Anda di halaman 1dari 16

DARI PRESBYOPIA MENJADI KATARAK: SUATU TINJAUAN KRITIKAL

TERHADAP DYSFUNCTIONAL LENS SYNDROME

Disfunctional lens syndrome (DLS) adalah istilah yang diciptakan untuk


menggambarkan perubahan akibat penuaan alamiah pada lensa kristalin. Perubahan
berbeda dalam sifat bias dan transparansi lensa dihasilkan selama berkembangnya
presbiopia dan katarak, seperti internal high order aberrations atau juga peningkatan
ocular forward scattering, dengan dampak potensial yang signifikan pada tindakan
klinis, termasuk ketajaman visual dan sensitivitas kontras. Teknologi obyektif telah
muncul untuk memecahkan masalah keterbatasan pada metode saat ini untuk
penilaian terhadap penuaan lensa, yang telah dikaitkan dengan istilah DLS. Namun,
masih belum ada standar emas atau pedoman klinis berbasis bukti seputar teknologi
baru ini meskipun beberapa penelitian telah mengkorelasikan hasil mereka dengan
metode konvensional seperti ketajaman visual ataupun lens opacification system
(LOCS), dengan dasar yang lebih ilmiah berkisaran ocular scattering index (OSI) dan
densitometri Scheimpflug. Dalam kedua kasus tersebut, DLS bukanlah konsep
berbasis bukti baru yang mengarah pada pengetahuan baru tentang penuaan lensa
kristalinin tetapi merupakan perubahan nomenklatur dari dua istilah yang ada,
presbiopia dan katarak. Oleh karena itu, istilah ini harus digunakan dengan hati-hati
dalam literatur ilmiah.

1. PENDAHULUAN

Disfunctional lens syndrome (DLS) menggambarkan perubahan lensa alami pada


lensa kristalinin dan telah membantu dalam mendidik pasien, staf, dan dokter tentang
perubahan ini selama bertahun-tahun [1]. Penuaan lensa kristalin dari presbiopia
menjadi katarak dimasukan dalam satu istilah yang mencakup tiga tahap. Stadium 1
telah secara populer disarankan [1, 2] dari 42 hingga 50 tahun dan sesuai dengan
istilah presbiopia, ketika akomodasi telah hilang tetapi pemendaran (scattering)
cahaya tetap relatif terbatas. Pada tahap 2 (50 hingga 65 tahun) dan 3 (65 atau lebih
tua), pemendaran (scattering) okular meningkat dan prosedur berbasis penggantian
lensa mungkin diperlukan [1, 2]. Kisaran usia yang digunakan dalam praktik klinis
dapat dipertanyakan karena ada kesepakatan luas di antara penulis yang berbeda
bahwa dari usia 30-40 tahun biasanya ada pergeseran yang lambat ke arah hyperopia
[3]. Presbiopia dapat, oleh karena itu, mulai sebelum usia empat puluh dan cahaya
dapat terpendar (scattering) setelah enam puluh [4]. Oleh karena itu, DLS bukanlah
konsep berbasis bukti baru yang mengarah pada pengetahuan baru tentang penuaan
lensa kristalinin, tetapi merupakan perubahan nomenklatur dari dua istilah yang ada,
presbiopia dan katarak. Ini merupakan hasil dari system penanganan dan alat
diagnosis yang baru pada pasien katarak refraktif modern [5]. Tujuan dibentuknya
konsep ini adalah untuk memfasilitasi pemahaman mengenai penuaan lensa untuk
pasien, dan tampaknya saat ini pengobatan Tahap 1 (presbiopia) didasarkan pada
kombinasi pedoman untuk penanganan kesalahan bias (refractive error) [6] dan
katarak [7]. Oleh karena itu, tampaknya masuk akal bila berbicara tentang DLS pada
dokter dengan pola praktik yang menangani mata orang dewasa alih-alih katarak jika
perawatan presbiopia juga dipertimbangkan [7]. Tujuan utama artikel ini adalah
untuk meninjau bukti yang ada saat ini di sekitaran alat diagnostik baru yang
mungkin mengarah pada perubahan paradigma di masa depan terkait dengan istilah
DLS yang dapat berfungsi untuk meningkatkan kriteria keputusan untuk pengobatan
alternatif saat ini bagi presbiopia dan katarak.

2. PENUAAN LENSA KRISTALIN

2.1. Fisiologi Lensa. Perubahan berbeda dalam sifat bias dan transparansi lensa
dihasilkan selama perkembangan presbiopia dan katarak. Meskipun tidak dipahami
dengan baik bagaimana struktur dan fungsi seluler lensa memulai perubahan dalam
refraksi dan transparansi, mekanisme umum yang mendasari dalam patologi katarak
kortikal dan nuklear dapat dikaitkan dengan kegagalan sistem mikrosirkulasi untuk
mengatur volume sel dalam korteks lensa, atau memberikan antioksidan [8], seperti
Glutathione [9,10], ke inti lensa [11]. Donaldson et al. [11] dengan teliti
menggambarkan optik fisiologis lensa kristalin dan perkembangan katarak,
menyarankan adanya kemungkinan perawatan kedepannya berdasarkan perubahan
fungsionalitas pada tingkat sel. Oleh karena itu, kami merekomendasikan membaca
karya Donaldson et al. [11] untuk pengetahuan yang lebih baik tentang fisiologi
penuaan lensa dan potensi perawatannya di masa depan.

2.2. Aberasi internal. Variasi aberasi internal dengan usia telah menyebabkan
beberapa kontroversi selama bertahun-tahun seperti yang ditunjukkan oleh Smith et
al. [12] Disetujui bahwa lensa relaks memiliki nilai spherical aberration (SA) negatif
yang mendekati nilai positif permukaan kornea [12], yang menunjukkan kompensasi
seimbang hingga sekitar usia 45 tahun [13]. Alio et al. [14] dan Amano et al. [15]
melaporkan adanya peningkatan seiring usia dari koma dan SA positif yang dikaitkan
dengan lensa kristalin. Aberasi spherical negatif dari lensa dapat sebagian dijelaskan
oleh Gradient of Refractive Index (GRIN) yang melekat [16-19], dan penurunan SA
negatif internal seiring bertambahnya usia dengan meningkatnya indeks bias
(refractive index) dari area plateau (nuklear) dari lensa pada orang tua yang memiliki
ukuran mencapai nilai maksimum pada usia 60 tahun [20]. Hasil ini sesuai dengan
Sachdev et al. [21] dan Rocha et al. [22] yang mengevaluasi tingkat high order
aberrations (HOA) pada mata dengan katarak kortikal dan nuklear. Sebaliknya, Lee
et al. [23, 24], Wu et al. [25], dan Faria-Correia et al. [26], sebaliknya dibandingkan
penulis sebelumnya, melaporkan bahwa SA negatif internal meningkat pada katarak
nuklear serta Kuroda et al. [27] dan Zhu et al. [28] yang juga menyarankan bahwa
terjadi yang sebaliknya pada katarak kortikal, dengan peningkatan SA positif total
yang diukur dengan Hartman-Sack aberrometers. Hal ini disebabkan oleh fakta
bahwa wavefront di daerah pupil sentral relatif mengalami delays (tertunda) pada
katarak nuklear dan relatif mengalami advance (kemajuan) pada subjek normal dan
katarak kortikal [27]. Hipotesis seputar temuan ini berlawanan dengan GRIN yang
berubah seiring usia, tetapi penulis menjelaskan hal berdasarkan peningkatan indeks
bias pada nukleus dibandingkan dengan sekitarnya yang berarti bahwa untuk katarak
nuklear, kecenderungan plateau mungkin tidak ada.

2.3. Pemendaran (scattering). Cahaya terpendar ketika masuk ke mata karena


ketidaksempurnaan optik atau kurangnya transparansi dari media optik dan
merupakan penyebab utama persepsi silau [29]. Pendaran (scattering) tidak boleh
disamakan dengan aberasi optik, sementara aberasi optik mendefleksikam cahaya
pada sudut kecil (<1 °), pendaran (scattering) cahaya menghasilkan cahaya yang
menyimpang pada sudut yang besar (> 1 °) [30]. Ada dua metode untuk penilaian
pendaran (scattering) cahaya, Cahaya terpendar ke dalam retina (forward-scattering)
atau cahaya yang tersebar ke belakang (backward-scattering). Evaluasi slit lamp dari
opasitas lensa didasarkan pada backward-scattering; Namun, penting untuk dicatat
bahwa backward-scattering mewakili cahaya yang tidak mencapai retina, dan cahaya
yang mencapai retina tidak dapat berasal dari backward-scattering ini [31]. Pertama,
penelitian yang mempelajari backward-scattering pada lensa manusia diterbitkan
pada pertengahan tahun tujuh puluhan [32] dan ditujukan untuk mengkarakterisasi
perubahan molekuler yang terkait dengan tahap awal katarakogenesis [33]. Alat klinis
berdasarkan ukuran ini dikembangkan pada 2008 dan istilah dynamic light scattering
diciptakan untuk merujuk pada pengukuran pendaran karena interaksi partikel cahaya
sebagai fungsi waktu [34, 35]. Namun, dynamic light scattering difokuskan pada
pengukuran perubahan dalam molekul, seperti α-crystallin [36], yang penurunannya
dikaitkan dengan risiko berkembangnya katarak ketimbang memahami implikasi
pendaran (scattering) pada fungsi visual.

2.4. Dampak Perubahan Optikal yang Terkait dengan Usia pada Kinerja Visual.
Selain peningkatan numerik dari aberasi internal atau juga scattering, signifikansi
klinis dari parameter ini ditentukan oleh pengaruhnya terhadap kinerja visual.
Meskipun aberasi internal meningkat seiring dengan usia, penting untuk dicatat
bahwa peningkatan ini tidak selalu memiliki pengaruh yang signifikan secara klinis
pada kinerja visual karena ada juga perubahan yang terjadi pada ukuran pupil seiring
dengan bertambahnya usia [37]. Dengan demikian, meskipun ada variasi spherical
aberrasi seiring dengan usia, variasi ini tidak menurunkan kinerja visual pada mata
dengan pupil kecil [38]. Lebih jauh, perubahan saraf pada jalur visual yang menua,
sesuai dengan P pathways dan kontroversial untuk M [39], dapat memiliki peran pada
penurunan kinerja visual, tetapi peran tersebut tampaknya kurang relevan jika
dibandingkan dengan pengaruh optikal pada mata yang menua [40]. Maka, masuk
akal untuk melakukan estimasi dari kinerja visual yang terpengaruh dengan sistem
objektif meskipun tidak mempertimbangkan pemrosesan saraf. Selain itu, prediksi
kinerja visual yang kemungkinan akan dicapai setelah operasi ialah tidak mungkin,
sampai ada sistem klinis untuk mengevaluasi ketajaman visual melalui katarak
dikembangkan [41], tanpa keterbatasan teknologi masa lalu yang belum menunjukkan
prediksi klinis yang berguna bagi ketajaman visual dikoreksi terbaik pasca operasi,
seperti potential acuity meter dan visometer [42].

Standar emas untuk mengukur kinerja visual dalam praktik klinis adalah kontras
tinggi visual acuity (VA). Peningkatan HOA internal terkait dengan usia ada
hubungannya dengan penurunan VA [38]. Namun, peningkatan aberasi yang
menghasilkan keluhan visual tidak selalu terkait dengan penurunan VA fotopik
kontras tinggi [21]. Demikian pula, peningkatan pendaran (scattering) telah
menunjukkan korelasi yang buruk meskipun secara statistik signifikan dengan VA
[30]. Oleh karena itu, VA memberikan penilaian kinerja visual yang tidak lengkap
dan tes klinis lainnya, seperti contrast sensitivity atau straylight, harus ditambahkan
dalam evaluasi klinis katarak [43]. Bahkan, meskipun VA masih tetap sebagai standar
emas untuk memperoleh ijin mengemudi (0,3 logMAR di Eropa) [44], beberapa
peneliti telah mengklaim untuk memasukkan metrik lain untuk mengeliminasi
terjadinya kecelakaan mobil, seperti contrast sensitivity dengan uji Pelli Robson (nilai
cut-off 1,25 log) [45, 46] dan straylight (nilai cut-off 1,4 log) [45], atau motion
sensitivity dan mesopic high-contrast untuk mengemudi di malam hari [47].

Penuaan lensa kristalin memiliki faktor dampak yang berbeda pada contrast
sensitivity function (CSF) tergantung pada tingkat scattering atau HOA. Meskipun
keduanya berdampak pada CSF, Zhao et al. [48] melaporkan bahwa hilangnya CSF
ketika da terdapat scattering dan HOA tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari efek
tunggal scattering atau HOA. Memang, reduksi yang lebih sedikit dapat diperoleh
saat menggabungkan scattering dan HOA daripada faktor dampak masing-masing
secara terpisah [48]. Ini menunjukkan bahwa ada terdapat pemrosesan saraf
kompensasi, dengan dampak yang berbeda untuk frekuensi spasial yang berbeda.
Sementara analisis tunggal HOA memiliki dampak yang lebih tinggi pada frekuensi
spasial yang lebih tinggi, scattering memiliki dampak yang lebih signifikan pada
frekuensi spasial menengah.

3. TEKNOLOGI OBJEKTIF UNTUK EVALUASI LENSA

Teknologi obyektif untuk menilai perkembangan katarak ialah didasarkan pada


ukuran variabel-variabel sebelumnya, aberasi internal, dan penyebaran. Teknologi-
teknologi ini termasuk densitometri yang diukur dengan perangkat kamera
Scheimpflug atau anterior segment optical coherence tomography (AS-OCT), aberasi
wavefront internal yang diperoleh dari substraksi kornea dari total gelombang
wavefront, dan pengukuran langsung dari point spread function dengan sistem
double-pass.

3.1. Densitometri. Objective lens densitometry (OLD) diukur dengan perangkat


Scheimpflug berbasis kamera. Pentacam HR (Oculus Optikgerate GmbH, Wetzlar,
Jerman) termasuk klasifikasi pentacam nucleus staging (PNS) yang mengevaluasi
densitometri rata-rata dalam skala berkelanjutan dari 0 hingga 100 [49] atau dalam
klasifikasi ordinal dari 0 hingga 5 [50]. Software secara otomatis mendeteksi lokasi
inti dan mengukur densitometri dalam cetakan silinder tiga dimensi. Keterbatasan
dari Software tersebut adalah bahwa katarak kortikal dapat menghasilkan tampilan
bayangan atau salah penempatan referensi template yang dapat mempengaruhi PNS
[49]. Studi telah menemukan bahwa analisis area nuklear, seperti yang dilakukan
PNS, memiliki korelasi yang lebih tinggi dengan kinerja visual daripada rata-rata
seluruh lensa [51]. Kepadatan lensa rata-rata di lokasi inti berkorelasi dengan VA (r
= 0,44 [52], r = 0,63 [53], r = 0,76 [51]) serta dengan sensitivitas kontras untuk empat
frekuensi spasial (r = −0,30 pada 3 cpd, r = −0.55 pada 6 cpd, r = −0.60 pada 12 cpd,
dan r = −0.48 pada 18 cpd) [51]. AS-OCT juga telah diusulkan baru-baru ini untuk
menilai densitas lensa dengan tujuan memprediksi energi fakoemulsifikasi; Namun,
penilaian subyektif melalui Lens Opacification System III (LOCS III) telah
menghasilkan korelasi yang lebih tinggi dengan energi phacoemulsifikasi daripada
AS-OCT atau Scheimpflug [54]. Scheimpflug bertentangan dengan laporan oleh
FariaCorreia et al. [49]. Dalam setiap kasus, penilaian presbiopia dan katarak melalui
AS-OCT tampaknya menjadi teknologi yang menjanjikan, tidak hanya karena ukuran
OLD, tetapi juga karena kemungkinan untuk mengukur perubahan dinamis dari lensa
kristalin selama akomodasi [55].

3.2. Aberimeter Gelombang Depan. Saat ini, beberapa perangkat membagi


wavefront kornea yang berasal dari topografi kornea ke wavefront total yang
diperoleh langsung dari raytracing atau Hartman-Shack aberrometry. Perangkat ini
termasuk Irx3 (Hartmann – Shack; Imagine Eyes, Orsay, France), KR-1W (Hartmann
– Shack, Topcon, Jepang), Keratron (Hartmann – Shack; Optikon, Roma Italia),
iTrace (ray-tracing; Tracey Teknologi, Houston, TX), dan OPDScan (Automated
Retinoscopy; Nidek, Gamagori, Jepang). Dalam pengembangan awal pengukuran
aberasi internal, beberapa perhatian ditunjukkan karena kurangnya keandalan dalam
memperoleh hasil dari aberrometry dan topografi kornea (CT) [56]. Masalah utama
dari perangkat ini adalah pengukuran dua langkah yang membutuhkan penyelarasan
sempurna selama topografi dan kemudian mengukur wavefront [57]. Bahkan,
perbandingan aberasi internal antara perangkat telah menyebabkan perbedaan yang
signifikan [58], dalam beberapa kasus dalam derajat yang cukup besar [59]. Namun,
penting juga untuk dicatat bahwa perangkat yang didasarkan pada teknologi yang
berbeda seperti KR-1W atau iTrace telah melaporkan hasil yang sama untuk
menggambarkan peningkatan internal spherical aberration negatif pada katarak
nuklear [24-26, 28]. Berdasarkan pengukuran aberasi internal yang disediakan,
beberapa aberrometri seperti iTrace telah mengembangkan indeks yang memberi
peringkat kinerja lensa keseluruhan dari 0 (sangat buruk) menjadi 10 (sangat baik)
poin. Indeks ini telah menunjukkan korelasi dengan VA, (r = −0.67 [49], r = −0.70
[53]) tetapi sejauh yang kami tahu, tidak ada penelitian yang menunjukkan korelasi
indeks ini dengan metrik lain seperti sensitivitas kontras.
3.3. Sistem Double-Pass. The Objective Scatter Index (OSI) berasal dari teknik
double-pass yang meneliti cahaya forward-scattered, yang menyebabkan degradasi
gambar pada retina di mata dengan katarak [60]. Tidak seperti teknologi wavefront,
teknik double-pass juga mempertimbangkan cahaya yang terpendar (scattering); Oleh
karena itu, fungsi transfer modulasi pada katarak tahap awal dapat lebih baik terkait
dengan fungsi visual daripada kualitas optik yang dikarakterisasi menggunakan data
dari perangkat wavefront [61, 62]. OSI telah digunakan untuk mengklasifikasikan
katarak pada normal (<1,0), awal (dari 1,0 hingga 2,9), dewasa (dari 3,0 hingga 6,9),
dan parah (≥7,0) [60]. Kelompok kontrol tanpa katarak jarang menunjukkan nilai OSI
lebih tinggi dari 1,0, meskipun beberapa kasus dalam kelompok kontrol [63] atau
subjek yang muda [64] dapat menghasilkan sedikit nilai lebih dari 1,0. Sebuah studi
baru-baru ini telah menunjukkan bahwa OSI memiliki nilai sensitivitas dan
spesifisitas untuk membedakan mata sehat dan katarak masing-masing 89% dan
100%, ketika nilai cut-off 1,18 digunakan [4].

Nilai batas rata-rata untuk katarak dini berbeda di antara penulis. Sementara Artal et
al. [60] melaporkan nilai sekitar 2,0 untuk katarak dini, Galliot et al. [65]
mengklasifikasikan katarak dini dengan nilai OSI rata-rata 3,7. Kriteria untuk
klasifikasi katarak tidak boleh disamakan dengan kriteria untuk operasi. Nilai batas
yang mana katarak direkomendasikan untuk dioperasikan dalam sampel subjek
dengan VA desimal> 0,6 yang ditetapkan oleh Paz et al. [66] pada 2.1
mempertimbangkan dua kelompok subjek yang pembedahan sebelumnya
direkomendasikan atau tidak sesuai dengan kriteria oftalmologis konvensional (area
di bawah receiver kurva karakteristik yang beroperasi 0,83). Zhang dan Wang [67]
juga menyarankan melakukan capsulotomy pada pasien yang dioperasi dengan
operasi katarak ketika nilai OSI dari 3 diukur. Menariknya, mereka melaporkan 5
kasus pasien dengan gejala subjektif dan VA lebih baik dari 0,15 logMAR tetapi
dengan nilai OSI di atas 3. Dalam kasus ini, VA tetap konstan setelah capsulotomy
tetapi dengan penurunan OSI di bawah 1,3 dan dengan resolusi dari gejala.
OSI juga telah dibandingkan dengan skala klasifikasi LOCS III pada nuklear (NC),
kortikal (CC), dan posterior subcapsular (PSC). Meskipun ada konsensus tentang
korelasi yang jelas antara OSI dan LOCS III di NC, hal ini tidak sejelas dalam PSC
atau CC [68, 69]. LOCS III tidak selalu berkorelasi dengan OSI karena area pupil
sentral (4 mm) tidak selalu tertutup oleh beberapa jenis katarak [63].

Kekeruhan dapat dideteksi pada pemeriksaan slit-lamp, tetapi tanpa induksi gangguan
penglihatan pada beberapa kasus. Memang, Paz Filgueira et al. [68] melaporkan
bahwa LOCS III di PSC tidak berkorelasi dengan parameter psikofisik, seperti
ketajaman visual, sensitivitas kontras, dan parameter straylight (log (s)). Demikian
juga, Vilaseca et al. [63] menemukan dispersi OSI dan VA yang lebih besar di mata
dengan PSC dan CC.

Korelasi OSI dan VA telah dipelajari secara luas. Paz Filgueira et al. [68] melaporkan
korelasi linier tidak signifikan antara OSI dan VA, tetapi penulis ini menemukan
korelasi yang signifikan antara OSI dan parameter straylight (log (s)). Cochener et al.
[70] melaporkan korelasi OSI dan VA (ρ = 0,48, P <0,001) mirip dengan yang
dilaporkan oleh Crnej et al. [71] (r = 0,45). Sebaliknya, Pan et al. [52] melaporkan
korelasi antara OSI dan VA r = 0,78. Cabot et al. [69] melaporkan bahwa korelasi ini
bervariasi antara katarak nuklear (ρ = 0,7), kortikal (ρ = 0,5), dan posterior
subkapsular (ρ = 0,6). Demikian pula, Martınez-Roda et al. [4] juga melaporkan
dependensitas korelasi OSI-VA pada jenis katarak (r = .0.40 nuklear, r = .30.38
kortikal, dan r = −0.48 posterior subkapsular). Selain VA, korelasi OSI dengan
sensitivitas kontras juga telah dilaporkan untuk katarak nuklear (r = −0.56 pada 3 cpd,
r = −0.45 pada 6 cpd, r = −0.39 pada 12 cpd, dan r = −0,40 pada 18 cpd), tetapi hal ini
telah terbukti meningkat untuk katarak subkapsular posterior, seperti yang terjadi
dengan VA [51]. Sangat menarik untuk mempelajari Vilaseca et al. [63] yang
melaporkan model peluruhan eksponensial dengan korelasi r = 0,88, r = 0,84, dan r =
0,84 untuk katarak subkapsular nuklear, kortikal, dan posterior. Para penulis juga
mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, katarak yang padat dapat secara drastis
meningkatkan OSI dan karenanya menyebabkan scattering intraokular, sedangkan
dampaknya pada VA tidak sama kuat.

Evaluasi OSI juga telah dilaporkan dua bulan setelah operasi katarak dengan
implantasi IOL monofokal di mata dengan rata-rata OSI pra operasi sekitar 11,5,
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara lensa sferis (3,2 ± 0,8) dan lensa
asferis (2,5 ± 0,8) yang tidak terdeteksi dengan ketajaman visual (visual acuity) [72].
Park et al. [73] melaporkan bahwa hanya subjek di atas 70an yang menghasilkan OSI
lebih rendah yang signifikan setelah implantasi IOL monofokal dibandingkan dengan
subjek yang tidak diimplantasi. Namun, Park et al. [73] melaporkan rata-rata OSI di
mata pseudophakic 2,21, dan penulis lain telah melaporkan nilai yang lebih rendah,
seperti Jimenez et al. [74] yang menemukan penurunan rata-rata OSI dari 7,44
sebelum operasi menjadi 1,48 pada tiga bulan, atau Lee et al. [75] yang melaporkan
OSI rata-rata 1,38 di mata pseudophakic dan Chen et al. [76] yang menemukan OSI
rata-rata 1,45 dan 2,50 di mata ditanamkan (implanted) dengan IOLs monofokal dan
multifokal. Lee et al. [77] juga melaporkan OSI rata-rata 1,82 dengan IOL multifokal.
Namun, validitas semua studi ini dengan MIOL dipertanyakan karena keterbatasan
yang diketahui dari kinerja optik near-infrared dari lensa intraokular multifokal
difraktif [78], atau first-pass dalam teknik double-pass yang dapat dipengaruhi oleh
ukuran cincin pertama [79]. Akhirnya, OSI telah ditemukan berkorelasi dengan
parameter straylight dan bahkan terkait dengan keselamatan mengemudi [43].
MartınezRoda et al. [44] memperkirakan bahwa OSI sekitar 3 dapat dianggap sebagai
margin aman untuk mengemudi.

3.4. Kriteria Keputusan dengan Sistem Objective. Keputusan tentang operasi lensa
kristalin didasarkan pada keseimbangan manfaat/risiko. Risiko dapat terkait dengan
komplikasi intraoperatif atau pasca operasi. Komplikasi utama berpotensi
mengancam penglihatan dan termasuk endophthalmitis infeksius (0,02% -0,05%) [80,
81], anterior segment syndrome [7], perdarahan suprachoroidal intraoperatif (0,46%)
[82], edema makula sistoid (1,17%) [ 83], ablasi retina (0,03%) [64], edema kornea
persisten, dislokasi IOL, ptosis, dekompensasi kornea, diplopia, dan kebutaan [7].
Efek samping lain dapat hadir selama operasi, seperti anterior capsular tears (0,55%
-0,79%) [84, 85], posterior capsule tears atau ruptur dengan atau tanpa kehilangan
cairan vitreus (1,8% -3,5%) [86, 87] , atau selama periode pasca operasi, seperti iritis
(1,53%) [84], edema kornea (0,53%) [84], dan posterior capsule opacification (4,2%)
[87]. Dengan mempertimbangkan bahwa komplikasi ini telah menurun seiring
dengan tahun [81, 82, 88], penting untuk dicatat bahwa keputusan harus diambil
dengan mempertimbangkan bukti terbaru dan juga mempertimbangkan faktor yang
terkait dengan peningkatan kejadian komplikasi, seperti komorbiditas okular [87] ],
usia [89], jenis kelamin [81], dan operasi gabungan [81, 88].

Meskipun metrik baru telah menunjukkan keunggulan dalam diagnosis katarak [90],
indikator utama umum untuk operasi katarak masih VA sebelum operasi [91]. Kessel
et al. [92] melaporkan bahwa ada kurangnya bukti ilmiah yang mendukung
penggunaan VA pra operasi untuk memandu dokter dalam keputusan
merekomendasikan operasi atau tidak. Namun, VA efektif untuk mengatur jumlah
operasi yang diperlukan untuk mencegah populasi yang tidak terpenuhi [93]. Di
Spanyol, VA 0,4 desimal dianggap sebagai nilai cut-off untuk indikasi operasi di
sebagian besar rumah sakit umum, tetapi kriteria ini adalah hasil dari kepentingan
untuk memenuhi populasi dalam kemungkinan sumber daya kesehatan dan oleh
karena itu, kriteria dapat berubah tergantung tentang kemungkinan masing-masing
negara dan populasi yang menua dengan potensi berkembangnya katarak [93]. Kessel
et al. [94] juga menunjukkan bahwa pedoman berbasis bukti dapat mengubah pola
praktik kecuali jika hal tersebut dinetralkan oleh sistem reimbursement. Oleh karena
itu, nilai cut-off 0,4 desimal yang digunakan di rumah sakit umum di Spanyol lebih
merupakan titik ekonomi untuk memprioritaskan operasi pada populasi yang menua
daripada keseimbangan risiko-manfaat berdasarkan parameter kesehatan. Faktanya,
nilai cut-off VA tidak direkomendasikan oleh American Academy of Ophthalmology
yang merekomendasikan operasi sebagai gantinya ketika fungsi visual tidak lagi
memenuhi kebutuhan pasien [7].
Jika VA preoperatif bukan merupakan indikator yang baik untuk memandu dokter
dalam merekomendasikan operasi katarak dengan IOL monofokal, rekomendasi
implantasi multifokal IOL bahkan merupakan proses yang lebih rumit. Kriteria
kontraindikasi untuk MIOL telah ditetapkan [90], tetapi tahap DLS di mana pasien
akan mencapai kepuasan tertinggi (highest satisfaction) setelah implantasi MIOL
masih belum jelas. Kepuasan (satisfaction) setelah operasi katarak dengan implantasi
MIOL mungkin berhubungan dengan variabel nonvisual seperti adanya ekspektasi
karena penggunaan kacamata sebelumnya [95, 96] dan kualitas perawatan yang
diberikan selama dirawat di rumah sakit [97]. Keinginan untuk mencapai
kemandirian dalam memakai kacamata masih menjadi masalah paling penting untuk
indikasi MIOL, tetapi karena kepuasan dengan IOL multifokal akan bervariasi karena
faktor penglihatan yang tidak terkait [90, 98, 99], variabel lain seperti kepribadian
juga harus dipertimbangkan [90, 100].

Kriteria DLS menyarankan bahwa refractive lens exchange (RLE) harus


dipertimbangkan sebagai alternatif pengobatan pada Tahap 2 ketika scattering okular
meningkat [1, 2] dan beberapa penulis menyarankan juga pada Tahap 1 pada subjek
yang memiliki presbiopia dan kualitas visual berkurang di bawah kondisi cahaya
rendah, hiperopia tinggi [101], atau miopia tinggi [6]. Namun, penting juga untuk
mencatat faktor risiko yang terkait dengan hiperopia tinggi, seperti efusi koroid dan
edema makula [102], atau dalam miopia tinggi, seperti persentase detachment retinal
yang sekitar 2-8% pada mata [6], dan faktor risiko yang terkait dengan detachment ini
[102].

Selain risiko operasi, ada efek samping terkait penglihatan lainnya karena implantasi
MIOL yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Kejadian buruk MIOL termasuk
berkurangnya sensitivitas kontras, lingkaran cahaya di sekitar sumber titik cahaya,
gambar berganda atau berbayang, dan silau [7]. Halo dan silau, juga dikenal sebagai
dysphotopsias, secara intrinsik terkait dengan teknologi monofocal [103] atau
multifokal IOL [98, 99, 104], menghasilkan salah satu keluhan yang paling penting
[99, 103]. Namun, meskipun secara intrinsik terkait dengan teknologi, tidak semua
pasien merujuk gangguan yang terkait dengan dysphotopsias, mungkin karena
fenomena ini hanya dirasakan dalam kondisi tertentu, seperti mengemudi di malam
hari melihat sumber cahaya terang dengan latar belakang gelap [104] karena adaptasi
saraf [105] atau karena kepribadian pasien [100]. Sebaliknya, juga penting untuk
dicatat bahwa beberapa efek buruk yang dihasilkan oleh MIOLs, seperti silau atau
penurunan sensitivitas kontras, juga muncul selama perkembangan katarak. Dengan
demikian, masuk akal untuk berharap bahwa pasien dengan tingkat sensitivitas
kontras, ketajaman visual, atau disfotopsia pada jarak jauh sama atau lebih baik
daripada yang disajikan sebelum operasi akan lebih puas dengan MIOL karena
penurunan dalam kualitas visual sejauh ini tidak akan dirasakan sebagai gangguan,
sementara peningkatan penglihatan menengah dan dekat tanpa kacamata akan
dirasakan. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa hilangnya sensitivitas kontras
diharapkan setelah implantasi MIOL karena lensa membelah cahaya lebih dari pada
fokus, tetapi kehilangan energi ini pada jarak jauh tidak akan berkorelasi linier
dengan pengurangan sensitivitas kontras terutama karena kualitas optik pada mata
normal adalah 10 kali lebih baik daripada kemampuan sistem saraf untuk memproses
kontras [106]. Kemudian, pengurangan energi 50% tidak akan sesuai dengan
penurunan sensitivitas kontras 50%.

Pengetahuan yang luas tentang kualitas visual pada tahap pra operasi dan yang dapat
dicapai pada tahap pasca operasi akan mengarah pada manfaat / risiko berdasarkan
efek samping MIOL yang terkait dengan penglihatan selain manfaat / risiko
berdasarkan efek samping operasi. Dalam hal disfotopsia, Puell et al. [107]
melaporkan bahwa radius halo mulai meningkat secara eksponensial sejak usia 50
tahun selama perkembangan katarak. Dalam penelitian ini, penulis mengecualikan
katarak di bawah level 2 LOCS III dengan independensi usia dan mereka melaporkan
radius rata-rata maksimum 160 arcmin dari 70 hingga 79 tahun. Dalam penelitian
lain, Palomo-Alvarez et al. [91] memasukan subjek dengan katarak di atas level 2
LOCS III yang mendapatkan radius rata-rata 2,40 log arcmin (251 arcmin). Radius
halo rata-rata dengan IOL monofokal adalah 190 arcmin dan dengan IOL multifokal
+ 3,00 D adalah 225 arcmin [108]. Dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang
dilaporkan oleh penelitian sebelumnya, kita dapat mempertimbangkan bahwa katarak
grade 2 diperlukan untuk menghindari melebihi radius halo dari tahap pra operasi
setelah operasi katarak dengan implantasi IOL monofokal atau multifokal.

Tabel 1: Monocular visual performance dan kualitas optik pada katarak dan mata yang diimplantasi
dengan lensa intraokular multifokal.
CDVA 3 cpd 6 cpd 12 cpd 18 cpd OSI
Kontrol (52 hingga 65 −0.10 1.69 1.92 1.51 0.93 0.67
tahun) [4]
LOCS III (kelas 1) 0,03 1,56 1,81 1,41 0,99 1,56
LOCS III (kelas 2) 0.18 1.52 1.70 1.29 0.81 3.47
LOCS III (kelas 3) 0.31 1.43 1.57 1.12 0.80 5.88
LOCS III (kelas 4) 0,59 1,31 1,30 0,90 0,46 10.23
Multifokal
Restor + 2,5 [109] 0,01 1,49 1,64 1,31 0,90 -
Restor + 3.0 [109] 0,01 1,51 1,65 1,22 1,07 -
Pandangan yang bagus 0,01 1,6 1,70 1,26 0,94 -
[109]
Tecnis symfony [110] −0.04 1.6 1.69 1.31 0.89 -
Restor + 3.0 [111] −0.13 1.73 1.93 1.56 1.12 -
Restor + 4.0 [111] −0.13 1.70 1.92 1.54 1.09 -
Tecnis + 4.0 [112] −0.03 1.86 1.99 1.68 1.21 -
Rata-rata −0,04 1,63 1,77 1,39 1,02 -
Kelompok penelitian kami juga melakukan analisis yang sama untuk sensitivitas
kontras dan ketajaman visual setelah implantasi MIOL (Tabel 1). Sensitivitas kontras
monokuler rata-rata dan VA dicapai dengan MIOL yang berbeda mirip dengan yang
dilaporkan untuk katarak grade 1 oleh Martınez-Roda et al. [4] dan OSI sekitar 1,5.
Oleh karena itu, mempertimbangkan literatur yang diterbitkan, katarak grade 1 akan
menghasilkan sensitivitas kontras jauh yang serupa daripada yang dicapai dengan
MIOL. Namun, disfotopsia yang terkait dengan IOL bifocal tambah + 3,0 D akan
lebih besar, karena itu diperlukan katarak grade 2 untuk mendapatkan ukuran halo
yang serupa. Kesimpulan ini harus ditafsirkan dengan hati-hati karena diperoleh
dengan studi yang berbeda termasuk sampel yang berbeda, dan studi desain
berpasangan di masa depan harus dilakukan termasuk ukuran cincin halo pra operasi
dan pasca operasi atau sensitivitas kontras pada subjek yang sama.

4. Kesimpulan
Istilah dysfunctional lens syndrome (DLS) umumnya digunakan dalam kongres
daripada merujuk pada presbiopia atau katarak [1, 2, 5, 101]. Namun, beberapa
makalah penelitian [49, 53, 113] menggunakan istilah ini dalam studi terkait dengan
teknologi objektif baru yang dipakai untuk menilai perkembangan katarak. Istilah
DLS dapat dikritik oleh para profesional dan peneliti dengan alasan bahwa istilah ini
lahir dengan teknologi dan bukan dari bukti [114], meskipun beberapa penulis
mengklaim bahwa istilah tersebut telah digunakan selama lebih dari 15 tahun [1].
Dalam ulasan ini, kami mengevaluasi bukti saat ini di seputaran teknologi baru ini
untuk membantu ahli bedah modern untuk mengambil keputusan mengenai katarak
dan prosedur penggantian lensa refraktif berdasarkan perangkat ini. Namun, masih
ada beberapa penelitian yang membahas nilai cut-off yang direkomendasikan untuk
implantasi IOL monofokal atau multifokal. Demikian juga, studi termasuk manfaat
dari operasi pada pasien yang diukur sebelum operasi dan pasca operasi dibutuhkan.
Mengingat keterbatasan perangkat ini untuk mengukur kualitas optik setelah
implantasi lensa multifokal, satu-satunya mode untuk melakukan tugas ini adalah
mengaitkan tujuan pra operasi dengan ukuran subjektif dari kinerja visual, seperti
sensitivitas kontras, dan memperkirakan nilai cut-off berdasarkan hubungan mereka
dengan langkah-langkah obyektif dalam kunjungan pra operasi. Dalam pengertian ini,
kita dapat menyimpulkan menurut literatur bahwa OSI pra operasi 1,5 dapat dianggap
sebagai nilai yang setara dengan kinerja visual yang dicapai oleh pasien setelah
implantasi MIOL seperti untuk nilai OSI ini pra-operatif dan sensitivitas kontras post-
operatif ialah serupa. Namun, kesimpulan ini harus ditafsirkan dengan hati-hati
karena dicapai dengan cara pengevaluasian hasil yang diperoleh dari studi yang
berbeda, dan studi berpasangan di masa depan termasuk informasi dari mata yang
sama selama kunjungan pra operasi dan pasca operasi diperlukan. Mengingat saat ini
bukti terbatas tentang potensi kegunaan teknologi baru untuk mengkarakterisasi
perubahan optik yang berkaitan dengan usia secara klinis dan kurangnya standar
emas atau pedoman klinis, penggunaan istilah DLS harus digunakan dengan hati-hati
dalam literatur ilmiah, karena lebih disukai penggunaan istilah presbiopia dan
katarak. Terminologi baru hanya akan menggantikan yang sebelumnya ketika
informasi berbasis bukti baru yang ditawarkan tidak tercakup sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai