PENDAHULUAN
Rabies adalah infeksi virus akut yang menyerang sistem saraf pusat
(SSP)manusia dan mamalia dengan mortalitas 100%. Penyebabnya adalah virus
rabies yang termasuk genus Lyssa virus, famili Rhabdoviridae, Virus rabies
t e r d a p a t dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan
lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Banyak hewan yang
bisa menularkan rabies kepada manusia.
Saat ini zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia, merupakan
masalah serius. Menurut Brown cit Widodo (2008) dalam dua puluh tahun terakhir, 75% dari
penyakit-penyakit baru (emerging disease) pada manusia terjadi akibat perpindahan patogen
hewan ke manusia atau bersifat zoonotik. Juga ditemukan sekitar 1415 mikroorganisme patogen
pada manusia, 61,6% bersumber dari hewan. Rabies merupakan jenis penyakit zoonosis. Rabies
telah tersebar luas diseluruh dunia, dan hanya wilayah Australia yang masih dalam status bebas
rabies.
Jumlah kematian pada manusia karena rabies diperkirakan antara 40.000-60.000 setiap
tahunnya (Meslin et al. 2000). Kewaspadaan terhadap penyebaran rabies tetap terus dilakukan
untuk mempertahankan status bebas dari suatu daerahmelalui salah satu diantaranya dengan
pengawasan lalu lintas yang ketat terhadapanjing dan Hewan Penular Rabies (HPR) lainnya.
Mengingat bahaya dan keganasan rabies tidak hanya terhadap kesehatan dan ketentraman hidup
masyarakat tetapi dapat menimbulkan kerugian ekonomoi bagi para peternak, maka usaha
pengendalian penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu
dilaksanakan seintensif mungkin.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan
bahwa kasus rabies yang kali pertama dilaporkan di Indonesia tercatat pada 1884. Sementara,
pada 2013, 24 dari 33 provinsi di tanah air diketahui telah tertular. Kasus rabies pada manusia
pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Jadi sesungguhnya penyakit ini sudah
ada di Indonesia sejak lama. Sampai dengan tahun 2012 ini kasus rabies menyebar di 24 provinsi
di Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Bali, Maluku, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Lampung merupakan daerah
ditemukan kasus rabies pada manusia. Hanya 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah
bebas yaitu Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua dan Papua Barat. Rata-rata selama 5 tahun terakhir (2008
- 12 September 2012) tercatat di Kementerian Kesehatan, terdapat 44.981 kasus gigitan hewan
penular rabies dan 40.552 kasus diantaranya mendapat Vaksin Anti Rabies dan sebanyak 51
orang positif rabies. Upaya pengendalian rabies telah dilaksanakan secara terintegrasi oleh dua
sektor yang bertanggungjawab yaitu sektor Peternakan untuk penanganan kepada hewan penular
dan pengawasan lalu lintasnya, serta sektor Kesehatan untuk penanganan kasus gigitan pada
manusia dan penderita rabies (lyssa). Dengan telah diterbitkannya Perpres no 30 tentang
Pengendalian Zoonosis yang multisektor dengan melibatkan 17 Kementerian dan Lembaga
terlibat didalamnya, sehingga Pengendalian zoonosis terutama rabies dapat lebih efektif dan
optimal sesuai harapan yakni Indonesia Bebas Rabies tahun 2020.
Pemerintah provinsi Kalimantan Barat sendiri telah menetapkan Kasus Luar biasa (KLB)
untuk penyakit rabies pada tanggal 17 februari 2015, dan sampai sekarang statusnya terus
diperpanjang. Bahkan gubernur membentuk Satgas tanggap darurat KLB penyakit rabies untuk
mengkoordinasikan instansi terkait agar penyakit rabies bisa teratasi.
Data yang terhimpun bahwa jumlah gigitan bertambah di tahun 2016 walaupun tidak
secepat sebelumnya di tahun 2015. Orang yang meninggal pada 2016 bejumlah total 22 orang
telah meninggal akibat rabies. Cepat dan meluasnya sebaran menjadi perhatian serius otoritas
terkait. Pada 2014 hanya dua kabupaten yaitu melawi dan ketapan, kemudian di tahun 2015
menjadi lima kabupaten, dan kini di tahun 2016 sudah menjadi 8 kabupaten yang mana salah
satunya kota singkawang.
Pemerintah Kalbar sendiri mengaku tidak mampu menangani rabies tanpa kerjasama
seluruh instansi lintas sektoral (pontianak RK). Dibutuhkan keikutsertaan masyarakat dan dalam
perjalannya kegiatan penanggulangan dikoordinasikan ke seluruh kabupaten/kota. Adapun
Upaya pemerintahan kalbar selama ini memang ada hasilnya, tapi belum optimal. Salah satunya
yaitu pemerintah mensosialisasikan kepada mahasiswa di Kalbar, target 125 orang dengan
harapan mereka nanti mejadi motivator serta agent untuk memberikan informasi terhadap
masyarakat.
Sejalan dengan program satgas KLB penyakit rabies maka puskesmas singkawang timur
juga telah melaksanakan program prefentif serta promotif berupa penyuluhan ke pelajar di
wilayahnya, karena pelajar orang yang berpendidikan agar mudah mengerti tentang penyakit
rabies dan diharapkan nantinya mereka menjadi orang pada garda terdepan dalam memberikan
informasi, penanganan pertama pada penyakit rabies, serta cara memelihara hewan pemeliharaan
di lingkungan mereka tinggal.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui
beberapa permasalahan, yaitu :
2. Bagaimana gambaran perilaku pelajar terhadap penanganan pertama pada penyakit rabies
3. Bagaimana gambaran sikap dan pengetahuan pelajar tentang pemeliharaan hewan peliharaan
Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku pelajar terhadap penyakit rabies
di wilayah kerja kelurahan Nyarumkop, kecamatan Singkawang timur, Kota Singkawang,
Provinsi Kalimantan Barat
3. Meningkatkan kewasapadaan serta menambah wawasan warga yang dimulai dari pelajar
tentang pentingnya pengetahuan,sikap dan perilaku warga terhadap penyakit rabies agar
bisa menekan angka kejadian penyakit rabies di wilayah puskesmas singkawang timur.
4. Memberikan pengalaman dan pengetahuan serta evaluasi peneliti terkait edukasi penyakit
rabies yang pernah dilakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Rabies
a. Pengertian
Rabies disebabkan oleh virus yang tidak bersegmen dari grup V (RNA virus), golongan
Mononegavirales, famili Rhabdoviridae, genus Lyssavirus, species Rabies virus. Selain rabies
virus, yang termasuk genus Lyssavirus meliputi kelelawar lagos, virus Makola, virus Duvenhage,
virus kelelawar Eropa 1dan 2 serta virus kelelawar Australia (Johnson et al. 2010). Rhabdovirus
merupakan virus dengan panjang kira-kira 180 nm dan lebar 75 nm. Genom rabies mempunyai 5
jenis protein : nukleoprotein (N), phosphoprotein (P), matrik protein (M), glikoprotein (G) dan
polimerase (L). Semua Rhabdovirus mempunyai komponen struktur : helical ribonucleoprotein
core (RNP) dan amplop di sekelilingnya. Pada RNP, RNA dilekatkan oleh nukleoprotein.
Protein virus lainnya yaitu phosphoprotein dan protein besar (Lprotein atau polimerase)
berhubungan dengan RNP. Bentuk glikoprotein rata-rata terdiri dari 400 trimeric spike yang
melekat di permukaan virus. Protein M dihubungkan dengan amplop dan RNP atau protein pusat
Rhabdovirus. Struktur dasar dan komposisi rabies dapat dilihat pada diagram di bawah ini
(Sugiyama dan Ito 2007).
Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %,yodium, fenol dan
klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalamlarutan gliserin 50 %. Pada suhu
600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalampenyimpanan kering beku (freezedried) atau pada
suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.
Gambar 1. Virus Rabies
Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-paku glikoprotein.
Ribonukleoproteinnya tersusun dari RNA nukleoprotein, phosphorylated atau phosphoprotein
dan polimerase.
B. Hewan Rentan
Pada umumnya semua hewan berdarah panas dapat terserang dan menularkan rabies. Di
Indonesia anjing, kucing dan kera sangat berpotensi menularkan rabies. Hewan liar seperti
raccoons (binatang serupa kucing), kelelawar dan serigala juga merupakan hewan rentan
terhadap rabies. Hewan domestik dengan kejadian 10% terjadi pada kucing, sapi dan anjing
(Soejoedono 2004).
C. Epidemiologi
Data kasus kejadian rabies pada manusia di dunia adalah 99% disebabkan oleh gigitan
anjing yang terinfeksi virus rabies (OIE 2011). Penyebaran virus rabies pada mamalia atau
reservoir tergantung lokasi geografi. Di Amerika Utara, hewan liar termasuk raccoon, skunk,
serigala dapat menjadi reservoir sementara di Eropa serigala dan kelelawar merupakan reservoir
utama. Pada beberapa negara berkembang, rabies mungkin disebarkan ke populasi anjing dan
kelelawar serta menimbulkan kefatalan pada manusia melalui gigitan anjing rabies. Selain itu
rabies dapat ditularkan melalui saliva hewan reservoir liar ke hewan bukan reservoir seperti
kucing, monyet, kuda, sapi, domba dan kambing. Kasus rabies akibat kontak dengan kelelawar
pernah dilaporkan namun kasus ini jarang terjadi (Johnson et al. 2010). Rabies enzootic pada
hewan liar atau domestik dan mengancam 3 juta manusia. Negara yang lebih banyak terkena
penyakit ini adalah negara tropis berkembang termasuk diantaranya Asia, Afrika dan Amerika
Latin dimana terjadi kematian manusia akibat rabies lebih dari 99% setiap tahunnya. Negara ini
cenderung banyak ditemukan anjing liar tanpa dilakukan vaksinasi dan tidak adanya program
control. Kejadian rabies sering terjadi di perkotaan dimana populasi manusia dan anjing lebih
besar ditemukan.
Di beberapa negara industri, kontrol dilakukan dengan pemberian vaksin oral pada hewan
liar atau vaksinasi parenteral pada hewan domestik. Pelaksanaan program vaksinasi ini
menyebabkan penurunan angka kematian di Negara industri. Inggris ditetapkan sebagai negara
terjangkit rabies sejak kematian pertama pada manusia akibat rabies ditemukan tahun 1902,
kejadian rabies yang terjadi di Skotlandia tahun 2002 disebabkan oleh Lyssavirus pada kelelawar
tipe 2. Australia juga termasuk negara bebas rabies, namun tahun 1996 ditemukan rabies pada
rubah terbang (termasuk spesies kelelawar buah). Lyssavirus juga pernah diisolasi pada
kelelawar di daerah Soviet pada tahun 2008 (Johnson et al. 2010).
D. Cara Penularan
Virus ditularkan ke hewan lain dan manusia melalui kontak langsung dengan saliva dari
hewan terinfeksi yaitu melalui gigitan, goresan, jilatan pada kulit yang terluka dan membrana
mukosa. Bila hewan dan manusia terkena rabies, akibatnya akan fatal karena dapat menyebabkan
kematian. Pengeluaran virus rabies sangat penting dalam penularan rabies. Virus rabies dapat
dikeluarkan melalui air liur hewan yang terinfeksi untuk beberapa hari setelah gejala klinis
terlihat. Virus rabies juga pernah ditemukan pada air liur anjing selama tujuh hari sebelum
terlihat gejala klinis yang diamati. Bahkan, virus rabies masih bisa diisolasi dari palatine tonsil
anjing yang diinfeksi buatan dengan virus rabies sampai dengan 305 hari setelah masa
penyembuhan (Ruprecht 2007). Virus rabies dapat juga dikeluarkan dari air liur kucing selama
tiga hari dan sapi selama dua hari sebelum onset gejala klinis. Virus lebih cepat terlacak pada
hewan liar dibandingkan anjing, yaitu empat hari pada skunk, 1-2 hari pada serigala dan 12 hari
pada kelelawar sebelum gejala klinis nampak. Virus dapat juga dikeluarkan melalui urin dan hal
ini menyebabkan penularan rabies dari serigala dan kelelawar melalui udara. Susu juga dapat
mengeluarkan virus rabies, tetapi tidak menjadi bahaya yang besar karena partikel virus akan
dihancurkan oleh enzim-enzim yang ada di dalam susu susu (Riasari 2009).
Terdapat 3 katagori kasus rabies pada manusia berdasarkan tipe kontak dengan hewan
pembawa rabies, yaitu katagori I, II dan III (WHO 2005).
Katagori I : bila kontak yang terjadi terbatas pada memegang atau terjilat oleh
hewan tersangka rabies. Penanganan yang dilakukan hanya terbatas membasuh kulit yang kontak
dengan hewan.
Katagori II atau katagori ringan. Bila tercakar oleh hewan tersangka rabies, luka yang terjadi
hanya berupa ringan. Penanganan dilakukan dengan segera membersihkan bekas cakaran dan
memberikan vaksin anti rabies. Penanganan dihentikan bila 10 hari kemudian hewan tetap
terlihat sehat atau bila hasil laboratorium menyatakan hewan negatif terhadap rabies.
Katagori III atau katagori berat terjadi bila hewan tersangka mencakar pada kulit yang luka
atau cakaran tersebut menyebabkan luka berdarah atau adanya gigitan yang cukup dalam atau
adanya kontak membrana mukosa oleh saliva dan kasus gigitan oleh kelelawar.
Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan atau kontaminasi saliva pada membran mukosa
yang terbuka atau karena luka melalui jilatan. Di Amerika Serikat, infeksi karena kontaminasi
saliva terjadi hanya 5 (3%) dari 154 kasus yang dilaporkan dari tahun 1950 hingga 1980. Dari 5
kasus pada manusia ini, 4 diantaranya terinfeksi karena menghirup udara mengandung virus
hidup yang tinggi.
E. Patogenesis
Infeksi rabies yang diawali dengan gigitan hewan terinfeksi ini tidak menunjukkan gejala
klinis yang segera tampak. Pada manusia masa inkubasi biasanya antara 20 90 hari. Namun
periode inkubasi paling pendek kurang dari 10 hari dan periode inkubasi paling lama hingga 6
tahun. Masa inkubasi pada manusia bervariasi antara 10 hari hingga 2 tahun, tapi biasanya 1 3
bulan. Virus rabies secara umum ditularkan melalui gigitan dari hewan terinfeksi. Kemudian
virus tersebut langsung masuk ke dalam system syaraf peripheral atau mungkin langsung
replikasi ke dalam jaringan otot . Namun keberadaannya tidak diketahui karena tidak ditemukan
antigen maupun virusnya di organ tersebut pada fase ini. Virus masuk ke dalam system syaraf
perifer melalui simpul syaraf muskulus dan secara cepat bergerak ke dalam system syaraf pusat
untuk replikasi; gejala klinis mungkin akan tampak segera. Kemudian virus mulai memasuki
beberapa jaringan dan organ seperti kelenjar saliva. Secara umum, pemeriksaan makroskopis
pada otak menunjukkan kongesti ringan dari pembuluh meningeal, sementara secara mikroskopis
biasanya menunjukkan adanya nekrosis pada jaringan, inklusi neuronal acidophilic
intrasitoplasmik dan jarang terjadi neuronophagia. Periode syaraf akut dimulai dengan adanya
disfungsi sistem syaraf pusat. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai tipe ganas (furius) jika terjadi
hiperaktifitas (seperti hidrophobia) dan sebagai tipe tenang (dumb) jika terjadi paralisa. Pada
akhir fase akut ini dimulai periode cepat yang dimulai dengan adanya pernapasan yang tidak
teratur, paralisa dan koma. Bila penderita dapat bertahan dengan bantuan alat pernapasan hingga
beberapa hari, minggu atau mungkin lebih lama, maka kematian akan terjadi dikarenakan
komplikasi penyakit lain.
Gambar 3. Ilustrasi manusia yang terjangkit rabies. Virus ini ditampilkan masuk
melalui gigitan, dialirkan melalui sistem otot dan saraf, ke kelenjar
ludah, dan berakhir di otak
F. Gejala Klinis
Gejala klinis rabies diklasifikasikan menjadi tiga tahap yaitu prodomal, furious dan
paralytic/dumb. Gejala klinis yang ditimbulkan berbeda-beda baik pada manusia, anjing, sapi
bahkan pada hewan liar lainnya. Gejala klinis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a Manusia (Depkes 2000; Depkes 2004) :
Stadium Prodromal. Ketika virus mencapai CNS gejala klinis pertama yang dijumpai pada
manusia yaitu gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,
kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
Stadium Sensoris. Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas
luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan
sensoris.
Stadium Eksitasi. Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,
tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita
menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi
semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh
gemetar atau kaku kejang.
Stadium Paralis. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-
kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala
paresis otot-otot pernafasan.
b Hewan
Deteksi virus rabies pada manusia dilakukan dengan cara isolasi virus, ulasan kornea dan
biopsi kulit, direct fluorescent antibody test (dFA atau FAT), histopatologik, metode
immunohistokimiawi dan metode amplifikasi (Riasari 2009). Secara umum diagnosis
laboratorium digunakan untuk menguji, sehingga hasil diagnosis positif rabies dapat
diinformasikan secara cepat kepada petugas yang bertanggung jawab memberikan pengobatan.
Hasil negatif pada pengujian rabies berguna dalam menekan biaya pengobatan dan
menghilangkan cekaman fisiologik terhadap kemungkinan terinfeksi rabies. Identifikasi
laboratorium juga sangat penting dalam upaya surveilan penyakit untuk menentukan pola
epidemiologik rabies dan program pengendalian rabies di suatu negara (Riasari 2009). Deteksi
antibodi rabies (serologik) digunakan untuk menegaskan virus yang telah diisolasi dan menilai
tanggap kebal hasil vaksinasi pada manusia, atau infeksi yang tidak fatal dan pada percobaan
yang melibatkan gambaran patogenesa penyakit. Pengujian serologik tersebut antara lain uji
netralisasi serum. Metode ini merupakan metode serologik yang pertama kali dikembangkan dan
sebagai metode baku untuk membandingkan metode serologik lainnya. Pengujian ini mengukur
antibodi IgG dengan pengenceran serial dari serum yang diinaktivasi dengan pemanasan.
Selanjutnya, serum dicampur dengan jumlah virus yang sama. Campuran tersebut diinokulasikan
secara intraserebral pada tikus atau pada kultur jaringan. Titer antibodi dihitung dengan sejumlah
tikus yang masih hidup atau adanya bentuk plak pada jaringan kultur. Enzymelinked
immunosorbent essay (ELISA) mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang tinggi dengan kekhasan
(spesifisitas) yang baik untuk melacak antibodi IgM dan IgG (Riasari 2009).
Teknik klasik mendiagnosa keberadaan virus rabies adalah pemeriksaan histopatologik
terhadap otak (bagian hypocampus) menggunakan pewarnaan Seller. Pewarnaan otak dengan
pewarna Seller, yang tersusun atas 1% larutan basic fuchsin dan biru methilen (methylene blue)
dalam methanol absolut, dapat memperlihatkan adanya badan negri. Badan negri berbentuk oval
spesifik seperti sitoplasmik, berukuran sekitar 0,25-27 Hm dan berwarna ungu dengan
pewarnaan Sellers. Metode ini sangat cepat ( 2 jam), tidak mahal dan tidak membutuhkan
peralatan khusus. Peneguhan dengan dFA akan memberikan hasil yang lebih baik.
H. Penatalaksanaan
Luka resiko tinggi : Jilatan/luka pada mukosa,luka diatas daerah bahu (mukosa, leher,
kepala), luka pada jari tangan, kaki, genetalia, luka lebar/dalam dan luka yang banyak multiple
wound)
VAR (Vaksin Anti Rabies)
a. Tipe-tipe Vaksin
Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang telah diinaktifkan.
1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)
Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus rabies yang bebas dari protein asing dan protein
sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam lini sel fibroblast normal manusia WI-
38. Preparasi virus rabies dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan -propiolakton.
Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun anafilaktik serius yang pernah dilaporkan.
2. Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA)
Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin kera rhesus
diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh - propiolakton dan dipekatkan
oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat.
Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak bagian
dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan sensitisasi pada jaringan saraf
dan menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit alergi) dengan frekuensi
subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang yang digigit oleh hewan buas/gila
bervariasi dari 5 sampai 50%.
5. Vaksin embrio bebek
Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis pasca vaksinasi. Virus rabies
ditanam dalam telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi anafilaktik, tetapi antigenisitas
vaksinnya rendah, sehingga beberapa dosis harus diuji untuk mendapatkan respon antibodi yang
memuaskan.
6. Virus hidup yang dilemahkan
Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh pada embrio ayam (misalnya, strai
flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang vaksin demikian bisa
menyebabkan kematian oleh rabies pada kucing atau anjing yang disuntik. Virus rabies yang
tumbuh pada biakan sel hewan yang berlainan telah dipakai sebagai vaksin untuk hewan piaraan.
b. Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya rabies
adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air
mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi
secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara
sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan.
Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu,
setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies
harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan
bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.
c. Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan
ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang
membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan
menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan
pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau
dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit
Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
Pengendalian
a. Aturan Perundangan
Upaya pencegaan dan pengendalian rabies telah dilakukan sejak lama, di Indonesia dilaksanakan
melalui kegiatan terpadu secara lintas sektoral antara lain dengan adanya Surat Keputusan
Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri No:
279A/MenKes/SK/VIII/1978; No: 522/Kpts/Um/8/78; dan No: 143/tahun1978. Penerapan aturan
perundangan ini perlu ditegakkan, agar pelaksanaan di lapangan lebih efektif dan secara tegas
memberikan otoritas kepada pelaksana untuk melakukan kewajibannya sesuai dengan aturan
perundangan yang ada, baik tingkat nasional, tingkat kawasaan, maupun tingkat lokal.
b. Surveilans
Pelaksanaan surveilans untuk rabies merupakan dasar dari semua program dalam rangka
pengendalian penyakit ini. Data epidemiologi harus dikumpulkan sebaik mungkin, dianalisis,
dipetakan, dan bila mungkin segera didistribusikan secepat mungkin. Informasi ini juga penting
untuk dasar perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program pengendalian.
c. Vaksinasi Rabies
Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau kera dapat diberi vaksin
inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperoleh kualitas vaksin yang efektif dan
efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenui, baik vaksin yang digunakan bagi hewan
maupun bagi manusia, yakni :
2. Konsep Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya)
(Notoatmodjo,2005, p : 50). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pengetahuan adalah
segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour).
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif
dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.
Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa
pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang melalui pengenalan sumber
informasi, ide yang diperoleh sebelumnya baik secara formal maupun informal.
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri seseorang
terjadi proses yang berurutan), yakni :
a. Awareness (kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek).
b. Interest (merasa tertarik)
Terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-menimbang)
Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial
Sikap dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (longlasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi, Pentingnya pengetahuan disini adalah dapat
menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu berkesinambungan.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau
rangsangan yang telah di terima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dpat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponen
komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara
satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan
diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan di ukur dari objek penelitian
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan diatas (Nursalam, 2008) :
Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75% - 100%
Tingkat pengetahuan cukup bila skor 56% - 75%
Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 56%
3. Konsep Sikap
a. Pengertian
Sikap adalah juga merespon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang tidak senang, setuju tidak
setuju, baik tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi perilaku (reaksi
tertutup) (Notoatmodjo, 2005)
Komponen Pokok Sikap :
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen, yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap obyek, artinya bagaimana keyakinan
dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung
didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untukk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen
yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak
atau berperilaku terbuka (Tindakan)
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang
peran penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga memiliki tingkatan berdasarkan
intensitasnya, sebagai berikut :
a. Menerima (Receiving)
Diartikan bahwa seseorang atau subyek menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya,
sikap seseorang terhadap periksa hamil dapat diketahui dan diukur dari kehadiran si ibu untuk
mendengarkan penyuluhan di lingkungannya.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadapi. Misalnya , seorang ibu yang mengikuti penyuluhan tersebut ditanya atau
diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapainya.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau
stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi
atau menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung Jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia
harus beranni mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemooh atau adanya risiko lain
2. Faktor faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap objek sikap
antara lain :
a. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan
kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan
sikap orang yang diangap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk berafilisasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang di anggap
penting tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai
masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlahyang
memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
d. Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang
seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisannya,
akibatnya berpengaruh terhadap sikap.
e. Lembaga Pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan agama sangat menentukan sitem
kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi
sikap.
f. Faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Pengukuran sikap dapat
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan.
Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunkana kata setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan - pernyataan objek tertentu,
dengan menggunakan skala likert (Notoatmodjo, 2005).
3. Konsep Perilaku
a. Pengertian
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati dari luar. Menurut Skinner, perilaku adalah respon
atau reaksi seseorang terhadap suatu rangsangan dari luar. Berdasarkan bentuk respons terhadap
stimulus, perilaku dapat dibagi menjadi dua yakni:
1) Perilaku tertutup (covert behavior). Perilaku tertutup terjadi apabila respon dari suatu stimulus
belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Respon seseorang terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus tersebut.
Bentuk covert behavior yang dapat diamati adalah pengetahuan dan sikap.
2) Perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku terbuka terjadi apabila respon terhadap suatu
stimulus dapat diamati oleh orang lain. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
suatu tindakan atau praktik yang dapat dengan mudah diamati oleh orang lain.
Tidak semua tindakan terwujud dalam sebuah tindakan. Hal ini karena untuk terwujudnya suatu
tindakan diperlukan beberapa faktor-faktor seperti adanya fasilitas, sarana, dan prasarana.
Adapun perilaku, terdapat banyak teori yang menjelaskan faktor yang mempengaruhi perilaku.
Didalam bidang perilaku kesehatan, terdapat 3 teori yang menjadi acuan didalam penelitian
mengenai kesehatan di masyarakat yakni teori Lawrence Green, teori Snehandu B. Karr, dan
teori WHO.
a. Teori Lawrence Green
Menurut teori ini, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan
faktor diluar perilaku. Faktor perilaku dipengaruhi oleh 3 hal yakni:
1) Faktor-faktor predisposisi, yakni faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku
seseorang. Faktor-faktor ini terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-
nilai, norma sosial, budaya, dan faktor sosiodeografi.
2) Faktor-faktor pendukung, yakni faktor-faktor yang memfasilitasi suatu perilaku. Yang
termasuk kedalam faktor pendukung adalah sarana dan prasarana kesehatan.
3) Faktor-faktor pendorong, yakni faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
suatu perilaku. Faktor-faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lain yang merupakan kelompok referensi perilaku masyarakat.
3) Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan. Seseorang akan
cenderung mengikuti suatu tindakan apabila ia mempunyai penjelasan yang lengkap tentang
tindakan yang akan dilakukannya tersebut.
4) Otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan.
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak. Hal ini disebabkan untuk
melakukan suatu tindakan apapun, diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan
situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia maupun kemampuan yang
ada.
c. Teori WHO
Menurut teori WHO, terdapat 4 determinan mengapa seseorang berperilaku yakni:
1) Pemikiran dan perasaan. Hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau dapat disebut pula
pertimbangan pribadi terhadap obyek kesehatan merupakan langkah awal seseorang untuk
berperilaku. Pemikiran dan perasaan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pengetahuan,
kepercayaan, dan sikap.
2) Adanya acuan atau referensi dari seseorang yang dipercayai. Perilaku seseorang dapat
dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting oleh dirinya seperti tokoh masyarakat. Apabila
seseorang itu dipercaya, maka apa yang dilakukan atau dikatakannya akan cenderung untuk
diikuti.
3) Sumber daya yang tersedia. Adanya sumber daya seperti fasilitas, uang, waktu, tenaga kerja
akan mempengaruhi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Pengaruh ini dapat bersifat
positif maupun negatif.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di SMA St. Paulus kelurahan Nyarumkop. Adapun
pertimbangan memilih lokasi ini adalah :
a. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama di tingkat sekolah di kelurahan
Nyarumkop
b. Banyak diantaranya memiliki hewan peliharaan
c. Ada kejadian gigitan anjing di kelurahan Nyarumkop
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2016
1. Populasi
Populasi penelitian adalah kelompok manusia yang akan diteliti. Responden
adalah anggota populasi yang menjadi sumber data yang memenuhi kriteria sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar kelas satu SMA St. Paulus.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Sampel pada
penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Adapun kriteria inklusi dan kriteria ekslusi adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi, biasanya terdiri dari hal-hal yang harus ada pada seseorang untuk
dapat menjadi responden. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Siswa-siswi yang hadir saat dilakukan penelitian dilakukan
b. Bersedia menjadi responden selama penelitian (dengan mengisi kuisioner)
2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi, merupakan hal-hal yang tidak boleh terdapat pada seseorang
yang akan menjadi responden. Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Pelajar SMA di luar sekolah SMA St. Paulus
b. Siswa-siswi tidak bersedia menjadi responden
c. Pengisian kuesioner yang tidak lengkap
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling kuota dimana
sampling kuota adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi
yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan tercapai .
1. Karakteristik Individual
a. Usia siswa
b. Pendidikan
2. Pengetahuan
3. Sikap
4. Perilaku
III.6. Definisi Operasional
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah dengan menggunakan
program komputer meliputi variabel tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku.
III.9. Protokol Penelitian
Analisis data
Hasil
Laporan
III.10. AnalisisData
Pengolahan data dan analisis data dilakukan oleh peneliti melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
1. Editing data
Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa setiap kuesioner, berkaitan dengan
kelengkapan pengisian, knsistensi jawaban dan kejelasan hasil pengisian.
2. Koding data
Memberikan kode setiap informasi yang telah terkumpul pada tiap pertanyaan yang
ada di kuesioner untuk memudahkan pengolahan data.
3. Pengolahan data menggunakan komputer dengan program analisis statistik
4. Analisis data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dengan
menampilkan tabel-tabel distribusi untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
responden menurut berbagai variabel yang diteliti.
BAB IV
Puskesmas singkawang timur merupakan puskesmas dengan wilayah kerja meliputi tiga
kelurahan yaitu pajintan, nyarumkop, dan sanggau kulor.
Nyarumkop merupakan salah satu wilayah kerja puskesmas singkawang timur dengan luas
wilayah 4.775 Ha, dan batas wilayah sebelah utara kelurahan Maya Sopa, sebelah timur dengan
Kelurahan Bagak Sahwa, sebelah barat dengan Kelurahan Pajintan dan Kel. Sungai Rasau, serta
bagian sebelah selatan dengan Kelurahan Saga Tani dan Desa Rantau. Dengan jumlah penduduk
pada Kelurahan Nyarumkop sejumalh 5819 jiwa.
Jumlah pelajar dengan pengetahuan kurang ada sebanyak 25 orang, pelajar dengan
pengetahuan cukup sebanyak 15 orang dan pelajar dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 10
orang.
1.2 Gambaran perilaku pelajar terhadap penanganan pertama pada penyakit rabies
Jumlah pelajar dengan perilaku kurang ada 23 orang, pelajar dengan perilaku cukup
sebnayak 13 orang dan pelajar dengan tingkat perilaku baik sebanyak 14 orang.
1.3 Gambaran sikap pelajar tentang pemeliharaan terhadap hewan peliharaan
Jumlah pelajar dengan sikap kurang ada 27 orang, jumlah pelajar dengan sikap cukup
ada sebanyak 9 orang dan pelajar dengan tingkat sikap baik ada 14 orang.
IV.3. Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas hasil-hasil penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku
terhadap pencegahan penyakit rabies di kelurahan Nyarumkop dan keterbatasan penelitian.
Menurut Soekidjo notoadmojo perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
mempengaruhi terjadinya penyakit dan sangat berperan penting untuk mencegah terjadinya
penyakit rabies. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap terhadap
pemeliharaan hewan peliharaan di rumah. Pemeliharaan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi higienitas dari lingkungan sekitar dan kesehatan dari hewan peliharaan tersebut.
Dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap pemeliharaan hewan peliharaan dilihat
dari higienitas dari hewan peliharaan tersebut dan lingkungan sekitar tempat tinggal dan
bagaimana cara dalam mendidik hewan tersebut. Selain itu juga pentingnya membagi
pengetahuan kepada anggota keluarga lain agar dapat mengetahui bagaimana cara pencegahan
dan pengendalian terhadap rabies.
1.2 Hubungan Perilaku Terhadap Penanganan Pertama Penyakit Rabies
Jumlah pelajar dengan perilaku kurang ada 23 orang, anak dengan tingkat perilaku cukup
sebanyak 13 orang dan anak dengan tingkat perilaku baik sebanyak 14 orang.
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati dari luar. Menurut Skinner, perilaku adalah respon
atau reaksi seseorang terhadap suatu rangsangan dari luar. Perilaku ini juga berkaitan dengan
pengetahuan yang seseorang miliki. Pengetahuan yang mereka miliki memang masih kurang,
sehingga perilaku pun cenderung masih kurang baik dalam segi penanganan maupun dalam segi
pemeliharaan hewan. Selain dari perilaku tentang pertolongan pertama, sangat diperlukannya
pencegahan dan pengendalian dari hewan-hewan berpotensi rabies.
Sikap adalah juga merespon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang tidak senang,
setuju tidak setuju, baik tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi
sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional. Karena keseharian para pelajar di lingkungan rumah terhadap pemeliharaan hewan
masih terbatas, jadi mereka cenderung membiarkan hewan peliharaan bebas berkeliaran. Selain
itu, dari segi higienitas hewan itu sendiri serta kandangnya masih sangat kurang terawat. Untuk
vaksin yg dikhususkan bagi hewan peliharaan pun tidak ada. Ini merupakan salah satu
terbatasnya pengetahuan mereka akan pentingnya pemeliharaan dan perawatan terhadap hewan
peliharaan.
2. keterbatasan penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai rintangan atau
keterbatasan dalam melaksanakan penelitian, diantaranya yaitu sebagai berikut
Dalam pengisian kuisioner oleh responden dapat terjadi bias dalam artian jawaban yang
dipilih responden tidak sepenuhnya berasal dari pengetahuan yang dimiliki responden itu sendiri,
karena responden cenderung untuk mengikuti apa yang dipilih oleh teman-temannya ataupun
disebabkan karena kondisi lingkunagn yang mengganggu konsentrasi responden dalam mengisi
kuisioner.
Masih banyak faktor lain yang berhubngan dengan penyakit yang dapat dijadikan sebagai
variabel bebas dalam penelitian ini, namun karena kemmapuan peneliti masih terbatas hal dana,
waktu, dan tenaga, maka variabel bebas yang digunakan hanya pengetahuan, sikap, dan perilaku
tentang penyakit saja
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian yang diperoleh,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan pelajar terhadap penyakit rabies sangat
kurang, hal ini sejalan dengan representasi angka kejadian rabies yang cukup tinggi. Padahal
rabies merupakan kasus KLB di daerah mereka, yang mana seharusnya pelajar lebih memiliki
keterpedulian sosial terhadap lingkungannya. Apalagi di era teknologi yang mana mereka bisa
mencari informasi tersebut melalu media internet dengan sangat mudah.
Sehingga penulis berkesimpulan selain pentingya peran stakeholder untuk aktif dalam
memberikan informasi serta kebijakan tentang rabies dan hewan peliharaan, bahwa pelajar
harusnya memiliki intuisi terhadap apa yang terjadi di lingkungan mereka terutama masalah
rabies yang saat ini menjadi perhatian, agar tewujudnya kota singkawang bebas rabies nantinya.
V.2. Saran
1. Dilakukan penyuluhan berkala terutama tentang penyakit rabies dan pemeliharaan hewan
peliharaan di tempat yang beresiko tinggi terhadap penyakit rabies.
2. Bekerjasama dengan dinas peternakan untuk pelaksanaan surveilans untuk rabies dan
penanganan kepada hewan penular
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
IDENTITAS RESPONDEN
1. No Responden : ______________________________________
2. Tanggal Wawancara : ______________________________________
3. Nama Responden : ______________________________________
4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
5. Umur : ______________________________________
6. Tanggal/ Bulan/ Tahun Lahir : ______________________________________
7. Alamat
a. Desa/ Kelurahan : ______________________________________
b. Kecamatan : ______________________________________
8. Apakah anda pernah mendapat penyuluhan mengenai anjing gila sebelumnya?
Pernah
Tidak pernah
Ya
Tidak
6. Di antara berikut, yang mana bukan gejala awal orang terkena rabies?
a. Demam
b. Kurang nafsu makan
c. Sakit kepala
d. Bersin
10. Di antara jawaban berikut, yang mana merupakan cara menghentikan penyebaran
rabies?
a. Memberi vitamin pada anjng liar
b. Membunuh anjing liar
c. Memelihara anjing liar
d. Memberi makan anjing liar
C. SIKAP RESPONDEN