Anda di halaman 1dari 9

YURISDIKSI

Adolf Eichmann vs. Israel

Disusun oleh Kelompok 4 :

1. Toha Wardana (NIM: 160200110)

2. Evelyn Bintang Siregar (NIM: 160200503)

3. Dewi Sartika Nasution (NIM: 160200495)

4. Clarpin Porumina Situmorang (NIM: 160200417)

5. Sylvia Tjiunata (NIM:160200319)

6. Ary Paskalis Gultom (NIM: 160200324)

7. Oktayola Estirana (NIM: 160200415)

8. Andre Zathari Siahaan (NIM: 160200245)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

MARET 2018
A. Latar Belakang

Pengertian Yurisdiksi adalah merupakan refleksi dari prinsip dasar


kedaulatan negara, kedaulatan negara tidak akan diakui apabila negara tersebut
tidak memiliki yurisdiksi1, persamaan derajat negara dimana kedua negara yang
sama-sama merdeka dan berdaulat tidak bisa memiliki yurisdiksi (wewenang)
terhadap pihak lainnya (equal states don’t have jurisdiction over each other)2, dan
prinsip tidak turut campur negara terhadap urusan domestik negara lain. Prinsip-
prinsip tersebut tersirat dari prinsip hukum “par in parem non habet imperium”.

Menurut Hans Kelsen, prinsip hukum “par in parem non habet imperium”
ini memiliki beberapa pengertian. Pertama, suatu negara tidak dapat
melaksanakan yurisdiksi melalui pengadilannya terhadap tindakan-tindakan
negara lain, kecuali negara tersebut menyetujuinya. Kedua, suatu pengadilan yang
dibentuk berdasarkan perjanjian internasional tidak dapat mengadili
tindakan suatu negara yang bukan merupakan anggota atau peserta dari perjanjian
internasional tersebut. Ketiga, pengadilan suatu negara tidak berhak
mempersoalkan keabsahan tindakan suatu negara lain yang dilaksanakan di dalam
wilayah negaranya. 3

Anthony Csabafi, dalam bukunya “The Concept of State Jurisdiction in


International Space Law” mengemukakan tentang pengertian yurisdiksi negara
dengan menyatakan sebagai berikut: “Yurisdiksi negara dalam hukum
internasional berarti hak dari suatu negara untuk mengatur dan mempengaruhi
dengan langkah-langkah dan tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan
yudikatif atas hak-hak individu, milik atau harta kekayaannya, perilaku-perilaku

1
Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Bandung :
Penerbit Nusamedia, 2007 hal.56
2
Ibid, hal.57
3
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi
revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal.183

1
atau peristiwa-peristiwa yang tidak semata-mata merupakan masalah dalam
negeri”4.

Secara umum, yuridiksi negara tersebut tidak bisa berlaku secara


keseluruhan karena dibatasi oleh kedaulatan negara lain, hukum internasional,
hukum nasional negara lain dan doktrin - doktrin yang mengatur hubungan antar
negara. Sedangkan secara filosofis, pembatasan-pembatasan tersebut telah
menjadi prinsip dasar yang bisa ditemukan dalam Piagam PBB Pasal 2, yaitu :

1. Asas persamaan kedudukan diantara anggota (Sovereign equality of all


members) yang kemudian menjadi dasar keikutsertaan aktif di antara
anggota PBB dalam upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap
pelanggaran berat HAM;

2. Asas itikad baik bagi para anggota dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan oleh PBB dalam pencapaian tujuan;

3. Asas dalam pemenuhan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara


damai (peaceful settlement of disputes);

4. Asas dalam pemenuhan kewajiban untuk menahan diri dari penggunaan


kekerasan bersenjata dan penggunaan kekerasan senjata hanya untuk
pembelaan diri;

5. Asas untuk tidak saling mencampuri urusan negara lain (non intervention).

Dalam The Harvard Research Draft Convention on Jurisdiction with Resepct to


Crime 1935, hukum internasional mengenal dan mengakui lima dasar berlakunya
yurisdiksi suatu negara. Kelima dasar tersebut adalah yurisdiksi teritorial,
yurisdiksi nasionalitas, yurisdiksi nasionalitas pasif, yurisdiksi perlindungan, dan
yurisdiksi universal. Dalam penegakan terhadap kejahatan internasional,
penggunaan asas yurisdiksi universal semakin memperoleh pengakuan dan
diperluas penggunaannya dalam beberapa tahun terakhir. Perluasan itu diterapkan

4
Anthony Csabafi, The Concept of State Jurisdiction in International
Space Law, The Hague, 1971, hal.45

2
pada pelanggaran hukum HAM dan Hukum humaniter Internasional dengan
tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan kepada individu
semaksimal mungkin, dan untuk mengakhiri kekebalan hukum dari perlaku
kejahatan-kejahatan tersebut.

A.1 KASUS POSISI

Adolf Eichmann merupakan mantan tentara Nazi, yang memiliki jabatan


sebagai yang setara dengan Letnan Kolonel jika di Indonesia. Sebagai tentara
Nazi yang berlatar belakangkan orang terpelajar, keberuntungan seorang Adolf
Eichmann yang dapat mempunyai jabatan di rezim yang pernah menjadi rezim
terkejam di dunia. Holocaust menjadi salah satu sejarah memilukan yang ada di
dunia, terutama bagi negara Jerman.

Dalam deretan peristiwa Holocaust, ada halnya sejarah yang dicetak


sendiri oleh pemikiran Adolf Eichmann. Pemikiran itu menjadi nyata ketika
teman – teman atau rekan – rekan kerja dari Adolf Eichmann menjadi
pendamping pemeran utama dari Adolf Eichmann. Peristiwa ini disebut dengan
Final Solution. Imigrasi besar – besaran yang dilakukan Nazi terhadap kaum
Yahudi ke Eropa Timur, yang menjadi pemicu terjadinya Final Solution ini. Final
Solution dianggap sebagai salah satu cara yang efisien dan murah. Kaum Yahudi
ditempatkan di satu wilayah dan kaum Yahudi “dibunuh” oleh Nazi secara
perlahan. Kaum Yahudi dilenyapkan secara perlahan dengan mempekerjakan
dengan tidak layak, memperkosa wanita, serta melakukan kejahatan manusia
lainnya. .

Pada perang dunia ke – II, Nazi dianggap kalah telak dan para tentara
termasuk dari pemeran utama dari Rezim Nazi sendiri melarikan diri dari tempat
kediamannya. Termasuk Adolf Eichmann melarikan diri ke Argentina. Adolf
Eichmann bekerja dan hidup di Argentina dengan identitas samaran.

Pada bulan Mei tahun 1960, Negara Israel memutuskan agen mata – mata
Israel yaitu Israel Intelelligence Service, Mosaad untuk menculik Adolf

3
Eichmann dari tempat persembunyiannya. Adolf Eichmann dibawa ke Israel
untuk diadili di Pengadilan Negeri Yerusalem. Pemeriksaan terhadap Adolf
Eichmann dimulai pada tanggal 11 April 1961.

Permanent Court of arbitration turut andil dalam kasus ini. Permanent


Court of Arbitration merupakan atau Mahkamah Arbitrase Antarbangsa
merupakan pendorong penyelesaian sengketa yang melibatkan negara, badan
negara, organisasi antar pemerintah, dan pihak swasta yang membantu dalam
pembentukan arbitrase pengadilan dan memfasilitasi urusan hukum antar mereka.
Permanent Court of Arbitration, menyatakan bahwa kasus Eichmann dinyatakan
sah untuk diproses di peradilan Nuremberg begitu juga dengan putusannya.
Terhadap kedaulatan Argentina, Permanent Court of Arbitration mendesak Israel
untuk memberikan ganti rugi yang layak kepada Argentina. Adolf Eichmann
didakwa atas 15 tuduhan kejahatan terhadapa kemanusiaan, kejahatan perang dan
kenggotaan dalam sebuah organisasi yang dinyatakan kriminal oleh Pengadilan
Militer Internasional di Nuremberg.

Pengadilan Negeri Yerusalem menyatakan putusan, bahwa Adolf


Eichmann dinyatakan bersalah dan dijatuhi vonis hukuman mati. Setelah Adolf
Eichmann menerima putusan dari Pengadilan Negeri Yerusalem, ia mengajukan
banding kepada Mahkamah Agung. Pada tanggal 29 Mei 1962 Mahkamah Agung
Israel menolak permohonan banding atas Adolf Eichmann. Di tengah malam 31
Mei 1962 Adolf Eichmann menjalankan hukumannya dengan cara digantung dan
dikremasi. Hukuman gantung ini adalah satu – satunya hukuman mati resmi yang
dilaksanakan dalam sejarah Israel.

B. Kondisi Sekarang
Permanent Court of Arbitration menyatakan bahwa suatu negara yang
menerima kembali seorang buronan secara tidak lazim, tidak berkewajiban untuk
mengembalikan orang hukuman itu ke negara dimana ia ditangkap. Oleh
karenanya, kasus Adolf Eichmann dinyatakan sah untuk diproses di peradilan

4
Nuremberg begitu juga dengan putusannya. Di lain pihak merupakan suatu
pelanggaran terhadap kedaulatan Argentina. Dan untuk itu mendesak Israel
supaya memberikan ganti rugi yang layak kepada Argentina.

C. Pertanyaan yang memuat analisis Hukum (Legal Analysis)


1. Apakah Israel memiliki hak untuk menangkap Adolf Eichmann di
Argentina tanpa memiliki perjanjian apapun dengan Argentina?
2. Bagaimana keabsahan dari peradilan dan putusan terhadap Adolf
Eichmann ?

D. Analisis

Adolf Eichmann ditangkap di Argentina pada tahun 1960 dengan cara


diculik dan diselundupkan oleh agen rahasia Israel ke Israel. Pada saat itu antara
Argentina dan Israel tidak memiliki perjanjian Ekstradisi. Ekstradisi Merupakan
suatu pelanggaran hukum internasional apabila negara mengirimkan agen-
agennya ke-wilayah negara lain untuk menangkap orang yang dituduh telah
melakukan kejahatan yang bertentangan dengan peraturan hukum negaranya.

Prinsip Yurisdiksi Universal yang dimiliki oleh Israel dianggap berlaku


sekalipun orang yang ditangkap secara tidak lazim itu dituduh telah melakukan
kejahatan yang melanggar hukum internasional seperti kejahatan terhadap
perdamaian atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Pada saat tindak pidana itu
terjadi, Israel belum menjadi suatu negara yang mempunyai seperangkat peraturan
dan lembaga-lembaga penegak hukumnya. Namun apabila berpegang pada prinsip
yurisdiksi universal yang menyatakan bahwa tindak pidana yang berada di bawah
yurisdiksi semua negara dimana pun tindak pidana dilakukan.

Pada umumnya tindakan yang bertentangan dengan kepentingan


masyarakat internasional dipandang sebagai delik jure gentium dan semua negara
berhak untuk menangkap dan menghukum pelaku-pelakunya dimana pun ia

5
berada tanpa memandang kebangsaan serta tempat dilakukannya kejahatan
tersebut. Maka berlaku juga prinsip retroaktif dalam kasus ini. Prinsip-prinsip ini
dikukuhkan dengan Konvensi Genewa 1949.

Permanent Court of Arbitration menyatakan bahwa suatu negara yang


menerima kembali seorang buronan secara tidak lazim tidak berkewajiban untuk
mengembalikan orang hukuman itu ke negara dimana ia ditangkap. Oleh
karenanya, kasus Adolf Eichmann dinyatakan sah untuk diproses di peradilan
Nuremberg begitu juga dengan putusannya. Di lain pihak merupakan suatu
pelanggaran terhadap kedaulatan Argentina dan untuk itu mendesak Israel supaya
memberikan ganti rugi yang layak kepada Argentina.

Adolf Eichmann menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah karena dia


hanya mengikuti perintah dan tidak berniat untuk melakukan tindakan
pembunuhan itu. Dengan perkataan lain, Adolf Eichmann hanya mengikuti
birokrasi yang ada pada masa itu karena dia tidak tergabung dalam suatu
kepemimpinan yang memiliki hak untuk membuat keputusan. Namun dalih
tersebut tidak dapat diterima apabila perintah itu secara universal diketahui
sebagai hal yang melawan hukum.

Israel memiliki Undang-Undang yaitu ”Nazis and Nazi Collaborators


(punishment) Law”, sebagai dasar penangkapan dan pengeksekusian dari Adolf
Eichmann. Dalam Undang – Undang “Nazis and Nazi Collaborators
(punishment) Law 5670-1950 (1.a.3)” menyatakan bahwa “Selama periode
perang dunia ke – II di negara musuh sebuah tindakan yang merupakan kejahatan
perang dapat dikenai hukuman mati.”

Sebagaimana telah dikemukakan Mahkamah Militer Internasional di


Nuremberg, pengujian yang tepat adalah apakah pilihan moral benar-benar
memungkinkan di pihak individu-individu yang diperintahkan untuk melakukan
tindak pidana melihat posisi Adolf Eichmann adalah sebagai kepala bagian pada
German Gestapo yang mana ia sebagai administrator yang bertanggung jawab

6
dalam proyek “Final Solution” ( kebijakan yang bertujuan untuk melenyapkan
orang Yahudi yang ada di kamp kematian, Eropa Timur ).

Pelanggaran hukum oleh para bawahan yang dilakukan demi ketaatan


yang dilakukan kepada perintah atasan merupakan suatu pelanggaran dan
tangggung jawab para atasanlah terhadap tindakan yang dilakukan para bawahan
tersebut. Dalam hal ini harus ada kelalaian dalam menjalankan tugas sebelum
tersangkut tanggung jawab komando tertinggi. Juga ditetapkan secara tegas oleh
pengadilan-pengadilan sesudah perang bahwa perintah – perintah oleh alasan atau
penataan terhadap undang – undang atau peraturan – peraturan nasional, bukan
merupakan suatu pembelaan tetapi hal itu boleh dianggap sebagai peringanan
hukuman.

E. Kesimpulan
1. Adolf Eichmann ditangkap oleh Israel untuk diadili di Yerusalem sebagai
salah satu orang yang melakukan kejahatan Genosida terhdapa bangsa
Yahudi di Eropa.
2. Israel memiliki Undang-Undang yaitu ”Nazis and Nazi Collaborators
(punishment) Law”, sebagai dasar penangkapan dan pengeksekusian dari
Adolf Eichmann.
3. Dalam Undang – Undang “Nazis and Nazi Collaborators (punishment)
Law 5670-1950 (1.a.3)” menyatakan bahwa “Selama periode perang dunia
ke – II di negara musuh sebuah tindakan yang merupakan kejahatan
perang dapat dikenai hukuman mati.”
4. Adolf Eichmann divonis Hukuman mati dengan cara digantung di tengah
malam pada tanggal 31 Mei 1960.
5. Keabsahan peradilan dan putusan Adolf Eichmann adalah sah adanya,
karena Israel memiliki suatu Yurisdiksi yang dijadikan sebagai dasar
penghukuman Adolf Eichmann.

7
DAFTAR PUSTAKA

Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Bandung : Penerbit
Nusamedia, 2007

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi,


Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Anthony Csabafi, The Concept of State Jurisdiction in International Space Law,
The Hague, 1971.
https://www.ushmm.org/wlc/id/article.php?ModuleId=10007982

http://www.mfa.gov.il/mfa/mfa-archive/195
1959/pages/nazis%20and%20nazi%20collaborators%20-punishment-%20law-
%20571.aspx

https://scholarship.law.duke.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1766&context=dlj

http://www.internationalcrimesdatabase.org/Case/192/Eichmann/

Anda mungkin juga menyukai