip etika di dalamnya dikarenakan setiap proses administrasi publik
senantiasa menuntut tanggung jawab Etis.

3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kedudukan Etika dalam Administrasi Publik
Etika Administrasi Publik merupakan bidang ilmu yang membekali seorang
Administrator Pemerintahan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang baik
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, serta dalam mengeksekusikan
program sesuai dengan jabatannya. Etika dalam administrasi publik menjalankan
prinsip sebagai bidang pengetahuan dapat memberikan berbagai asas etis, ukuran
baku, pedoman perilaku, dan kebijakan moral yang dapat diterapkan oleh setiap
petugas guna terselenggaranya pemerintahan yang baik bagi kepentingan rakyat.
Etika merupakan aturan berperilaku yang benar yang harus diperhatikan
dalam setiap tahap kegiatan pelayanan publik mulai dari penyusunan kebijakan
pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan, sampai pada manajemen
pelayanan untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan tersebut. Dalam hal ini,
perhatian haruslah dipusatkan kepada aktor yang terlibat dalam setiap tahap,
termasuk kepentingan aktor-aktor tersebut –apakah para aktor telah benar-benar
mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan-kepentingan yang lain.
Misalnya, dengan menggunakan nilai-nilai moral yang berlaku umum (six great
ideas) seperti nilai kebenaran (truth), kebaikan (goodness), kebebasan (liberty),
kesetaraan (equality), dan keadilan (justice), kita dapat menilai apakah para aktor
tersebut jujur atau tidak dalam penyusunan kebijakan, adil atau tidak adil dalam
menempatkan orang dalam unit dan jabatan yang tersedia, dan bohong atau tidak
dalam melaporkan hasil manajemen pelayanan.
Dalam ruang lingkup pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat dan
profesional standards (kode etik), atau moral atau right rules of conduct (aturan
berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik
atau administrator publik. Berdasarkan konsep etika dan pelayanan publik di atas,
maka yang dimaksudkan dengan etika pelayanan publik adalah suatu praktek
administrasi publik dan atau pemberian pelayanan publik (delivery system) yang
didasarkan atas serangkaian tuntunan perilaku (rules of conduct) atau kode etik
yang mengatur hal-hal yang “baik” yang harus dilakukan atau sebaliknya yang

4
“tidak baik” agar dihindarkan. Ethics is the rules or standards governing, the
moral conduct of the members of an organization or management profession
(Chandler & Plano, The Public Administration Dictionary 1982). Jadi, etika
administrasi publik merupakan aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi
anggota organisasi atau pekerjaan manajemen; Aturan atau standar pengelolaan
yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan
tugasnya melayani masyarakat.
Dalam sejarah perkembangan administrasi publik, pada tahun 1900 sampai
1929 disarankan untuk memisahkan administrasi dan politik (dikotomi). Hal ini
mau menunjukkan bahwa administrator harus sungguh-sungguh netral, bebas dari
pengaruh politik ketika memberikan pelayanan publik. Akan tetapi kritik
bermunculan menentang ajaran dikotomi administrasi – politik pada tahun 1930-
an, sehingga perhatian mulai ditujukan kepada keterlibatan para administrator
dalam keputusan-keputusan publik atau kebijakan publik. Sejak itu mata publik
mulai memberikan perhatian khusus terhadap “permainan etika” yang dilakukan
oleh para birokrat pemerintahan.
Kemunculan etika administrasi publik pertama kali pada masa klasik
disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan
Urwick) dalam Stewart (1994) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika).
Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan
untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki,
administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus dapat
mendefinisikan kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-
pilihan kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab.
Etika dalam administrasi publik mempunyai kedudukan sebagai bagian
bidang ilmu administrasi dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkungan studi
filsafat. Etika admistrasi publik sifatnya tidak lagi sepenuhnya empiris, melainkan
bersifat normatif. Artinya etika administrasi publik menentukan norma mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap oktor pelaku birokrasi dalam
melaksanakan fungsi dan kewenangan.

5
Etika dalam administrasi publik menyangkut kehidupan masyarakat,
kesejahteraan rakyat, dan kemajuan bangsa. Dalam mengimplementasikannya
harus berlandaskan prinsip-prinsip etika yang telah disepakati oleh para tokoh
terdahulu. Etika itu dapat melahirkan asas, standar, pedoman, dan kebajikan moral
yang luhur pula. Sebuah ide agung dalam peradaban manusia sejak dahulu sampai
sekarang. Sangat tepat untuk menjadi landasan ideal bagi etika administrasi publik
untuk mencapai rasa keadilan. Rasa keadilan dengan menerapkan prinsip agung
etika menjadi pangkal pengkajian etika admnistrasi publik. Secara substantif
kajianbidang etika administrasi publik dilakukan untuk mengetahui beberapa hal
berikut : 1) tujuan ideal administrasi; 2) ciri-ciri administrasi yang baik; 3)
penyalahgunaan wewenang yang terjadi pada administrator.
Etika mempunyai peran yang sangat penting karena etika dapat menentukan
keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan organisasi, struktur organisasi, serta
manajemen publik. Etika berhubungan dengan bagaimana sebuah tingkah laku
manusia dan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan yang dilakukan.Dalam
melaksanakan tugas-tugas yang ada di dalam administrasi publik, maka seorang
administator harus mempunyai tanggung jawab kepada publik. Dalam perwujudan
tanggung jawab inilah etika tidak boleh di tinggalkan dan memang harus
digunakan sebagai pedoman bertingkah laku.
Menurut Henry (1974) etika administrasi publik bersifat penting karena
beberapa hal sebagai berikut. Alasan pertama adalah adanya public interest atau
kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah
yang memiliki tanggung jawab. Dalam memberikan pelayanan ini pemerintah
diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus mengambil keputusan
politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak, di mana, kapan,
dan sebagainya. Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah tidak
memiliki tuntunan atau pegangan kode etik atau moral secara memadai. Asumsi
bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti selalu
membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak
kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan
bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau

6
aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “independensi” dalam
bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”.
Alasan kedua lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi yang
memberikan pelayanan itu sendiri. Alasan ketiga berkenaan dengan karakteristik
masyarakat publik yang terkadang begitu variatif sehingga membutuhkan
perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai negeri dengan menggunakan prinsip
“kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya” merupakan prinsip yang perlu
dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan menghasilkan ketidakadilan, di
mana calon yang dipekerjakan hanya berasal dari daerah tertentu yang relatif lebih
maju.
Alasan keempat adalah peluang untuk melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika yang berlaku dalam pemberian pelayanan publik sangat
besar. Pelayanan publik tidak sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan
kata lain begitu kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian
pelayanan itu sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik
itu sendiri. Kompleksitas dan ketiakmenentuan ini mendorong pemberi pelayanan
publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan kepada
“keleluasaan bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang sering
menjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah untuk bertindak
tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang ada.
Selain itu, pentingnya etika dalam administrasi publik dapat ditelusuri dari
paradigma ilmu administrasi publik. Dalam paradigma “dikotomi politik dan
administrasi” sebagaimana dijelaskan oleh Wilson dalam Widodo (2001: 245-
246), menegaskan bahwa pemerintah memiliki dua fungsi yang berbeda, yaitu
fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik ada kaitannya dengan
pembuatan kebijakan atau pernyataan yang menjadi keinginan negara. Sedangkan
fungsi administrasi adalah berkenaan dengan pelaksanaaan kebijakan-kebijakan
tersebut. Dengan demikian, kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada
kekuasaan politik, dan melaksanakan kebijakan politik merupakan kekuasaan
administrasi publik. Namun, karena administrator publik dalam menjalankan
kebijakan politik memiliki kewenangan secara umum disebut dengan

7
“discretionary power”. Keleluasaan untuk menafsirkan sesuatu kebijakan politik
dalam bentuk program dan proyek, maka tidak ada jaminan bahwa kewenangan
tersebut digunakan secara baik dan tidak secara buruk.
Berangkat dari paradigma di atas, maka etika diperlukan dalam administrasi
publik. Menurut Widodo (2001: 252), etika memiliki dua fungsi yaitu: pertama
sebagai pedoman dan acuan bagi administrator publik dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya; kedua, etika administrasi publik (etika birokrasi) sebagai
standar penilaian perilaku dan tindakan administrator publik. Dengan kata lain,
etika administrasi publik dapat dijadikan petunjuk tentang apa yang harus
dilakukan oleh administrator publik dalam menjalankan kebijakan politik,
sekaligus dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku administrator
publik dalam menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk.
Terbentuknya etika administrasi publik tidak terlepas dari kondisi yang ada
di dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan dalam kelembagaan.
Konteksnya, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya di tengah-
tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan
berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya
dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan
yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri. Adanya etika
muncul secara alamiah terbentuk dari dalam (internal) diri manusia karena
pemahaman dan keyakinan terhadap suatu nilai-nilai tertentu (khususnya agama
yang dianut); 2) diciptakan oleh aturan-aturan eksternal yang disepakati secara
kolektif, misalnya sumpah jabatan, disiplin, dan sebagainya. Sumpah jabatan dan
peraturan disiplin PNS, pada gilirannya akan membentuk etika dalam
kelembagaan.
Faktor-faktor yang menentukan etika dalam pembentukan kelembagaan
meliputi: umur dan ukuran organisasi (age and size), teknologi (technicalsystem),
lingkungan (environment), dan kekuasaan (power). Umur dan ukuran organisasi
menyangkut lama atau barunyasebuah organisasi dan luas (besar) dan sempit
(kecil)nya sebuah organisasi. Umur juga menyangkut masa lalu organisasi yang
diwariskan di masa kini. Teknologi merupakan peralatan dan sistem kerja yang

8
dipergunakan dalam kelembagaan. Lingkungan menyangkut kondisi sosial,
ekonomi, politik dan lainnya yang ada di luar kelembagaan. Kekuasaan menyakut
kewenangan dan otoritas yang ada dalam kelembagaan.
Darwin (dalam Widodo, 2001:252) mengartikan etika birokrasi sebagai
seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam
organisasi. Dalam hal ini etika birokrasi berfungsi: (1) sebagai pedoman, acuan,
referensi bagi birokrasi publik dalam menjalankan tu-gas dan kewenangannya
agar tindakannya dalam organisasi tadi dinilai baik, terpuji, dan tidak tercela; (2)
sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik
dinilai baik, tidak tercela, dan terpuji. Dengan demikian etika birokrasi tidak
mempersoalkan atau menilai apakah perbuatan birokrat “benar” atau “salah”, akan
tetapi mempersoalkan atau menilai sifat, perilaku, dan perbuatan birokrat “baik
atau “buruk”, “terpuji” atau “tercela”.
Etika birokrasi mengarahkan kepada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-
benar mengutamakan kepentingan publik (Dwiyanto, 2002:188). Sedangkan etika
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat dari sudut apakah
seseorang aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
merasa mempunyai komitmen untuk menghargai hak-hak dari konsumen untuk
mendapatkan pelayanan secara transparan, efisien, dan adanya jaminan kepastian
pelayanan. Perilaku aparat birokrasi yang memiliki etika dapat tercermin pada
sikap sopan dan keramahan dalam menghadapi masyarakat pengguna jasa.
Etika tercermin dalam budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan
bersama yang mendasari identitas kelembagaan. Adapun Robbins (2015)
mengamati bahwa etika/budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan kelembagaan itu
dengan kelembagaan – kelembagaan lain-nya. Berkaitan dengan konteks tersebut,
Fredericksd (1997) mendefiniskan etika/budaya organisasi sebagai “a pattern of
shared basic assumptions that group learned as it solvedits problems of external
adaptation and internal integration, that has worked well enoughto be considered
valid and therefore to be taught to new members as the correct way toperceive,
think, and feel relation to those problems”.

9
Definisi ini mengandung tiga karakteristik etika/budaya kelembagaan yang
paling penting, yaitu pertama, budaya dalam kelembagaan diberikan kepada
pegawai baru melalui proses sosialisasi; kedua, budaya kelembagaan
mempengaruhi perilaku manusia ditempat kerja; dan ketiga budaya kelembagaan
berlaku pada dua tingkat yang berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi dalam
kaitannya dengan pandangan ke luar dan kemampuan bertahan terhadap
perubahan.
Etika atau budaya kelembagaan (organisasi) merupakan wujud anggapan
yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompokindividu dan menentukan
bagaimana kelompok tersebut merasakan, memikirkan, dan bereaksi terhadap
lingkungan yang beranekaragam. Menurut Robbin (2015) ada empat fungsi utama
etiaka/budaya organisasi: 1) memberikan identitas organisasi kepada pegawainya;
2) memudahkan komitmen kolektif; 3) mempromosikan stabilitas sistem sosial;
dan 4) membentuk perilaku SDM Aparatur dan pelaku kebijakandapat merasakan
keberadaannya.
Makna yang mendasar, membangun etika/budaya dalam kelembagaan
adalah bagaimana nilai-nilai yang dimiliki oleh lembaga. Nilai tersebutmerupakan
keyakinan yang dipegang teguh dan tampil dalam tingkah laku anggota organisasi
dalam mengelola kelembagaan. Nilai dikategorikan menjadi dua, ada nilai yang
mendukung (espoused values) merupakan nilai dan norma yang telah dibuat
organisasi dan nilai yang diperankan (enacted values), yaitu nilai dan norma yang
dimiliki pegawai (individu).
Etika/budaya kelembagaan juga merupakan karakteristik organisasi, bukan
hanya terdapat pada individu anggotanya saja. Anologi, jika organisasi disamakan
dengan manusia, maka Budaya Organisasi merupakan personalitas atau
kepribadian organisasi. Akan tetapi budaya organisasi membentuk perilaku
organisasi, bahkan tidak jarang membentuk perilaku anggota organisasi sebagai
individu. Budaya organisasi yang baik akan menghasilkan kinerja organisasi yang
baik pula (Darmi, 2013).
Dalam etika pemerintahan ada asumsi bahwa melalui penghayatan etis yang
baik seorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan

10
dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan moralitas pemerintahan. Aparatur
pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi akan senantiasa menghindarkan
dirinya dari perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga kewibawaan
Negara.Citra aparatur pemerintahan sangat ditentukan oleh sejauh mana
penghayatan etis mereka tercermin di dalam tingkah laku sehari-hari.
Rasyid (1999) berpendapat keberhasilan pejabat pemerintahan di dalam
memimpin pemerintahan harus diukur dari kemampuannya mengembangkan
fungsi pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan. Pelayanan akan
membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong
kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran
dalam masyarakat. Inilah yang sekaligus menjadi misi pemerintahan di tengah-
tengah masyarakat. Etika pemerintahan sebaiknya dikembangkan dalam upaya
pencapaian misi itu. Artinya setiap tindakan yang tidak sesuai, tidak mendukung,
apalagi yang menghambat pencapaian misi itu, semestinya dipandang sebagai
pelanggaran etik, oleh karena itu, etika ditempatkan sebagai kode etik /standar
profesi, atau moral atau right rules of conduct (aturan berperilaku yang benar).

11
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Etika mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam administrasi publik
karena merupakan aturan berperilaku yang baik.
2. Terbentuknya Etika Administrasi Publik tidak lepas dari sikap dan perilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Ada 4 alasan mengapa etika sangat penting dalam administrasi publik.
pertama adalah adanya public interest atau kepentingan publik yang harus
dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung
jawab. Alasan kedua lebih berkenaan dengan lingkungan di dalam birokrasi
yang memberikan pelayanan itu sendiri. Alasan ketiga berkenaan dengan
karakteristik masyarakat publik yang terkadang begitu variatif sehingga
membutuhkan perlakuan khusus. Alasan keempat adalah peluang untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang berlaku dalam
pemberian pelayanan publik sangat besar.
4.2 Saran
1. Administrator publik haruslah memahami dan mengamalkan nilai-nilai moral
yang terdapat dalam etika administrasi publik dalam kehidupan sehari-hari.
2. Sebagai mahasiswa hendaknya kita memahami mata kuliah ini dengan baik
agar tidak terjadi pelanggaran etika saat bekerja.

12
DAFTAR PUSTAKA
Yuniningsih, Tri. Bunga Rampai Etika Administrasi Publik. 2017. Program Studi
Doktor Administrasi Publik Press FISIP-UNDIP.
Holilah. (2013). ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK. Jurnal Review Politik, 03(02).
Yusuf, I. M. (2017). Etika vs etiket (Suatu telaah tentang tuntutan dan tuntunan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik). Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan, 3(2), 60-78.
Sadhana, K. Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik. 2010. Penerbit CV. Citra Malang.

13

Anda mungkin juga menyukai