Anda di halaman 1dari 11

Tugas UTS

Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

Latar Belakang Kasus Prita vs RS Omni


Prita Mulyasari merupakan ibu dari dua
orang anak yang ditahan pada 13 Mei 2009
karena dilaporkan oleh pihak Rumah Sakit Omni
Medical Care International, atau lebih dikenal
dengan RS Omni, kepada Polres Tangerang. RS
Omni melaporkan Prita karena dianggap telah
mencemarkan nama ba ik RS Omni melalui
sebuah surat elektronik (e-mail) yang dikirimkan
oleh Prita di beberapa mailing list. Sebelum membahas kasus Prita vs RS Omni secara lebih
mendalam, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai kronologi dari kasus ini yang disarikan
dari laporan Salam (2009) dan Zulkarnaen (2009):
7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi
dan pusing kepala. Prita ditangani oleh dr. Hengky Gosal SpPD dan dr. Grace
Herza Yarlen Nela. Hasil pemeriksaan laboratorium: trombosit 27.000 (normal
200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan
diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah.
8 Agustus 2008
Ada revisi hasil laboratorium semalam, trombosit bukan 27.000 tapi 181.000.
Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri
mulai membengkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik
lagi ke 39 derajat.
9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara.
Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya
Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan
kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik
lagi.
10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian
laboratorium terkait revisi trombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher
kiri dan mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita
memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 1

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi trombosit
27.000, tapi yang didapat hanya informasi trombosit 181.000. Pasalnya, dengan
adanya hasil lab trombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI
berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Di
rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia
terserang virus yang menular.
15 Agustus 2008
Prita mengirimkan e-mail yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak
rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain
dengan judul Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra. E-mailnya
menyebar ke beberapa milis dan forum online.
30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi e-mailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
5 September 2008
Prita diadukan oleh dr Hengky yang bertugas di Rumah Sakit Omni ke Polda
Metro Jaya. Ia disangka melakukan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit
Omni Internasional. Prita digugat secara perdata oleh RS Omni melalui dr
Hengky dan dr Grace. Secara bersamaan, Prita juga diadukan pidana oleh dr
Hengky dan dr Grace.
22 September 2008
Prita mulai disidik oleh penyidik di Satuan Remaja Anak dan Wanita (Renakta)
Polda Metro Jaya. Polisi menjerat Prita dengan pasal 310, 311 KUHP. Serta Pasal
45 jo 27 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selama
disidik, Prita tidak ditahan Polisi. Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumer-nya.
8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi
e-mail Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
30 April 2009
Berkas perkara pidana di serahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang. Kepala
Satuan Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Direkrorat Reserse Kriminal Umum
(Ditreskrimum) Polda Metro Jaya AKBP Agustinus Pangaribuan. Sebelum
berkasnya dinyatakan P21 (lengkap), berkas pemeriksaan Prita sempat dua kali
bolak-balik dari polisi dan kejaksaan.
11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita
terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 2

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di
koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan
banding.
13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga
dilaporkan oleh RS Omni.
2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima
keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.
3 Juni 2009
Megawati dan Jusuf Kalla mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI
meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa
berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN
Tangerang.
18 November 2009
Jaksa Penuntut Umum (JPU) PN Tangerang menuntut Prita Mulyasari enam
bulan penjara dikurangi masa tahanan pada Rabu, 18 November 2009. Prita ibu
dari dua anak ini disangkakan menyalahi Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008.
14 Desember 2009
Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang akan mengajukan
pencabutan perdata perkara Prita Mulyasari ke PN Tangerang.
30 Desember 2009
PN Tangerang memutuskan Prita Mulyasari bebas dari segala tuntutan pada
sidang di PN Tangerang.

PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 3

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

Pembahasan Kasus Prita Mulysari vs RS Omni


Berdasarkan Perspektif Psikologi Forensik
Pada bagian ini akan dibahas mengenai dinamika kasus Prita vs RS Omni dengan
perspektif psikologi forensik. Tujuan, metode, dan gaya inkuiri dari psikologi forensik akan
dijelaskan dan dikaitkan dengan kasus Prita Mulyasari.
Tujuan Psikologi Forensik
Tujuan dari psikologi adalah mencari kebenaran atas perilaku. Dengan demikian, dari
persepektif psikologi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dan bagaimana seseorang
dapat melakukan suatu perilaku (Greene, Heilburn, Fortune, & Nietzel, 2007). Psikologi
menitikberatkan pada perilaku aktual dan bersifat mendeskripsikan perilaku sebagai sesuatu
yang khas / karakteristik, tanpa memandang perilaku itu benar atau salah apabila dilihat dari
persepektif hukum.
Pada kasus Prita Mulyasari, apabila dibahas dengan kacamata psikologi forensik maka
tujuannya adalah untuk mencari tahu motif dari perilaku Prita atau alasan mengapa Prita
berperilaku demikian. Mungkin saja seorang psikolog forensik diminta untuk menjadi saksi
ahli di pengadilan dan kesaksiannya dapat dipertimbangkan hakim dalam membuat
keputusan. Tujuan dari psikologi forensik berbeda dengan tujuan hukum yang tujuannya
adalah membuktikan apakah suatu perilaku melanggar peraturan atau tidak, mencari keadilan.
Oleh karenanya seorang tugas psikolog forensik bukanlah menilai Prita bersalah atau tidak
menurut hukum, melainkan mencari penjelasan mengenai perilaku Prita yang mungkin dapat
membantu hakim mengambil keputusan.
Metode Psikologi Forensik
Metode psikologi forensik bersifat deskriptif dan dinamis. Maksud dari dinamis
adalah di dalam psikologi, teori psikologi yang dibuat seringkali meruntuhkan atau
memperbarui teori yang lama. Hal tersebut sesuai dengan tujuan psikologi yaitu untuk
mencari kebenaran. Sedangkan deskriptif karena psikologi forensik berusaha untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan mengenai perilaku tertentu.
Untuk menyelidiki kasus Prita dari perspektif psikologi, seorang psikolog akan
mengumpulkan data-data terlebih dahulu melalui berbagai metode. Misalnya administrasi alat
tes psikologis atau wawancara dan observasi terhadap Prita untuk mengetahui kepribadian
Prita. Hal itu bisa ditambah dengan wawancara terhadap orang-orang yang dekat Prita, seperti
suami, kerabat keluarga, atau rekan-rekan kerjanya sebagai metode triangulasi untuk
menambah validitas. Dari hasil itu dapat diketahui karakteristik kepribadian dan
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 4

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

kecenderungan perilaku apa yang akan dimunculkan Prita ketika ia berada dalam situasi
tertentu. Kemudian psikolog bisa membandingkan dengan perilaku Prita saat di persidangan,
melakukan analisa terhadap e-mail yang ditulisnya, dan lain-lain. Dengan demikian dapat
diperkirakan motif atau hal apa yang mendorong Prita untuk mengirim e-mail ke temantemannya dan media massa online. Dapat diperkirakan apakah motivasi utama Prita adalah
sekedar menginformasikan saja, atau ada motivasi untuk mencemarkan kredibilitas RS Omni
karena merasa kecewa.
Gaya Inkuiri Psikologi Forensik
Gaya inkuiri atau penyelidikan psikologi forensik sifatnya obyektif. Di sini siapapun
dapat menjadi subyek penelitian psikologi forensik. Menurut Greene et al. (2007) dan
Probowati (2008), subyek penelitian psikolog forensik tidak terbatas pada tersangka atau
terdakwa perbuatan kriminal saja, tetapi juga bisa meneliti individu-individu lain yang terkait
dengan hukum (hakim, jaksa, pengacara) atau isu-isu yang lebih abstrak (misalnya:
bagaimana masyarakat mempengaruhi hukum, bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat,
dan lain-lain).
Apabila kasus Prita ditelaah seorang psikolog forensik, maka psikolog forensik
tersebut akan bersikap tidak memihak kepada Prita atau kepada RS Omni. Ia meneliti kasus
Prita secara obyektif. Tidak seperti hukum yang tujuan utamanya adalah mencari keadilan,
tujuan utama dari penyelidikan psikologi forensik adalah mencari apa yang benar, tanpa
menilai hal tersebut benar atau salah.
Kegunaan Inkuiri Psikologi Forensik dalam Kasus Prita
Hasil yang didapat dari penyelidikan psikologi forensik ini dapat digunakan di
pengadilan. Misalnya seorang psikolog forensik diminta untuk memberikan kesaksian ahli
mengenai kasus Prita. Dalam melakukan penyelidikan, psikolog bersikap obyektif atau tidak
berpihak. Alasannya karena psikologi hanya berusaha untuk mencari kebenaran saja, tidak
memperhatikan benar/salahnya suatu perilaku. Gaya inkuiri psikologi berbeda dengan gaya
inkuiri hukum, yang berpihak berdasarkan peran yang dimainkan. Misalnya seorang
pengacara tentu akan mengambil posisi membela klien dan berusaha supaya kliennya
menang. Selain itu di dalam hukum, orang-orang yang tidak memiliki peran (dalam area
hukum) dianggap orang luar yang tidak berkuasa untuk mempengaruhi keputusan yang
akan diambil.
Dalam kasus Prita Mulyasari, UU Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) Pasal 27
Ayat 3 UU No. 11 Tahun 2008 yang digunakan untuk menjerat Prita ke pengadilan berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dengan demikian
apabila Prita terbukti melanggar UU tersebut, ia dapat dijatuhi hukuman. Akan tetapi pada
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 5

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

kasus Prita ada daerah abu-abu yang tidak jelas. UU ITE tidak menjelaskan apakah bila
individu yang menyebarkan informasi tersebut melakukannya atas motif menginformasikan,
hal tersebut masih merupakan tindak kriminal. Psikolog forensik yang bisa ditetapkan sebagai
saksi ahli di pengadilan, mungkin dapat memberikan pandangannya apakah tindakan
pengiriman e-mail oleh Prita Mulysari dilandasi atas motif pencemaran nama baik atau motif
ingin memberikan informasi semata. Psikolog itu mungkin dapat memperjelas kasus Prita
atau memberi pertimbangan tertentu kepada hakim yang dapat membantu hakim untuk
mengambil keputusan.
Dalam prosesnya, pengadilan Prita mengundang simpati banyak pihak. Opini
masyarakat terbentuk lewat pemberitaan media massa yang cenderung berpihak. Akibatnya
masyarakat banyak yang mendukung Prita dan menuntut Prita segera dibebaskan. Hal seperti
itu dikenal sebagai penghakiman media massa, maksudnya keputusan bersalah atau
tidaknya seorang terdakwa sudah diputuskan oleh media massa sebelum keputusan
pengadilan. Sebagai dampaknya, proses pengadilan terhadap Prita mungkin saja menjadi
kurang objektif. Di sini psikologi forensik dapat pula meneliti hal-hal apa saja yang terjadi di
masyarakat sehingga mereka telah mengambil sikap terlebih dahulu sebelum hakim
mengambil keputusan. Penelitian dapat menggunakan pendekatan psikologi massa dari
Psikologi Sosial, misalnya.
Pembahasan Kasus Prita dari Perspektif Psikologi Forensik
Saya akan mencoba untuk membahas perilaku Prita Mulyasari dari kacamata
psikologi forensik.
Dalam kasus Prita, ia menyatakan ditipu dan dibohongi oleh dokter yang
menanganinya, yaitu dr. Hengky Gosal SpPD (Inilah Curhat, 2009). Hal tersebut
dikarenakan ia merasa dr. H menutup-nutupi hasil laboratorium pada tanggal 7 Agustus 2008
yang menunjukkan kadar trombositnya 27.000. dr. H menyatakan Prita positif demam
berdarah dan harus rawat inap. Namun esok paginya (8 Agustus 2008), dr. H merevisi hasil
laboratorium itu, yang benar kadar trombosit Prita 181.000. Prita kaget tetapi memilih untuk
tetap dirawat di rumah sakit.
Mulai tanggal 8 Agustus 2008 itu Prita beberapa kali menerima suntikan dari perawat,
tetapi ketika ia menanyakan suntikan apa yang ia terima suster tidak memberi keterangan
yang memuaskan. Menurut Prita, akibat suntikan-suntikan tersebut tangannya membengkak
dan suhu badannya kembali tinggi menjadi 390C. Tanggal 9 Agustus 2008, ketika dr. H
datang Prita mempertanyakan kembali diagnosis ia menderita demam berdarah. Menurut dr.
H Prita menderita virus udara yang masih merupakan kategori demam berdarah.
Dari keterangan di atas, sebenarnya pada awalnya Prita tidak memiliki pandangan
negatif terhadap RS Omni. Namun ketika hasil laboratoriumnya berubah, ia mulai
mempertanyakan keabsahan diagnosis demam berdarah dari dr. H. Apalagi ia mendapatkan
suntikan berulang kali tanpa penjelasan yang memuaskan mengenai suntikan apa yang
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 6

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

diterimanya. Peristiwa-peristiwa revisi hasil laboratorium, berubahnya diagnosis penyakit


Prita dari demam berdarah menjadi virus udara, dan sikap perawat yang tidak menerangkan
mengenai suntikan apa yang diterima Prita, terakumulasi dan menumbuhkan belief pada
kognitif Prita bahwa dokter dan suster yang menanganinya bekerja secara tidak profesional.
Albert Ellis (dalam Edelstein, t. th.) menjelaskan belief atau pandangan seseorang akan suatu
hal, menentukan reaksi emosional seseorang akan hal tersebut. Belief Prita yang negatif
memang membuatnya merasa kecewa, kemungkinan besar ia juga marah dan kesal terhadap
pelayanan RS Omni. Hal tersebut terlihat dari e-mail Prita yang menyebutkan ia merasa
kecewa dan menuduh RS Omni mempermainkan hasil laboratorium untuk mendapatkan
pasien.
Usaha Prita untuk meminta penjelasan dari dr. H tidak memuaskan Prita. dr. H malah
menyalahkan bagian laboratorium karena hasil tes trombosit Prita, tetapi memutuskan untuk
tetap melanjutkan pengobatan. Pada tanggal 11 Agustus 2008 Prita dan keluarganya
memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lain. Untuk pindah rumah sakit, Prita meminta data
medis dari RS Omni. Namun RS Omni hanya memberikan surat hasil laboratorium dengan
kadar trombosit yang 181.000, bukan 27.000. Dengan berbagai alasan, surat keterangan hasil
laboratorium yang awalnya menunjukkan trombosit Prita 27.000, tidak pernah diberikan oleh
pihak RS Omni. Di rumah sakit baru, diketahui ternyata penyakit yang diderita Prita
sebenarnya adalah gondongan.
Peristiwa tersebut secara lebih lanjut membuat belief Prita terhadap RS Omni semakin
negatif. Apalagi Prita mempersepsikan tindakan RS Omni tersebut membahayakan
kesehatannya. Akibatnya reaksi emosional Prita pun semakin negatif. Seperti yang dikutip
dalam surat elektronik yang dibuatnya, Prita mengatakan, Makanya saya sebut Manajemen
Omni pembohong besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan
nyawa orang. serta, ...RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal
mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini. (Inilah Curhat,
2009). Selanjutnya Prita bertindak dengan mengirimkan e-mail ke 10 orang teman pada
tanggal 15 Agustus 2008. Yang perlu diperhatikan adalah pada tanggal 30 Agustus 2008, ia
kembali mengirimkan isi e-mail-nya kepada Surat Pembaca Detik.com. Bila memperhatikan
jeda waktu pengiriman e-mail ke teman-teman Prita dan ke Detik.com, kemungkinan
tindakan Prita mengirim e-mail dilatarbelakangi motif emosional. Ia merasa kesal terhadap
RS Omni sehingga ingin membalas dengan cara menyebarkan pelayanan RS Omni ke
orang lain. Apalagi mengingat Prita tidak menggunakan media seperti surat kabar atau
majalah, yang lebih memungkinkan RS Omni untuk menanggapi keluhannya.
Perbandingan Perspektif Psikologi Forensik dengan Perspektif Hukum
Untuk lebih mempermudah pemahaman mengenai perspektif psikologi forensik, saya
mencoba untuk membedakan perspektif dari psikologi forensik dan hukum dalam bentuk
tabel. Masing-masing perspektif akan dikaitkan dengan dengan kasus Prita secara ringkas:
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 7

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

Faktor Pembeda

Tujuan

Metode

Perspektif Psikologi Forensik

Perspektif Hukum

Mencari kebenaran perilaku


yang dilakukan sebagai ciri khas
individu atau hasil dari proses
kognitif dan afektif individu yang
bersangkutan (terlepas dari adil
atau tidak adilnya suatu
permasalahan).

Mencari keadilan perilaku


yang seharusnya dilakukan
(apakah sesuai dengan peraturan
yang ada atau tidak).

Dari persepktif psikologis,


pembahasan terhadap kasus Prita

Dari perspektif hukum,


pembahasan terhadap kasus Prita
dapat digunakan untuk meninjau
apakah perilaku Prita yang
mengirim e-mail mengenai

mungkin bisa digunakan untuk


mendalami motif atau proses
kognitif pada diri Prita hingga ia
memutuskan untuk mengirim email mengenai RS Omni ke
berbagai mailing list dan
Detik.com.

keluhannya terhadap RS Omni


ke berbagai mailing list dan
surat pembaca Detik.com
melanggar hukum atau tidak.

Metode yang digunakan dalam


perspektif psikologi adalah
menggunakan pendekatan dan
teori-teori psikologi untuk
menjelaskan perilaku Prita.
Perbedaan dengan perspektif
hukum adalah pendekatan
psikologi tidak berusaha untuk
melihat benar / tidaknya perilaku
Prita, melainkan menjelaskan
mengapa Prita berperilaku seperti
demikian dengan pendekatan
psikologi.

Dalam perspektif hukum, Prita


disangkakan melanggar UU
Informasi dan Transaksi
Eletronik (ITE) Pasal 27 Ayat 3
UU No. 11 Tahun 2008. Pasal
tersebut berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.
Dengan demikian jika Prita
terbukti melakukan pelanggaran
terhadap pasal tersebut, secara
otomatis di mata hukum ia
bersalah.

PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 8

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

Gaya penyelidikan
atau inkuiri

Obyektif, mengambil sikap

Lebih berpihak atau

sebagai pengamat yang


mencermati perilaku Prita tanpa
memberikan penilaian baik/buruk
dan benar/salah terhadap perilaku
Prita. Gaya penyelidikan lebih ke
deskriptif, hanya menjelaskan
mengenai hal-hal yang mendasari
perilaku Prita atau memprediksi
perilaku Prita.

mengambil sikap tertentu


berdasarkan peran yang
dimainkan. Dalam kasus Prita
dapat dilihat sikap dari orangorang yang berkaitan dengan
kasusnya tersebut dipengaruhi
oleh peran mereka. Misalnya
kuasa hukum Omni, RS,
berusaha untuk membela
kepentingan kliennya. Di sini,

Selain itu cara kerja psikologi


forensik cenderung dari prinsip
khusus ke prinsip umum:
mencermati data-data mengenai email yang dibuat oleh Prita,
keterangan Prita, kepribadian
Prita secara umum, aspek
kognitif, dan lain-lain baru
membuat kesimpulan.

profesi seperti jaksa memiliki


keterpihakan tertentu terhadap
terdakwa, sedangkan profesi
pengacara memiliki
keterpihakan kepada klien.
Proses inkuiri bermuara pada
keputusan dikotomis:
benar/salah, melanggar/tidak
melanggar (hitam-putih).
Selain itu cara kerja hukum
cenderung dari prinsip umum ke
prinsip khusus: menelaah dari
UU, hukum yang berlaku, dan
lain-lain baru membuat
keputusan.

Cenderung bebas nilai.


Nilai

Moralitas, nilai sosial, kontrol


sosial, efisiensi, dan expediency
(sebagaimana sesuatu
seharusnya terjadi, atau keadaan
yang menguntungkan)

Saran sebagai Calon Psikolog


Berikut adalah beberapa saran yang dapat saya berikan sehubungan dengan kasus
Prita vs RS Omni dalam kapasitas saya sebagai calon psikolog:
Meningkatkan posisi psikolog forensik di bidang pengadilan. Hal ini cukup
penting karena berbagai masalah hukum yang terjadi sehari-hari seringkali tidak
dapat dijawab hanya dengan pendekatan hukum semata. Oleh karena itu,
PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 9

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

psikologi forensik dapat membantu atau memberikan kontribusi untuk


memberikan pendapat yang dapat membantu pengambilan keputusan atau
memberikan nasihat di luar persidangan berkaitan dengan masalah-masalah
hukum.
Pelibatan psikologi forensik dalam proses pemeriksaan awal sebuah tindak
pidana, pemeriksaan terdakwa, penggalian informasi terhadap saksi, dan
rehabilitasi terhukum juga dapat membantu proses hukum dan pengadilan.
Psikolog forensik dapat menyumbang ilmu-ilmu psikologi yang bermanfaat bagi
bidang hukum.
Membantu memberikan pertimbangan dalam penyusunan peraturan dan hukum.
Dari UU ITE Pasal 27 No 11 Tahun 2008 yang digunakan untuk menjerat Prita di
atas dapat dilihat bahwa UU tersebut hanya memuat peraturan mengenai orang
yang secara sengaja menyebarkan dokumen elektronik yang dapat mencemarkan
nama baik. Namun seharusnya di UU itu juga dijelaskan, apakah orang yang
menyebarkan informasi yang dapat mencemarkan nama baik atas keinginan untuk
memberikan saran pada orang lain juga merupakan pelanggaran terhadap UU
tersebut. Prita dibebaskan oleh PN Tangerang karena hakim menilai Prita tidak
melanggar UU ITE Pasal 27 No 11 Tahun 2008 (Prita Mulyasari, 2009).
Apabila psikolog dilibatkan untuk memberi pertimbangan dalam penyusunan
hukum, peraturan dapat lebih jelas karena mempertimbangkan faktor motif
seseorang melakukan perilaku kriminal tertentu.
Psikolog forensik dapat mendampingi Prita sehingga ia tidak merasa tertekan saat
berada di penjara. Apabila Prita tidak tertekan ia bisa bersikap lebih kooperatif
dalam persidangan. Peran psikolog forensik sebagai pendamping terdakwa
seringkali diabaikan, padahal hal ini penting karena saat mendampingi psikolog
forensik juga dapat sekaligus melakukan assessment terhadap terdakwa.

PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 10

Tugas UTS
Pembahasan Kasus Prita vs RS Omni

DAFTAR PUSTAKA

Edelstein, M.R. (t. th). Definition of Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT). Diakses
pada
tanggal
2
Mei
2010
dari
http://www.stressgroup.com/
selfhelpresources.html#ellis.
Inilah Curhat yang Membawa Prita ke Penjara. Kompas.com. (3 Juni 2009). Diakses pada
tanggal 1 Mei 2010 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/
inilah.curhat.yang.membawa.prita.ke.penjara.
Greene, E., Heilburn, K., Fortune, W.H., & Nietzel, M.T. (2007). Psychology and the Legal
System. California: Thomson Wadsworth.
Prita Mulyasari Divonis Bebas. (30 Desember 2009). Bataviase.co.id. Diakses pada tanggal 2
Mei 2010 dari http://bataviase.co.id/detailberita-10457992.html.
Probowati, Y. (2008). Peran Psikologi dalam Investigasi Tindak Kasus Pidana. Indonesian
Journal of Legal and Forensic Sciences, 1(1), 26-31.
Salam, S. (2009). Inilah Kronologi Kasus Prita Mulyasari (PM). Sumbawa News. Diakses
pada tanggal 1 Mei 2010 dari http://www.sumbawanews.com/berita/utama/ inilahkronologis-kasus-prita-mulyasari-pm.html.
Zulkarnaen, I. (2009). Kronologi Kasus Prita Mulyasari. Kompasiana. Diakses pada tanggal 1
Mei 2010 dari http://umum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-pritamulyasari/.

PCP 438 Psikologi Kriminal & Forensik

Halaman 11

Anda mungkin juga menyukai