I. PENDAHULUAN
Rubella dikenal masyarakat luas sebagai campak jerman. Infeksi rubella jika
terjadi pada bayi, anak, atau orang dewasa tidak berakibat fatal, tetapi jika terjadi
pada ibu hamil dan virus tersebut menginfeksi janin yang sedang dalam
kandungan akan berakibat fatal dan dapat menyebabkan Congenital Rubella
Syndrome (CRS.) 1,2
Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit
terdiri dari katarak, penyakit jantung bawaan, gangguan pendengaran, dan
keterlambatan perkembangan. Sindrom rubella kongenital disebabkan infeksi
virus rubella pada janin selama masa kehamilan akibat ibu tidak mempunyai
kekebalan terhadap virus rubella.3,4,,5
Latar belakang nama rubella berasal dari ungkapan Latin yang menandakan
"minimal red". Rubella, paling banyak sebagian, penyakit eksantematosa jinak
yang dapat dipindahkan. Ini disebabkan oleh virus rubella, yang merupakan
afiliasi dari Kelas rubivirus dari keluarga Togaviridae.
Kasus CRS dapat dicegah dengan imunisasi rubella. Tujuan utama pemberian
imunisasi rubella adalah untuk mencegah terjadinya CRS. Imunisasi yang tersedia
saat ini adalah MR atau MMR. Jenis virus vaksin MR dan MMR adalah virus
hidup yang dilemahkan (live attenuated) RA 27/3 strain virus rubella. Saat ini
belum tersedia jenis inactivated vaccine, oleh karena itu tidak boleh diberikan
pada ibu hamil. Secara teori, ibu hamil tidak boleh diberikan imunisasi rubella,
tetapi belum pernah ada data yang menunjukkan efek teratogenik (mempunyai
risiko yang berdampak kerusakan pada janin). Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) merekomendasikan untuk menunda kehamilan
dalam kurun waktu 28 hari setelah menerima imunisasi rubella. Pada tahun 2016,
sebanyak 152 negara telah mengintegrasikan imunisasi rubella ke dalam program
II. EPIDEMIOLOGI
Congenital Rubella Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh
Norman Gregg seorang spesialis mata Australia yang menemukan katarak
kongenital pada 78 bayi yang ibunya mengalami infeksi rubella di awal
kehamilannya. Berdasarkan data dari WHO sekitar 236.000 kasus CRS terjadi
setiap tahun di Negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi
epidemik.3 Selama pandemi rubella global 1962–1965, diperkirakan 12,5 juta
kasus rubella terjadi di Amerika Serikat, mengakibatkan 2.000 kasus ensefalitis,
11.250 aborsi spontan, 2.100 kematian neonatal, dan 20.000 bayi lahir dengan
CRS. Rubela di negara maju saat ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan
Rubella Virus Rubella terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan
dengan envelope virus dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core
Virus Rubella terdiri dari lapisan glycoprotein, lemak & inti dengan RNA.4
IV. ANTIGENISISTAS
Virus rubella memiliki sebuah hemaglutinin yang berkaitan dengan
pembungkus virus dan dapat bereaksi dengan sel darah merah anak ayam yang
baru lahir, kambing, dan burung merpati pada suhu 4 °C dan 25 °C dan bukan
pada suhu 37 °C. Baik sel darah merah maupun serum penderita yang terinfeksi
virus rubella memiliki sebuah non-spesifik b-lipoprotein inhibitor terhadap
hemaglutinasi. Aktivitas komplemen berhubungan secara primer dengan
envelope, meskipun beberapa aktivitas juga berhubungan dengan nukleoprotein
core. Baik hemaglutinasi maupun antigen complement-fixing dapat ditemukan
(deteksi) melalui pemeriksaan serologis.5.6
V. REPLIKASI VIRUS
Replikasi virus Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang.
Siklus replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari
tahapan: 1 perlekatan, 2 penetrasi, 3 uncoating, 4 biosintesis, 5 pematangan dan 6
pelepasan. Meskipun ini merupakan siklus yang umum, tetapi akan terjadi
beberapa ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat virus.
VI. RESPONIMUN
Respon imun humoral terhadap infeksi virus rubella adalah dengan
peningkatan IgM diikuti oleh sedikit respon tertunda dalam IgG spesifik
Rekombinasi kelas memungkinkan pemilihan isotop antibodi paling cocok untuk
menghilangkan inating virus. IgM anti rubella virus biasanya terdeteksi dalam 2
sampai 5 hari setelah munculnya ruam dan bertahan selama 1 hingga 3 bulan
(tergantung pada pengujian yang digunakan)11 dengan adanya IgM anti-rubella
virus telah dilaporkan yang merupakan tanda adanya kekebalan terhadadap rubella
virus. Meski begitu, pendeteksian virus rubella IgM adalah metode utama untuk
diagnosis infeksi akut virus rubella. Ini terjadi terutama di daerah di mana insiden
infeksi virus rubella tinggi, di mana mempunyai nilai prediksi positif dan dapat
dilakukan dengan satu sampel. Namun, di negara-negara di mana infeksi virus
rubella yang sporadis (terutama negara maju yang mempunyai program
vaksinasi, kemungkinan infeksi primer virus rubella dengan hasil tes IgM positif
harus dikonfirmasi oleh uji aviditas virus rubella IgG, karena jumlah IgM positif
palsu biasanya lebih besar dari jumlah hasil benar-positif. pengaturan prevalensi
rendah. Tanggapan IgA terhadap infeksi akut telah juga sudah dijelaskan.8
IgG virus rubella dapat terdeteksi segera setelah muncul IgM dan
biasanya tetap dapat dideteksi seumur hidup.8,9. Antibodi kelas yang berbeda
terhadap E1, E2a, E2b, dan C telah dibentuk selama respons imun paparan
vaksinasi. E1 adalah satu-satunya antigen yang ada diakui oleh semua isotipe
antibodi yang diteliti . Hemaglutinasi dan netralisasi epitop terletak pada E1
polypeptide3. Ditentukan bahwa pengembangan E1 IgG adalah respon
imunogenik dominan pada individu yang terinfeksi dengan virus lain pada CRS
dan dalam vaksinasi, seperti kebanyakan virus epitop penetral virus rubella
terletak pada glikoprotein E1.10-12 Namun, respon imun terhadap E2 dan C
bervariasi antara infeksi alami, CRS, dan vaksinasi. Antibodi IgG untuk E2, yang
hanya memiliki aktivitas antibodi penetral dan tidak memiliki hemaktivitas
aglutinasi telah berkembang dikemudian dari antibodi E1 dan mungkin tidak
terdeteksi untuk beberapa bulan setelah infeksi. Antibodi IgG E2 ditemukan lebih
banyak melimpah pada individu dengan CRS daripada pada mereka yang alami,
non- Infeksi CRS. Antibodi IgG E2 tampaknya bertahan lebih lama dari antibodi
VII. PATOGENESIS
Congenital Rubella Syndrome Virus rubella ditransmisikan melalui
pernapasan dan mengalami replikasi di nasofaring dan di daerah kelenjar getah
bening. Viremia terjadi antara hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus
rubella. Dalam ruangan tertutup, virus rubella dapat menular ke setiap orang yang
berada di ruangan yang sama dengan penderita. Masa inkubasi virus rubella
berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1 minggu sebelum dan empat (4) hari
setelah permulaan (onset) ruam (rash). Pada episode ini, Virus rubella sangat
menular. Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia
berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses
pembelahan terhambat. Dalam rembihan (secret) tekak (faring) dan air kemih
(urin) bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat
XII. PROGNOSTIK
Prognosis dari rubella postnatal baik dengan sembuh sempurna sedangkan
congenital rubella syndrome prognosisnya buruk dengan disertai kerusakan organ
multiple yang berat. 2 ,15