MH M ITE
• Timothy L. H. McCormack
Sixty Years from Nuremberg: What Progress
for International Criminal Law?
• Michael Cottier
War Crimes in International Law: An Introduction
• Natsri Anshari
Tanggung-jawab Komando menurut Hukum International
dan Hukum Nasional Indonesia
• Harkristuti Harkrisnowo
Kejahatan Berat dan Hukum Humaniter
• Rina Rusman
Kejahatan Perang dan Beberapa Rumusannya dalam
Hukum Pidana Nasional
• Heru Cahyono
Kejahatan Perang yang Diatur dalam Hukum International
dan Hukum Nasional
Ditert>itkan oleh:
PUSAT STUDI HUKUM MUMANITER DAN HAM OerllJ
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TRISAKTI
Diterbitkan atas kerja sama dengan:
Komite lnternasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross)
ICRC
JURNAL HUKUM HUMANITER
Pen a n g g u ng -jawab :
Rektor Universitas Trisakti
Prof Dr. Thoby Mutis
Sekretariat:
Ade A/fay Alfinur, S.Sos.
Supriyadi, S.E.
Andi Setiawan, A.Md.
Jurnal Hukum Humaniter terbit setiap enam bulan pada bulan Juli dan Desember
EDITORIAL ii
EDITORIAL
Pada ed isi perdana ini, topik utama J U RNAL H U KUM H UMAN ITER adalah
tentang "kejahatan perang" (war crimes). Kejahatan perang merupakan
salah satu tindak pidana yang belum sepenuhnya diakomodasikan ke dalam
aturan h ukum nasional I ndonesia. Oleh karena itu, sejara h dan praktik
prakti k negara serta beberapa substansi dasar dari peraturan-peraturan
mengenai tindak pidana kejahatan perang akan dikemukakan dalam artikel
artikel utama dan pend ukung . Tidak hanya itu, pemaparan h ukum nasional
serta upaya-u paya yang telah dilakukan khususnya dalam Rancangan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Nasional juga akan ditampilkan guna
melengkapi edisi kali ini.
Di samping materi pokok tersebut, d isertakan pula " Kolom" yang pada edisi
ka li ini berisikan tentang Konvensi Den Haag IV ( 1 907) yang mengatur
mengenai hukum dan kebiasaan berperang di darat. Pemilihan materi ini
sengaja dila kukan mengingat urgensi Konvensi ini yang sudah menjadi
hukum kebiasaan internasional dan berlaku bagi semua negara serta
merupakan aturan penting dalam hal pengaturan alat dan cara berperang
yang masih relevan dan berlaku pada saat ini.
Atas diterbitka nnya jurnal ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
International Committee of the Red Cross (ICRC) yang memiliki komitmen
tinggi dalam u paya mengembangkan hukum humaniter di I ndonesia dengan
mendukung penerbitan jurnal ini.
Redaksi
DAFTAR ISi
him.
Artikel
1 . Timothy L. H . McCormack
Sixty Years from Nuremberg: What Progress for Internatio-
nal Criminal Law? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2. Michael Cottier
War Crimes in International Law: An Introduction . . . . . . . . . . . 21
3. Natsri Anshari
Tanggung-jawab Komando menurut H ukum lnternasional
dan Hukum Nasional I ndonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
4. Harkristuti Harkrisnowo
Kejahatan Berat dan Hukum Hu ma niter . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
5. Rina Rusman
Kejahatan Perang dan Beberapa Rumusannya dalam Hu-
kum Pidana Nasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 00
6. Heru Cahyono
Kejahatan Perang yang Diatur dalam H ukum l nternasional
dan Hukum Nasional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 21
Kolom
Rina Rusman 1
Abstrak
A. Pendahuluan
Jauh sebelum dirumuskannya sanksi kejahatan perang dalam Statuta
Roma 1 998 tentang Mahkamah Pidana l nternasional, empat Konvensi
Jenewa 1 949 beserta dua Protokol Tambahan 1 977 telah menegaskan
bahwa negara-negara anggota Konvensi tersebut akan memberlakukan
aturan yang memberikan sanksi pidana efektif bag i orang-orang yang
melakukan atau memerintahkan dilakukakannya perbuatan tersebut. 2
Adapun perbuatan pelanggaran berat tersebut, yang juga sering disebut
dengan istilah pelanggaran berat hukum humaniter internasional, sama
dengan perbuatan kejahatan perang yang diatur dalam Statuta Roma Pasal
1 Rina Rusman, S . H . , M . H . , saat ini menjabat sebagai Legal Adviser Komite l nternasional
8. 1 .2. (a). 3 Suatu hal yang telah sejalan dengan kewajiban I ndonesia dari
Konvensi Jenewa yang telah diratifikasinya semenjak tahun 1 958, adalah
telah dirumuskannya perbuatan-perbuatan kejahatan perang tersebut
beserta ancaman hukumannya dalam Rancangan Kitab U ndang-undang
Hukum Pidana (RKU H P) tahun 2004, yaitu dalam Pasal 392 sampai dengan
Pasal 395. 4
Diharapkan, apabila RKU H P ini disahkan, peradilan nasional dapat
memidanakan setiap perbuatan yang dilarang oleh h ukum internasional
tersebut. Dengan kata lain, apabila setiap perbuatan kejahatan perang
tersebut dilakukan oleh warga negara I ndonesia atau terjadi di I ndonesia,
tidak perlu menunggu peradilan pidana internasional seperti yang diatur
dalam Statuta Roma 1 998.
Untuk memastikan harapan tersebut, perlu ada perhatian ekstra untuk
memastikan bahwa formulasi hukum dalam RKU H P tersebut telah cukup
memungkinkan untuk mempidanakan perbuatan kejahatan perang.
Perhatian ekstra tersebut menjadi penting mengingat belum tentu prinsip
prinsip dan tujuan Konvensi Jenewa yang berkaitan dengan pemidanaan
kejahatan perang dapat terangkum seluruhnya dalam RKUHP.
Sepintas lalu, ada beberapa prinsip hukum pidana dalam RKUH P
yang tidak cocok u ntuk diberlakukan terhadap kejahatan perang. M isalnya,
ketentuan tentang peniadaan pidana karena perintah jabatan tidaklah tepat
untuk diberlakukan terhadap perbuatan kejahatan perang. Di lain pihak,
prinsip-prinsip hukum perang atau hukum humaniter internasional (HHI)
tentang tanggung jawab atasan dan komandan terhadap perbuatan
kejahatan perang belum tertampung secara mencukupi dalam RKUH P . Oleh
karena itu, dalam kaitannya dengan kejahatan perang, perum usan RKU H P
harus disesuaikan dengan H H I . Sekurang-kurangnya, ketentuan tentang
perintah dan tanggung jawab atasan harus dirumuskan sesuai dengan H H I .
3 Statuta Roma 1 998 tentang Mahkamah Pidana lntemasional (Rome Statute on the
International Criminal Court).
4 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
tanggung jawab dan harus dipidana. Demikian disebutkan dalam dan Pasal
25.3. (b) Statuta Roma 1 998 dan Konvensi Jenewa 1 949. 9
Begitu juga dalam Pasal 55 KUHP, ditegaskan bahwa orang yang
menyuruh melakukan peristiwa pidana dapat dihukum sebagai orang yang
melakukan. Dalam pasal tersebut ditegaskan juga sebagai orang yang dapat
dihukum sebagai pelaku peristiwa pidana, yaitu orang yang dengan salah
memakai kekuasaan atau pengaruh sengaja membujuk untuk melakukan
sesuatu perbuatan. Tidak berbeda dengan yang ditetapkan dalam KU HP,
dalam KUH PM , khususnya Pasal 1 35, juga ditetapkan bahwa orang yang
menghasut seorang anggota tentara untuk melakukan suatu kejahatan
dapat dihukum dengan hukuman penjara. Hukuman yang lebih berat juga
dapat dijatuhkan, berdasarkan Pasal 1 26 KU H PM, kepada anggota tentara
yang dengan menyalahgunakan atau melanggar hak atau kekuasaan orang
lain memaksa sesorang untuk berbuat sesuatu. Dalam Pasal 20 RKUHP,
orang yang menyuruh melakukan perbuatan tindak pidana, atau yang
melakukan salah satu bentuk penyertaan dalam tindak pidana, juga dapat
dipidana sebagai pembuat tindak pidana.
Baik KU H P maupun KU HPM tidak memberikan ketentuan peniadaan
penuntutan pidana bagi orang yang menyuruh melakukan perbuatan pidana,
walaupun orang yang menyuruh tersebut kemudian dapat mencegah
pelaksanaan perbuatan tersebut dengan cara melaporkannya kepada
penguasa. Padahal pasal 72 KUH PM memberikan maaf kepada orang yang
ikut serta melakukan permufakatan dalam kejahatan terhadap keamanan
negara, asal saja keikutsertaan orang tersebut bukan sebagai pemimpin,
penganjur atau penggerak. Oleh karena itu, sudah pada tempatnya bahwa
Pasal 22 RKU H P menetapkan bahwa keadaan pribadi seseorang yang
menghapuska n , mengurangi, atau memberatkan penjatuhan pidana hanya
diberlakukan terhadap pembuat atau pembantu tindak pidana yang
bersangkutan.
Pada dasarnya, tidak diragukan lagi bahwa orang yang memberikan
perintah atau menyuruh dilakukannya perbuatan kejahatan perang dan
9 Pasal 49-50/50-5 1 / 1 29- 1 30/1 46- 1 47 dari Konvensi Jenewa 1 949 1 /II / I l l/ IV.
sedang atau akan melakukan tindak pidana tersebut. Di samping itu, lebih
berat dibandingkan dengan tanggung jawab atasan, tanggung jawab
komandan tidak dibatasi hanya pada perbuatan yang berkaitan dengan
kegiatan yang berada dalam tanggung jawab dan pengendalian efektifnya.
Oleh karena itu, apabila Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tidak
diamandemen dengan memasukkan yurisdiksi terhadap perbuatan
kejahatan perang atau tidak ada perundang-undangan lain tentang hukum
kejahatan perang, maka ketentuan tentang tanggung jawab komandan dan
atasan harus dirumuskan dalam RKU H P.
1° Knut Dorman , Elements of War Crimes under the Rome Statute of the International
Criminal Court, Cambridge University Press, United Kingdom 2004, him. 34-36.
J. Sanks i
Sanksi pidana maksimal yang ditetapkan terhadap perbuatan
kejahatan perang dalam RKU H P ini berbeda atau lebih ringan dari sanksi
yang dimuat dalam Pasal 77 Statuta Roma 1 998. Bahkan sanksi dalam
RKU H P j uga lebih ringan dibandingkan dengan sanksi terhadap beberapa
perbuatan serupa yang dimuat dalam 1 38 KU H PM.
Statuta Roma mengenakan ancaman sanksi pidana penjara paling
lama 30 tahun dan memungkinkan pengenaan hukuman seumur hidup
dalam hal tertentu. Di samping hukuman penjara, Statuta Roma juga
memberikan kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman denda.
Pasal 1 38 KUH PM menetapkan ancaman pidana mati, pidana
penjara seumur hidup atau sementara maksimum dua puluh tahun terhadap
orang yang melakukan kekerasan kepada orang mati, sakit atau mendapat
Iuka dalam peperangan. Namun begitu , ada juga ketentuan KU H PM yang
jika d ibandingkan dengan RKU H P tampaknya memuat ancaman hukuman
maksimal yang lebih rendah terhadap salah satu perbuatan kejahatan
perang. Ketentuan tersebut termuat dalam Pasal 1 43 KU H PM yang
menetapkan pidana penjara maksimum dua belas tahun terhadap orang
yang melakukan pencurian dari atau terhadap orang mati, sakit atau yang
Iuka dalam perang. Khusus ketentuan Pasal 1 43 KUHPM tidak
mengherankan jika ancaman sanksinya lebih ringan dari pada Pasal 392
sampai dengan Pasal 397 RKUHP, karena perbuatan yang disebut dalam
Pasal 1 43 KUHPM tidak sama dengan perbuatan kejahatan perang yang
disebut dalam Pasal 392 (d) RKUHP, yaitu belum merupakan perusakan
dan pengambilan secara besar-besaran harta kekayaan, walau pun tidak
dibenarkan oleh keperluan militer dan dilakukan secara tidak sah dan secara
tidak bermoral.
Pasal 392 RKU H P menetapkan pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama 1 5 tahun terhadap setiap orang yang melakukan
pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1 949, termasuk terhadap
perbuatan yang disebut dalam Pasal 1 38 KUHPM. Apabila rumusan hukum
kejahatan perang dalam perundang-undangan nasional akan disesuaikan
K. Kesimpulan
1 . Apabila RKU H P ini, khususnya pasal-pasal tentang kejahatan perang,
akan diberlakukan bagi anggota militer, maka ketentuan seperti yang
termuat dalam Pasal 32 KUHPM perlu dicantumkan di dalamnya.
2. Pasal 31 R KU H P seharusnya dikecualikan terhadap perbuatan
kejahatan perang, karena menyebutkan bahwa setiap orang yang
melakukan tindak pidana karena melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh pej abat yang berwenang tidak akan dipidana.
3. Pasal 31 RKU H P dapat diberlakukan bagi kejahatan perang apabila
ditambahkan dengan harus terpenuhinya dua syarat tertentu, yaitu:
apabila orang tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut
adalah tindak pidana dan orang tersebut sesat mengenai keadaan yang
merupakan unsur perbuatan tindak pidana. Syarat pertama diperlukan
sebagai penegasan bahwa adalah kewajiban setiap peserta perang dan
setiap anggota angkatan perang untuk mengetahui prinsip-prinsip hukum
perang atau hukum humaniter internaisonal.
4. Perlu d ipersiapkan peraturan perundang-undangan nasional yang
mengadopsi aturan-aturan hukum kebiasaan i nternasional seperti yang
termuat dalam Protokol Tambahan I dan I I . Terlepas dari masalah urutan
prioritas negara untuk segera atau menunda ratifikasi dua Protokol
tersebut, dengan mengadopsi aturan yang termuat di dalamnya
merupakan urgensi untuk kepastian hukum.
5. Dibandingkan dengan Konvensi Jenewa dan Statuta Roma, RKU H P
terkesan memberikan kewajiban disiplin yang lebih ringan kepada
prajurit. Hal ini disebabkan oleh bunyi Pasal 43 R KU H P yang
memberikan kemungkinan bagi prajurit untuk menjalankan perintah dari
pejabat yang tidak berwenang. Begitu juga Pasal 31 R KU H P yang
terkesan mengizinkan anggota angkatan perang atau prajurit untuk
menjalankan perintah tanpa memastikan bahwa perintah tersebut bukan
DAFTAR PUSTAKA
Dorman, Knut, Elements of War Crimes under the Rome Statute of the
International Criminal Court, United Kingdom: Cambridge U niversity
Press, 2004.
Kellenberger, Jacob, pada kata pengantarnya dalam buku Customary
International Humanitarian Law, Marie Hencaerts, Jean and Doswald
Beck, Louise, United Kingdom: ICRC, 2005.
Marie Hencaerts, Jean and Beck, Louise Doswald , Customary International
Humanitarian Law, United Kingdom: ICRC, 2005.
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar
komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogar: Politeia, 1 985.
Statuta Roma 1 998 tentang Mahkamah Pidana l nternasional (Rome Statute
on the International Criminal Court).
Konvensi Jenewa 1 949.
Protokol Tambahan 1 977.
http://www . legalitas.org