Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Depan
Kata Pengantar------------------------------------------------------------------------- 1
Daftar Isi-------------------------------------------------------------------------------- 2
Daftar Gambar-------------------------------------------------------------------------- 3
Daftar Tabel----------------------------------------------------------------------------- 4
BAB I PENDAHULUAN------------------------------------------------------------ 5
1.1 Latar Belakang----------------------------------------------------------------- 5
1.2 Batasan Masalah--------------------------------------------------------------- 5
1.3 Tujuan Penelitian--------------------------------------------------------------- 5
1.4 Metode Penelitian-------------------------------------------------------------- 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA----------------------------------------------------- 7
2.1 Definisi------------------------------------------------------------------------- 7
2.2 Etiologi------------------------------------------------------------------------- 7
2.3 Epidemiologi------------------------------------------------------------------ 7
2.4 Patogenesis-------------------------------------------------------------------- 8
2.5 Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit------------------------------ 11
2.6 Pemeriksaan Penunjang----------------------------------------------------- 11
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium-------------------------------------------- 11
2.6.2 Pemeriksaan Radiologis----------------------------------------------- 12
2.7 Diagnosis---------------------------------------------------------------------- 12
2.7.1 Demam Dengue-------------------------------------------------------- 13
2.7.2 Demam Berdarah Dengue--------------------------------------------- 13
2.8 Diagnosis Banding----------------------------------------------------------- 14
2.9 Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue------------------------------------ 14
2.10 Penatalaksanaan-------------------------------------------------------------- 15
BAB III KESIMPULAN-------------------------------------------------------------- 17
DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------------ 18

1
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Hipotesis Secondary Heterologus Infection............................................... 7

Gambar 2.2 Manifestasi klinis infeksi virus dengue.......................................................... 8

2
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue........................................ 12

Tabel 2.2 Nilai Rujukan Gambaran Fungsi Hati.................................................................. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggar, Pasifik Barat, dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (tahun 1989-1995), dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa yaitu hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998. Sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih. Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu vektor, penjamu, dan lingkungan. Deteksi dan penatalaksanaan secara
cepat dan adekuat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien DBD ini.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis dan diagnosis banding, serta
penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever dalam ilmu kedokteran.

1.4 Metode Penulisan

4
Penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
dirujuk dari berbagai literatur.

BAB 2

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).

2.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).

2.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
6
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat lain.

2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap


nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).

2.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody.
Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit
atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan
IL-10.

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag.

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a.

7
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection
yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan
T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1,
PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi
oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1) Supresi sumsum tulang

2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

8
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah itu akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di
perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
tromobosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex) (Price, Wilson, 2006).

Gambar 2.2 Manifestasi klinis infeksi virus dengue (Sumber : Monograph on


Dengue/Dengue Haemorrahgic fever, WHO 1983)

9
2.5. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal,
1999).

2.6. Pemeriksaan penunjang


2.6.1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit


20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

10
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-
90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)

2.6.2. Pemeriksaan radiologis


Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG. (WHO, 2006)

2.7. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

11
2.7.1. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi
klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala.

Nyeri retro-oebital.

Mialgia / artralgia.

Ruam kulit.

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).

Leukopenia.

Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2.7.2. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini
dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.


Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma (WHO, 1997).
12
2.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bila terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai
umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. (Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan,
2006).

2.9. Derajat penyakit infeksi virus dengue


Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1.

13
2.10 Penatalaksanaan
1. Protokol 1: Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
Seseorang yang tersangka menderita DBD di Unit Gawat Darurat (UGD) dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit. Bila :
Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000 maka pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam
waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit tiap 24 jam).
Jika keadaan penderita memburuk, segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb dan Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb dan Ht meningkat tetapi trombosit normal atau menurun juga dianjurkan untuk
dirawat.
2. Protokol 2: Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok, diberikan
cairan kristaloid perharinya dengan rumus :
1500+[20 x (BB dalam Kg-20)]
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit tiap 24 jam :
Bila Hb dan Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 maka jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, dan trombosit dilakukan
tiap 12 jam.
Bila Hb dan Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
3. Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%
Infus kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam, dipantau selama 3-4 jam. Bila terjadi
perbaikan, maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam, dipantau lagi
selama 2 jam. Bila keadaan mengalami perbaikan lagi, maka jumlah cairan dikurangi
lagi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila kondisi pasien terus membaik maka infus cairan
dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Bila setelah terapi awal cairan 6-7 ml/kgBB/jam ternyata tidak ada perbaikan, maka
kita naikkan pemberian cairan menjadi 10 ml/kgBB/jam, dipantau selama 2 jam. Bila
mengalami perbaikan maka cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila tidak
membaik maka cairan ditingkatkan menjadi 15 ml/kgBB/jam, dan bila dalam
perkembangannya ternyata kondisi pasien semakin memburuk dan didapatkan tanda-
tanda syok maka pasien diterapi sesuai protokol tatalaksana sindrom syok dengue

14
pada dewasa. Setelah syok teratasi maka penatalaksanaan kembali seperti terapi
pemberian cairan awal.
4. Protokol 4: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Penatalaksanaan sesuai dengan pemberian cairan pada DBD tanpa syok, namun nilai
Hb, Ht, dan trombosit harus diperiksa setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID).
FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT
memanjang)
PRC diberikan bila Hb <10 gr/dl.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan
dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 dengan atau tanpa KID.
5. Protokol 5: Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa.
Oksigen 2-4 liter/menit.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 7
ml/kgBB/jam dan evaluasi dalam waktu 1-2 jam. Bila kondisi pasien stabil maka
pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 1-2 jam lagi. Bila
pasien masih stabil, cairan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah
renjatan teratasi kondisi pasien menunjukkan stabil maka pemberian cairan perinfus
harus dihentikan. Tetap awasi kemungkinan renjatan berulang terutama dalam waktu
48 jam pertama sejak terjadi renjatan.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB dan dievaluasi
dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat maka pertimbangkan untuk pemberian
cairan koloid, namun bila nilai hematokrit menurun berarti terjadi internal bleeding
maka pasien perlu diberi transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.

15
BAB III
KESIMPULAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Terdapat 4 serotipe virus dengue yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotype terbanyak.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya). Manifestasi
klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak
khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Pada
umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari.
Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi
renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG.
Penatalaksanaan pasien DBD mengacu pada protokol sesuai kondisi pasien. Intinya
terapi penggantian cairan merupakan lini pertama dan cairan kristaloid adalah pilihan
pertama. Jika terjadi perdarahan, pertimbangkan untuk pemberian heparin dan transfusi darah
jika ada indikasinya.

16

Anda mungkin juga menyukai