Anda di halaman 1dari 4

Pembagian Hukum Islam

Hukum islam adalah perintah Allah SWT. Yang berhubungan dengan umat islam. Melalui metode
ijtihad para ulama merumuskan ketentuan-ketentuan yang terperinci menyangkut perilaku orang mukalaf,
baik dalam bentuk tuntutan, kebolehan, maupun ketetapan yang berdasarkan pada sebab, syarat, ataupun
halangan. Hukum islam dibagi menjadi dua yaitu hukum taklifi dan hukum wadi.

A. Hukum Taqlifi
Hukum taqlifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan, atau memberi pilihan
terhadap seorang mukalap, sedangkan hukum wadhi berupa penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan
hukum taqlifi. Misalnya, taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat islam, dan hukum
wadhI menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab tanda bagi wajibnya
seseorang menunaikan shalat dzuhur.
Hukum Taqlifi dalam berbagai macamnya selalu berada dalam batas kemampuan seorang
mukalaf. Sedangkan hukum wadhi sebagiannya ada yang diluar kemampuan manusia dan bukan
merupakan aktivitas mannusia. Misalnya, seperti dalam contoh diatas tadi keadaan tergelincir matahari
bukana dalam kemampuan manusia dan bukan pula merupakan aktivitasnya. Hubungannya dalam
perbuatan manusia hanyalah karena Allah menjadikannya (tergelincir matahari) sebagai tanda bagi
masuknya waktu dzuhur. Hukum taklifi dibagi menjadi 5 yaitu:

1.Wajib
Wajib ialah sesuatu yang diperintahkan (diharuskan) oleh Allah dan Rasul-Nya untuk
dilaksanakan oleh orang mukalaf, dan apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala dari Allah,
sebaliknya apabila tidak dilaksanankan diancam dengan dosa.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa sesuatu yang diwajibkan mesti dilakukan dalam arti
mengikat setiap mukalaf.

2.Mandub (sunnah)
Mandub adalah sesuatu yang dituntut syara (agama) memperbuatnya kepada orang mukalaf
dengan tuntutan yang tidak mesti 1.
Menurut Abdul Karim Zaidan mandub ialah sesuatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah dan
rasul-Nya, dimana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya, namun tidak dicela orang yang tidak
melaksanakannya. Mandub dibagi menjadi tiga bagian :
a.Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), yaitu perbuatan yang dibiasakan oleh
Rasulullah dan jarang ditinggalkannya. Misalnya, shalat sunnah dua rakaat sebelum fajar.
b.Sunnah Ghair Al-Muakkadah (sunnah biasa), yaitu sesuatu yang dilakukan Rasulullah, yaitu
sesuatu yang dilakukan rasulullah namun buakn menjadi kebiasaannya. Misalnya, melakukan shalat
sunnah dua kali dua rakaat sebelum shalat dzuhur, dan seperti memberikan sedekah sunnah kepada orang
yang tidak dalam keadaan terdesak.
c.Sunnah Al-Zawaid, yaitu mengikuti kebiasaan sehari-hari Rasulullah sebagai manusia.
Misalnya, sopan santunnya dalam makan, minum, dan tidur.

3.Haram
Haram secara etimologi berarti sesuatu yang dilarang mengerjakannya. Secara terminology
haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, dimana orang yang melanggarnya
dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang meninggalkannya karena menanti
Allah, diberi pahala.
Abdul Karim Zaidan membagi haram kepada beberapa macam, yaitu:

a. Al-Muharram li Dzatihi, yaitu sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya mengandung
kemudharatan bagi kehidupan manusia, dan kemudian itu tidak bisa terpisah dari dzanya. Misalnya
larangan berzina seperti dalam firman Allah berikut ini. annisa:23, annisa:29, almaidah :3

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS.al-Isra : 32)
Dalam surat lain juga ditegaskan mengenai haramnya mengawini orang yang memiliki ikatan darah(semuhrim) yang kuat seperti ibu, anak perempuan dll.
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudarasaudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa : 23)

b.Al-Muharram Li Ghairihi, yaitu sesuat yang dilarang bukan karena esensinya karena esensial tidak
mengandung kemudaratan, namun dalam kondisis tertentu, sesuatu itu dilarang karena ada pertimbangan
eksternal yang akan membawa kepada sesuatu yang dilarang secara esensial. Misalnya, dilarang
melakukan jual beli pada waktu adzan shalat jumat sebagaimana firman Allah.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan mu'azzin
telah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan mu'azzin itu
dan meninggalakan semua pekerjaannya.(QS. Al-Jumuah : 9)
Jual beli apabila dilihat kepada esensinya adalah dibolehkan, tetapi ada larangan melakukannya
pada waktu adzan jumat karena akan melalaikan seseorang dari memenuhi panggilan Allah (shalat
jumt). ketentuan yang berlaku dalam hal ini, seperti dikemukakan Muhammad Abu Zahrah, adalah
bahwa larangan seperti itu bilamana dilanggar dan dilaksanakan juga, maka perbuatan itu adalah sah. Jual
beli waktu adzan jumat adalah sah sebagai sebab perpindahan milik dari penjual kepada pembeli, namun
pelakunya berdosa di sisi Allah.

4.Makruh
Secara bahasa makruh berarti sesuatu yang dibenci. Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh,
makruh berarti yang dianjurkan syariat untuk meninggalkannya, di mana bilamana ditinggalkan akan
mendapat pujian dan apabila dilanggar tidak berdosa. Misalnya, seperti dikemukakan Wahbah az-Zuhaili,
dalam Mazhab Hanbali ditegaskan makruh hukumnya berkumur dan memasukan air ke hidung secara
berlebihan ketika akan berwudhu di siang hari Ramadahan karena dikhawatirkan air akan masuk ke
rongga kerongkongan dan tertelan.
Menurut kalangan Hanafiyah, makruh terbagi kepada dua macam
a. Makruh Tahrim, yaitu sesuatu yang dilarang oleh syariat, tetapi dalil yang melarangnya itu
bersifat zhani al-wurud (kebenaran datangnya dari hanya sampai ke dugaan keras), tidak bersifat pasti.
Misalnya, larangan meminang wanita yang sedang dalam pinangan orang lain dan larangan membeli
sesuatu yang sedang dalam tawaran orang lain kecuali mendapatkan izin atau telah ditinggalkannya.

b.Makruh Tanzih, yaitu sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya. Misalnya
memakan daging kuda dan meminum susunya pada waktu sangat butuh di waktu perang.

5. Mubah
Mubah berarti sesuatu yang dibolehkan atau yang di izinkan. Menurut istilah yaitu, sesuatu
yang diberi pilih oleh syariat apakah seorang mukalaf akan melakukannya atau tidak melakukannya dan
tidak ada hukumannya dengan dosa dan pahala.

B .Hukum Wadhi
Hukum wadhi berupa penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taqlifi. Hukum
wadhi menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab tanda bagi wajibnya
seseorang menunaikan shalat dzuhur.

1. Sebab
Sebab berarti sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yang lain. Menurut
istilah Ushul Fiqh yaitu sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak
adanya sebab sebagai tanda bagi tindakan adanya hukum. Misalnya, tindakan perzinaan menjadi sebab
(alasan) bagi wajib dilaksanakan hukuman atas pelakunya, keadaan gila menjadi sebab bagi keharusan
ada pembimbingnya, dan tindakan perampokan sebagai sebab bagi kewajiban mengembalikan benda
yang dirampok kepada pemiliknya.

2. Syarat
Syarat berarti sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain atau sebagai tanda.
Menurut istilah sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain, dan berada di luar dari hakikat
sesuatu itu. Misalnya, wudhu adalah sebagai syarat bagi sahnya shalat dalam arti adanya shalat trgantung
pada adanya wudhu, namunpelaksanaan wudhu itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelaksanaan
shalat.

3. Mani
Berarti penghalang dari sesuatu. Yaitu sesuatu hal yang karena adanya dapat menghalangi
kewajiban melaksanakan sesuatu atau menjadi penghalang terlaksananya suatu hukum.
Contohnya:
1. adanya najis pada tubuh atau pakaian, dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan
sholat.
2. adanya kewajiban zakat karena sudah mencapai nasib (batas minimal kewajiban zakat), jika
ada utang, menjadi penghalang kewajiban berzakat karena membayar utang hukumnya juga wajib. Jadi
hutang menjadi penghalang membayar zakat.
3. adanya kewajiban menunaikan ibadah haji ke baitullah,karena tidak ada keamanan di jalan,
maka tidak wajib berhaji. Ketidakamanan di jalan merupakan penghalang kewajiban haji.

Makalah Agama Islam


Pembagian Hukum Islam

Nama Kelompok : 1. Cindy Rama Elsia Putri


2. Dandi Pangestu Pratama
Kelas

: X IPS 5

Sekolah Menengah Atas 4 Rejang Lebong


Tahun Ajaran 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai