Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks


vermiformis.1 Apendisitis akut adalah penyebab paling umum dari akut abdomen,
dan merupakan kasus intra-abdominal yang paling sering membutuhkan
pembedahan darurat untuk mencegah timbulnya komplikasi yang berbahaya.1-4

Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga
keempat kehidupan. Dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, pasien usia
lanjut dengan apendisitis sering menimbulkan masalah diagnostik lebih sulit karena
presentasi manifestasi klinis yang atipikal dan kesulitan komunikasi, memperluas
diferensial diagnosis. Faktor-faktor ini berkontribusi pada tingkat perforasi yang
amat tinggi terlihat pada orang tua.5

Ketika manifestasi apendisitis dalam bentuk klasik, apendisitis mudah


untuk didiagnosis dan diobati. Sayangnya, hanya 55% dari pasien dengan
apendisitis mengeluhkan gejala klasik dan temuan fisik yang khas. Hal ini
disebabkan tanda-tanda dan gejala awal terutama tergantung pada lokasi ujung
apendiks yang sangat bervariasi.6 Oleh karena itu, diagnosis yang akurat dan tepat
waktu terhadap apendisitis dengan gejala atipikal menjadi salah satu masalah yang
paling sering terlewatkan dalam gawat darurat. Meskipun saat ini ada peningkatan
penggunaan ultrasonografi, computed tomografi scanning, dan laparoskopi, tingkat
misdiagnosis apendisitis tetap konstan (15,3%), begitu juga dengan angka kejadian
apendisitis perforasi. Persentase misdiagnosis kasus apendisitis secara signifikan
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria (22.2 : 9.3%).5

1
BAB II
LAPORAN KASUS
APENDISITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Likuloe
Jaminan : BPJS
Tanggal MRS : 01 Januari 2019
RM : 436283

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut bawah sebelah kanan
Anamnesis terpimpin:
Pasien laki – laki, berusia 27 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut bawah sebelah kanan yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu tetapi keluhan
nyerinya memberat sejak 4 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit, nyeri tersebut
dirasakan seperti tertusuk – tusuk dan terkadang nyerinya menjalar ke tengah.
Menurut pasien, keluhan nyeri diikuti dengan mual dan muntah. Perut terasa
kembung. Riwayat demam sekitar 2 hari yang lalu. Keluhan BAK dan BAB (-).
Riwayat operasi sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Diabetes mellitus : Tidak ada
Alergi : Tidak ada

2
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami hal yang serupa
dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIS


Status Generalis
Keadaan umum/Kesadaran : Sakit sedang/compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 36,6°C
Kepala : Normocephale, rambut hitam dengan distribusi
yang merata dan tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
eksophtalmus -/-
Telinga : Bentuk normal, liang lapang, serumen (-), sekret
(-).
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, deviasi septum (-),
edema konka -/-
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T2 tenang.
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-).
Thoraks
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kanan jantung pada sela iga IV linea
parasternalis dekstra. Batas kiri jantung pada sela
iga V linea midklavikularis sinistra. Batas atas
jantung pada sela iga II linea parasternalis sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler murni, gallop (-), murmur
(-)

3
Pulmo : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-),
krepitasi (-), massa (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru depan dan belakang
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : Datar, benjolan (-)


Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskuler (-
), massa (-), nyeri tekan mc burney (+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat , edema , tremor

Status Lokalis
Regio : Abdomen
Inspeksi : Datar, Tidak terdapat benjolan
Palpasi : Nyeri tekan mc burney (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 31 November 2018

4
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 16,1 11,5 - 16 g/dl
Hematokrit 48,4 37 - 47%
Eritrosit 5,35 x 103 3,8 - 5,8 juta/ul
Leukosit 17,4 x 103 4000 - 10000/ul
Trombosit 218.000 150.000 - 500.000/ul
Bleeding time 2’20” 1 - 3 menit
Clotting time 7’35” 1 - 6 menit

Kimia
SGPT (ALT) 33 <32 U/l
SGOT (AST) 39 <31 U/l
Ureum 14 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 0,5 0,6 - 1,1 mg/dl
Gula Darah Sewaktu 85 110 mg/dl

V. RESUME
Pasien laki – laki, berusia 27 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan
nyeri perut bawah sebelah kanan yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu tetapi
keluhan nyerinya memberat sejak 4 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit, nyeri
tersebut dirasakan seperti tertusuk – tusuk dan terkadang nyerinya menjalar ke
tengah. Menurut pasien, keluhan nyeri diikuti dengan mual dan muntah. Perut
terasa kembung. Riwayat demam sekitar 2 hari yang lalu. Keluhan BAK dan BAB
(-). Riwayat operasi sebelumnya (-)

5
Pemeriksaan fisik
Status generalis : Tidak ditemukan kelainan
Status lokalis : Regio abdomen ( iliaca dextra)
Inspeksi : Datar, Tidak ada benjolan
Palpasi : Nyeri tekan mc burney (+)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dengan WBC = 17,4 x 103

VI. Diagnosis Kerja


Apendisitis Kronik Eksaserbasi Akut

VII. Diagnosis Banding

Urolithiasis
Chron’s Disease
Hernia

VIII. Penatalaksanaan
IVFD RL 24 tpm
Inj. Cefoperazone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ketorolac amp/8 jam/iv
Inj. Ranitidin amp/8 jam/iv
Appendektomi

IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. APPENDIKS VERMIFORMIS
1. Anatomi Appendiks Vermiformis
Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung yang
mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang
apendiks vermiformis bervariasi antara 8-13 cm, dengan diameter 0,7 cm.7
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.8 Dasar apendiks melekat pada
permulaan posteromedial caecum, sekitar 2,5 cm di bawah ileocaecalis.
Apendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera, tinea
colica, dan tinea omentum). Apendiks vermiformis diliputi seluruhnya oleh
peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum
tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoapendiks.
Mesoapendiks berisi arteri dan vena appendicularis, dan saraf-saraf. 7

Gambar 1. Anatomi Apendiks9

7
Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan ujungnya
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis
yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik
Mc.Burney).7

Gambar 2. Titik McBurney 5

Perkembangan Apendiks

Apendiks mulai terlihat pada minggu kedelapan pada perkembangan


embryologi sebagai tonjolan dari bagian terminal sekum. Selama
perkembangan antenatal dan postnatal, laju pertumbuhan sekum melebihi
apendiks, sehingga apendiks berpindah ke arah medial menuju katup
ileocecal. Ujung dari apendiks dapat ditemukan di retrocecal, panggul,
subcecal, preileal, atau posisi perikolik kanan.5

Jaringan limfoid pertama kali muncul dalam apendiks sekitar 2


minggu setelah lahir. Jumlah jaringan limfoid meningkat saat pubertas,
tidak bertambah pada dekade berikutnya, kemudian mulai menurunan stabil

8
dengan usia. Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid dalam
apendiks.5

Posisi Ujung Apendiks Vermiformis


Terdapat beberapa variasi posisi apendiks vermiformis, yaitu
diantaranya10,11
- di belakang sekum (ascending retrocaecal): 64%
- inferior sekum (subcaecal), turun ke arah pelvis minor: 32%
- di belakang sekum (retrocaecal melintang): 2%
- anterior dari ileum (ascending paracaecal preileal): 1%
- posterior dari ileum (ascending paracaecal retroileal): 0,5%

Gambar 3. Variasi anatomi posisi apendiks12

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.8

9
Vaskularisasi dan Innervasi

Arteria appendicularis merupakan cabang arteri ileocaecalis (cabang


a.mesenterica superior). Arteri apendikularis merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi
maka apendiks akan mengalami gangren5. Aliran darah balik yaitu melalui
vena appendikularis mengalirkan darahnya ke vena ileocaecal, kemudian
menuju vena mesenteric superior dan masuk ke sirkulasi portal.7

Cabang-cabang saraf simpatis (nervus thoracalis X) dan


parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut
saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks
vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis
setinggi vertebra thoraxica X.7 Oleh karena itu, nyeri visceral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus.8

2. Histologi
Apendiks memiliki 4 lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan tunika
serosa. Lapisan mukosa terdiri dari satu lapis epitel bertingkat dan crypta
lieberkuhn. Terdapat jaringan limfoid diffus di dalam lamina propria.
Limfonoduli dengan pusat germinal sangat khas pada apendiks. Noduli ini
berawal di lamina propria namun karena ukurannnya besar, noduli ini
meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa. Lapisan submukosa
terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan elastik yang membentuk
jaringan saraf (pleksus Meissner), pembuluh darah dan limfe. Dinding
dalam (inner circular layer) berhubungan dengan sekum dan dinding luar
(outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia coli pada
pertemuan sekum dan apendiks. Di antara kedua lapisan ini terdapat pleksus
myenterik atau pleksus Auerbach, Lapisan serosa merupakan lapisan terluar
apendiks.

10
Gambar 4. Histologi Apendiks

3. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari, dan
memiliki kapasitas 5 ml/hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.8

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut


Associated Lymphoid Tissue) terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk
apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh.8

B. APPENDISITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT


Definisi
Appendisitis adalah infeksi pada organ appendik yang diawali
dengan penyumbatan dari lumen appendik oleh mucus, fekalit, atau benda
asing, yang diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan.

11
Penyakit ini merupakan kegawatdaruratan bedah
a b d o m e n y a n g p a l i n g s e r i n g ditemukan. Apendisitis Akut adalah
inflamasi pada dari appendiks dan ini merupakan kasus operasi intra
abdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah. Appendisitis
akut adalah appendisitis dengan onset gejala akut yang
m e m e r l u k a n i n t e r v e n s i b e d a h d a n b i a s a n ya d e n g a n n y e r i
d i k u a d r a n a b d o m e n k a n a n b a w a h d a n d e n g a n n ye r i t e k a n
t e k a n d a n a l i h . S pasme otot yang ada di atasnya, dan dengan
hiperestesia kulit. Sedangkan appendisitis kronis ditandai dengan
nyeri abdomen kronik (berlangsung terus menerus) di dearah fossa
illiaca dextra tetapi tidak terlalu parah, dan bersifat continue atau
intermittent, nyeri ini terjadi karena lumen appendiks mengalami partial
obstruks. Appendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi disebut
appendsitis kronik eksaserbasi akut.

Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.8
Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga
keempat kehidupan, dengan usia rata-rata 31,3 tahun. Adapun perbandingan
apendisitis pada laki-laki: perempuan yaitu 1,2-1,3: 1.5

Etiologi
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang dominan sebagai
pencetus apendisitis akut.5,8 Fekalit adalah penyebab paling umum dari
obstruksi apendiks. Fekalit ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut
sederhana, di 65% kasus apendisitis gangren tanpa ruptur, dan hampir 90% dari
kasus apendisitis gangren dengan ruptur. Di samping itu terdapat penyebab lain
yang lebih jarang seperti hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium yang

12
mengental dari pemeriksaan x-ray sebelumnya, tumor, dan parasit usus (seperti
cacing askariasis).5 Selain itu, salah satu penyebab yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E.
Histolytica.8
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa.8

Patofisiologi
Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang
diikuti oleh infeksi. Setelah terjadi obstruksi, peningkatan produksi lendir
terjadi, yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Dengan
meningkatnya tekanan dan stasis dari obstruksi, pertumbuhan bakteri yang
berlebihan kemudian terjadi. Lendir kemudian berubah menjadi nanah yang
menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan luminal.6 Hal ini
menyebabkan distensi apendiks dan kemudian merangsang ujung saraf dari
serabut aferen viseral, menghasilkan nyeri yang samar-samar, tumpul, dan
menyebar di midabdomen atau epigastrium. Peristalsis juga dirangsang oleh
distensi yang tiba-tiba, sehingga kram dapat menyamarkan nyeri viseral pada
awal perjalanan apendisitis. Distensi ini biasanya menyebabkan refleks mual
dan muntah, dan nyeri viseral difus menjadi lebih parah.5 Tekanan luminal
yang terus meningkat mengakibatkan obstruksi limfatik terjadi yang kemudian
menyebabkan edema pada dinding apendiks. Tahap ini dikenal sebagai
apendisitis akut atau fokal.6 Meningkatnya tekanan dalam lumen apendiks
melebihi tekanan dari vena, sehingga kapiler dan vena tersumbat. Aliran darah
arteriol yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya obstruksi dan kongesti
vaskular5 dan mengakibatkan edema dan iskemia. Invasi bakteri pada dinding
apendiks dikenal sebagai apendisitis supuratif akut.6 Patologi apendisitis
dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks

13
dalam waktu 24-48 jam pertama.8 Proses inflamasi ini segera melibatkan serosa
apendiks kemudian peritoneum parietal, yang menyebabkan pergeseran
karakteristik nyeri ke kuadran kanan bawah.5 Akibat tekanan yang terus
meningkat, terjadi trombosis vena dan arteri, menyebabkan gangren
(apendisitis gangerenosa) dan perforasi (apendisitis perforasi).6
Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa (Walling off)
sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan
istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya
akan mengurai diri secara lambat.8
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai
eksaserbasi akut.8
Pada anak-anak dimana memiliki omentum yang pendek, dan pada orang
tua yang memiliki daya tahan tubuh yang sudah menurun sulit untuk terbentuk
infiltrat sehingga kemungkinan terjadi perforasi menjadi lebih besar.

14
Gambar 5. Patofisiologi Apendisitis

15
Manifestasi Klinis

Gejala apendisitis bervariasi berdasarkan lokasi apendiks. Gejala klasik


apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
di daerah epigastrium atau di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai
mual, kadang disertai muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.8 Nyeri pada awalnya di daerah epigastrium atau sekitar
pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah disebut juga dengan
Kocher’s sign.5

Pada beberapa kasus, nyeri epigastrium tidak dirasakan tetapi terdapat


konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar, yang justru
dianggap berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi.8

Apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan otot


psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih
ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal.5,8,14

Nyeri atipikal biasanya timbul jika apendiks terletak di dekat otot


obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien
ditemui ketika ujung apendiks terletak di panggul.6 Radang pada apendiks yang
terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan
sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan rectum
menjadi lebih cepat serta berulang. Apendiks yang menempel ke kandung
kemih dapat menimbulkan dysuria dan peningkatan frekuensi kencing akibat
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.6,8 Apendiks yang
terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri
sangat jelas.14 Sedangkan jika apendiks terletak di belakang ileum akan

16
menyebabkan nyeri testis, mungkin disebabkan iritasi arteri spermatika dan
ureter.5

Pada lebih dari 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan
gejala yang pertama dirasakan, diikuti oleh nyeri perut, kemudian muntah-muntah
(jika muntah terjadi). Jika muntah mendahului timbulnya rasa sakit, diagnosis
apendisitis harus dipertanyakan.5

Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan temuan
fisik yang klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal terutama
tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika ujung
apendiksretrocecal, nyeri dapat dimanifestasikan dengan ekstensi pasif pinggul
(psoas sign). Ketika apendiks terletak di pelvis, nyeri dapat terdeteksi selama
pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul. Dengan demikian, pada
pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare atau tenesmus),
penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.6

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bias
melukiskan rasa nyerinya. Oleh karenanya apendisitis sering baru diketahui setelah
terjadi perforasi.8

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
mutah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di
region lumbal kanan.8

17
Gambar 7. Letak Apendiks selama kehamilan

Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama apendisitis biasanya mula-mula


dirasakan di epigastrium atau region umbilical yang kemudian dapat
menyebar dan dirasakan di seluruh perut. Nyeri kemudian dirasakan
berpindah ke perut kanan bawah, tepatnya di titik Mc Burney. Selain itu
terdapat pula keluhan anoreksia, mual, muntah, obstipasi, dan febris.
Namun, keluhan yang dirasakan pasien apendisitis dapat berbeda oleh
karena gejala ditentukan dari posisi ujung apendiks.

2. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik hasil yang didapatkan ditentukan terutama


oleh posisi anatomis dari apendiks yang meradang, serta oleh apakah organ
tersebut telah mengalami ruptur ketika pasien pertama diperiksa.5

18
Tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney yaitu nyeri
tekan, nyeri lepas, dan defens muskuler.8 Sedangkan nyeri rangsang
peritoneum tidak langsung dapat berupa 8

a. Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat dilakukan palpasi
dengan tekanan pada kuadran kiri bawah– Rovsing’s sign
b. Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat palpasi dengan tekanan
pada kuadran kanan bawah dilepaskan tiba-tiba- Blumberg’s sign
c. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti saat nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
Status Generalis
Keadaan umum pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan
memegang perut kanan bawah. Tanda-tanda vital tidak banyak berubah
pada apendisitis tanpa perforasi.5 Pada pemeriksaan suhu biasanya
didapatkan demam ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5oC,8 denyut nadi
normal atau sedikit meningkat.5 Perubahan signifikan biasanya
menunjukkan bahwa komplikasi telah terjadi atau diagnosis lain harus
dipertimbangkan.5
Status lokalis8
- Inspeksi: tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada masa atau abses periapendikuler.
- Palpasi: didapatkan nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas (Blumberg’s sign). Defens muskuler menunjukan adanya
rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis.
- Perkusi: nyeri ketuk Mc Burney karena rangsangan peritoneum
- Auskultasi: peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang
akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang
disebabkan oleh apendisitis perforasi.

19
Pemeriksaan khusus5,8
- Rovsing’s sign
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri
bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
- Psoas sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari


panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah, menandakan
apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor.

Gambar 8. Pemeriksaan Psoas sign

- Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal
pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina
bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri pada apendisitis pelvika.

20
Gambar 9. Pemeriksaan Obturator sign

- Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat


dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada
apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan sehingga kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas pada jam 9-12 sewaktu dilakukan colok
dubur.

Pada wanita hamil terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh


uterus, oleh karenanya keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil
trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan.Tanda
pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil
karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau
apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan
pergeseran uterus, maka nyeri tersebut bukan berasal dari apendiks.8

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Darah

Leukositosis ringan (10.000-18.000 sel/mm3) biasanya didapatkan pada


pasien dengan akut apendisitis tanpa komplikasi, dan sering disertai
dengan dominasi polimorfonuklear. Jumlah sel darah putih di atas

21
18.000 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan apendiks perforasi dengan
atau tanpa abses.5

Urin lengkap

Urinalisis berguna untuk menyingkirkan saluran kemih sebagai sumber


infeksi. Meskipun beberapa sel darah putih atau merah bisa berasal dari
ureter atau iritasi kandung kemih sebagai akibat dari radang pada
apendiks, bakteriuria dalam spesimen urin yang diperoleh melalui
kateter umumnya tidak terlihat dalam apendisitis akut.5

b. Radiologi

 Foto polos abdomen

Foto polos abdomen jarang mampu menegakkan diagnosis,


namun berguna dalam mengidentifikasi free gas, dan dapat
menunjukkan appendicolith di 7-15% kasus.4 Ditemukannya
sebuah appendicolith membuat kemungkinan apendisitis akut
hingga 90%.
Pada pasien dengan apendisitis akut, pola gas usus yang
abnormal sering terlihat namun bukan merupakan penemuan yang
spesifik5
 Ultrasonografi
Ultrasound dengan radiasi pengion yang rendah harus menjadi
penunjang pilihan pada pasien muda, dan efektif mengidentifikasi
apendiks abnormal, terutama pada pasien yang kurus.

Graded compression sonography telah diusulkan sebagai cara


yang akurat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. Diagnosis
sonografi apendisitis akut memiliki sensitivitas dari 55-96% dan
spesifisitas 85-98%.5 Hasil scan dianggap positif jika terdapat
gambaran aperistaltik, noncompressible apendiks ≥6 mm pada arah
anteroposterior.15 Terlihatnya appendicolith menetapkan

22
diagnosis. Penebalan dinding apendiks dan adanya cairan
periappendiceal sangat sugestif. Demonstrasi sonografi dari usus
buntu yang normal yaitu compressible, struktur tabung blind-
ending berukuran ≤5 mm, dapat menyingkirkan diagnosis
apendisitis akut. 5

Gambar 10. Apendiks normal. A dan B, longitudinal A) dan transversal (B)


sonogram, menunjukkan apendiks (panah) dengan diameter kurang dari 7
mm cut-off point, dikelilingi oleh lemak noninflamed normal16

Gambar 11. Apendiks yang mengalami apendisitis. Longitudinal dan


transversal sonogram menunjukkan apendiks yang membesar
(panah) dikelilingi oleh lemak meradang hyperechoic (panah). 16

Apendiks yang meradang memiliki diameter lebih besar


dari 6 mm, dan biasanya dikelilingi oleh hyperechoic inflamed fat
di sonografi. Tanda-tanda yang sangat mendukung apendisitis
yaitu adanya appendicolith, penebalan caecal apikal.16

23
 CT
Pada CT, apendiks yang meradang tampak melebar (> 5 cm)
dan dinding yang menebal. Biasanya ada bukti peradangan, dengan
"lemak kotor," mesoappendix menebal, dan bahkan phlegmon
jelas.4,5,17,18
Fekalit dapat dengan mudah divisualisasikan, tetapi adanya
fekalit bukan patognomonik dari apendisitis. CT scan merupakan
teknik yang sangat baik untuk mengidentifikasi proses inflamasi
lain yang menyerupai apendisitis.5

Gambar 12. Apendiks normal memiliki diameter luar maksimum


6 mm, dikelilingi oleh homogeneous non-inflamed fat, dan sering
mengandung gas intraluminal. 16

24
Gambar 13. Apendisitis. CT Scan dengan kontras
menggambarkan apendiks yang mengalami distensi dan berisi
cairan (panah) dengan periappendiceal fat-stranding.16

 Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan
barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya
dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.5
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada
apendisitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks
dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari caecum;
pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan apendisitis.5

25
Gambar 14. Apendiks yang normal pada pemeriksaan barium
enema. Apendiks terisi penuh dengan kontras, yang secara
efektif menyingkirkan diagnosis apendisitis.19

 Laparoskopi
Dapat berfungsi baik sebagai manuver diagnostik dan
terapeutik untuk pasien dengan sakit perut akut dan yang diduga
apendisitis akut.5

Gambar 15. Algoritma klinis untuk kasus dugaan apendisitis akut5

26
Meskipun dilakukan pemeriksaan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus dimana
lebih sering terjadi pada perempuan terutama yang masih muda oleh karena
keluhan yang menyerupai timbul dari genitalia interna (seperti ovulasi,
menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain).8

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila


diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan
frekuensi setiap 1-2 jam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat meningkatkan
akurasi diagnosis.

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor


Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis
apendisitis.5

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut 1
kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5°C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

 1-4 : kemungkinan Apendisitis sekitar 30%


 5-6 : kemungkinan Apendisitis sekitar 66%
 7-10 : hampir pasti menderita Apendisitis sekitar 93%

Tabel 1. The Modified Alvarado score5

27
Diagnosis Banding

Diagnosis apendisitis akut tergantung pada empat faktor utama yaitu


lokasi anatomi dari apendiks yang meradang; tahap proses (yaitu tanpa
komplikasi atau sudah tejradi perforasi); usia; dan jenis kelamin pasien.5

 Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri.
Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering
dijumpai adanya hiperperistaltis. Demam dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

 Limfadenitis mesenterika
Biasa didahului dengan enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan
nyeri perut, terutama sebelah kanan serta perasaan mual dan nyeri tekan
perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.

 Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada
perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu.

 Infeksi panggul
Salphingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul
jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu
untuk diagnosis banding.

28
 Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat telat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan rongga
Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

 Kista ovarium terpuntir


Timbul nyeri mendadak dengan instensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok
rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasosnografi dapat
menentukan diagnosis.

 Endometriosis eksterna

Endometriosis di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat


endometriosis berada, dan darah mestruasi terkumpul di tempat itu
karena tidak ada jalan keluar.

 Urolitiasis

Pielum atau ureter kanan. Adanya riwayat kolik dai pinggang ke perut
yang menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Hematuria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena
dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebra an piuria.

 Penyakit saluran cerna lainnya

Divertikulitis, chron’s disease, ileokolitis, typhoid, serta keganasan

Penatalaksanaan

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.


Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.20
Oleh karenanya, meskipun terdapat modalitas diagnostik yang lebih canggih,

29
pentingnya intervensi operasi segera tidak harus diminimalkan.5 Pada pasien
dengan presentasi atipikal, pemeriksaan fisik adalah alat yang paling penting
dalam memutuskan apakah pasien membutuhkan operasi.19

Pasien dengan riwayat klasik dan temuan pemeriksaan fisik, dengan


analisis urin normal (atau piuria) dan jumlah leukosit yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri biasanya tidak memerlukan studi pencitraan tambahan
sebelum apendektomi. Pembedahan juga diindikasikan pada pasien dengan
presentasi atipikal dan temuan radiografi yang konsisten dengan apendisitis.
Setiap pasien dengan nyeri perut atipikal yang memiliki (1) nyeri persisten dan
menjadi demam, (2) peningkatan jumlah leukosit, atau (3) temuan pemeriksaan
klinis memburuk harus menjalani laparoskopi diagnostik dan usus buntu.19

Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi21 Menurut


Society of American Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES) 2010
keadaan yang sesuai untuk dilakukan laparoskopi diantaranya pada pasien
dengan apendisitis tanpa komplikasi, anak-anak, dan wanita hamil.19 Prosedur
apendektomi laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang
lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen
dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi dikerjakan untuk diagnosa dan
terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita22

Adapun beberapa macam insisi untuk apendektomi:

Insisi Grid Iron (McBurney


Incision) 23
Insisi Gridiron pada titik McBurney.
Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina liaka anterior
superior kanan dan umbilikus.

30
Lanz transverse incision24
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal.
Mempunyai keuntungan kosmetik
yang lebih baik dari pada insisi grid
iron.

Rutherford Morisson’s incision


(insisi suprainguinal)25
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks
terletak di parasekal atau retrosekal
dan terfiksir.

Low Midline Incision25


Dilakukan jika apendisitis sudah
terjadi perforasi dan terjadi
peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah25


Insisi vertikal paralel dengan
midline, 2,5 cm di bawah umbilikus
sampai di atas pubis.

Tabel 2. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

31
Komplikasi

 Massa apendikuler
Masa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk
usus halus.8
Pasien yang datang dengan massa apendikuler telah mengalami
gejala untuk durasi yang lebih lama, biasanya setidaknya 5 sampai 7
hari.5
Pasien dewasa dengan masa periapendikuler yang dengan dinding
sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotic sambil
dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang,
dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif
dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.8

 Abses apendikuler

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari


apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus, atau usus besar.

 Perforasi
Apendisitis perforasi terjadi pada 25,8% kasus. Anak di bawah 5
tahun dan pasien berusia lebih dari 65 tahun memiliki angka kejadian
perforasi tertinggi (45 dan 51%) Telah dikemukakan bahwa terlambatnya
diagnosis apendisitis bertanggung jawab untuk sebagian besar apendisitis
perforasi. Tidak ada cara yang akurat untuk menentukan kapan dan
apakah ada kemungkinan apendiks akan pecah sebelum resolusi proses
inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa, pada pasien tertentu,
observasi dan terapi antibiotik saja dapat menjadi pengobatan yang tepat
untuk akut apendisitis.5

32
Bila terjadi perforasi akan terbentuk abses apendiks. Ditandai
dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba
pembengkakan masa, serta bertambahnya angka leukosit.21

Ruptur apendiks harus dicurigai jika terjadi demam dengan suhu


>39° C dan jumlah sel darah putih >18.000 sel/mm3.5

 Peritonitis
Peritonitis umum terjadi proses Walling-off tidak efektif saat terjadi
perforasi.5 Ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang
meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri
tekan dan defens muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai
dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan.8

 Abses hepar
 Ileus
 Syok septik

Prognosis

Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak


disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian
pada anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua
dari 70 tahun, angka kematian naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan
diagnosis dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi.
Risiko kematian apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko
meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi
dari 16% hingga 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada
kelompok usia muda (40-57%) dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun
(55-70%), dimana sering terjadi misdiagnosis dan diagnosis yang tertunda.
Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca

33
operasi menyebabkan kematian untuk hampir sepertiga dari morbiditas
terkait.19
Apendisitis Rekurens

Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat


serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut. Resiko terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%.8

Apendistis Kronik

Diagnosis baru dapat ditegakkan jika semua syarat terpenuhi : (1)


riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, (2) terbukti
terjadi radang kronik baik secara makroskopik maupun mikroskopik (adanya
fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik), dan (3) keluhan menghilang pasca apendektomi.8
Insidens apendisitis kronik adalah sekitar 1%.8,19

34
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita ini berusia 27 tahun.


Perjalanan penyakit yang relatif lama (1 tahun), keluhan nyerinya dirasakan tidak
terlalu parah, dan bersifat continue atau intermittent dan keluhan nyeri tersebut
mulai dirasakan membersat sejak 4 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit
sehingga pasien ini dapat dikatakan appendicitis kronik eksaserbasi akut
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal,
pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis appendisitis, salah satunya positif yaitu
nyeri tekan mcburney.
Untuk Score Alvarado pada pasien ini yaitu: 8. Dengan perhitungannya,
yaitu: Nyeri yang menjalar (1), Anorexia (1), Mual (1), Rasa nyeri pada quadran
bawah kanan saat dipalpasi (2), Nyeri setelah ditekan (0), Peningkatan Suhu Tubuh
(1), Leukositosis (2), Pemeriksaan Mikroskopik WBC (0). Dengan didapatkannta
jumlah Score 8 sehingga kemungkinan pasien ini appendisitis adalah sekitar 93%
dengan penanganannya adalah operasi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan
yang telah dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita
Appendisitis Kronik Eksasrbasi Akut Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini
adalah Appendiktomi. Prognosis quo ad vitam penderita ini adalah dubia ad bonam
sementara quo ad functionam penderita ini adalah dubia ad bonam.

35
BAB V
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermicularis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa.

Gejala apendisitis bervariasi berdasarkan lokasi apendiks. Gejala klasik


apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di
daerah epigastrium atau di sekitar umbilicus yang kemudian berpindah ke kanan
bawah (titik McBurney). Keluhan ini sering disertai mual, kadang disertai muntah,
dan umumnya nafsu makan menurun. Namun hanya sebagian dari penderita
apendisitis yang mengeluhkan gejala klasik dan pada pemeriksaan fisik
menunjukkan gejala yang khas. Oleh karenanya anamnesis, pemeriksaan fisik
menyeluruh, dan pemeriksaan penunjang diagnostik yang sesuai diperlukan untuk
menegakkan diagnosis apendisitis sesegera mungkin terutama pada pasien yang
mengeluhkan gejala atipikal agar penatalaksanaan yang sesuai dapat diberikan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Humes DJ and Simpson J: Acute appendicitis. BMJ. 333:530–534. 2006.


2. Boni L, Dionigi G, Rovera F and Di Giuseppe M: Laparoscopic left liver
sectoriectomy of Caroli’s disease limited to segment II and III. J Vis Exp.
24:11182009.
3. Binnebösel M, Otto J, Stumpf M, et al: Acute appendicitis. Modern
diagnostics - surgical ultrasound. Chirurg. 80:579–587. 2009.(In German).
4. Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG et-al. Primer of diagnostic
imaging. Mosby Inc. (2007)
5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. The Appendix. Shwartz’s
Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
6. Vermiform Appendix. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: 2013 Oct 18,
cited Jul 2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/195652.
7. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006.p230-1.
8. Sjamsuhidajat R. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum: Apendiks
Vermiformis. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus OHP,
Rudiman Reno. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong. 3rd ed.
Jakarta:EGC, 2010.p755-62.
9. Terminal ileum and appendix. Anatomy Directory. [cited 2014 Jul].
Available from: http://www.aokainc.com/terminal-ileum-and-apendiks/
10. Fritsch H, Kühnel W. Color atlas of human anatomy, Internal organs.
Thieme Medical Publishers. (2008)
11. Ghosh BD. Human Anatomy for Students. Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd.
12. Appendix variations. Shie Kasai. [cited Jul 2014] Available from:
http://www.shiekasai.com/aux/medical-illustration/

37
13. Bewes P. Appendicitis. [cited 2014 Jul]. E-Talc Issue 3. Available from:
http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/health%2520developme
nt/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm.
14. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery
Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008.
15. Puylaert JB. Acute appendicitis: US evaluation using graded compression.
Radiology. 1986;158 (2): 355-60.
16. Appendicitis – Mimics, Alternative nonsurgical diagnoses at sonography
and CT. Vriesman AB, Puylaert J. [cited 2014 Jul]. Available from:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitis-
mimics.html
17. Callahan MJ, Rodriguez DP, Taylor GA. CT of appendicitis in children.
Radiology. 2002;224 (2): 325-32. doi:10.1148/radiol.2242010998.
18. Pereira JM, Sirlin CB, Pinto PS et-al. Disproportionate fat stranding: a
helpful CT sign in patients with acute abdominal pain. Radiographics. 24
(3): 703-15.
19. Appendicitis. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: Jul 21, 2014, cited Jul
2014]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/773895-
overview#aw2aab6b2b7aa.
20. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis
in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.
21. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis & treatment. McGraw-
Hill Medical. (2006)
22. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000
May; 215: 337e48.
23. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’
Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.
24. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s
Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.
25. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical
Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001)

38

Anda mungkin juga menyukai