Jawaban
- Pengertian Hukum Perdata
Mengenai pengertian atau definisi dari “hukum” itu telah banyak dibahas dalam perkuliahan
Pengantar Ilmu Hukum (PIH). Diantara sekian banyak definisi hukum yang dikenal itu diyakini pula
bahwa tidak satupun definisi hukum itu tetap atau sempurna. Artinya ada saja suatu kekurangannya
atau kelemahannya. Pada dasarnya hukum itu tidak dapat didefinisikan secara tetap, selalu berubah-
ubah. Sebab satu-satunya hal yang tetap pada hukum adalah sifat tidak tetapnya isi hukum itu.
Kebanyakan para sarjana menganggap Hukum Perdata sebagai hukum yang mengatur kepentingan
perseorangan (pribadi) yang berbeda dengan Hukum Publik sebagai hukum yang mengatur kepentingan
umum (masyarakat). Berikut pengertian Hukum Perdata oleh beberapa pakar hukum, yaitu:
1. Soebekti, Hukum Perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan.
2. Sri Soedewi, Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara
perseorangan dengan satu warga negara perseorangan yang lain.
3. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata adalah suatu rangkaian hukum antara orang-orang atau
badan satu sama lain tentang hak dan kewajiban.
4. Sudikno Merto Kusumo, Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan
kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan didalam
masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak.
5. Safioedin, Hukum Perdata adalah hukum yang memuat peraturan dan ketentuan hukum yang
meliputi hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain didalam masyarakat dengan
menitik beratkan kepada kepentingan perorangan.
6. Vollmar, Hukum Perdata adalah aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan perlindungan
pada kepentingan perseorangan dalam perandingan yang tepat antara kepentingan yang satu
dengan yang lain dari orang-orang didalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai
hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.
7. Van Dunne, Hukum Perdata adalah suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat
esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya,hak milik dan perikatan.
Oleh karena itu dapat kita simpulkan, bahwa Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dalam masyarakat yang menitik
beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Pengertian Hukum Perdata Formal
Hukum Perdata Formil disebut juga hukum acara perdata. Hukum Acara Perdata ini hanya dapat
diperuntukan menjamin ditaatinya Hukum Perdata Materiil. Ketentuan Hukum Acara Perdata pada
umumnya tidak mengenai hak dan kewajiban seperti yang kita jumpai dalam Hukum Perdata Materiil,
tetapi melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan Hukum Perdata Materiil yang ada, atau
melindungi hak perorangan. Berdasarkan pengantar tersebut diatas, Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH
(1982:2), mendefinisikan Hukum Acara Perdata adalah pengaturan hukum yang mengatur bagaimana
caranya menjamin ditaatinya Hukum Perdata Materiil dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan
lain, Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin
pelaksanaan Hukum Perdata Materiil. Lebih konkrit lagi dapat dikatakan, bahwa Hukum Acara Perdata
mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan, memeriksa serta memutusnya, dan
pelaksanaan dari putusannya.
Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan
hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi
sendiri. Hukum Perdata Formil di Indonesia yang berlaku di pengadilan Jawa dan Madura diatur dalam
HIR, sedangkan untuk pengadilan luar Jawa Madura di atur dalam RBg.
2. Menurut KUHPerda
Berdasarkan sistematika KUHPerd Hukum perdata itu terdiri atas 4 buku, yaitu : a. Buku Ke satu
tentang Orang (van Personen), yang memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan; b. Buku Ke
dua tentang Kebendaan (van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris; c. Buku Ke tiga
tentang Perikatan (van Verbintennissen), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan
hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu; dan d. Buku Ke empat
tentang Pembuktian Daluarsa (van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Buku Ke satu tentang Orang memuat 18 bab, yaitu :
I. Tentang menikmati hak dan kehilangan hak-hak kewarganegaraan;
II. Tentang akta-akta catatan sipil;
III. Tentang tempat tinggal atau domisili;
IV. Tentang Perkawinan;
V. Tentang Hak dan kewajiban suami dan istri;
VI. Tentang persatuan harta kekayaan menurut undangundang dan pengurusannya;
VII. Tentang perjanjian perkawinan;
VIII. Tentang persatuan atau perjanjian perkawinan dalam perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya;
IX. Tentang perpisahan harta kekayaan;
X. Tentang pembubaran perkawinan;
XI. Tentang perpisahan meja dan ranjang;
XII. XII. Tentang kebapakan dan keturunan anak-anak;
XIII. Tentang kekeluargaan dan semenda;
XIV. Tentang kekuasaan orang tua; XIVa. Tentang menentukan, mengubah, dan mencabut
tunjangantunjangan nafkah;
XV. Tentang kebelumdewasaan dan perwalian;
XVI. Tentang beberapa perlunakan; XVII. Tentang pengampuan; XVIII. Tentang keadaan tak hadir.
Buku Ke dua tentang Kebendaan memuat 21 bab, yaitu :
I. Tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya;
II. Tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya;
III. Tentang hak milik (eigendom);
IV. Tentang hak dan kewajiban antara pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetangga;
V. Tentang kerja rodi;
VI. Tentang pengabdian pekarangan;
VII. Tentang hak numpang karang (recht van postal);
VIII. Tentang hak usaha (erfpacht);
IX. Tentang bunga tanah dan hasil sepersepuluh;
X. Tentang hak pakai hasil;
XI. Tentang hak pakai dan hak mendiami;
XII. Tentang perwarisan karena kematian;
XIII. Tentang surat wasiat;
XIV. Tentang pelaksana wasiat dan pengurusan harta peninggalan;
XV. Tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan;
XVI. Tentang hak menerima dan menolak suatu warisan; XVII. Tentang pemisahan harta peninggalan;
XVII. Tentang harta peninggalan yang tak terurus;
XVIII. Tentang piutang-piutang yang di istimewakan; XX. Tentang gadai; XXI. Tentang hipotik.
Apabila kita hubungkan materi sistematika Hukum Perdata menurut Ilmu Pengetahuan dengan
materi sistematika menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu sendiri dapat dilihat dalam bagan
di bawah ini.