Anda di halaman 1dari 16

Ruang Lingkup Hukum Dalam

Kerangka Hukum Islam


Diskusi Laboratorium Hukum
Fakultas Hukum UMM
Sabtu 23 April 2016
Pengertian Hukum
 Yang dimaksud ialah hukum yang berpautan dengan perbuatan manusia, yakni
yang dibicarakan dalam ilmu fiqh, bukan hukum yang berpautan dengan
akidah dan akhlaq.
 Menurut bahasa, hukum diartikan:
‫القضاء‬
Ketetapan
‫ىء أو نفيه عنه‬:‫ىء على ش‬:‫ات ش‬:‫اثب‬

Menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakan sesuatu daripadanya.


Menurut istilah ahli Ushul Fiqh, hukum adalah:
‫يرا أو وضعا‬:‫ا أو تخي‬:‫ال المكلفين طلب‬:‫ق بأفع‬:‫اب هللا المتعل‬:‫خط‬
Titah Allah (atau sabda rasuI) yang mengenal pekerjaan mukallaf (orang yang telah baligh
dan berakal), baik titah itu mengandung tuntutan, suruhan atau larangan, atau semata-
mata menerangkan kebolehan, atau menjadikan sesuatu itu sebab, atau syarat atau
penghalang bagi sesuatu hukum.
Penjelasan Pengertian
 Dengan memperhatikan pengertian hukum sebagaimana tersebut di atas, maka
yang dimaksud hukum, dalam pengertian hukum Islam itu adalah titah Allah
(‫ ) خطاب هللا‬yang mencakup Qur’an dan Sunnah.
 Titah tersebut berkaitan dengan setiap pekerjaan mukallaf (‫ال المكلفين‬:‫ق بأفع‬:‫) المتعل‬
yaitu setiap pekerjaan orang yang berakal dan telah mencapai umur baligh,
pekerjaan tersebut mencakup ucapan dan perbuatan, namun dalam hal ini tidak
termasuk permasalahan keyakinan (‫)االعتقاد‬.
 Titah tersebut ada yang mengandung tuntutan dan larangan disebut thalab (‫)طلب‬.
Ada yang mengandung kebolehan mengerjakan dan tidak mengerjakan disebut
takhyir (‫ير‬:‫)تخي‬. Ada yang mengandung keterangan sebab, syarat, mani' (pencegah
berlakunya hukum), sah, batal, rukhshah disebut wadI'i (‫)وضع‬.
 Secara garis besar kemudian hukum dalam hukum Islam dibagi menjadi 2 yaitu,
Hukum yang mengandung tuntutan )suruhan atau larangan), kebolehan
mengerjakan dan tidak mengerjakan dinamai hukum taklify (‫)تكليفي‬. Dan hukum
yang menerangkan sebab, syarat, mani', sah, batal, azimah dan rukhshah dinamai
hukum wadI'iy (‫)وضعي‬.
Macam-Macam Hukum Syar’i
 Penamaan hukum syar’i ini berangkat dari pembagian hukum dalam
hukum Islam yang terbagi menjadi 2 yaitu
1. Hukum taklifiyyah (‫)تكليفية‬
Yang terdiri atas
a. Wajib;
b. Mandub;
c. Haram;
d. Makruh;
e. dan Mubah.
2. Hukum wadl’iyyah (‫)وضعية‬
Hukum Taklifiyyah (‫)تكليفية‬
A. Wajib
 Yaitu titah yang mengandung suruhan yang mesti dikerjakan,
umpamanya firman Allah:
............ ‫ اعبدوا هللا‬........

Sembahlah olehmu akan Allah. (an-Nisâ': 35)


 Bekasan ijab disebut wujuh dan pekerjaan yang dikenai hukum
wujub disebut wajib.
B. Mandub
 Yaitu titah yang mengandung suruhan yang tidak musti dikerjakan, hanya
merupakan anjuran melaksanakannya. Ketidakmustian dikerjakan itu
diperoleh dari qarinah diluar suruhan itu, umpamanya firman Allah:

Apabila kamu hutang dengan berjanji akan membayarnya pada ketika yang telah
ditentukan, maka tulislah hutang itu. (al-Baqarah: 282)
 Suruhan menulis atau membuat keterangan tertulis tidak bersifat musti
melainkan merupakan anjuran, sebab pada akhir ayat tersebut Allah
berfirman lagi:
Maka jika satu sama lain saling mempercayai, hendaknya si yang
dipertaruhkan amanat kepadanya (yang berhutang) menunaikan amanat itu
dan hendaklah ia takut kepada Allah. (al-Baqarah: 283)
 Titah yang serupa ini disebut nadb bekasannya disebut nadb, dan
pekerjaannya disebut mandub atau sunat.
C. Haram
 Yaitu titah yang mengandung larangan yang musti dijauhi,
umpamanya firman Allah:

Janganlah kamu mengatakan cis kepada ibu bapakmu (mencibirkan


ibu bapakmu), dan janganlah kamu menghardik keduanya. (al-Isrâ':
23)
 Titah ini dinamai tahrim, bekasannya disebut muhram,
pekerjaannya dinamai haram atau mahdhur.
D. Makruh
 Yaitu titah yang mengandung larangan namun tidak musti dijauhi.
Ketidakmustian kita menjauhinya itu diperoleh dari qarinah-qarinah yang
terdapat di sekelilingnya yang merubah larangan itu dari musti ditinggalkan
kepada tidak musti ditinggalkan, umpamanya firman Allah:

Apabila kamu diseru kepada shalat Jum'at di hari Jum'at, maka bersegeralah
kamu ke masjid untuk menyebut Allah (mengerjakan shalat Jum'at) dan
tinggalkanlah berjual beli. (al-Jumu'ah: 9)
 Dalam ayat ini perkataan tinggalkanlah berjual beli, sama artinya dengan
jangan kamu berjualan, hanya saja karena larangan berjual beli di sini
sebagai sebab di luar dari pekerjaan itu, maka larangan di sini tidak bersifat
mengharamkan, melainkan hanya memakruhkan.
 Titah semacam ini disebut karohah, bekasannya disebut karihah,
pekerjaannya disebut makruh.
E. Mubah
 Titah yang tidak mengandung perintah (wajib maupun mandub)
maupun larangan (haram maupun makruh).
Hukum Wadl’iyyah (‫)وضعية‬
A. Sabab

 Titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebab bagi


wajib dikerjakan suatu pekejaan, misalnya firman Allah:

Maka barangsiapa menyaksikan (melihat) bulan daripada kamu,


maka hendaklah ia berpuasa. (al-Baqarah: 185)
B. Syarat
 Titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan syarat bagi
sesuatu, misalnya sabda Rasulullah SAW:
‫كتاب فصلت اياته قرآنا عربيا لقوم يعلمون‬

Allah tiada menerima shalat salah seorang diantara kamu bila dia
berhadats sehingga ia berwudlu.
 Berdasarkan hadits tersebut nyatalah bahwa suci dari hadats
ditetapkan sebagai syarat bagi diterimanya shalat.
C. Sah
 Titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu menghalangi
berlakunya (sahnya) sesuatu hukum, umpamanya sabda Rasulullah
SAW:
‫ال يخلون رجل بإمرأة إال ومعها ذو محرم‬

Janganlah seseorang itu menyepi dengan seorang wanita kecuali ada


mahram yang menyertainya.
D. Shahih
 Titah yang menerangkan sahnya suatu pekerjaan, yaitu apabila
kita diperintah mengerjakan suatu pekerjaan dan telah memenuhi
sebab dan syaratnya serta terlepas dari penghalangnya, yakinlah
kita bahwa pekerjaan itu telah menjadi sah, melepaskan diri dari
tugas-tugas pelaksanaannya
E. Batal
 Titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu batal, tidak dipandang
sah, tidak dihukum terlepas yang membuatnya dari tugas.
F. Azimah
 Titah yang ditetapkan atas para mukallaf, tugas-tugas yang
diberatkan sebagai suatu hukum yang umum, bukan karena suatu
pengecualian.
G. Rukhshah
 Titah yang memberi pengertian, bahwa hukum yang dimaksudkan
itu sebagai ganti dari hukum azimah, yakni yang dikerjakan
lantaran dipandang sukar menjalankan yang azimah.

Anda mungkin juga menyukai