Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga peradilan sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi setiap warga
negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan otonom,salah satu
unsur penting dalam lembaga peradilan adalah Hakim.Hal ini dikarenakan seorang
hakim mempunyai peran yang besar dalam memberikan keadilan kepada setiap
orang yang berperkara di persidangan. Sehingga diharapkan seorang hakim di
dalam memeriksa, menyelesaikan, dan memutus suatu perkara juga harus bebas
dari pengaruh apa atau siapapun untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya
kepada setiap orang yang berperkara di pengadilan.
Pengadilan merupakan benteng terakhir tempat mencari keadilan. Menurut
filosofinya, dalam urusan mengadili perkara Hakim sebagai penyelenggara
lembaga pengadilan, sering disebut sebagai “Wakil Tuhan Di Dunia”. Bukan
berarti hakim sama dengan Tuhan.Tetapi ketika memutus perkara, hakim wajib
mengawali putusannya dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Artinya, putusan hakim harus berazaskan keadilandan
kebenaran, yang kelak wajib dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Oleh karena itu, lembaga pengadilan, hakim dan putusannya, harus
bermartabat, berwibawa, dihargai, dihormati dan dipatuhi semua pihak. Perlunya
mengangkat kehormatan pengadilan, hakim dan hasil putusannya, bertujuan untuk
memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan (justitiabelance), agar
penyelenggaraan proses peradilan dan sidang di pengadilan, dilaksanakan dengan
baik, aman, nyaman dan tanpa gangguan dari pihak manapun, agar masyarakat
terlayani secara baik, tepat waktu dan segera mendapatkan kepastian hukum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan antara
lain:
1. Bagaimanakan pengadilan pada perang dunia 1?
2. Bagaimanakah pengadilan pada perang dunia 2?
3. Apa saja hal yang terkait dengan ICC (International Criminal Court)?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, tujuan penulisan makalah
ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengenai pengadilan pada perang dunia 1.
2. Untuk mengetahui mengenai pengadilan pada perang dunia 2.
3. Untuk mengetahui mengenai ICC (International Criminal Court).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengadilan Pada Perang Dunia 1


Sebelum Perang Dunia II, Peradilan Militer Belanda di tanah air dikenal
dengan nama Krijgsraad dan Hoog Militair Gerechtshof. (Bepalingen Betreffende
de Rechtsmacht van de Militaire Recher in Nederlands Indie, S. 1934 No. 173 dan
De Provisionele Instructie voor het Hoog Militair Gerechtshof van Nedelands
Indie, S. 1992 No. 163). Peradilan ini ruang lingkupnya meliputi perbuatan pidana
militer, anggota-anggotanya terdiri dari Angkatan Darat Belanda di Indonesia
(Hindia belanda) yaitu KNIL dan anggota-anggota Angkatan Laut Belanda. Perlu
diterangkan bahwa Angkatan Laut ini merupakan bagian integral dari AL Kerajaan
Belanda (Koninklijke Marine = KM) sedangkan KNIL merupakan suatu organisasi
sendiri, dalam arti terlepas dari Tentara Kerajaan Belanda (Koninklijke Leger = KL)
Dalam pasal 31 Indische Staats Regeling (Undang-undang ketatanegaraan di
Hindia Belanda) disebut tentang ” ada hubungan tentang ketata-usahaan antara
Angkatan Laut Belanda di Indonesia dengan Departemen van Marine ” negeri
Belanda. Atas perbedaan-perbedaan itu maka anggota-anggota Angkatan Darat
Hindia Belanda (KNIL) diperiksa dan diadili oleh Krijgsraad (untuk tingkat
pertama) dan Hoog Militair Gerechtshof (untuk tingkat banding), sedangkan
anggota-anggota Angkatan Laut Belanda di Hindia Belanda (termasuk dalam KM)
perkaranya diperiksa dan diadili oleh Zee Krijgsraad dan Hoog Militair
Gerechtshof.
Krijgsraad bersidang untuk mengadili tiap perkara apabila ada panggilan
sidang oleh Komandan Militer. Susunan sidang Krijgsraad ialah seorang ketua
(orang sipil-ahli hukum) dengan 4 (empat) orang anggota militer pangkat opsir dan
diangkat untuk jabatan itu oleh Komandan Garnizun. jabatan Auditeur Militer
(Oditur) dirangkap oleh seorang bukan militer yang diangkat oleh Gubernur
Jendral. Krijgsraad memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama
terhadap semua anggota militer dan orang-orang sipil yang bekerja di lingkungan
kemiliteran, kecuali mereka yang pada instansi perama harus dihadapkan kepada
Hoog Militair Gerchtshof.
Sedangkan badan pengadilan yang akhir ini Hoog Militair Gerchtshof
merupakan pengadilan militer instansi kedua dan tertinggi di Hindia Belanda serta
bertempat kedudukan di Jakarta. Hoog Militair Gerchtshof (HMG) bila bersidang
terdiri dari 5 orang (sidang Hakim Majelis) yaitu 2 orang yang ahli hukum (seorang
akan bertindak sebagai Ketua) dan 3 orang Opsir Tinggi/Menengah (2 dari
Angkatan Darat (KNIL) dan 1 dari Angkatan Laut Belanda (KM) baik yang masih
dinas aktif atau pun sudah pensiun). Seorang Advocaat Fiscaal Generaal pada
Hoog Militair Gerchtshof bertindak sebagai Penuntut Umum. Ia diangkat oleh
Gubernur Jendral, wakilnya disebut Advocaat Fiscaal . Pada HMG ada seorang
Panitera. Hoog Militair Gerchtshof (HMG), pada tingkat pertama mengadili
perkara pidana yang dilakukan oleh anggota militer yang berpangkat lebih tinggi
dari Kapten. Pada tingkat ke dua, HMG mengadili perkara banding yang diajukan
terhadap putusan Krijgsraad.

B. Pengadilan Pada Perang Dunia 2


Pada tanggal 20 November 1945, pengadilan internasional pertama pada
masa perang dunia 2 dalam sejarah dibuka di Nürnberg, Jerman, menghadapkan 21
pejabat tinggi Nazi untuk diadili. Hanya enam bulan setelah perang berakhir, jaksa
dari empat negara pemenang Perang Dunia Kedua mengumpulkan 300.000
pernyataan saksi dan mengajukan 6.600 bukti. Nürnberg adalah kota yang punya
makna simbolis besar bagi Nazi dan Hitler. Di kota ini, Hitler menggalang parade
besar-besaran para pendukungnya dan di kota inilah Undang-Undang anti-Yahudi
disahkan pada tahun 1935. Setelah perang, kota itu sebagian besar jadi reruntuhan,
tetapi gedung pengadilan utama, yaitu kompleks Nürnberger Juztispalast, dan
kompleks penjara yang berdekatan, masih utuh.
Bagi AS dan pihak Sekutu barat, kota Nürnberg jadi lokasi ideal, karena
memang berada di bawah pengawasan AS, dan kompleks Nürnberger Juztispalast
memungkinkan para terdakwa ditahan di dekat lokasi pengadilan. Pengadilan
terhadap para pembesar Nazi digagas dan dipersiapkan sebagai sebuah Tribunal
Militer. Pada pukul 10.00, hakim Inggris Geoffrey Lawrence berbicara kepada
hadirin di ruang sidang, menyatakan: "Persidangan ini, yang sekarang akan
dimulai, adalah unik dalam sejarah yurisprudensi." Jaksa penuntut AS Robert
Jackson dalam pernyataan pembukaannya di pengadilan mengatakan: "Pihak
penggugat yang sebenarnya… adalah peradaban.”
Semua terdakwa menyatakan dirirnya "tidak bersalah". Kecuali Adolf Hitler,
Joseph Goebbels dan Heinrich Himmler, yang bunuh diri setelah Jerman kalah
perang, di bangku terdakwa duduk hampir semua pejabat tinggi Nazi. Mereka
termasuk Hermann Göering, tokoh kedua dalam rezim Nazi, Rudolf Hess,
pembantu utama Hitler, dan ideolog Nazi Alfred Rosenberg. Selain itu ada juga
Fritz Sauckel, yang telah mengorganisir kerja paksa, dan mantan menteri luar
negeri Joachim von Ribbentrop.
Dakwaan yang diajukan termasuk kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan
perang, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah: kejahatan terhadap kemanusiaan.
Setelah menjalani persidangan, semua terdakwa bersikeras menyatakan dirinya
"nicht schuldig", atau tidak bersalah. Di akhir pengadilan Nürnberg dijatuhkan 12
vonis hukuman mati. Sepuluh orang dieksekusi setahun kemudian, pada 16
Oktober 1946 di Nürnberg, oleh eksekutor AS John Woods. Dua terdakwa dijatuhi
hukuman mati secara in absentia: Martin Bormann, yang puluhan tahun kemudian
diketahui sudah melakukan bunuh diri tahun 1945, dan Hermann Göring, yang
minum racun beberapa jam sebelum dieksekusi mati. Tujuh terdakwa dijatuhi
hukukan penjara seumur hidup. Rudolf Heß menjadi tahanan Nazi yang terakhir di
penjara Berlin-Spandau. Tahun 1987, pada usia 93 tahun, dia ditemukan tewas
gantung diri di selnya, sebuah bilik di taman penjara Berlin-Spandau.
C. ICC (International Criminal Court)
ICC merupakan suatu yang dibutuhkan oleh masyarakat internasional. yang
disebutkan sebagai "rhe missing link in meinremarional legal system" Hal ini
disebabkan Mahkamah Internasional dalam rangka PBB hanya mempunyai
wewenang menyelesaikan masalah amar negara (Pasal 34 (I) Statuta Mahkamah
Internasional) Dengan ditetapkannya ICC di mana ICC mempunyai wewenang
untuk mengadili individu yang dipertanggung jawabkan terhadap tindakan yang
dilakukan yang telah yang merupakan kejahatan serius yang melanggar hak-hak
asasi manllsia. Dalam dekade hampir lima rahun banyak kejahatan terhadap hak-
hak asasi manusia dan kejahatan perang yang dilakukan oleh individu namun tidak
ada tuntutan alasnya.
Oleh karenanya kejahatan yang serius. pelaku-pelaku kejahatannya harus
dihllkllm dan adanya jaminan akan diadakan penuntutan yang efektif baik dalam
tingkat nasional Walaupun dalam tingkat internasional. Sebagaimana dikemukakan
oleh Jaksa penuntut pada pengadilan Neurenberg, Benyamin B. Ferencz. Kejahatan
serius yang menjadi wewenang ICC adalah: (n) The crime of' genocide (h) Crimes
against humality (e) War crimes (d) The Crime ot aggression (Pasal 5 (J) Statuto
ICC). Kejahatan-kejahatan tersebut menurut Suwardi pada hakekatnya merupakan
kejahatan yang bersifat luar biasa (extra ordinary) dan universal. karena dengan
dilakukan kejahatan tersebut herarti tidak menghormati dan tidak melindungi
martahat dan hak-hak dasar manusia dan kehebasan dasar manusia.
Pada umumnya masyarakat imernasional mengakui bahwa tindak kejahatan
secara normal akan diadili dipengadilan nasional. Tetapi dalam hal ada kontlik
amara kepentingan nasional dan internasional , di malla pengadilan nasional sering
tidak mau dan tidak mampu yang disebabkan karena alasan-alasan tertentu.
Misalkan pemerinrah nasional segall mengadili warganegaranya sendiri. misalkall
pejabat tinggi negaranya (dalam kasus Yugoslavia) atau karena institlJsi
nasionalnya sedang kolaps (Rwanda). Pembentukan ICC dimaksudkan adanya
kerjasama internasional dengan mendahulukan tindakan-tindakan hukum ditingkat
nasional. Bila ditingkat nasional tidak ada kemauan dan tidak ada kemampuan bam
ICC bertindak. jadi ICC merupakan pe lengkap dari yurisdiksi pidana nasional.
Dengan berlakunya statuta Roma sebagai hukum internasional positif maka
terbentuklah ICC sebagai badan peradilan pidana internasional yang bersifat tetap.
Statuta ICC dilengkapi dengan Annex. ya itu annex tentang unsur-unsur delik dan
hukum acara dan pembuktian.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan


mengenai pengadilan pada perang dunia pertama, perang dunia kedua dan juga
mengenai ICC (International Criminal Court) sebagai berikut:
1. Peradilan Militer Belanda di tanah air dikenal dengan nama Krijgsraad dan
Hoog Militair Gerechtshof. Peradilan ini ruang lingkupnya meliputi perbuatan
pidana militer, anggota-anggotanya terdiri dari Angkatan Darat Belanda di
Indonesia (Hindia belanda) yaitu KNIL dan anggota-anggota Angkatan Laut
Belanda
2. Pada tanggal 20 November 1945, pengadilan internasional pertama pada masa
perang dunia 2 dalam sejarah dibuka di Nürnberg, Jerman, menghadapkan 21
pejabat tinggi Nazi untuk diadili. Hakim Inggris Geoffrey Lawrence dan Jaksa
penuntut AS Robert Jackson. Semua terdakwa menyatakan dirirnya "tidak
bersalah". Kecuali Adolf Hitler, Joseph Goebbels dan Heinrich Himmler, yang
bunuh diri setelah Jerman kalah perang, di bangku terdakwa duduk hampir
semua pejabat tinggi Nazi.
3. Pembentukan ICC dimaksudkan adanya kerjasama internasional dengan
mendahulukan tindakan-tindakan hukum ditingkat nasional. ICC merupakan
pelengkap dari yurisdiksi pidana nasional. Dengan berlakunya statuta Roma
sebagai hukum internasional positif maka terbentuklah ICC sebagai badan
peradilan pidana internasional yang bersifat tetap.
DAFTAR PUSTAKA

Arnold C Brackman. 1989. The Other Nuremberg: The Untold Story of the Tokyo War
Crimes Trials. New York: Quill.
Made for Minds. (2020, November 18). 75 Tahun Proses Nürnberg, Pengadilan Para
Pembesar Nazi Jadi Acuan Hukum Internasional. Dikutip dari DW.com :
https://www.dw.com/id/proses-nuremberg-75-tahun-lalu-jadi-acuan-
hukum-internasional/a-55643680.
Richard H Minear. 1971. Victor’s Justice: The Tokyo War Crimes Trial. NJ: Princeton
University Press.
Suwardi Martowirono. (2002, Juli 23). Kepentingan (Untung Ruginya) Indonesia
Meratifikasi Statuta Roma 1998. makalah yang diajukan pada lokakarya
Pembudayaan dan Pemasyarakatan Konvensi Jenewa 1949.
Suwardi, SS. 2003. Beberapa Catatan Mahkamah Pidana Internasional (International
Criminal Court) dalam Kaitannya dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Hukum dan Pembangunan: 445- 462.
Yudhawiranata, Agung. 2006. Tentang “Pengadilan HAM” Internasional. Jakarta:
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).

Anda mungkin juga menyukai