Karahah
Yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan,tetapi tuntutan itu diungkapkan mellalui redaksi yang
tidak pasti.Seseorang yang mengerjakan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan itu,tidak dikenai
hukuman.Akibat dari tuntutan seperti itu disebut juga karahah,dan perbuata yang dituntut untuk
ditinggalkan itu disebut dengan makhruh.Misalnya ,sabda Rasulullah saw yang artinya :
“ Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (H.R. Abu Daud,Ibn Majah,al-Baihaqi dan
Hakim ).”
Khitab hadis ini disebut karahah,dn akibat dari khitab ini disebut juga dengan karahah,sedangkan
perbuatan yang dikhitab ini disebut makhruh.
Tahrim
Yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti .Akibat dari tuntutan ini
disebut hurmah dan perbuatan yang dituntut itu disebut dengan haram.Misanya dalam surah al An-am,6: 151
yang artinya :
“ jangan kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan allah …”
Ayat ini disebut dengan tahrim,akibat dari tuntutan ini disebut hurmah ,dan perbuatan yang dituntut untuk
ditinggalkan ,yaitu membunuh jiwa seseorang disebut dengan haram.
Nadb
Maksudnya sama dengan nadb yang dikemukakan Jumhur ulama ushul fiqh/Mutakallimin.
Ibahah
Juga sama yang dikemukakan Jumhur ulama ushul fiqh Mutakallimin.
Karahah Tanzihiyyah
Yaitu tuntutan Allah untuk meninggalkan suatu pekerjaan, tetapi tuntutannya tidak dengan pasti,seperti
larangan berpuasa pada hari jum’at.
Karahah Tahrimiyyah
Yaitu tuntutan Allah untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan cara
pasti,tetapi didasarkan pada dalil yang zhanni ,baik dari segi periwayatan
maupun dari segi dalalah(kandungan)-nya.Apabila pekerjaan yang dituntut
untuk ditinggalkan tersebut ,tetapi dikerjakan seseorang ,maka ia dikenakan
hukuman.Misalnya tuntutan untuk meninggalkan jual beli ketika panggilan
sholat jum’at telah terdengar (Q.S.al-Jum’ah.62:9).
Tahrim
Yaitu tuntutan untuk meninggalkan pekerjaan secara pasti dan didasarkan
pada dalil yang qath’i,baik dari segi periwayatan maupun dari segi dalalah
(kandungan)-nya.Misalnya larangan untuk membunuh orang (Q.S. al
Isra17:23 diatas) dan melakukan perzinahan (Q.S al-Nur,24:2).
A. Hukum Wadh’I dan Macam –macamnya
Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa hokum wadh’i itu ada lima macam
yaitu :
1. Sabab
Yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan oleh nash
(Alquran dan atau sunnah) bahwa keberadaannya menjadi petunjuk bagi
hokum syara.Artinya ,keberadaansebab merupakan pertanda keberadaan
suatu hokum ,dan hilangnya sebab menyebabkan hilangnya
hokum .Misalnya perbuatanj zina menyebabkan seseorang dikenai
hukuman dera 100 kali,tergelincirnya matahari menjadi sebab wajibnya
sholat zhuhur ,dan terbenamnya matahari menjadi sebab wajibnya sholat
maghrib.
1. Syarth
Yaitu sesuatu yang berada diluar hokum syara,tetapi keberadaan hokum syara tergantung
kepadanya ;Apabila syara tidak ada ,maka hokum pun tidak ada .Tetapi adanya syarat
tidak mengharuskan adanya hokum ayara.Oleh sebab itu ,suatu hukuman taklifi tidak
dapat diterapkan kecuali apabila telah memenuhi syarat yang telah ditepkan
syara.Misalnya wudhu adalah salah satu syarat sah sholat.sholat tidak dapat
dilaksanakan tanpa wudhu ,akan tetapi ,apabila seseorang berwudhu ,maka tidak mesti
ia harus melaksanakan sholat.
2. Penghalang/Mani’
Yaitu sikap yang nyata yang keberadaannya menyyebabkan tidak ada hokum atau tidak
ada sebab.Misalnya hubungan suami istri dan hubungan kekerabatan menyebabkan
terciptanyan hubungan kewarisan (waris mewarisi).Apabila ayah wafat maka istri dan
anak akan mendapat warisan sesuai dengan pembagiannya masing-masing,tetapi apabila
ayah wafat karena dibunuh hak akan warisannya akan terhalang
1. Shihhab
Yaitu suatu hukuman yang sesuai dengan hokum syara’,yaitu terpenuhinya sebab,syarat dan tidak
ada mani’.Misalnya mengerjakan sholat zhuhur setelah tergelincir matahari (sebab) dan telah
berwudhu ‘(isyarat),dan tidak ada halangan bagi orang yang mengerjakannya (tidak haid,nifas dan
sebagainya).
2. Bathil
Yaitu terlepasnya hokum syara dari ketentuan yang telah ditetapkan dan tidak ada akibat hokum
yang ditimbulkannya,Misalnya memperjualbelikan minuman keras.Akad ini dipandang batal
karena minuman keras tidak bernilai harta dalam pandangan syara’
c. Perbedaan Hokum Takhlif dan Hukum Wadh’i
Ada empat perbedaan antara hokum taklifi dan huikum wadh’i antara lain :
Waji al-kifa’i
Adalah kewajiban yang ditujukan kepada seluruh orang
mukallaf,tetapi apabila telah dikerjakan oleh sebagian dari
mereka,maka kewajiban itu telah terpenuhi dan orang yang tidak
mengerjakannya tidak dituntut lagi untuk melaksanakannya.Misalnya
pelaksanaan sholat jenazah.
1. Dari segi kandungan perintah
Wajib al-mu’ayyan
Adalah kewajiban yang terkait dengan sesuatu yang
diperintahkan,seperti sholat,puasa dan harga barang dalam jual beli
Wajib al-mu’qayyar
Adalah kewajiban tertentu yang bias dipillih orang
mukallaf.Misalnya sumpah kafarat terdiri atas,member makan fakir
miskin,member pakaian mereka,atau memerdekakan budak.dalam
hai ini ,oaring yang dikenakan kewajiban ini boleh memilih salah
satu dari tiga bentuk hukuman tersebut.
a. Muqaddimah al-wajibah
Adalah bahwa dalam melakukan suatu kewajiban ,ada hal-hal lain yang
harus dikerjakan,yang terkait erat dengan kewajiban itu,sehigga hal lain
itupun harus dipenuhi.Misalnya untuk melaksanakan sholat,seseorang
harus berwudhu lebih dahulu,maka hokum berwudhu itu adalah wajib.
2 . Mandub
a. Pengertian Mandub
Secara etimologi,mandub berarti dianjurkan disenangi.Sedangkan secara terminology berarti
pujian.
b. Ungkapan yang menunjukkan Hokum Mandub
Para ulama ushul fiqh mengemukakan bentuk-bentuk ungkapan antara lain :
1. Diungkapkan dengan jelas melalui lafal “yusannu”(sdisunnahkan) atau “yundabu”(dianjurkan)
seperti terdapat dalam sabda Rasulullah saw,tentang sholat tarawih dimalam ramadhan.
2. Diungkapkan melalui tuntutan yang tidak jelas,yaitu dengan lafal perintah yang dibarengi dengan
suatu indikasi yang memalingkan perintah tersebut dari yang bersifat kewajiban kepada
anjuran.Misalnya mencatat hutang piutang.
3. Syari’ menuntut untuk dilakukan,tetapi tidak dibarengi dengan sanksi.Misalnya membaca
beberapa ayat setelah membaca al-fatiha dalam sholat.
4. Suatu perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah saw,tetapi tidak selalu dikerjakannya,melainkan
dikerjakan satu atau beberapa kali,kemudian ditinggalkannya.Misalnya Sholat yang dikerjakan
empat rakaat sebelum sholat isya.
5. Ungkapan lain yang menunjukkan perintah itu tidak mengikat dan tidak pasti.
a. Pembagian Mandub
Para ulama ushul fiqh membagi mandub kepada tiga macam,yaitu :
1. Sunnah al-mu’akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan)
Yaitu pekerjaan yang ap[abila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan mendapat dosa,tetapi yang meninggalkannya mendapat celaan.seperti
sholat sunnah sebelum shoal lima waktu.
2. Sunnah ghairu al mu’akkadah (sunnah yang biasa saja)
Yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan
tidak berdosa dan tidak pula mendapat cela dari syari’ .Seperti bersedekah,sholat
dhuha dan puasa senin dan kami.
3. Sunnah al-za’idah (sunnah yang bersifat tambahan)
Yaitu suatu pekerjaan yang dimaksudkan untuk mengikuti apa yang dilakukan
Rasulullah saw,sehingga apabila dikerjakan diberi pahala dan apabila tidak
dikerjakan tidak berdosa dan tidak dicela.Seperti cara makan,cara tidur dan cara
berpakaian.
3. Haram
a. Pengertian Haram
Secara etimologi haram berarti sesuatu yang dilarang mengerjakannya.Adapun secara terminology
ulama ushul fiqh mengemukakan dua definisi yaitu:
1. Dari segi batasan dan esensinya yaitu sesuatu yang dituntut syari’ untuk ditinggalkan melalui tuntutan secara
pasti dan mengikat.
2. Dari segi bentuk dan sifatnya yaitu suatu perbuatan yang pelakunya dicela.
Ungkapan yang digunakan dalam al – Qur’an dan sunnah untuk menunjukkan haram banyak
sekali.Diantaranya yang terpenting adalah :
1. Tuntutan yang langsung menggunakan lafal tahrim dan yang seakar dengannya.Misalnya,firman Allah dalam
surat al-Nisa,4;23 yang artinya :
“Diharamkan bagimu (menikahi) ibu-ibu kamu.”
2. Shighat al-nahyi(lafal nahyi) karena nahyi itu memfaedahkan keharaman.Misalnya dalam surah al-
An’am,6;151 yang artinya :
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan – perbuatan yang keji,baik yang tampak diantaranya
maupun yang tersembunyi.”
1. Tuntutan untuk menjauhi suatu perbuatan.Misalnya ,firman Allah dalam surah al-
Maidah,5;90 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum)
khamar,berjudi (berkorban untuk) berhala,mengundi nasib dengan
panah,adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan,maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu.
2. Lafal la’tahillu (tidak dihalalkan),firman Allah dalam surat al-Baqarah,2;230 yang
artinya :
“ Kemudian jika sisuami mentalaknya(sesudah talak yang kedua) maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya,hingga dia kawin lagi dengan
suami yang lain …
3. Suatu perbuatan yang dibarengi dengan ancaman hukuman,baik
didunia,diakhirat,maupun hukuman didunia dan diakhirat sekaligus.
4. Setiap lafal yang menunjukkan pengingkaran terhadap suatu pekerjaan dengan
pengingkaran yang amat ditekankan,seperti ungkapan (Allah marah),(Allah
melaknat),(Allah memerangi).
a. Pembagian Haram
1. Haram li dzatih
Yaitu suatu keharaman langsung dan sejak semula ditentukan syari’
bahwa hal itu haram.Misalnya memakan
bangkai,babi,berjudi,meminum minuman keras,berzina,membunuh
dan memakan harta anak yatim.
2. Haram li ghairih
Yaitu sesuatu yang pada mulanya disyari’atkan,tetapi dibarengi oleh
sesuatu yng bersifat mudarat bagi manusia,maka keharamannya
adalah disebabkan adanya mudarat tersebut.Misalnya melaksanakan
sholat dengan pakaian hasil ghashab ( mengambil barang orang lain
tanpa ijin).melakukan tarnsaksi jual beli ketika suara azan sholat
jum’at telah berkumandang,puasa di Hari Raya Idul Fitri.
4 . Makruh
a. Pengertian Makruh
Secara etimologi Makruh berarti yang dibenci, sedangkan secara terminology ada
dua rumusan defenisi yaitu :
1. Dari segi esensinya yaitu sesuatu yang dituntut syari’ untuk meningglakannya,tetapi
dengan cara yang tidak pasti.
2. Dari segi bentuk dan sifatnya yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan mendapat pujian
dan apabila dikerjakan mendapat celaan.
a. Ungkapan yang menunjukkan Makruh
Ada beberapa ungkapan nash yang menunjukkan hokum makruh,diantaranya
adalah :
1. Lafal karahah yang seakar dan semakna dengannya,seperti sabda Rasulullah saw yang
artinya :
“Pekerjaan yang paling dibenci Allah adalah talak “
2. Larangan syari’ yang dibarengi indikasi bahwa larangan itu berubah menjadi makruh.
3. Syari’ menuntut suatu perbuatan untuk dijauhi dan ditinggalkan,tetapi tuntutan ini
dibarengi dengan indikasi yang memalingkannya dari nhukum haram kepada hokum
makruh.
5 . Mubah
a. Pengertian Mubah
Secara etimologi Mubah berarti boleh ,sedangkan secara
terminology ada tiga rumusan dalam ushul fiqh yaitu:
1. Sesuatu yang diserahkan Syari’ kepada mukallaf untuk melaksanakan
atau tidak.
2. Sesuatu yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak mendapat
pujian.
3. Sesuatu yang ada keizinan dari Allah swt untuk melakukan atau tidak
melakukannya ,yang pelakunya tidak diembeli dengan pujian atau
celaan dan orang yang tidak melakukannya tidak pula diembeli pujian
dan celaan.
a. Ungkapan yang menunjukkan Mubah
1. Nash yang sharih (jelas) Yang menunjukkan kebolehan melakukan suatu
perbuatan atau memilih antara melakukan atau tidak.Misalnya seperti
ungkapan :”Kerjakanlah jika kamu mau dan tinggalkanlah jika kamu mau.
2. Nash yang menunjukkan tidak dikenakan dosa jika perbuatan itu dilakukan,atau
lafal yang semakna dengannya.
3. Lafal yang mengandung perintah untuk melaksanakan sesautu,tetapi ada
indikasi yang menunjukkan bahwa perintah itu hanya untuk kebolehan
saja.Misalnya dalam firman Allah dalam surat al-Jumu’ah,62:10 yang artinya
“Apabila kamu telah menunaikan sholat (jum’at),maka bertebaranlah dimuka
bumi…”
4. Nash yang menunjukkan kehalalan sesuatu.Misalnya kehalalan mengkomsumsi
makanan dan sesuatu yang baik.
5. Ibahah al-Ashliyyah yaitu sesuatu yang tidak ada dalil yang menunjukkan
diperintahkan atau dilarang untuk melakukannya.Oleh sebab itu,segala sesuatu
yang tidak ada perintah dan larangan dihukum mubah.
a. Pembagian Mubah
Para ulama ushul fiqh mengemukakan tiga bentuk mubah
dilihat dari segi keterkaitan dengan mudarat dan mamfaat,yaitu:
1. Mubah yang apabila dilakukan atau tidak,tidak mengandung
mudarat,seperti makan,minum,berpakaian dan berburu.
2. Mubah yang apabila dilakukan mukallaf tidak ada
mudaratnya,sedangkan perbuatan itu sendiri pada dasarnya
diharamkan.Misalnya melakukan sesuatu dalam keadaan darurat atau
terpaksa seperti makan daging babi.
3. Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudarat dan tidak boleh
dilakukan menurut syara’.tetapi Allah memaafkan
pelakunya,sewhingga perbuatan itu menjadi mubah.Misalnya
mengawini dua orang wanita bersaudara sekaligus.
D . Pembagian Hukum Wadh’I
1. Sabab
a. Pengertian Sabab
Secara etimologi berarti sesuatu yang memungkinkan dengannya pada
sampai suatu tujuannya.
b. Pembagian Sabab
Dari segi obyeknya,al-sabab terbagi dua yaitu:
1. Sab b al-Waqti,seoerti tergeloncirnya matahari sebagai pertanda wajibnya sholat
zhuhur.
2. Sabab al-Ma’nawi,seperti mabuk sebagai penyebab keharaman khamar.
Dari segi kaitannya dengan kemampuan mukallaf,sabab terbagi dua,yaitu:
1. Sabab yang merupakan perbuatan mukallaf dan mampu dilakukan seperti jual
beli yang menjadi penyebab pemilikan harta
2. Sabab yang bukan perbuatan mukallaf dan tidak mampu untuk
dilakukan ,seperti tergelincirnya matahari sebagai penyebab lahirnya sholat
zhuhur.
Dari segi hokumnya sabab terbagi menjadi dua,yaitu:
1. Sabab al-Masyru’yaitu seluruh yang membawa kepada kemaslahatan dalam
pandangan syari’,sekalipun dibarengi kemafsadatan secara zhahir,seperti jihad.
2. Sabab ghairu al-masyru’yaitu sabab yang membawa kepada masfadat dalam
pandangan syari’,sekalipundidalamnya terkandung suatu kemaslahatan secara
zhahir.seperti adopsi.
Dari segi pengaruhnya terhadap hokum,sabab terbagi dari dua bentuk :
1. Sabab yang berpengaruh terhadap hokum yang disebut dengan illat,dinama dfiantara
sebab ini dengan hokum ada keserasian yang bias dinalar dan hikmah yang
mengandung motivasi pensyari’atan atau hokum tertentu.Misalnya mabuk
berpengaruh pada hokum,yang merupakan illat keharaman khamar.
2. Sabab yang tidak berpengaruh terhadap hokum ,dimana diantara sabab dan hokum
tidak ada keserasian.Misalnya waktu penyebab wajibnya salat.
Dari segi musabbab,terbagi atas dua yaitu :
1. Sabab bagi hokum taklifi,seperti waktu yang ditentukan untuk kewajiban sholat
dan munculnya hilal sebagai pertanda kewajiban puasa.
2. Sabab untuk menetapkan hak milik,melepaskan atau menghalalkannya.Misalnya
jual beli,akad nikah,dan talah.
Dari segi hubungan sabab dan musabbah,sabab terbagi atas tiga yaitu:
1. Sabab al-Syari’ yaitu sebab yang hubungannya dengan musabbab dihasilkan
hokum syar’I seperti tergelincirnya matahari sebagai sebab wajibnya salat
zhuhur.
2. Sabab al Aqli yaitu sebab yang hubungannya dengan musabbab dihasilkan
melalui nalar manusia,seperti belajar sebagai penyebab seseorang berilmu.
3. Sabab al –adi yaitu sebab yang hubunganny dengan musabbabdidasarkan kepada
adat hokum kebiasaan atau urf ,seperti tubuh merasa tidak sehat karena ada
penyakit.
2. Syarth
a. Pengertian Syarth
Secara etimologi syarth berarti syarat,alamiah (pertanda).Sedangkan
secara terminology yaitu suatu sifat yang keberadaannya sangat
menentukan keberadaan hokum syar’I danketiadaan sifat itu
membawa kepada ketiadaan hokum.