Anda di halaman 1dari 12

SOAL

1. Jelaskan pengertian hukum perdata internasional menurut Sudargo Gautama?


2. Sebutkan dan jelaskan perbedaan Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata
Internasional?
3. Sebutkan dan jelaskan pengembangan Hukum Perdata Internasional di Eropa?
4. Sebutkan dan jelaskan masalah pokok didalam hukum perdata internasional?
5. Jelaskan asas-asas Hukum Perdata Internasional yang dilandasi asas-asas teritorial
yang sampai sekarang masih dianggap sebagai asas Hukum Perdata Internasional
yang penting?
6. Jelaskan teori-teori
Internasional?

modern dalam perkembangan

sejarah Hukum Perdata

JAWABAN
1. Definisi Hukum Perdata Internasional
Istilah Hukum Perdata Internasional awalnya diperkenalkan pertama kali oleh Gouw
Giok Song atau Sudargo Gautama pada konsorsium ilmu hukum di Cipanas tahun
1972/1973. Dalam istilah Hukum Perdata Internasional Indonesia, dimana istilah
perdata internasional menunjukkan pada hukum perdata, bukan hukum publik
(internasionalnya). Sementara itu kata Indonesia menunjuk kepada nasional
(Indonesia), bukan internasionalnya. Hal ini menimbulkan perselisihan antara ahli
hukum yang akhirnya menimbulkan dua aliran besar dalam HPI yakni, Internasionalistis
dan

Nasionalistis.

Menurut

pendapat

Sudargo

Gautama

bahwa,

aliran

internasionalistis adalah aliran yang hendak menganggap bahwa kaidah-kaidah HPI itu
sebenarnya bersifat supra nasional.
Dilihat dari segi teoristis, yaitu masalah perbedaan status personil seseorang dihadapan
hukum. Dapat digolongkan menjadi prinsip nasionalitas (kewarganegaraan) dan prinsip
domisili (tempat tinggal). Bagi yang pro-nasionalitas mengatakan system nasionalitas
lebih baik dari system domisili. Tapi orang yang menganut system domisili, tidak akan
membenarkan hal itu. Sebaliknya, orang yang menganut system domisili mengatakan
system domisili adalah yang paling baik. Jadi, penganut-penganut dari masing-masing
prinsip ini tidak dapat meyakinkan yang satu kepada yang lain bahwa system yang
dianutnya adalah yang paling baik. Untuk Indonesia sendiri menganut system
nasionalitas (kewarganegaraan) dasar hukumnya adalah pasal 16 AB.
Definisi Hukum Perdata Internasional
Sangat sulit untuk menemukan suatu perumusan definisi HPI, karena setiap ahli memiliki
batasan masisng-masing yang berbeda. Agar dapat memperoleh gambaran yang lebih
utuh mengenai pengertian, ruang lingkup serta persoalan utama HPI , maka perlu
diperhatikan beberapa pendapat ahli di bawah ini:
Menurut Sudargo Gautama, HPI dirumuskan sebagai berikut:
keseluruhan peraturan, dan keputusan yang menunjukkan stelsel hukum mana yang
berlaku atau apa yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwaperistiwa antara warga (warga) negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik-

titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih Negara,
yangt berbeda dengan lingkungan-lingkungan kuasa tempat, (pribadi) dan soal-soal.

2. Disparitas Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional


Hukum internasional Publik berdasarkan isinya didasarkan pada rekomendasi Konvensi
Wina tahun 1969 yang merekomendasikan klasifikasi hukum internasional dibagi
menjadi dua yaitu:

Hukum Publik Internasional: keseluruhan kaidah-kaidah dan


asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara
yang bukan bersifat perdata.

Hukum Perdata Internasional (HPI) : keseluruhan kaidahkaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batasbatas negara yang bersifat perdata

Hukum Internasional atau sering disebut sebagai International Law merupakan


lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara
langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang
sering disebut sebagai Hukum Perdata Internasional.
Perbedaan antara HI dan HPI bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya yang
sering dikaitkan, yaitu subyek HI adalah negara sedangkan subyek HPI adalah individu.
Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan
sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh
karena itu yang paling tepat untuk membedakannya adalah dengan meninjau urusan yang
diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai
Hukum Internasional Publik (HI) tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata
disebut sebagai Hukum Perdata Internasional (HPI).
Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata
Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah
sama sama melewati batas wilayah suatu negara.

Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada membedakan
berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik mengatur
hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan orangperorangan.
HI dibedakan dengan HPI dikarenakan:
1.

Negara dapat saja menjadi sunyek HPI, dan perorangan dapat saja menjadi
subyek HI.

2.

Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang
sering kali sukar dicari batas-batasnya.

3.

Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan


antar negara; melainkan persoalan yang menjadi tanggung jawab perseorangan
misalnya, penjahat perang karena melakukan pelanggaran Konvensi Jenewa 1949).

3. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional di Eropa


1. Awal Perkembangan Hukum Perdata Internasional (HPI)
Di dalam sejarah perkembangan HPI, tampaknya perdagangan (pada tahap permulaan
adalah pertukaran barang atau barter) dengan orang asinglah yang melahirkan kaidahkaidah HPI. Pada jaman romawi kuno segala persoalan yang timbul sebagai akibat
hubungan antara orang romawi dan pedagang asingdiselesaikan oleh hakim oengadilan
khusus yang disebut praetor peregrinis. Hukum yang digunakan oleh hakim tersebut pada
dasarnya adalah hukum yang berlaku bagi para cives romawi, yaitu ius civile yang telah
disesuaikan dengan pergaulan internasional. Ius civile yang telah diadaptasi untuk
hubungan internasional itu kemudian disebut Ius Gentium.
Sebagaimana halnya ius civile, Ius Gentium juga memuat kaidah-kaidah yang
dikatagorikan ke dalam ius privatum dan ius publicum. Ius Gentium yang menjadi bagian
ius privatum berkembang menjadi HPI. Sedangkan Ius Gentium yang menjadi bagian ius
publicum telah berkembang menjadi hukum internasional publik atau territorial, yang
dewasa ini dianggap sebagai asas HPI yang penting, misalnya :
1. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), yang menyatakan bahwa hukum yang harus
diberlakukan atas suatu benda adalah hukum dari temapt benda tersebut berada.
2. Asas Lex Loci Contractus, yang menyatakan bahwa terhadap perjanjian-perjanjian
(yang bersifat HPI) berlaku kaidah-kaidah hukum dari tempat pembutan perjanjian.

3. Asas Lex Domicilii, yang menyatakan bahwa hukum yang mengatur hak serta
kewajiban perorangan adalah hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.
Di dalam prinsip territorial, hukum yang berlaku bersifat territorial. Setiap
wilayah memiliki hukumnya sendiri dan hanya ada satu hukum yang berlaku terhadap
semua orang atau benda yang berada di wilayah itu dan perbuatan-perbuatan hukum yang
dilakukan di wilayah itu.
2. Masa Pertumbuhan Asas Personal (Abad 6-10 M)
Pada akhir abad 6M kekaisaran romawi ditaklukkan bangsa barbar dari
Eropa. Bekas wilayah kekaisaran romawi diduduki berbagai suku bangsa yang satu
dengan yang lainnya berbeda secara geneologis. Kedudukan ius civile menjadi kurang
penting, karena masing-masing suku bangsa tersebut tetap memberlakukan hukum
personal, hukum keluarga serta hukum agamanya masing-masing di daerah yang
didudukinya. Dengan demikian prinsip territorial telah berubah menjadi prinsip
personal. Di dalam prinsip personal hukum yang berlaku digantungkan pada pribadi
yang bersangkutan. Sehingga dalam wilayah tertentu mungkin akan berlaku beberapa
hukum sekaligus.
Dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut dua suku bangsa yang
berbeda biasanya ditentukan dulu kaidah-kaidah hukum (adat) masing-masing suku,
barulah ditetapkan hukum mana yang akan diberlakukan.
Beberapa asas HPI yang tumbuh pada masa tersebut yang dewasa ni dapat
dikategorikan sebagai asas HPI (yang berasa personal), misalnya :
1. Asas yang menetapkan bahwa hukum yang berlaku dalam suatu perkara adalah
hukum personal dari pihak tergugat.
2. Asas yang menyatakan bahwa kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum
seseorang ditentukan oleh hukum personal orang tersebut. Kapasitas para pihak
dalam suatu perjanjian harus ditentukan oleh hukum personal dari masing-masing
pihak.
3. Asa yang menyatakan bahwa masalah pewarisan harus diatur berdasarkan hukum
personal si pewaris.
4. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum personal sang
suami.

3. Pertumbuhan Asas Teritorial (Abad 11-12 M)


Dikawasan Eropa Utara terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke
masyarakat territorial tampak dari tumbuhnya unit-unit masyarakat yang feodalistis,
khususnya di wilayah Inggris, Prancis, dan Jerman sekarang. Semakin banyak tuan tanah
(landlords) yang berkuasa dan memberlakukan hukum mereka sendiri terhadap semua
orang dan semua hubungan hukum yang berlangsung diwilayahnya. Dengan perkataan
lain tidak ada pengakuan terhadap hak-hak asing. Hak-hak yang dimiliki orang asing
dapat begitu saja dicabut penguasa, sehingga dalam keadaan demikian HPI tidak
berkembang sama sekali.
Di kawasan Eropa bagian selatan transformasi dari asa personal genealogis ke asa
territorial berlangsung bersamaan dengan pertumubuhan pusat-pusat perdagangan
khususnya di Italia. Dasar ikatan antar manusia di sini bukanlah genealogis atau
feodalisme, melainkan tempat tinggal yang sama. Kota-kota perdagangan yang tumbuh
pesat itu antara lain Florence, Pisa, Peruggia, Venetia, Milan, Padua, dan Genoa. Kotakota tersebut merupakan kota perdagangan yang otonom dengan :
1. Batas-batas territorial sendiri
2. System hukum local sendiri yang berlainnya satu dengan yang lainnya dan berbeda
pula dengan hukum romawi dan Lombardi yang berlaku umum di seluruh Italia.
4. Perkembangan Teori Statuta di Italia (Abad 13-15M)
Seiring makin berkembangnya perdagangan antara warga kota-kota di Italia,
penerapan asa territorial tidak dapat dipertahankan lagi dan perlu peninjauan kembali.
Sistem feodal memandang hanya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan penguasa
yang harus diberlakukan atas semua benda atau kontrak yang dilangsungkan di
wilayahnya. Selain itu hukum masing-masing kota di Italia itu berlainan. Tentunya tidak
dapat dipertahankan lagi apabila hak-hak yang telah diperoleh atau kontrak-kontrak yang
dibuat di kota A akan dikesampingkan di kota B.
Situasi ini mendorong para ahli hukum di universitas-universitas di Italia untuk
mencari asas-asa hukum yang dianggap lebih adil dan wajar. Usaha yang dilakukan
adalah dengan membuat tafsiran baru dan menyempurnakan kaidah-kaidah yang tertulis
dala hukum romawi. Mereka inilah yng termasuk golongan postglossatoren.
Dalam mencari dasar hukum yang baru untuk mengatur hubungan-hubungan
diantara pihak-pihak yang tunduk pada system hukum yang berbeda, kelompok ini
mengacu kepada corpus iuris dai Justianus. Mereka menemukan suatu kaidah yang

dimulai dengan kata cuntos popules ques clementiae nostrae regit imperium (semua
bangsa di bawah kekuasaan kami).
Di dalam teks codex tersebut ditemukan Glosse Accursius (1128) yang pada pokoknya
menyatakan :
apabila seseorang warga bologna digugat di Modena, maka ia janganlah diadili
menurut status dari Modena dari kota mana ia bukan merupakan warga oleh karena
dalam Undang-Undang Contos Popolos telah ditentukan ques nostrae clementiae regit
imperium.
Doktrin yang telah dikemukakan Accursius kemudian dikembangkan oleh Bartolus De
Sassoferrato (1314-1357). Bartolus menghububgkan statuta personalia dengan lex
originis dan statute realia dengan kekuasaan territorial hukum itu. Ia membedakan statuta
ke dalam statua yang mengijinkan sesuatu dan yang melarang sesuatu.

Statuta personalia, statuta yang mempunyai lingkungan kuasa berlaku secara personal.
Bahwa statuta itu mengikuti orang (person) dimanapun dia berada.

Statuta realia, Statuta yang mempunyai lingkungan kuasa secara terotorial. Hanya
benda-benda yang terletak di dalam wilayah pembentuk undang-undang tunduk di
bawah statuta- statutanya.

Statuta mixta, yang berlaku bagi semua perjanjian yang diadakan di tempat
berlakunya Statuta itu denga segala akibat hukumnya. Sedangkan mengenai
wanprestasi dengan segala akibat hukumnya diatur menurut Statuta di tempat
perjanjian itu seharusnya dilaksanakan.

Berdasarkan doktrin Statuta tersebut kemudian dikembangkan metode berfikir HPI


sebagai berikut :
1. Apabila persoalan HPI yang dihadapi menyangkut persoalan status benda, maka
kedudukan hukum benda itu harus diatur berdasarkan statuta realia dari tempat diman
benada itu berada. Dalam perkembanganya, cara berfikir realia semacam ini hanya
berlaku terhadap benda tetap saja sedang terhadap benda bergerak berlaku asas
mobilia sequntuur personam.

2. Apabila persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status
personal orang tersebut harus diatur berdasarkan statute personlia dari tempat diman
orang tersebut berkediaman tetap (lex domicilii).
3. Apabila persoalan HPI ysng dihadapi berkenaan dengan bentuk dan atu akibat dari
suatu perbuatan hukum, maka bentuk dan akibat perbuatan hukum itu harus tunduk
pada kaidah-kaidah mixta dari tempat dimana perbuatan itu dilakukan.
5. Teori Statuta di Perancis (Abad 16)
Pada abad ke-16 propinsi-propinsi di peramcis memiliki hukum tersendiri yang disebut
coutume, yang pada hakekatnya sama dengan statuta. Karena ada keanekaragaman
coutume tersebut dan makin meningkatnya perdagangan antar propinsi, maka konflik
hukum antar propinsi meningkat pula. Dalam keadaan demikian beberapa ahli hukum
perancis, seperti Charles Dumoulin dan Bertrand DArgentre berusaha mendalami teori
statute dan menerapkannya di perancis dengan beberapa modifikasi.
Charles Dumoulin memperluas pengertian statuta personalia hingga mencakup pilihan
hukum (hukum yang dikehendaki oleh para pihak) sebagai hukum yang seharusnya
berlaku dalam perjanjian. Jadi perjanjian yang dalam teori statuta dari Bartolus masuk
dalam statuta realia menurut Charles Dumoulin harus masuk dalam ruang lingkup statuta
personalia, karena pada hakekatnya kebebasan untuk memilih hukum adalah semacam
status perseorangan.
Menurut Bertrand DArgentre yang harus diperluas itu adalah statuta realia, sehingga
yang diutamakan bukanlah otonomi para pihak melainkan otonomi propinsi. Ia tetap
mengakui ada statuta yang benar-benar merupakan statuta personalia, misalnya kaidah
yang menyangkut kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi :
1. Ada statuta yang dimaksudkan ntuk mengatur orang, tetapi berkaitan dengan hak
milik orang itu atas suatu benda (realia)
2. Ada pula statuta yang mengatur perbuatan-perbuatan hukum (statute mixta) yang
dilakukan di tempat tertentu . statuta semacam itu harus dianggap sebagai statuta
realia, karena isinya berkaitan dengan dengan teritori atau wilayah penguasa yang
memberlaukan statuta itu.
6. Teori Statuta di Negeri Belanda (Abad 17)

Teori Argentre ternyata diikuti para sarjana hukum Belanda setelah pembebasan dari
penjajahan Spanyol. Pada saat itu segi kedaulatan sangat ditekankan. Hukum yang dbuat
Negara berlaku secara mutlak di dalam wilayah Negara tersebut. Prinsip dasar yang
digunakan penganut teori statuta di negeri belanda adalah kedaulatan eksklusif Negara.
Berdasarkan ajaran DArgentre, Ulrik Huber mengajkan tiga prisip dasar yang dapat
digunakan untk menyeesaikan perkara-perkara HPI sebgai berikut :
1. Hukum dari suatu Negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di dalam
batas-batas wilayah kedaulatannya saja
2. Sremua orang baik yang menetap maupun sementara yang berada di dalam wilayah
suatu Negara berdaulat harus menjadi subyek hukum dari Negara itu
3. Berdasarkan alas an sopan santun antar Negara (asas komitas=comity) diakui pula
bahwa setiap pemeritah Negara yang berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah
berlaku di Negara asalnya akan tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana sejauh
tidak bertentangan dengan kepentingan subyek hukum dari Negara yang memberikan
pengakuan itu.
Selanjutnya Urik Huber menegaskan bahwa dalam menafsirkan ketiga hal tersebut
harus pula diperhatikan prinsip semua perbuatan/transakasi yuridis yang dianggap sah
berdasarkan hukum dari suatu Negara tertentu, akan diakui sah pula ditempat lain yang
system hukumnya sebenarnya mengganggap perbuatan/transaksi semacam itu batal.
Tetapi

perbuatan/transaksi

yang

dilaksanakan

disuatu

tempat

tetentu

yang

menganggapnya batal demi hukum juga dianggap batal dimanapun.

4.

Masalah pokok didalam Hukum Perdata Internasional


1. Choice of Law
Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur atau menyelesaikan persoalanpersoalan yuriis yang mengandungf unsur asing. Terdapat pertentangan seolah-olah
kedaulatan negara sedang berkonflik sehingga para hakim dalam mimilih hukum yang
harus dipakainya terpengaruh untuk memakai hukumnya sendiri karena kedaulatan dari
negaranya turut bicara. Ada 3 batasan dalam pilihan Hukum:
a. Pilihan Hukum arus dilakukan kepada sistem Hukum yang terkait dengan perjanjian
peristiwa kasus parapihak HPI tersebut, hal ini biasanya diberlakukan oleh negaranegara yang menganut sistem Hukum Civil Law, sedangjan yang Common law, plihan

hukumnya boleh dilakukan terhadap sistem hukum dari negara-negara yang tidak
terkait dengan kasus yang dihadapi oleh para pihak asalkan piliha ukum tersebut
b.

bermamfaat bagi perjanjian yang dibuat oleh para pihak.


Plihan Hukum tidak boleh mengandung unsur Penyelundupan Hukum , dimana para
pihak berupaya untuk menghindarkan Pemberlakuan suatu ketentuan Hukum dari
suatu negara dengan maksut untuk memperoleh tujuan menghindarkan akibat hukum
yang tidak diiginkan oleh para pihak.

Contoh: Sepasang kekasih Marybeth dan Victor Wood adalah Warga Negara Fiipina dan
beragama Katolik. Keduanya hendak mengadakan pernikahan di Filipina. Apapun
alasannya, pernikahan itu tidak dapat dilaksanakan di Filipina sebab Victor Woodmasih
terikat dengan seorang perempuan di Mini Haha. Di Filipina perceraian tidak boleh
dilakukan karena menganut kepercayaan katolik yang tidak mengenal perceraian hidup.
Untuk mensiasati kondisi ini Wood pergi ke Dominika untuk minta perceraian, setelah itu
barulah terbuka baginya untuk melangsungkan pernikahan. Akibat hukum dari suatu
peristiwa penyelundupan Hukum; Terdapat 2 pendapat, Pendapat I: Perbuatan
penyelundupan hukum harus dibatalkan; Pendapat II: Perbuatan penyelundupan Hukum
tetap sah, sebab orang yang melakukan yang melakukan penyelundupan Hukum bukan
melakukan suatu al yang tidak pantas.; c. Pilihan Hukum Tidak boleh melanggar
ketertiban Umum
2. Choice of Jurisdiction
Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan persoalan-persoalan
yuridis yang mengandung unsur asing.
3. Recognition and Enforcement of foreign judgement
Sejauh mana suatu pengadilan arus memperhatikan dan mengakui putusan-putusan hakim
asing atau mengakui hak-hak an kewajiban-kewajiban hukum yang terbit berdasarkan
putusan hakim asing.
5.

Asas-Asas Hukum Perdata Internasional Yang Dilandasi Asas-Asas Teritorial


Yang Sampai Sekarang Masih Dianggap Sebagai Asas Hukum Perdata
Internasional Yang Penting;

1. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), yang menyatakan bahwa hukum yang harus
diberlakukan atas suatu benda adalah hukum dari temapt benda tersebut berada.
2. Asas Lex Loci Contractus, yang menyatakan bahwa terhadap perjanjian-perjanjian
(yang bersifat HPI) berlaku kaidah-kaidah hukum dari tempat pembutan perjanjian.
3. Asas Lex Domicilii, yang menyatakan bahwa hukum yang mengatur hak serta
kewajiban perorangan adalah hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.
6.Teori-Teori Modern Hukum Perdata Internasional
Pada abad ke-19 pemikiran HPI mengalami kemajuan berkat adanya usaha dari tiga
orang pakar hukum yaitu Joseph Story, Friedrich Carl Von Savigny, dan Pasquae Manchini.
Titik tolak pandangan Von Savigny adalh bahwa suatu hububngan hukum yang sama harus
member penyelesaian yang sama pula, baik bila diputuskan oleh hakim Negara A maupun
Negara B. Maka, penyelesaian soal-soal yang menyangkut unsur-unsur asingpun hendaknya
diatur sedemikian rupa, sehingga putusannya juga akan sama dimana-mana.
Satunya pergaukan internasional akan menimbulkan satu system hukum supra
nasional yaitu hukum perdata internasional. Oleh karena titik tolak berfikir Von Savigny
adalah bahwa HPI itu bersifat hukum supra nasional, oleh karenanya bersifat universal maka
ada yang menyebut piikiran Von Savigny ini dengan istilah teori HPI universal.
Menurut Von Savigny pengakuan terhadap hukum asing bukan semata-mata berdasarkan
comitas, akan tetapi berpokok pangkal pada kebaikan atau kemanfaatan fungsi yang
dipenuhinya bagi semua pihak (Negara atau manusia) yang bersangkutan.
Machini berpendapat, bahwa hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya.
Pendapat Machini menjadi dasar mazhab Italia yang berkembang kemudian. Menurut
mazhab Italia ini ada dua macam kaidah dalam setiap system hukum yaitu:
1. Kaidah hukum yang menyangkut kepentingan perseorangan
2. Kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga ketertiban umum
Berdasarkan pembagian ini dikemukakan tiga asas HPI yaitu :
1. Kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warga Negara
dimanapun dan kapanpun juga (prinsip personil)
2. Kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat territorial dan berlaku bagi
setiap orang yang ada dalam wilayah kekuasaan suatu Negara (prinsip terotorial)
3. Asas kebebasan, yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih
hukum manakah yang akan berlaku terhadap transakasi diantara mereka (pilihan
hukum)

Cita-cita Machini adalah mencapai unifikasi HPI melalui persetujuan- persetujuan


internasional swedangkan Von Savigny ingin mencapainya dalam wujud suatu HPI supra
nasional.
Dalam kenyataannya hingga kini, belum dapat diadakan asas HPI yang berlaku umum.
Setiap hubungan hukum selama ini harus diselesaikan menurut caranya sendiri dan inipun
bergantung pada kebiasaan, undang-undang putusan-putusan pengadilan di dalam masingmasing masyarakat hukum. Walaupun demikian dapat disaksikan makin bertambah
banyaknya perjanjian internasional yang berusaha menyeragamkan kaidah-kaidah HPI seperti
perjanjian-perjanjian HPI Den Haag.

Anda mungkin juga menyukai