HUKUM TAKLIFI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ushul Fiqh
Yang dibimbing oleh: Bpk. H. Sutrisno, R.S, M.Hi
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi hukum Taklifi?
2. Sebutkan dan jelaskan pembagian hukum taklifi !
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
hukum wadh’i sebagaian ada yang di luar kemampuan manusia dan bukan
merupakan aktifitas manusia5.
Contoh, seperti firman Allah SWT. Yang bersifat menuntut untuk
melakukan sesuatu perbuatan:
Artinya: “Dan dirikanlah Shalat, tunaikan zakat dan taatilah rasul
supaya kamu diberi rahmat”. (QS. An-Nur: 56)6. Ayat ini menunjukkan
kewajiban shalat, menunaikan zakat dan mentaati Rasul. Sedangkan Firman
Allah yang bersifat memilih (fakultatif), yaitu:
Artinya: “ dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar”. (QS. Al-Baqarah: 187)7.
5
1. Ijab (mewajibkan), yaitu ayat atau hadits dalam bentuk perintah yang
mengharuskan untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya, ayat yang
mengharuskan untuk shalat. Atau dengan perkataan lain, Ijab adalah
sesuatu yang berahala jika dilaksanakan dan berdosa jika ditinggalkan.
Seperti firman Allah:
Arinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikalah zakat”. (QS. An-Nur:
56).
2. Nadb (Sunnah), yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan
yang tidak bersifat memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga
seseorang tidak dilarang untuk meninggalkannya9. Misalnya, surat Al-
Baqarah: 282, Allah SWT berfirman:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untik waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”. (Al-Baqarah: 282).
3. Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadits yang melarang secara pasti
untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, Tahrim
adalah antonim dari wajib. Dikerjakan mendapat siksa/ berdosa
sedangkan ditinggalkan mendapat pahala. Seperti firman Allah:
Artinya: “Diharamkan bagimu ( memakan) bangkai, darah, daging
babi (daging) hewan yang disembelih atas nama selain Allah”. (QS. Al-
Maidah: 3).
4. Karahah, yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan untuk meningalkan
suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, Karahah adalah antonim dari
Nadb. Seperti hadits Nabi:
6
Artinya: “ Dari Ibnu Umar ra. Dia berkata bahwa Nabi SAW.
Melarang untuk membeli suatu barang yang masih dalam tawaran
orang lain daan melarang seseorang untuk meminang seorang wanita
yang ada dalam pinangan orang lain sampai mendapat izin atau telah
dirnggalkannya”. (HR. al-Bukhari)
5. Ibahah, yaitu ayat atau hadits yang memberi pilihan seseorang untuk
melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Atau dengan kata lain,
dikerjakan tidak mendapat apa-apa sedangkan ditinggalkan juga tidak
mendapat apa-apa --disisi Allah. Seperti firman Allah:
7
Ramadhan. Shalat wajib dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
Demikian halnya puasa Ramadhan, sehingga apabila belum
masuk waktunya, kewajiban itu belum ada.
8
dikerjakan pertama kali tidak sah atau mengandung uzur.
Qadha’, adalah suatu amalan yang dikerjakan dluar waktu yang
telah ditentukan dan sifatnya sebagai pengganti. Seperti puasa
ramadhan tidak bisa dikerjakan oleh wanita yang haid pada
bulan ramadha itu, tetapi harus menggantinya pada waktu
lainnya.
Chaerul Uman, dkk12 menjelaskan pembagian wajib dari segi
waktunya menjadi dua, yaitu: wajib alal faur dan wajib alat tarakhi.
Wajib ‘Alal Faur adalah apabila telah tercapai semua syarat, wajib segera
dilaksanakan tanpa menunda. Seperti, melaksanakan zakat wajib segera
dikueluarkan apabila haul dan nisab sudah terpenuhi. Sedangkan wajib
‘Alat Tarakhi adalah pelaksanaan kewajiabn itu masih dapat ditunda
selama syarat wajibnya tidak akan hilang dari diri orang yang diwajibkan
untuk melakukan perbuatan itu. Seperti haji.
Wajib dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban hukum, dibagi
menjadi dua, yaitu13:
1. Wajib Aini, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap
orang yang sudah baligh berakal (mukallaf), tanpa kecuali.
Misalnya, shalat fardhu lima waktu. Kaitannya dengan wajib
‘Ain, muncul suatu pertanyaan di waktu tidak mampu
melaksanakan sendiri atau telah meninggal dunia, apakah bisa
gugur kewajiban itu dengan dilaksanakan orang lain?. Ulama’
ushul fiqh membagi hal itu menjadi tiga kategori.
Pertama, yang berhubungan dengan harta, seperti kewajiban
membayar zakat atau kewajiban mengembalikan titipan orang
lain kepada pemiliknya. Kewajiban seperti ini disepakati
pelaksanaanya bisa digantikan orang lain; Kedua, kewajiban
dalam bentuk ibadah Mahdhah, seperti Shalat dan Puasa.
Kewajiban seperti ini, disepakati tidak bisa digantikan oleh orang
lain.; dan Ketiga, kewajiban yang mempnyai dua dimensi, yaitu
dimensi ibadah fisik dan dimensi harta. Dalam hal ini ulama’
Caherul Uman, dkk, Op. Cit., hlm. 228-229 12
Satria Efendi, M. Zein, Op.Cit, hlm. 44-47 13
9
berbeda pendapat. Ada yang berpendapat tidak sah digantikan
orang lain, dan yang lainnya yaitu mayoritas ulama’ berpendapat
Haji sah digantikan orang lain14.
2. Wajib kifayah yaitu perbuatan yang dapat dilaksanakan secara
kolektif.
Ditinjau dari segi kuantitasnya
1. Wajib Muhaddad yaitu kewajiban yang ditentukkan batas kadarnya
(jumlahnya).
2. Wajib qhairu muhaddad yaitu kewajiban yang tidak ditentukkan
batas kadarnya.
Ditinjau dari segi kandungan perintah
1. Wajib mu’ayyan yaitu suatu kewajiban yang objeknya adalah
tertentu tanpa ada pilihan lain. Seperti membayar zakat.
2. Wajib mukhayyar yaitu kewajiban yang objeknya dapat dipilih dari
alternative yang ada. Seperti, membayar kafarat, boleh dengan
member makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian, atau
memerdekakan budak.
10
C. Tahrim (haram), menurut para ulama’ Ushul Fiqh antara lain Abdul
Karim Zaidan, membagi haram kepada beberapa macam, yaitu:
1. Haram Li Dzatihi, yaitu sesuatu yang diharamkan oleh syariat
karena esensinya mengandung kemudharatan bagi kehidupan
manusia, dan kemudharatan itu tidak dapat terpisah dari zatnya.
Misalnya, larangan meminum khamr.
2. Haram Lighairihi, yaitu sesuatu yang dilarang bukan karena
esensinya karena secara esensial tidak mengandung
kemudharaatan, namun dalam kondisi tertentu sesuatu itu dilarang
karena ada pertimbangan eksternal yang membawa pada sesuatu
yang dilarang secara esensial. Seperti, larangan berjual beli/
transaksi bisnis waktu adzan shalat jum’at.
11
tetapi seseorang tidak diberi kebebasan untuk memilih antara
makan atau tidak, karena meninggalkan makan samasekali dalam
hal ini akan membahayakan dirinya.
2. Sesuatu baru dianggap Mubah hukumnya bilamana dilakukan
sekali-kali, tetapi haram hukumnya bila dilakukan setiap waktu.
Seperti, bermain atau mendengarkan nyanyian hukumnya adalah
mubah bila dilakukan sekali-kali, tetapi haram hukumnya
menghabiskan waktu hanya untuk bermain atau mendengarkan
nyanyian.
3. Sesuatu yang mubah yang berfungsi sebagai sarana untuk
mencapai sesuatu yang mubah pula. Mislanya, membeli perabot
rumah tangga hanya untuk kepentingan kesenangan (tersier)17.
Pada dasarnya, pembagian mubah didasarkan atas pertimbangan
sejauhmana keterkaitannya dengan kemudharatan atau kemanfaatannya.
Sehingga dua pertimbangan tersebut menyebabkan implikasi hukum
mubah pada hukum lain.
Demikian macam-macam hukum Taklifi serta pembagiannya menurut mayoritas
Fuqahah’. Namun demikian, sebagai bandingan saja, kami sampaikan bentuk-
bentuk hukum taklifi menurut ulama’ Hanafiyah18 sebagai berikut:
1. Iftiradh.
2. Ijab.
3. Ibahah.
4. Karahah Tanziyyah.
5. Karahah Tahrimiyyah.
6. Tahrim.
,,.Ibid 17
.Rachmat Syafe'I, Op. Cit., hlm. 301-302 18
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum Taklifi adalah hukum yang berisi perintah, larangan atau pilihan
antara berbuat atau tidak berbuat. Hukum taklifi erat kaitannya dengan maqaashid
syariah yang lima. Yaitu, wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Masing-
masing dari kelima tersebut memiliki pembagian ditinjau dari beberapa segi oleh
beberapa imam.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15