A. PENDAHULUAN
untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus
dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk
adalah formulasi hasil telaah atas fenomena alam atau penyederhanaan atas fenomena
tersebut.
struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah
pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran
secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada
pengetahuan indrawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan
ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai
pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme.
Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yag
meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima
begitu saja hal-hal yang ada, termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah
dipercaya. Dari berbagai aliran maka muncul lah berbagai kriteria kebenaran1
B. PEMBAHASAN
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Dalam kaitan
dengan filsafat, kebenaran menurut Maufur merupakan tujuan yang hendak dicapai
oleh filsafat maupun ilmu pengetahuan.2 Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani
manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu
berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa
1
Jonathan Sarwono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. (Cet. I; Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006) h. 6.
2
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 86
3
dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan
melalui tahap-tahap metode ilmiah. Manusia hidup di dunia ini pada hakekatnya
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan menurut arti
Teori-Teori Kebenaran
kebenaran itu adalah 1). Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal
atau keadaan yang sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan,
kita harus berani membela kebenaran dan keadilan. 2). Sesuatu yang benar (sungguh-
sungguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan sebagainya). Misalnya kebenaran-
kebenran yang diajarkan agama. 3). Kejujuran, kelurusan hati, misalnya tidak ada
suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan
kebenaran artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna
yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Adanya kebenaran itu selalu
obyek. Jadi, kebenaran ada pada seberapa jauh subjek mempunyai pengetahuan
3
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 85.
4
Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu; Teori dan Aplikasi,(Jakarta: Referensi, 2012), h. 96.
5
Ahmad Atabik, Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014,
2.1 (2014), 253–71.
6
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, Filsafat Ilmu; Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Liberti, 2003), h. 135
4
mengenai objek. Sedangkan pengetahuan berasal mula dari banyak sumber. Sumber-
sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai ukuran kebenaran7. Berikut ini adalah
Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan
kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang diungkapkan (pendapat,
kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan. Contohnya: ada
seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta itu berada di Pulau Jawa.
Pernyataan itu benar karena sesuai dengan kenyataan atau realita yang ada. Tidak
mungkin Provinsi Yogyakarta di Pulau Kalimantan atau bahkan Papua. Cara berfikir
ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran
menurut korespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral
merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan
sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya. Menurut teori ini,
suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung oleh
pernyataan itu berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada
kriteria konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan yang
dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide atau pernyataan tersebut.
7
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 85.
5
Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme,
pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila
memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih
mati. Fulan adalah seorang manusia. Jadi, Fulan pasti akan mati.
Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut
berhubungan dengan pernyataan-pernyataan lain yang benar, atau jika makna yag
kata lain, suatu pernyataan itu benar jika mempunyai hubungan dengan ide-ide dari
8
pernyataan yang telah ada dan benar adanya.
yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh
William James di Amerika Serikat. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang
berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah,
personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah
8
Jonathan Sarwono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. (Cet. I; Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006) h. 7
6
tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu
Pragmatism merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika serikat akhir abad
ke-19, yang menekankan pentingnya akal budi (rasio) sebagai sarana pemecahan
masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia baik masalah yang bersifat
teoritis maupun praktis.10 Tokoh pragmatism awal adalah Charles Sander Pierce (1834-
1914) yang dikenal juga sebagai tokoh semiotic, William James30 (1842-1910) dan
John Dewey (1859-1952). Menurut teori pragmatis, kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
manusia. Dalam artian, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang
memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik dan apabila ia mempunyai nilai praktis.
Misal lain, mengenai pertanyaan wujud Tuhan yang Esa. Menimbang teori
untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif
manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan
teori. Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan
kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan
dengan masalah seperti ini maka ilmuwan bersifat pragmatis selama pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya
pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri
9
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994) h. 58.
10
Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998) h.20
7
seterusnya.
Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear".
Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori
koherensi dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif,
pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa akibat
kriteria fungsional. Suatu pernyataan benar, jika pernyataan tersebut memiliki fungsi
atau kegunaan dalam hidup praktis. Jadi kebenaran menurut paham ini bukan
kebenaran yang dilihat dari segi etik, baik atau buruk, tetapi kebenaran yang didasarkan
pada kegunaanya.11
bahwa ukuran kebenaran itu tidak hanya koherensi, korespondensi dan pragmatisme,
pengetahuan dengan kehadiran karena ia ditandai oleh keadaan Neotic dan memiliki
11
A. Susanto, Filsafat Ilmu (Cet. I; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 87.
8
seperti meja dan kursi. Sementara ilmu Hudhuri tidak memiliki obyek di luar dirinya,
tetapi obyek itu sendiri ada adalah subyektif yang ada pada dirinya. Pengetahuan
dengan kehadiran ini, menurut Ha’iri Yazdi, adalah jenis pengetahuan yang semua
gagasan tersebut bisa dipandang benar tanpa membutuhkan hubungan eksterior dari
luar dirinya. Artinya hubungan mengetahui, dalam bentuk pengetahuan tersebut adalah
hubungan swa obyektif tanpa campur tangan koneksi dengan obyek eksternal. Ha’iri
Yazdi mencontohkan dalam satu kasus: Aku benar-benar percaya bahwa “aku
mengetahui P”, tetapi apakah aku pada saat yang sama mengetahui diriku?” kalau
memang demikian berarti ada pengetahuan diriku yang benar-benar mengetahui ketika
tentang diri, padahal dia (diri) mengetahui objek diluar dirinya, maka akan timbul
paradoks dari berbagai perspektif. Dengan demikian, jika seseorang benar-benar ingin
mengetahui suatu objek eksternal dalam penilaian diri, maka terlebih dahulu dia harus
mengetahui realitas dirinya sendiri. Pengetahuan tentang realitas dirinya ini seperti,
“Akal Aktif ”, yaitu agar hadir dalam dirinya obyek eksternal, sehingga ia dapat
sebab-akibat dalam pengertian pencerahan dan emanasi. Hubungan jenis ini tidak lebih
9
dari pada hubungan sebab akibat efisien yang khas, tapi untuk membedakan kausasi
intelektual dari kausasi fisik, filsafat iluminasi menyebutnya dengan relasi iluminatif12
ilmu hudhūri merupakan pengetahuan yang dihadirkan atau diperoleh langsung dari
Tuhan melalui latihan (riyadhāh) rohani dengan tahap akhir dari ilmu ini ialah kesatuan
eksistensial mutlak dengan yang Esa, dengan kata lain ilmu hudhûrî merupakan ilmu
yang diperoleh tanpa adanya perantara, seperti halnya langsung diberikan oleh
Allah (‘ilm ladūnī), adapun perantara tersebut berupa materi dalam bentuk dan konsep
wujud yang nyata. Sedangkan ilmu hushūli merupakan pengetahuan yang diperoleh
dengan cara konsep atau konseptualisasi, baik lewat transformasi (naql) atau
rasionalitas (‘aql), dengan kata lain ilmu ini adalah ilmu yang diperoleh melalui
perantara yang bersifat materi, sedangkan dalam wujud non-materi, konsep ilmu
Salah satu misdâq (denotasi) ilmu hudhûrî adalah pengetahuan manusia tentang
wujud dirinya sendiri. Pengetahuan ini tidak mungkin diingkari, bahkan kaum shopis
pun meyakini bahwa “ukuran dari segala sesuatu adalah manusia”. Jadi, tidak mungkin
ada orang yang mengingkari pengetahuan dirinya tentang keberadaan dirinya sendiri.
pengetahuan hushuli:
12
https://123dok.com/article/teori-kebenaran-korespondensi-koherensi-pragmatisme-dan-
hudhuri.qop46k7z diakses pada 09 Desember, 00;26 am.
10
2. Melalui sarana daya pikir (observasi rasional), yaitu upaya rasionalisasi segala
objek rasio dalam bentuk spiritual (metafisik, ma’qulat) secara silogisme, yaitu
menarik kesimpulan dari hal-hal yang diketahui pada hal-hal yang belum
diketahui.
Menurut Mulla Shadra yang dimaksud dengan metode hudhuri adakah suatu
hadir dalam kesadaran tanpa abstraksi yang sifatnya rasional. Dalah pengertian lain,
metode ini berusaha mendalami proses bagaimana hati (qalb) disandarkan pada
obyek (ma’qul).
situasi sadar bahwa manusia memperoleh pengetahuan tersebut berupa cahaya yang
datang dari Tuhan. Setelah sampai pada tingkatan tertentu tahapan spiritual tersebut,
seseorang akan memperoleh siraman pengetahuan yang datang langsung dari Tuhan
secara iluminatif atau ketersingkapan (kasyaf) hingga pada tahap tertentu dia akan
11
atas kesadaran hati terhadap suatu kebenaran, musyâhadah yang merupakan kesaksian
hati pada hakikat kebenaran tersebut, hingga pada tinggkap ittihâd yakni proses
spiritual tertentu, dia akan memperoleh realitas kesadaran diri yang sifatnya mutlak
hingga dengan kesadaran tersebut ia mampu merasakan secara nampak akan realitas
diri sendiri (musyâhadah) sebagai objek yang diketahui dengan proses tersebut.
Namun, hakikat kesadaran serta hakikat yang disadari menurutnya bukan objek
eksternal, keduanya merupakan suatu eksistensi sama sehingga objek yang diperoleh
konsep iluminatif ini. Oleh sebagian sufi, iluminasi itu adalah pengetahuan diri tentang
diri yang berasal dari penyinaran dan anugerah Tuhan. Pengetahuan tersebut
dengan terbukanya hijab antara dirinya dengan Tuhan, sehingga pengetahuan dan
rahasianya dapat diketahui. Ada yang mengungkapkan dengan rasa cinta yang sangat
dalam sehingga antara dia dengan Tuhan tidak ada rahasia lagi. Pengetahuan Tuhan
adalah pengetahuannya. Dan ada juga yang menyebutkan dengan kesatuan kesadaran
(ittihad/ hulul). Dalam kesatuan tersebut antara sufi dengan Tuhan tidak ada bedanya,
13
https://alif.id/read/abq/epistemologi-ilmu-%e1%ba%96udhuri-dan-%e1%ba%96ushuli-
b236248p/ Diakses pada 09 Desember pada 01:03 am
12
termasuk pengetahuannya. Bagi Ha’iri Yazdi, pengetahuan para sufi itu diperkuat
dengan meletakkan landasan yang lebih rasional dan argumen filosofis. Menurutnya,
pengetahuan para sufi tersebut adalah bagian dari pengetahuan swaobjek, yang
C. PENUTUP
4. Pragmatik adalah benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada
berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya
5. Teori kebenaran Huduri dikemukakan oleh Mehdi Ha’iri Yazdi, seorang filsuf
dari Tuhan melalui latihan (riyadhāh) rohani dengan tahap akhir dari ilmu ini
14
http://nazhiratulkhairat06.blogspot.com/2017/05/teori-kebenaran-korespindensi-
koherensi.html diakses pada 09 Desember, 00:32 am.
13
DAFTAR PUSTAKA
Atabik, Ahmad. Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu, Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni
2014, 2.1 2014
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Fautanu, Idzam. Filsafat Ilmu; Teori dan Aplikasi, Jakarta: Referensi, 2012
Sanusi, Sanusi. (2017). Integrasi Al-Quran, Sains Dan Ilmu Sosial Sebagai Basis
Model Pengembangan Materi Ajar IPS Di Madrasah. IJTIMAIYA: Journal of
Social Science Teaching
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, Filsafat Ilmu; Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: Liberti, 2003
https://123dok.com/article/teori-kebenaran-korespondensi-koherensi-pragmatisme-
dan-hudhuri.qop46k7z diakses pada 09 Desember, 00;26 am.
https://alif.id/read/abq/epistemologi-ilmu-%e1%ba%96udhuri-dan-
%e1%ba%96ushuli-b236248p/ Diakses pada 09 Desember pada 01:03 am
http://nazhiratulkhairat06.blogspot.com/2017/05/teori-kebenaran-korespindensi-
koherensi.html diakses pada 09 Desember, 00:32 am.