Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

(Dampak Electronic Cigarette pada Sistem Respirasi)

Penyusun:
GALIH SENO AJI
170100055

KEPANITERAAN KLINIK RS PENDIDIKAN USU


DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Electronic cigarette atau sering disebut dengan vape adalah perangkat genggam
yang menghasilkan aerosol yang mengandung nikotin dengan cara memanaskan
larutan yang biasanya terbuat dari propylene glycol dan glycerol, nikotin, dan zat
pemberi rasa (Grana, Benowitz dan Glantz, 2014). Electronic cigarette merupakan
inhaler berbasis baterai yang memberikan nikotin yang disebut oleh WHO sebagai
Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) atau sistem pengiriman elektronik nikotin
(Yazid dan Rahmawati, 2018).

Electronic cigarette saat ini sangat digemari kalangan usia muda, rata-rata
prevalensi nasional pengguna e-cigarette (≥10tahun) adalah 2,8%, sebanyak 18
provinsi menggunakan e-cigarette di atas rata rata nasional. Sebagian besar prevalensi
pengguna rokok elektronik terdapat pada Pulau Jawa (kecuali Jawa Barat), Bali, dan
NTB (Sumarjati, 2020) dan di amerika epidemi EVALI sedang berlangsung.
(Sumarjati, 2020; Zulfiqar dan Rahman, 2021).

E-cigarette memiliki efek yang merugikan pada sistem pernapasan manusia


dimana e-cigarette memiliki >80 senyawa non-nikotin termasuk zat toksik yang
diketahui seperti formaldehida, asetaldehida, logam dan acrolein telah ditemukan
dalam e-liquid dan aerosol (Thirion-Romero et al., 2019).

2. Tujuan Penulisan

Penulisan dan penyusunan makalah ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan


pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

2
3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan pembaca
terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan kepada
masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang dampak electronic
cigarette pada sistem respirasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM PERNAPASAN

Sel-sel tubuh membutuhkan energi untuk semua aktifitas metabolisme.


Sebagian besar energi ini berasal dari reaksi kimia, yang hanya dapat berlangsung
dengan adanya oksigen (O2). Produk limbah utama dari reaksi ini adalah
karbondioksida (CO2). Sistem pernapasan menyediakan rute dimana pasokan oksigen
yang ada di atmosfer memasuki tubuh, dan menyediakan jalur eksreksi karbondioksida.
Kondisi udara atmosfer yang memasuki tubuh sangat bervariasi sesuai dengan
lingkungan luarnya, misalnya udara mungkin kering atau lembab, hangat dan dingin,
dan membawa berbagai macam polutan,debu, atau kotoran. Saat udara dihirup
bergerak melalui saluran pernapasan untuk mencapai paru-paru, udara akan
dihangatkan atau didinginkan ke suhu tubu dan dibersihkan karena partikel debu
menempel pada mukus yang melapisi selaput membrane. Pertukaran gas antara darah
dan paru-paru disebut respirasi eksternal dan antara darah dan sel disebut respirasi
internal. Organ dan fungsi sistem pernapasan sebagai berikut: (Waugh dan Grant,
2014)

2.1.1 Rongga hidung

Rongga hidung adalah jalur utama masuknya udara, dan terdiri dari rongga
besar yang tidak beraturan yang dibagi menjadi dua bagian oleh septum. Bagian tulang
posterior septum dibentuk oleh tulang ethmoid dan vomer. Rongga hidung dilapisi oleh
epitel kolumnar bersilia yang sangat vascular dan berisi goblet sel yang mensekresi
mukus. Di nares anterior menyatu dengan kulit dan di posterior meluas ke nasofaring
(Waugh dan Grant, 2014).

4
2.1 Anatomi rongga hidung

2.1.1.1 Fungsi pernapasan hidung

Hidung adalah saluran pernapasan pertama yang dilalui udara sewaktu inspirasi. Di
rongga hidung, udara dihangatkan, dibasahi, dan disaring. Tiga konka yang menonjol
meningkatkan luas permukaan dan menyebabkan turbulensi, menyebarkan udara
inspirasi ke seluruh permukaan hidung. Area permukaan yang besar memaksimalkan
pemanasan, pelembapan, dan penyaringan (Waugh dan Grant, 2014).

a. Pemanasan

Vaskularisasi mukosa yang sangat besar memungkinkan pemanasan yang cepat


saat udara mengalir lewat. Ini juga menjelaskan banyak darah yang keluar saat
mimisan.

b. Penyaringan dan Pembersihan

Rambut di nares anterior menjebak partikel yang lebih besar. Partikel yang lebih
kecil seperti debu dan bakteri mengendap dan menempel pada mukus. Mukus
melindungi epitel dari iritasi dan mencegah pengeringan. Gerakan sinkron silia
mengeluarkan mukus menuju tempat ia ditelan atau dibatukkan.

5
c. Humidifikasi

Saat udara bergerak di atas mukosa lembab, udara menjadi jenuh dengan uap air. Iritasi
pada mukosa hidung menyebabkan bersin, tindakan refleks yang secara paksa
mengeluarkan bahan iritan.

2.1.2 Faring

2.1.2.1 Struktur Faring

Faring adalah tabung fibromuskular yang menghubungkan rongga hidung dan


mulut dengan laring dan esofagus. Faring meluas dari dasar tulang tengkorak sampai
ke cartilago cricoidea, dimana menyambung dengan esofagus dan memiliki panjang
sekitar 12-14 cm (Waugh dan Grant, 2014; Hansen, 2019)

Struktur yang berhubungan dengan faring:

Superior : Permukaan dasar tulang tengkorak

Inferior : Kontinu dengan esofagus

Anterior : Hidung bagian choana, rongga mulut, dan laring

Posterior : Vetebra servikal

Faring terbagi menjadi 3 bagian dan memiliki struktur masing masing, yaitu: (Waugh
dan Grant, 2014; Hansen, 2019)

a. Nasofaring

Nasofaring terletak di belakang choana dan di atas palatum mole, pada dinding
lateral terdapat struktur yang bernama tuba auditive yang berhubungan dengan telinga
bagian tengah. Pada dinding posterior dijumpai pharyngeal tonsils yang terdiri dari
jaringan limfoid.

6
b. Orofaring

Orofaring meluas dari bawah palatum mole sampai ke vertebra servikal ruas
ke 3 atau ujung superior epiglotis. Dinding lateral faring menyatu dengan palatum mole
membentuk dua lipatan di setiap sisi. Masing masing lipatan tersebut adalah kumpulan
jaringan limfoid yang disebut palatine tonsil. Saat menelan, palatum mole dan uvula
didorong ke atas sehingga menutup rongga hidung dan mencegah masuknya makanan
dan cairan.

c. Hipofaring/Laringofaring

Hipofaring memanjang dari orofaring atau ujung epiglotis (batas atas) dan
berlanjut ke esofagus tepatnya di cricoid cartilage (batas bawah), dengan laring
terletak di anterior.

Struktur dinding faring terdiri atas beberapa jaringan: (Waugh dan Grant, 2014)

a. Lapisan membran mukosa

Mukosa sedikit berbeda di berbagai daerah. Di nasofaring merupakan kontinu


dengan lapisan hidung dan terdiri dari epitel kolumnar bersilia; di orofaring dan
laringofaring dibentuk oleh epitel skuamosa berlapis yang lebih kuat, yang berlanjut
dengan lapisan mulut dan esofagus. Lapisan ini melindungi jaringan dibawahnya dari
aksi abrasi bahan makanan yang lewat saat menelan.

b. Lapisan submucosa

Lapisan jaringan dibawah epitel kaya akan mucosa-associated lymphoid tissue


(MALT), yang terlibat dalam perlindungan terhadap infeksi. Tonsil adalah massa
MALT yang menonjol melalui epitel. Beberapa jenis kelenjar juga ditemukan di
lapisan ini.

7
c. Otot polos

Otot faring membantu menjaga faring tetap terbuka secara permanen sehingga
pernapasan tidak terganggu. Otot konstriktor menutup faring saat menelan, mendorong
makanan dan cairan ke esofagus.

Pasokan darah ke faring melalui cabang thyrocercival trunk (arteri subklavia),


terutama arteri servikal ascenden dan arteri karotis eksterna bercabang ke a. thyroid
superior, a.facial, a. pharyngeal ascenden, dan a.maxillary. Untuk drainase vena
melalui pleksus vena faring, pleksus vena pterygoid, dan vena facial, lingual, dan tiroid
superior, yang mana semua mengalir ke vena jugularis interna. Pasokan nervus faring
berasal daring pleksus faringeal dan mencakup saraf parasimpatis dan simpatis.
Pasokan parasimpatis dilakukan oleh nervus vagus dan glosofaringeal. Suplai saraf
simpatis dilakukan oleh nervus dari ganglia servikal superior (Hansen, 2019).

Gambar 2.2 Anatomi Faring

8
Otot faringeal terbagi menjadi otot sirkular dan otot longitudinal. Pada otot sirkular
terbagi menjadi tiga yaitu m.constrictores pharyngis superior, media, dan inferior.
Semua otot sirkular di inervasi oleh nervus vagus (N.X), dan otot ini yang
mengkontraksi lumen dan bolus hingga sampai ke esofagus (Schunke et al., 2017;
Hansen, 2019).

• M. Constrictores pharyngis superior : terletak di orofaring


• M. Constrictores pharyngis media : terletak di laringofaring
• M.Contrictores pharyngis inferior : terletak di laringofaring, otot ini
memilki 2 sturuktur yaitu thyropharyngeus yang memiliki serat oblique dan
menempel pada thyroid cartilage sedangkan struktur cricopharyngeus
memiliki serat horizontal dan menempel pada cricoid cartilage.

Pada otot longitudinal bekerja dengan cara mengangkat faring dan laring saat
menelan dan berbicara. Otot ini terbagi menjadi: (Hansen, 2019)

• M. Salpingopharyngeus : Berasal dari tuba auditive dan masuk ke faring.


Otot ini di inervasi oleh N. vagus (N.X)
• M. Stylopharyngeus : Berasal dari tulang processus styloid dan masuk
ke faring. Otot ini di inervasi oleh N. glossopharyngeal (N.IX)

9
Gambar 2.3 Anatomi otot-otot faring

2.1.2.3 Fungsi Faring

a. Jalur udara dan makanan

Faring terlibat dalam pernafasan dan pencernaan; udara melewati hidung dan
mulut, dan makanan melalui bagian mulut.

b. Penghangat dan pelembab

Udara dihangatkan dan dibasahi lebih lanjut saat melewati paru.

10
c. Pendengaran

Tuba auditori, memanjang dari nasofaring ke telinga bagian tengah,


memungkinkan udara masuk ke telinga tengah. Hal ini menyebabkan udara di
telinga tengah memiliki tekanan yang sama dengan telingar luar, melindung
membrane timpani dari setiap perubahan tekanan atmosfer.

d. Protection

Jaringan limfatik tonsil faring menghasilkan antibodi sebagai respon terhadap


antigen yang tertelan atau terhirup.

e. Berbicara

Bertindak sebagai ruang beresonansi untuk suara yang naik dari laring dan
memberikan karakteristik individual pada suara.

2.1.3 Laring

2.1.3.1 Struktur Laring

Laring (voice box) adalah sebuah struktur muskuloligamen dan tulang rawan yang
terletak di C3-C6 vetebral, tepat di atas trakea.

Struktur yang berhubungan dengan laring: (Hansen, 2019)

Superior : tulang hyoid dan radiks lidah

Inferior : kontinu dengan trakea

Anterior : otot yang menempel pada tulang hyoid dan otot leher

Posterior : laringofaring dan C3-C6 vetebral

Lateral : lobus kelenjar tiroid

11
Laring berfungsi baik sebagai sfingter untuk menutup jalan napas dan sebagai
instrumen untuk menghasilkan suara. Kerangkanya terdiri dari beberapa tulang rawan
yang dihubungkan oleh ligamen dan membrane. Tulang rawan laring terdiri atas:
(Waugh dan Grant, 2014; Hansen, 2019)

a. Thyroid cartilage : Thyroid cartilage adalah tulang rawan laring yang


paling menonjol dan membentuk sebagian besar dinding anterior dan lateral
laring. Terbuat dari tulang rawan hialin, terletak di bagian depan leher. Dinding
anteriornya menonjol ke jaringan lunak dibagian depan tenggorokan,
membentuk tonjolan laring atau jakun, yang mudah dirasakan dan sering
terlihat pada pria dewasa. Thyroid cartilage bagian atas diikat dengan ligamen
thyrohyoideum medianum ke tulang hyoid dan bagian bawah diikat dengan
ligamen cricothyroideum medianum ke cricoid cartilage. Bagian atas thyroid
cartilage dilapisi epitel skuamus berlapis dan bagian bawah dilapisi epitel
kolumnar bersilia
b. Cricoid cartilage : Cricoid cartilage terletak di bawah thyroid cartilage
dan juga terdiri dari tulang rawan hialin. Bentuknya seperti cincin signet,
melingkari seluruh laring dengan bagian sempir di anterior dan bagian lebar di
posterior. Bagian posterior berartikulasi dengan arytenoid cartilage dan dengan
thyroid cartilage. Batas bawah cricoid cartilage menandai akhir saluran
pernafasan bagian atas. Lapisan yang melapisi cricoid cartilage adalah epitel
kolumnar bersilia
c. Epiglotis : Epiglotis adalah tulang rawan fibroelastik berbentuk
daun atau sendok yang dilekatkan dengan tangkai tulang rawan yang fleksibel
ke permukaan bagian dalam dinding anterior thyroid cartilage. Jika laring
diibaratkan sebuah kotak, maka epiglotis yang bertindak sebagai penutupnya;
menutup dan melindungi laring saat menelan. Epitel yang melapisi epiglotis
adalah epitel berlapis skuamus

12
d. Arytenoid cartilage : Arytenoid cartilage adalah dua tulang rawan hilain
berbentuk piramida yang terletak di atas cricoid cartilage yang membentuk
bagian dinding posterior laring. Pada tulang rawan ini melekat pita suara dan
otot-otot. Epitel yang melapisi arytenoid cartilage adalah epitel kolumnar
bersilia
e. Corniculate cartilage : Sepasang tulang rawan yang terletak di puncak
arytenoid cartilage
f. Cuneiform cartilage : Sepasang tulang rawan di lipatan aryepiglotis yang
tidak memiliki artikulasi.

Gambar 2.4 Struktur Laring


Otot-otot rangka yang menempel pada tulang rawan laring bertindak sebagian besar
untuk menyesuaikan tegangan pada pita suara; untuk membuka atau menutup rima
glottidis dan rima vestibuli. Otot-otot laring terbagi atas: (Schunke et al., 2017)

a. Otot laring luar

M.cricothyroideus merupakan satu-satunya otot yang terletak pada laring di


sebelah luar. Kontraksinya memiringkan cartilage cricoidea ke belakang sehingga pita
suara menegang. Berdasarkan cara kerja ini, M.cricothyroideus digolongkan ke dalam

13
otot-otot penegang. M.cricothyroideus adalah satu-satunya otot yang diinervasi oleh
N.laryngeus superior.

Gambar 2.5 Otot laring luar


b. Otot laring sebelah dalam

Terdiri atas M.cricoarytenoideus posterior, M.cricoarytenoideus lateral serta


M.thyroarytenoideus. otot-otot tersebut semuanya berinsersi pada arytenoid cartilage
dan dapat mengubah posisi plica vocalis. Karena itu, otot-otot tersebut semua disebut
sebagai otot-otot penyetel. Kontraksi M.cricoarytenoideus posterior memutar
arytenoid cartilage ke depan dan sedikit ke samping sehingga otot tersebut sebagai
satu-satunya otot laring membuka seluruh rima glottidis. M.cricoarytenoideus lateralis
menutup dan membuka sebagian rima glottidis. Otot-otot seperti M.vocalis,
M.arytenoidues transversus dan M.thyroarytenoideus (relaksasi ligamen vocal) ikut
menyebabkan penutupan sempurna pada rima glottidis.

14
Gambar 2.6 Otot laring dalam
Suplai darah laring diperoleh melalui dua arteri besar. A.laryngea superior berasal
dari aliran A.carotis eksterna dan A.laryngea inferior berasal dari aliran A.subclavia
melalui Truncus thyrocervicalis. Drainase vena bermula dari V,laryngea superior
bermuara di V.thyroidea superior, kemudian mengalir lebih lanjut ke V.jugularis
interna. V.laryngea inferior bermuara di Plexuss thyroideus impar, kemudian
mengalirkan sebagian besar darah ke V.thyroidea inferior menuju V.brachiochepalica.
Inervasi diperoleh melalui N.laryngeal superior dan N.laryngeal reccurens yang
keduanya berasal dari N.vagus. N.laryngeal reccurens mempersarafi semua otot pada
laring kecuali M.Cricothyroid yang mana diinervasi oleh N.laryngeal superior.
(Waugh dan Grant, 2014; Schunke et al., 2017; Hansen, 2019)

15
2.1.3.2 Fungsi Laring

a. Produksi suara

Suara memiliki sifat nada, volume, dan resonansi.

• Nada suara tergantung pada panjang dan ketegangan pita suara. Pita suara
pendek menghasilkan suara bernada lebih tinggi. Saat pubertas, pita suara laki-
laki mulai tumbuh lebih panjang , hingga nada suara menjadi rendah.
• Volume suara tergantung pada kekuatan getaran pita suara. Semakin besar gaya
udara ekspirasi, semakin kuat pita suara bergetar dan semakin keras suara yang
dipancarkan.
• Resonansi tergantung pada bentuk mulut, posisi lidah, bibir, dan otot wajah.

b. Perlindungan saluran nafas bagian bawah

Selama menelan laring bergerak ke atas dan epiglotis menutup laring sehingga
dapat dipastikan bahwa makanan masuk ke esofagus dan bukan ke trakea.

c. Jalur udara

Laring menghubungkan faring di atas dan trakea di bawah.

d. Melembabkan, menyaring, dan menghangatkan

16
2.1.4 Trakea

2.1.4.1 Struktur Trakea

Trakea merupakan kelanjutan dari laring dan meluas ke bawah hingga kira-kira
setinggi vertebra toraks ke-5 dimana trakea membelah di carina menjadi bronkus
primer kanan dan kiri, satu bronkus menuju masing-masing paru. Panjangnya kira-kira
10-11 cm dan terletak terutama di bidang median di depan esofagus (Waugh dan Grant,
2014).

Struktur yang berhubungan dengan trakea:

Superior : Laring
Inferior : Bronkus kanan dan kiri
Anterior : Bagian atas adalah isthmus tiroid dan bagian bawah adalah arkus aorta
dan sternum
Posterior : Esofagus
Lateral : Paru-paru dan lobus tiroid gland

Gambar 2.7 Struktur yang berhubungan dengan trakea

17
Dinding trakea terdiri dari tiga lapisan jaringan, dan ditahan terbuka oleh 16
sampai 20 cincin tulang rawan hialin yang berbentuk C dan terletak satu di atas yang
lain. Tulang rawan tertanam di otot polos dan jaringan ikat, yang juga membentuk
dinding posterior dimana bagian posterior cincinnya tidak utuh.

Tiga lapisan jaringan menutupi tulang rawan trakea:

a. Lapisan luar mengandung jaringan fibrosa dan jaringan elastis yang


membungkus tulang rawan
b. Lapisan tengah terdiri dari tulang rawan dan pita otot polos yang mengelilingi
trakea dalam susunan heliks. Ada beberapa jaringan areolar, berisi darah dan
pembuluh getah bening serta saraf otonom. Ujung dari tulang rawan yang tidak
lengkap dihubungkan oleh otot treakea, yang memungkinkan penyesuaian
diameter trakea.
c. Lapisan epitel trakea adalah epitel kolumnar bersilia, mengandung sel goblet
yang mengeluarkan mukus.

Gambar 2.8 Struktur Trakea

Suplai darah pada trakea terutama oleh arteri tiroid inferior dan arteri bronkial
dan aliran balik vena oleh vena tiroid inverior ke vena brachiocephalic. Suplai saraf

18
parasimpatis dari nervus laryngeal recurrent dan cabang dari nervus vagus. Suplai saraf
simpatis oleh nervus dari ganglia simpatis. Stimulasi saraf parasimpatis menyempitkan
trakea dan stimulasi simpatis melebarkan trakea.

2.1.4.2 Fungsi Trakea

1. Dukungan dan patensi

Tulang rawan trakea menahan trakea terus terbuka, tetapi jaringan lunak di
antara tulang rawan memungkinkan fleksibilitas sehingga kepala dan leher dapat
bergerak bebas tanpa menghalangi atau menekuk trakea. Tidak ada nya tulang rawan
dibagian posterior memungkinkan esofagus mengembang dengan nyaman selama
menelan. Kontraksi dan relaksasi otot trakea, yang menghubungkan menghubungkan
ujung tulang rawan, membantu mengatur diameter trakea.

2. Eskalator mukosilliar

Pergerakan yang sinkron dan teratur dari silia akan menghembuskan mukus
dengan partikel yang melekat ke atas menuju laring dimana ia akan ditelan atau
dibatukkan.

3.Reflek Batuk

Ujung saraf laring,trakea dan bronkus sensitive terhadap iritasi, yang


menghasilkan impuls saraf yang dilakukan oleh nervus vagus ke pusat pernapasan di
batang otak. Respon motor reflek adalah inspirasi yang dalam diikuti dengan
penutupan glotis, yaitu penutupan pita suara. Otot perut dan napas kemudian
berkontraksi menyebabkan tekanan yang tiba-tiba dan cepat di paru. Kemudian glotis
terbuka, mengeluarkan udara dari melalui mulut, membawa lender dan benda asing
bersamanya.

4.Pemanasan, pelembapan, dan penyaringan

19
2.1.5 Bronkus dan Bronkiolus

2.1.5.1 Struktur Bronkus dan Bronkiolus

Dua bronkus primer terbentuk saat trakea membelah, kira kira setinggi vertebra
toraks ke-5. Bronkus kanan lebih besar, lebih pendek dan lebih vertikal dari pada
bronkus kiri dan oleh karena itu bronkus kanan lebih mudah mengalami obstruksi
apabila benda asing terhirup. Panjangnya sekitar 2,5 cm. Setelah masuk ke paru-paru
kanan di hilus, bronkus terbagi menjadi 3 cabang dan satu untuk setiap lobus. Setiap
cabang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa cabang yang lebih kecil. Bronkus kiri
memiliki panjang sekitar 5 cm dan lebih sempit dari bronkus kanan. Setelah masuk
paru paru di hilus bronkus kiri terbagi menjadi dua cabang, satu untuk setiap lobus.
Setiap cabang kemudian terbagi menjadi saluran udara yang semakin kecil di dalam
substansi paru-paru. (Waugh dan Grant, 2014)

Dinding bronkial mengandung 3 lapisan jaringan yang sama seperti trakea dan
dilapisi dengan epitel kolumnar bersilia. Bronkus terbagi menjadi bronkiolus,
bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori, duktus alveoli, dan akhirnya alveoli.
Bronkus memiliki cincin tulang rawan seperti trakea, tetapi saat saluran udara
membelah, cincin ini akan jauh lebih kecil, dan pada tingkat bronkiolus tidak ada
tulang rawan di dinding saluran pernapasan dan digantikan oleh otot polos. Hal ini
memungkinkan diameter salulran udara ditingkatkan atau diturunkan melalui sistem
saraf otonom, yang mengatur aliran udara di dalam setiap paru-paru. Epitel bersilia
yang melapisi saluran pernapasan juga bertahap diganti dengan epitel non-bersilia, dan
sel goblet menghilang. (Waugh dan Grant, 2014)

Pasokan arteri ke dinding bronkus dan saluran udara yang lebih kecil melalui
cabang arteri bronkial dekstra dan sinistra dan aliran balik vena terutama melalui vena
bronkial. Di sisi kanan akan bermuara ke vena azygos dan di sebelah kiri akan ke vena
interkostal superior. Nervus vagus (parasimpatis) merangsang kontraksi otot polos

20
pada cabang bronkial, menyebabkan bronkokonstriksi, dan stimulasi simpatis
menyebabkan bronkodilatasi. (Waugh dan Grant, 2014)

Gambar 2.9 Saluran pernapasan

2.1.5.2 Fungsi Bronkus dan Bronkiolus

Kontrol masuknya udara, diameter saluran pernapasan diubah oleh kontraksi


atau relaksasi otot polos pada dindingnya, mengatur kecepatan dan volume aliran udara
ke dalam paru-paru. Perubahan ini dikendalikan oleh saraf otonom. Fungsi berlanjut
seperti di saluran pernapasan bagian atas: (Waugh dan Grant, 2014)

• Menghangatkan dan melembabkan


• Dukungan dan patensi
• Menghilangkan materi partikulat
• Reflek batuk

21
2.1.6 Bronkiolus Respiratori dan alveoli

2.1.6.1 Struktur Bronkiolus Respiratori dan Alveoli

Didalam setiap lobus, jaringan paru-paru dibagi lagi oleh lembaran halus
jaringan ikat menjadi lobulus. Setiap lobulus disuplai dengan udara oleh bronkiolus
terminal, yang selanjutnya terbagi menjadi bronkiolus respiratori, duktus alveolar dan
sejumlah besar alveolar. Dalam struktur inilah proses pertukaran gas terjadi. Ketika
saluran udara semakin membelah dan menjadi lebih kecil, dindingnya secara bertahap
menjadi lebih tipis sampai otot dan jaringan ikat menghilang, meninggalkan satu
lapisan sel epitel skuamosa selapis di duktus alveolar dan alveoli. Saluaran pernapasan
distal ini didukung oleh jaringan ikat elastis yang longgar di mana makrofrag,
fibroblast, saraf, dan pembuluh darah serta pembuluh getah bening tertanam. Alveoli
dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas di paru-paru (respirasi
eksternal) terjadi melintasi membrane yang terdiri dari dinding alveolar dan dinding
kapiler yang menyatu dengan kuat. Membrane ini disebut dengan respiratory
membrane. Sel septal yang terletak diantara sel skuamosa berfungsi mengeluarkan
surfaktan, cairan fosfolipid yang mencegah alveoli mengering dan mengurangi
tegangan permukaan yang mencegah terjadi nya kolaps alveolar selama ekspirasi
(Waugh dan Grant, 2014)

Gambar 2.10 Struktur bronkioulus respiratori dan alveoli

22
2.1.6.2 Fungsi Bronkiolus Respiratori dan Alveoli

a. Respirasi eksternal
b. Pertahanan melawan infeksi

Pada tingkat ini, epitel bersilia, sel goblet, dan mukus tidak ada lagi, karena
kehadiran struktur tersebut akan menghalangi pertukaran gas. Pada saat udara
mencapai alveoli, biasanya sudah bersih. Pertahanan bergantung pada sel pelindung
yang ada di dalam jaringan paru-paru. Termasuk limfosit dan sel plasma, yang
menghasilkan antibodi, dan fagosit, termasuk makrofag alveolar. Sel-sel ini paling
aktif di saluran pernapasan distal dimana epitel bersilia telah digantikan oleh skuamosa
sel.

c. Pemanasan dan pelembab

Merupakan lanjutan dari saluran pernapasan bagian atas. Menghirup udara kering
atau tidak cukup dilembabkan selama periode waktu tertentu mengiritasi mukosa dan
memicu infeksi.

2.2 ELECTRONIC CIGARETTE

Electronic cigarette, juga dikenal e-cigarette atau vape adalah perangkat genggam
yang menghasilkan aerosol yang mengandung nikotin dengan cara memanaskan
larutan yang biasanya terbuat dari propylene glycol atau glycerol, nikotin, dan zat
pemberi rasa (Grana, Benowitz dan Glantz, 2014). Electronic cigarette merupakan
inhaler berbasis baterai yang memberikan nikotin yang disebut oleh WHO sebagai
Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) atau sistem pengiriman elektronik nikotin
(Yazid dan Rahmawati, 2018).
Electronic cigarette pertama kali dideskripsipan sebagai alat aerosol nikotin bebas
tembakau, ditemukan pada tahun 1963 oleh pria bernama Herbert A. Gilbert. Pada
tahun 2003, seorang apoteker Tionghoa bernama Hon Lik memodernisasi perangkat,

23
yang kemudian menjadi yang pertama sukses secara komersial (Miyashita dan Foley,
2020).
Rata-rata prevalensi nasional pada tahun 2018 penggunaan rokok elektronik (≥10
tahun) adalah 2,8%, sebanyak 18 provinsi menggunakan rokok elektronik di atas rata-
rata prevalensi nasional. Sebagian besar sebaran prevalensi pengguna rokok elektronik
terdapat pada Pulau Jawa (kecuali Jawa Barat), Bali, dan NTB (Sumarjati, 2020).
2.2.1 Struktur Electronic Cigarette

Umumnya sebuah rokok elektrik terdiri dari 3 bagian yaitu: battery (bagian yang
berisi baterai), atomizer (bagian yang akan memanaskan dan menguapkan larutan
nikotin), dan catridge yang berisi larutan nikotin (Yazid dan Rahmawati, 2018).
Struktur ini seiring berjalannya waktu mengalami modifikasi dan medernisasi
mengikuti perkembangan teknologi, hingga saat ini telah berevolusi hingga generasi
ke-3 atau diatasnya yang menggunakan sistem tangki dan semakin nyaman digunakan,
bahkan model perangkatnya tidak nampak seperti rokok dan terintegrasi dengan
perangkat handphone. (Lukito et al., 2017)

Gambar 2.11 Struktur Dasar rokok elektrik


Saat ini rokok eletrik terus berkembang hingga menghadirkan merek dan model
yang bervariasi. Publikasi WHO menyebutkan terdapat 466 merek dan 7764 rasa unik
(World Health Organisation, 2014).

24
Generasi pertama dari electronic cigarette, yang dikenal sebagai ‘cig-a-like’
dirancang menyerupai rokok biasa atau rokok konvensional, mudah digunakan, kastrid
dapat diganti apabila cairan habis, bersifat disposable (sekali pakai). Generasi kedua,
disebut sebagai ‘clearomisers atau vape pens’, memiliki desain yang relatif lebih
ramping menyerupai pena, kapasitas baterai lebih besar, kastrid dan atomizer terpisah
sehingga pengguna dapat dengan leluasa mengisi atau mencapur isian kastrid sesuai
keinginan. Generasi ketiga dan selanjutnya, menggunakan sistem tangki, kapasitas
baterai lebih besar, seluruh komponen bersifat terpisah sehingga memudahkan
pengguna dalam mengisi atau memodifikasi cairan produk secara leluasa, beberapa
diantaranya terdapat bluetooth (Lukito et al., 2017; Miyashita dan Foley, 2020)

Gambar 2.12 Bentuk-bentuk Electronic Cigarette

2.2.3 Kandungan Electronic Cigarette

1. Propylene Glycol dan Vegetable Glycerine

Pelarut digunakan untuk melarutkan zat pemberi rasa dan nikotin, dengan
menggunakan Propylene Glycol dan Vegetable Glycerine serta berfungsi membuat uap
rokok. Kadar Propylene Glycol dalam e-liquid berkisar 60% sampai dengan 90%, dan
Vegetable Glycerine lebih dari 15%. Efek yang ditimbulkan dari asap buatan hasil
pemanasan mengandung PG/G dapat berkonstribusi terhadap masalah kesehatan
seperti asma, iritasi pernapasan, dan obstruksi jalan napas. PG bekerja sebagai
humektan atau mengumpulkan uap lembab, tenggorokan dapat menjadi kering dan

25
berpotensi menyebabkan sakit tenggorokan (Lukito et al., 2017; Stratton, Kwan dan
Eaton, 2018).

2. Nikotin

Saat e-cigarette diaktifkan, nikotin dilepaskan dari e-liquid pada partikel


aerosol atau diuapkan menjadi nikotin fase gas, yang kemudian terhirup. Nikotin yang
terikat pada partikel dapat berkumpul di dalam paru-paru, di mana dengan cepat diserap
ke dalam sirkulasi vena paru, atau menguap dari partikel yang berdapat di mulut dan
saluran napas bagian atas, dan diabsorbsi ke dalam sirkulasi, tetapi lebih lambat
daripada di paru-paru. (Stratton, Kwan dan Eaton, 2018)

Nikotin fase gas dapat diserap di mulut dan saluran napas bagian atas, yang
dapat berkontribusi pada efek nikotin secara sensorik di mulut dan tenggorokan.
Setelah nikotin masuk sirkulas vena pulmonal, kemudian memasuki sirkulasi arteri dan
bergerak cepat melintaasi sawar darah otak. Nikotin kemudian berdifusi dengan mudah
di jaringan otak dan nikotin mengikat secara stereoselektif ke reseptor kolinergik
nikotin (nAChRs). nAChRs adalah ligan-gated channel ion, yang terbuka ketika agonis
kolinergik berikatan dengan bagian luar channel. Ketika channel terbuka,
memungkinkan masuknya kation seperti kalsium dan natrium, yang mengaktifkan jalur
tranduksi sinyal. (Stratton, Kwan dan Eaton, 2018)

Stimulasi sistem saraf pusat nAChR yang diindukasi nikotin melepaskan


beberapa neurotransmitter di otak, yaitu dopamine di nucleus accumbens yang
memberikan efek kenikmatan. Timbulnya rasa kenikmatan akibat nikotin dalam
hitungan detik inilah yang menyebabkan ketergantungan pada rokok. Selain itu, niktoin
juga menyebabkan pelepasan neurotransmitter seperti norepinefin dan asetilkolin
(eksitatori dan penekanan nafsu makan), serotonin (modulasi suasana hati, penekanan
nafsu makan), asam g-amunobutryric dan endorfin (pengurangan kecemasan dan
ketegangan), glutamat (pembelajaran, peningkatan memori). (Stratton, Kwan dan
Eaton, 2018)

26
nAChRs juga terletak di interganglionic junction sistem saraf otonom dan pada
organ di seluruh tubuh sebagai bagian dari sistem saraf otonom parasimpatis. Stimulasi
nAChRs yang diekspresikan secara luas menyebabkan berbagai efek fisiologis seperti
nicotine intoxication syndrome. Gejala sindrom keracunan nikotin adalah mual dan
muntah. Keracunan yang lebih parah dapat berkembang menjadi diare, peningkatan air
liur dan sekresi pernapasan, bradikardi, kejang, dan depresi pernapasan. (Stratton,
Kwan dan Eaton, 2018)

3. Ethylene Glycol

Selain PG dan gliserol, etilen glikol juga sebagai pelarut yang digunakan dalam e-
liquid. Ethylene glycol merupakan cairan tidak berbau, bening, dan agak kental yang
biasa digunakan sebagai antibeku dalam sistem pendingin dan pemanas, dalam cairan
rem hidrolik, dan sebagai pelarut industri. Etilen glikol menyebabkan iritasi pernapasan
dan bahaya toksikologi etilen glikol lebih berbahaya dibandingkan gliserol dan PG.
(Stratton, Kwan dan Eaton, 2018)

4. Perisa (flavoring)

Perisa di dalam rokok elektronik diklaim alami sama seperti flavoring di dalam
produk makanan. Keamanan pengguna perisa pada rokok elektronik masih diragukan.
Hal ini dikarenakan perisa tidak dikonsumsi langsung dengan ditelan, melainkan
dengan proses dipanaskan lalu diuapkan dan diinhalasi ke paru-paru. Senyawa yang
aman dikonsumsi secara langsung tidaklah otomatis aman ketika diinhalasi. Contohnya
Diacetyl, acetylpropionyl, dan acetoin adalah bahan kimia yang digunakan oleh
produsen makanan untuk menambahkan rasa krim untuk produk makanan. Namun
ramuan ini mengakibatkan kesehatan pernapasan memburuk. Misalnya , penyelidikan
pabrik pembuatan popcorn microwave ditemukan meningkatnya kejadian batuk kronik
dan bronkitis, asma, bronkiolitis obliterans, kondisi paru-paru yang parah dapat
menyebabkan jaringan parut permanen dan obstruksi. Pekerja di fasilitas ini menghirup

27
diacetyl dan acetoin ketika penyedap rasa yang mengandung bahan kimia ini
dipanaskan dan menjadi aerosol. (Lukito et al., 2017; Stratton, Kwan dan Eaton, 2018)

5. Carbonyl

Rokok elektronik mengeluarkan senyawa karbonil beracun, yang dihasilkan dari


dekompesisi termal bahan-bahan e-liquid. Senyawa karbonil seperti formaldehida,
asetildehida, dan acrolein yang telah ditemukan dalam aerosol rokok elektrik,
berpotensi berbahaya dan menyebabkan berbagai efek kesehatan pada pengguna.
Formaldehida dan aseltildehida merupakan zat karsinogenik bagi manusia, sedangkan
acrolein menyebabkan iritasi pada rongga hidung dan merusak lapisan paru-paru.
(Lukito et al., 2017; Stratton, Kwan dan Eaton, 2018)

6. Tobacco-spesific nitrosamines (TSNAs)

TSNAs merupakan bahan kimia karsinogenik kuat yang dapat ditemukan pada uap
rokok elektronik dan e-liquid. Karsinogenik TSNAs dalam uap rokok elektronik
memiliki tingkat yang lebih rendah atau setara dengan yang terdapat pada dalam asap
tembakau. (Lukito et al., 2017)

7. Logam

Kadar timbal dan kromium dalam uap rokok elektronik sama dengan kadar pada
rokok konvensional, sedangkan kadar nikel nya 100 kali lebih tinggi dibandingkan
rokok konvensional. Satu embusan dari uap elektronik mengandung banyak partikel,
terutama timah, perak, nikel, alumunium, dan kromiuum. (Lukito et al., 2017)

Bahan lainnya ditemukan seperti coumarin berupa zat adiktif potensial yang
merugikan, tadafil merupakan senyawa obat diindikasikan dalam terapi disfungsi
ereksi, senyawa rimonabant merupakan obat terapi tambahan pengobatan obesitas yang
memiliki efek samping seperti depresi, dan serat silika dengan jumlah yang signifikan
pada aerosol rokok elektronik. Kadar senyawa toksik-karsinogenik dari rokok

28
elektronik diketahui lebih rendah dibandingkan asap rokok konvensional. (Lukito et
al., 2017)

2.3 DAMPAK E-CIGARETTE TERHADAP SISTEM PERNAPASAN

2.3.1 Inflamasi

Paparan asap rokok elektronik menyebabkan peradangan saluran napas dan


mengaktifkan kaskade pensinyalan molekular yang menghasilkan produksi sitokin dan
kemokin seperti interleukin (IL)-1β, IL-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α), monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1), dan IL-8. Asap rokok meningkatkan permeabilitas
epitel pernapasan dan menyebabkan produksi lendir berlebihan. Lingkungan pro-
inflamasi di paru-paru ini menyebabkan perekrutan sel-sel kekebalan. Neutrofil dan
makrofag termasuk di antara sel pertama yang di rekrut. Akumulasi sel-sel kekebalan
ini mengarah pada pelepasan lebih lanjut sitokin-pro inflamasi, faktor kemotaktik, dan
protease, dengan demikian melanggengkan respon inflamasi. Pada pengguna rokok
elektronik memiliki Muc5ac yang lebih tinggi, selain itu tingkat neutrophil
extracellular traps (NETs), enzim neutrofilik elastase dan matrix metalloproteinase-9
(MMP-9) yang terkait dengan perkembangan PPOK, meningkat secara signifikan pada
pengguna rokok elektronik. (Gotts et al., 2019; Miyashita dan Foley, 2020; Traboulsi
et al., 2020)

2.3.2 Oksidatif Stress

Reactive Oxygen Species (ROS) adalah spesies kimia reaktif yang


mengandung oksigen radikal seperti anion superoksida (O2-), hipoklorit (ClO-),
peroksinitrat (ONOO-), dan hidroksil (-OH) atau oksigen non-radikal seperti hydrogen
peroksida (H2O2). Di dalam sel, ROS dihasilkan selama metabolisme oksidatif
mitokondria dan berfungsi sebagai molekular pemberi sinyal penting dalam proliferasi
dan kelangsungan hidup sel. ROS juga diproduksi oleh sel sebagai respon terhadap
xenobiotik, kerusakan, dan infeksi (kebanyakan oleh neutrofil dan makrofag) sebagai
mekanisme pertahanan. Kadar ROS yang berlebihan menyebabkan stress oksidatif,

29
yang di definisikan sebagai ketidakseimbangan antara produksi ROS dan eliminasi
oleh enzim antioksidan (misalnya, superoksida dismutase (SOD), dan glutathione
antioksidan (GPX)) dan menyebabkan peradangan saluran pernapasan. Uap rokok
elektrik mengandung hingga 10x103 radikal bebas per isapan dengan potensi oksidatif
tinggi. (Traboulsi et al., 2020)

Gambar 2.13 Inflamasi dan oksidatif stress

2.3.3 Kerusakan DNA

Kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian yang dapat dicegah dan
peran asap rokok dalam etiologi kanker paru-paru sangat kuat. Banyak bahan kimia
yang ada dalam asap rokok seperti aldehida menyebabkan aduksi DNA. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa paparan rokok elektronik menyebabkan kerusakan
DNA yang mungkin terjadi karena peningkatan stres oksidatif. E-liquid, serta nikotin
saja dapat menghambat mekanisme perbaikan DNA. Setidaknya ada lima mekanisme
perbaikan DNA utama, termasuk base excision repair (BER), nucleotide excision

30
repair (NER), mismatch repair (MMR), homologous recombination (HR), dan
nonhomologous end joining (NHEJ). Bukti saat ini ada bahwa rokok elektronik
merusak perbaikan DNA dengan mengurangi tingkat xeroderma pigmentosum C
(XPC) dan 8-Oxuguanine glycosylase (OGG1/2) yang terlibat dalam NER dan BER.
(Traboulsi et al., 2020)

2.3.4 Host Defense

Sistem pernapasan mengandung mikrobioma yang kaya, dan harus secara


fisiologis mengatur keseimbangan yang baik antara mukosa jalan napas dan
lingkungan mikroba untuk mempertahankan homeostasis paru. Penyebab seperti iritasi
yang dihirup, seperti polusi dan asap rokok dapat menganggu homeostasis. Hal ini
menyebabkan peradangan dan penurunan fungsi mukosiliar epitel yang pada akhirnya
dapat menyebabkan penyebaran patatogen potensial, yang menyebabkan infeksi.
(Miyashita dan Foley, 2020)

Penggunaan rokok elektronik dapat menyebabkan peningkatan ekspresi


reseptor transmembran, platelet-activating factor receptor (PAFR), yang digunakan
sebagai Trojan horse oleh Streptococcus pneumoniae untuk melekat dan menginfeksi
sel inang. Peran PAFR dikonfirmasi, ketika adhesi pneumokokus dilemahkan dengan
penghambat PAFR. Komposisi rokok elektronik yaitu nikotin telah terbukti
meningkatkan mRNA PAFR dalam sel saluran pernapasan bagian bawah secara
invitro, meskipun nikotin tidak mungkin menjadi satu-satunya faktor pendorong karena
E-liquid bebas nikotin secara signifikan meningkatkan ekspresi PAFR dan adhesi
pneumokokus. (Miyashita dan Foley, 2020)

Uap e-liquid menurunkan menurunkan produksi protein antivirus SPLUNC1


oleh sel epitel dan dengan demikian meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oleh
rhinovirus, virus pernapasan yang merupakan penyebab utama dari flu biasa. Selain itu
rokok elektronik menurunkan regulasi respon imun antivirus sekresi interferon γ atau
INF-γ oleh makrofag penghuni paru terhadap virus influenza.

31
Imunitas adaptif yang ditentukan oleh adanya limfosit B dan T, juga
dipengaruhi secara negatif oleh asap rokok , karena banyak penelitian menunjukkan
bahwa merokok meningkatkan jumlah sel T CD8+ yang dapat menyebabkan kerusakan
paru-paru emfisema. Saat ini belum ada studi eksperimental tentang efek vaping pada
fungsi kekebalan adaptif dalam menanggapi infeksi. Efek rokok elektronik dalam
biopsi kerokan hidung menunjukkan penurunan ekspresi gen kekebalan seperti
chemokine (CXC motif) ligan 2 (CXCL2), chemokine (C-X3-C Motif) reseptor 1
(CX3CR1), dan CD 28. CD 28 adalah sinyal ko-stimuluasi yang diperlukan untuk
aktivasi sel T, dan kemokin serta reseptor nya memainkan peran penting dalam aktivasi
dan perekrutan sel kekebalan ke tempat infeksi dan peradangan. Bisa disimpulkan
bahwa rokok elektronik dapat mengganggu respon imun. (Traboulsi et al., 2020)

Fungsi neutrofil juga terganggu akibat paparan uap rokok elektronik. Neutrofil
memainkan peran penting dalam mengendalikan dan menghilangkan infeksi paru-paru,
dengan melepaskan ROS dan protease di tempat infeksi. Neutrofil juga membersihkan
patogen melalui fagositosis dengan membentuk filamen kromatin seperti jaring dilapisi
peptida mikroba, yang dikenal sebagai neutrophil extracellular traps (NETs). Produksi
NETs yang berlebihan bagaimanapun bersifat sitotoksik terhadap epitel paru dan
diindentifikasi dalam beberapa kondisi penyakit paru-paru kronik dan infeksi.
(Miyashita dan Foley, 2020)

Makrofag alveolar merupakan salah satu garis pertahanan pertama di saluran


pernapasan bagian bawah terhadap patogen yang menyerang dan berfungsi untuk
membersihkan infeksi atau benda asing. Gangguan fungsi makrofag alveolar
menyebabkan disekuilibrium dan meningkatkan kapasitas infeksi saluran pernapasan.
Fungsi makrofag alveolar dapat dipengaruhi pada pasien yang didiagnosis dengan
pneumonia lipoid, suatu kondisi yang sering dikaitkan dengan EVALI. (Miyashita dan
Foley, 2020)

32
E-cigarette or vaping product use asossiaction lung injury (EVALI) adalah
penyakit akut atau subakut yang ditandai dengan spektrum temuan klinis yang meniru
berbagai penyakit paru. Epidemi EVALI sedang berlangsung di amerika. EVALI
adalah diagnosis klinis yang memerlukan pengunaan rokok elektronik dalam 90 hari
sebelum gejala awal, infiltrate paru pada foto polos, dan tidak adanya etiologi lain yang
mungkin. Meskipun etiologinya belum jelas, beberapa penyebab sedang diselidiki.
Vitamin E asetat sejauh ini merupakan agen yang paling terkait dengan EVALI.
Vitamin E asetat secara ilegal digunakan sebagai pengencer dalam kartrid berbasis
tetradohydrocannabinol (THC). (Zulfiqar dan Rahman, 2021)

Gambar 2.14 Efek e-cigarette terhadap sistem imun dan host defence

33
BAB III

KESIMPULAN

Saluran pernapasan terdiri atas rongga hidung, nasofaring,


orofaring,hipofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, bronkiolus respirasi, duktus
alveoli, dan alveoli. Semua saluran ini memiliki proteksi yaitu epitel kolumnar
mukosilliar yang memiliki sel goblet hingga menghasilkan mukus, tetapi pada alveoli
memiliki struktur proteksi berupa sel epitel yang memiliki alveolar makrofag.

Electronic cigarette adalah perangkat genggam yang menghasilkan aerosol


yang mengandung nikotin dengan cara memanaskan larutan yang biasanya terbuat dari
propylene glycol atau glycerol, nikotin dan zat pemberi rasa. E-cigarette memiliki zat
toksik seperti formaldehida, asetaldehida, logam dan acrolein.

Dampak electronic cigarette pada sistem pernapasan membuat terjadinya reaksi


inflamasi, terjadinya oksidatif stress, kerusakan DNA, dan menurunkan sistem proteksi
pada saluran pernapasan.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Gotts, J. E. et al. (2019) ‘What are the respiratory effects of e-cigarettes?’,


The BMJ, 366, pp. 1–16. doi: 10.1136/bmj.l5275.
2. Grana, R., Benowitz, N. and Glantz, S. A. (2014) ‘E-cigarettes: A scientific
review’, Circulation, 129(19), pp. 1972–1986. doi:
10.1161/CIRCULATIONAHA.114.007667.
3. Hansen, J. (2019) Netter’s Clinical Anatomy. 4th edn, Medicine & Science in
Sports & Exercise. 4th edn. Philadelphia: Elsevier Health Science.
4. Lukito, P. et al. (2017) Kajian Rokok Elektronik di Indonesia. 2nd edn.
Jakarta: Badan POM.
5. Miyashita, L. and Foley, G. (2020) ‘E-cigarettes and respiratory health: the
latest evidence’, Journal of Physiology, 598(22), pp. 5027–5038. doi:
10.1113/JP279526.
6. Schunke, M. et al. (2017) Prometheus Atlas Anatomi Manusia. 3rd edn.
Edited by L. Sugiharto, J. Suyono, and H. octavius ong. Jakarta: EGC.
7. Stratton, K., Kwan, L. Y. and Eaton, D. L. (2018) Public Health
Consequences of E-Cigarettes. Washington DC: The National Academies
Press.
8. Sumarjati, A. (2020) Atlas Tembakau Indonesia Tahun 2020. Jakarta: TCSC-
IAKMI. Available at: http://www.tcsc-indonesia.org/wp-
content/uploads/2020/06/Atlas-Tembakau-Indonesia-2020.pdf.
9. Thirion-Romero, I. et al. (2019) ‘Respiratory impact of electronic cigarettes
and low-risk tobacco’, Revista de Investigacion Clinica, 71(1), pp. 17–27. doi:
10.24875/RIC.18002616.
10. Traboulsi, H. et al. (2020) ‘Inhalation toxicology of vaping products and
implications for pulmonary health’, International Journal of Molecular
Sciences, 21(10). doi: 10.3390/ijms21103495.
11. Waugh, A. and Grant, A. (2014) Anatomy & Physiology in Heath and Illness.

35
12th edn. Elsevier Ltd.
12. World Health Organisation (2014) ‘Electronic nicotine delivery systems’,
Conference of the Parties to the WHO Framework Convention on Tobacco
Control, (October), pp. 13–18. doi: 10.1001/jama.2013.285347.2.
13. Yazid, A. R. N. and Rahmawati, A. A. (2018) ‘Rokok Elektrik dan Rokok
Konvensional Merusak Alveolus Paru’, Prosiding Seminar Nasional Unimus,
1, pp. 27–32. Available at:
http://prosiding.unimus.ac.id/index.php/semnas/article/view/21/13.
14. Zulfiqar, H. and Rahman, O. (2021) Vaping Associated Pulmonary Injury.
StatPearl.

36

Anda mungkin juga menyukai